Abstract. The purpose of the research is to know the correlation between Authoritarian
Parenting, student’s Emotional Intelligence with Student’s autonomy. Subjects of the research
are 70 person of Elementary School Students grade fifth (5th ) in gugus IV area, Merakurak
district, Tuban regency. Data were collected by scales of Authoritarian Parenting, student’s
Emotional Intellegence and Student’s self control The partial correlation. The data analysis
used multiple regression analysis and than partial correlations. Results of multiple regression
analiysis showed that the Authoritarian Parenting and student’s Emotional Intellegence have
a significant relation with students’ autonomy. The partial correlation of Authoritarian
Parenting and students’ autonomy have a significant correlation to negative side. The partial
correlation of Emotional Intellegence and students’ autonomy have a significant correlation
to positive side. Authoritarian parenting and student’s emotional intelligence give effective
contibution to Student’s autonomy about 55,2 %.
Keywords: Authoritarian parenting, emotional intelligence, students’ autonomy.
Intisari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh otoriter orang
tua dan kecerdasan emosi anak dengan kemandirian. Subjek penelitian sebanyak 70 anak SD
kelas V wilayah Tuban. Pengumpulan data menggunakan skala pola asuh otoriter orang tua,
kecerdasan emosi dan kemandirian yang disusun sendiri oleh peneliti. Analisis data
menggunakan teknik Analisa Regresi Ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh
otoriter dan kecerdasan emosi berkorelasi dengan kemandirian. Secara parsial hasil
penelitian juga menunjukkan adanya korelasi negatif antara pola asuh otoriter orang tua
dengan kemandirian. Sebaliknya, ada korelasi positif antara kecerdasan omosi dengan
kemandirian. Kedua variable dependent penelitian memberikan kontribusi sekitar 55,2%
terhadap kemandirian anak.
Kata kunci: pola asuh otoriter orang tua, kecerdasan emosi, kemandirian
Anak adalah amanah Allah kepada setiap diri. Menurut Walgito (2010) perilaku manusia
orang tua. Pada anak digantungkan harapan dipengaruhi oleh lingkungan dan pengaruh dari
akan masa depan suatu bangsa sehingga ber- dalam diri sendiri. Menurut Desmita kunci
bagai cara ditempuh untuk mempersiapkan anak kemandirian ada ditangan orang tua. Keman-
menempuh masa depannya. Menjadi perma- dirian yang dihasilkan dari kehadiran dan
salahan ketika anak berkembang tidak sesuai bimbingan orang tua akan menghasilkan ke-
harapan orang tua. Anak berperilaku meng- mandirian yang utuh.
gantungkan diri pada orang lain, tidak mem- Oleh karena itu peneliti berasumsi bahwa
punyai inisiatif untuk menyelasaikan masalah pola asuh orang tua sangat berpengaruh pada
yang dihadapinya atau dengan kata lain anak kecerdasan emosi anak maupun tingkat ke-
kurang mandiri. mandirian. Orang tua berperan secara langsung
Mengharapkan anak berperilaku mandiri di- memberikan stimulasi mengenai hal-hal yang
butuhkan cara untuk membentuk perilaku man- terkait dengan aspek-aspek yang ada dalam
1
Pola Asuh Otoriter Orang Tua, Kecerdasan Emosi Anak Dan Kemandirian Anak SD
kemandirian secara tepat dan benar. Menjadi bagaimanapun pola asuh berdampak secara
masalah ketika pola asuh yang diterapkan oleh langsung dalam membentuk prilaku mandiri
orang tua adalah pola asuh otoriter yaitu adalah anak dan kecerdasan emosi anak. Ilustrasi keja-
gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut dian diatas menunjukkan bahwa penerapan pola
anak untuk mengikuti perintah-perintah orang asuh yang tepat merupakan suatu tuntutan.
tua. Menurut para ahli gaya pengasuhan orang
Sebagai ilustrasi, di wilayah gugus IV keca- tua yang otoriter cenderung mondominasi anak
matan Merakurak, peneliti menjumpai perilaku sehingga mengakibatkan anak menjadi pemu-
otoriter orang tua yang memaksakan kehendak rung dan mempunyai sikap yang kurang ber-
pada anak. Pada acara perpisahan sekolah anak sahabat, agresif, tidak patuh dan otoriter. Oleh
ingin mengikuti pementasan drama tetapi orang karena itu peneliti ingin mengungkap lebih jauh
tua memaksa anak untuk tampil menari. hubungan antara gaya pengasuhan orang tua
Hasilnya anak menari dengan menggantungkan otoriter, kecerdasan emosi anak dengan tingkat
gerakan pada teman, tidak mampu menye- kemandirian anak kelas V di Gugus IV SD
suaikan gerakan dengan irama dan tidak menji- Kecamatan Merakurak.
wai penampilannya.
Demikian juga dijumpai banyaknya anak Kemandirian
yang meluapkan emosinya secara berlebihan Konsep Carl Rogers (dalam Desmita 2011)
ketika kebutuhannya tidak terpenuhi, sulit ber- kemandirian disebut dengan istilah self, karena
empati pada kesulitan teman, takut tidak itu merupakan inti dari kemandirian.
mampu mengerjakan tugas dari guru tanpa Seifert dan Hoffnung (dalam Desmita 2011)
berupaya untuk dapat mengerjakannya, hanya mendefinisikan otonomi atau kemandirian dapat
bergantung pada teman yang bisa ketika ada dipahami sebagai kemampuan untuk mengen-
tugas kelompok, cemburu yang berlebihan keti- dalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan
ka merasa kurang mendapat perhatian guru. tindakan sendiri secara bebas serta berusaha
Indikasi perilaku anak ini mengarah pada sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan
rendahnya kecerdasan emosi anak. Goleman malu dan keragu-raguan. Sementara menurut
(2007) menyebutkan bahwa individu yang cer- Suharnan (2012) kemandirian atau perilaku
das secara emosi mempunyai kemampuan untuk mandiri adalah kecenderungan untuk menentu-
mengenali emosi diri sendiri dan orang lain, kan sendiri tindakan (aktivitas) yang dilakukan
mengelola emosi diri sendiri, motivasi, menge- dan tidak ditentukan oleh orang lain.
nali emosi orang lain dan kemampuan membina
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemandirian
hubungan. adalah sikap dan perilaku seseorang yang me-
Indikasi rendahnya kecerdasan emosi dan nentukan sendiri dalam melakukan aktvitas atau
rendahnya kemandirian dapat terjadi ketika tindakan tanpa adanya pengaruh dan keter-
orang tua menerapkan pola asuh otoriter yang gantungan pada orang lain.
berakibat anak takut mengambil inisiatf untuk Suharnan (2011) menjelaskan ada empat
memulai aktivitasnya karena jika melakukan karakteristik dari perilaku mandiri. Pertama
kesalahan mendapatkan hukuman. mengambil inisiatif untuk bertindak maksud-
Pentingnya kemandirian anak untuk meng- nya orang mandiri memiliki kecenderungan
hadapi masa depannya dan pentingnya anak untuk mengambil inisiatif (prakarsa) sendiri di
mempunyai kecerdasan emosi yang baik mena- dalam memikirkan sesuatu dan melaksanakan
rik perhatian peneliti untuk lebih jauh mnge- tindakan tanpa terlebih dahulu harus di-
tahui hubungan yang terjadi antara pola asuh perintah, disuruh, diingatkan, atau dianjurkan
otoriter dan kecerdasan emosi dengan Keman- orang lain. Kedua mengendalikan aktivitas yang
dirian anak. Orang tua mempunyai tanggung dilakukan maksudnya mampu mengendalikan
jawab yang paling dekat dengan anak-anak sendiri pikiran, tindakan dan aktivitas yang
dalam membentuk perilakunya. Oleh karena itu dilakukan tanpa harus dipaksa atau ditekan oleh
peneliti menganggap penting untuk meneliti orang lain. Ketiga memberdayakan kemampuan
penerapan pola asuh otoriter orang tua karena yang dimiliki. Maksudnya orang mandiri cende-
2
Nur Istiqomah Hidayati
rung mempercayai dan memanfaatkan secara singkan diri), sulit bergaul, pendiam dan sadis.
maksimal kemampuan-kemampuan yang dimi- Peraturan yang kaku dan memberi hukuman
liki di dalam menjalankan tugas, mengambil berakibat pada profil anak yang impulsif (selalu
keputusan atau memecahkan masalah, tanpa menuruti kata hati), tidak dapat mengambil
berharap pada bantuan atau pertolongan orang keputusan, sikap bermusuhan dan agresif.
lain. Keempat menghargai hasil kerja sendiri.
Maksudnya orang yang mandiri tentu meng- Kecerdasan Emosi
hargai atau merasa puas apa yang telah di- Menurut Goleman (2007) kecerdasan emo-
kerjakan atau dihasilkan sendiri, termasuk sional merujuk pada kemampuan mengenali
karya-karya sederhana sekalipun. perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri dan ke-
Pola Asuh Otoriter Orang Tua mampuan mengelola emosi dengan baik pada
Menurut Santrock (2011) pola asuh otoriter diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
adalah gaya membatasi dan menghukum ketika lain.
orang tua memaksa anak-anak untuk mengikuti Agustian (2001) mengemukakan sederha-
arahan mereka dan menghormati pekerjaan nanya EQ adalah kemampuan untuk merasa.
serta upaya mereka. Kunci kecerdasan emosi adalah pada kejujuran
Hurlock (1980) menjelaskan bahwa pene- suara hati. Suara hati itulah yang harusnya
rapan pola asuh otoriter sebagai disiplin orang dijadikan pusat prinsip yang mampu memberi
tua secara otoriter yang bersifat disiplin tradi- rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijak-
sional. Dalam disiplin yang otoriter orang tua sanaan.
menetapkan peraturan-peraturan dan memberi- Menurut Goleman (2007) kecerdasan emo-
tahukan anak bahwa ia harus mematuhi pera- sional dapat dikelompokan dalam lima kompo-
turan tersebut. Anak tidak diberikan penjelasan nen penting yaitu : mengenali emosi, mengelola
mengapa harus patuh dan tidak diberi kesem- emosi, motivasi diri sendiri, mengenali emosi
patan mengemukakan pendapat meskipun pera- orang lain, membina hubungan.
turan yang ditetapkan tidak masuk akal.
Hubungan orang tua dengan anak menjadi Pola Asuh otoriter, Kecerdasan Emosi, dan
aspek yang sangat penting melalui tipe penga- Kemandirian
suhan yang diterapkan oleh orang tua. Santrock Kemandirian atau perilaku mandiri adalah
(2011) mengemukakan bahwa anak-anak dari kecenderungan untuk menentukan sendiri tinda-
orang tua otoriter sering tidak bahagia, takut kan (aktivitas) yang dilakukan dan tidak di-
dan ingin membandingkan dirinya dengan tentukan oleh orang lain. Individu yang mandiri
orang lain, gagal untuk memulai aktivitas dan adalah individu yang mampu berinisiatif untuk
memiliki komunikasi yang lemah, berperilaku melakukan tindakan dan mengendalikan tinda-
agresif. kannya, mampu memberdayakan kemampuan
Yusuf (2006) menjelaskan bahwa sikap yang dimilki, dan mempunyai penghargaan atas
otoriter orang tua akan berpengaruh pada profil hasil karya sendiri. Untuk memperoleh keman-
perilaku anak. Perilaku anak yang mendapatkan dirian anak maka orang tua harus menerapkan
pengasuhan otoriter cenderung bersikap mudah pola asuh yang tepat bagi anak. Kesalahan pola
tersinggung, penakut, pemurung, tidak bahagia, asuh akan menghambat perkembangan perilaku
mudah terpengaruh, mudah stress, tidak mem- psikologi dan sosial anak.
punyai arah masa depan yang jelas dan tidak Kemandirianpun dipengaruhi oleh kecer-
bersahabat. Perlakuan Rejection (penolakan) dasan emosi dimana individu yang cerdas
dengan bersikap masa bodoh, menerapkan sesara emosi adalah individu yang mempunyai
aturan kaku, kurang memperhatikan kesejah- kemampuan mengelola emosi, mengenali emosi
teraan anak, mendominasi anak maka akan diri sendiri dan orang lain, motivasi dan
berakibat anak menjadi agresif (mudah marah, membina hubungan.
tidak patuh, keras kepala), submissive (mudah
tersinggung, pemalu, penakut, suka menga-
3
Pola Asuh Otoriter Orang Tua, Kecerdasan Emosi Anak Dan Kemandirian Anak SD
4
Nur Istiqomah Hidayati
5
Pola Asuh Otoriter Orang Tua, Kecerdasan Emosi Anak Dan Kemandirian Anak SD
memulai aktifitas. Padahal menurut Suharnan Eratnya kaitan atau hubungan antara kecer-
karakteristik dari kemandirian itu salah satunya dasan emosi dan kemandirian anak dapat dilihat
adalah mampu mengambil inisiatif dan mengen- melalui aspek-aspek opersional keduanya.
dalikan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan. Pertama pada aspek kemandirian yaitu me-
Bagi peneliti hasil penelitian ini lebih menegas- ngambil inisiatif dan mengendalikan kegiatan.
kan pendapat para ahli bahwa pola asuh orang Aspek ini akan dapat dipenuhi oleh individu
tua otoriter akan mengakibatkan rendahnya yang mempunyai kemampuan membina hubu-
kemandirian anak. Terbukti terjadi pada anak ngan, mengenali emosi diri sendiri dan orang
kelas V wilayah Gugus IV SD di Kecamatan lain serta mempunyai motivasi. Kedua pada
Merakurak. aspek memberdayakan kemampuan yang dimi-
Berbeda dengan hasil penelitian ini Pupuh liki akan dapat dipenuhi oleh individu yang
(2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa mempunyai motivasi untuk berkarya dan me-
semakin otoriter orang tua maka anak semakin ngelola emosi. Ketiga pada aspek menghargai
mandiri. Penelitian Pupuh dilakukan pada rema- hasil karya sendiri akan dapat dipenuhi oleh
ja sedangkan penelitian ini dilakukan pada anak individu yang mempunyai motivasi untuk ber-
kelas V yang merupakan masa anak-anak akhir. karya.
Terdapat perbedaan pada fase perkembangan Penerapan pola asuh yang tidak tepat dalam
remaja dan anak-anak akhir. Dihadapkan pada hal ini yang terjadi di wilayah gugus IV SD di
penemuan ini peneliti berpendapat bahwa Kecamatan Merakurak hendaknya menjadikan
pengaruh sosial ditempat yang satu dengan pembelajaran bagi orang tua maupun pihak-
tempat yang lain akan berbeda akibat yang pihak yang terkait dalam dunia pendidikan
ditimbulkannya karena faktor-faktor yang mem- untuk bersama-sama menyadari bahwa pene-
pengaruhinya berbeda pula. Selain itu meneliti rapan pola asuh otoriter akan menghambat daya
sikap dan tingkah laku manusia bukanlah kreatifitas anak karena rendahnya kecerdasan
sebuah hitungan matematis karena perilaku emosi maupun kemandirian anak.
manusia dipengaruhi oleh banyak faktor. Kontribusi pola asuh otoriter dan kecer-
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa ada dasan emosi anak terhadap kemandirian anak di
hubungan positif antara kecerdasan emosi wilayah Gugus IV sebesar 55,2 % ini menun-
dengan kemandirian. Hasil penelitian ini, sete- jukkan bahwa semakin pentingnya para orang
lah data dianalisis dengan korelasi parsial tua untuk memahami pola asuh yang benar bagi
menunjukkan adanya hubungan positif antara anak-anaknya. Tdak selamanya pola asuh oto-
kecerdasan emosi dengan kemandirian se- riter adalah salah terbukti penelitian Pupuh
hingga hipotesis diterima. menunjukkan hasil bahwa semakin otoriter anak
Pada usia anak kelas V anak mengalami semakin mandiri. Yang lebih adalah orang tua
perspektif taking yang menurut Santrock (2011) harus cerdas kapan menerapkan pola asuh
merupakan kemampuan untuk mengasumsikan otoriter dan kapan harus demokratis. Disamping
perspektif orang lain serta memahami pikiran itu harus diperhatikan pula bahwa ada faktor
dan perasaan orang lain. Terkait dengan kecer- lain sebesar 44,8% yang mempengaruhi ter-
dasan emosi peneliti berpendapat bahwa me- bentuknya kemandirian anak antara lain faktor
ngasumsikan perspektif orang lain serta me- intelektual yang merupakan bagian dari faktor
mahami pikiran dan perasaan orang lain erat internal dan faktor eksternal meliputi ling-
kaitannya dengan teori kecerdasan emosi yang kungan, karakteristik sosial, kualitas informasi
dikemukakan oleh Goleman (2007) dengan orang tua dan anak serta status pekerjaan ibu.
istilah handling relationship atau membina Untuk mengungkap faktor-faktor lain sejauh
hubungan dan recogniz emotion in other atau mana mempengaruhui kemandirian dibutuhkan
mengenali emosi orang lain atau empati. penelitian tersendiri diluar penelitian ini.
Demikian juga kemampuan mengelola emosi
(managing emotions) terkait dengan dua hal
tersebut diatas.
6
Nur Istiqomah Hidayati
7
Pola Asuh Otoriter Orang Tua, Kecerdasan Emosi Anak Dan Kemandirian Anak SD
Anggraeni, D . K. (2011). Pola Asuh Orang Tua Hadi, S. (2004). Statistik.Yogyakarta: Andi.
dan Kemandirian Remaja. Jurnal Trisula Hadi, S. (1987). Metodolgi Riset.Yogyakarta:
volume IV. Andi.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas Hurlock, EB. (1980). Psikologi Perkembangan
Yogyakarta: Pustaka Belajar. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasio- Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
nal. (2005). Modul Bina Keluarga Balita. Irsyadi, AY. (2012). Pengaruh Bimbingan
Penulis. Karir dan Pola Asuh Orang Tua terhadap
Bahri, D.S. (2004). Pola Komunikasi Orang Kemandirian Siswa dalam Memilih Karir.
Tua dan Anak dalam Keluarga (sebuah Jurnal Universitas Yogyakarta di http://
perspektif Pendidikan Islam). Jakarta: Rine- www.eprints.uny.ac.id.
ka Cipta. Myers, D G. (2012). Psikologi Sosial. Jakarta:
Baraja A.B. (2008). Psikologi Perkembangan. Salemba Humanika.
Jakarta: Studio Press. Santrock, J. W. (2011). Masa Perkembangan
Departemen Agama RI. (1989). Alqur’an dan Anak. Jakarta: Salemba Humanika.
Terjemahannya. Surabaya: Mahkota. Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak.
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Jakarta: EGC.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Septiari. (2009). Hubungan Pola Asuh Orang
Balai Pustaka.
Tua dengan Kecerdasan Emosi Anak Pra
Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Sekolah di TK Bustanul Atfal Kota Gede
Bandung: Remaja Rosda Karya. Jogjakarta. Skripsi, tidak diterbitkan,
Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan STIKES Surya Global Jogjakarta.
Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosda Sholeh, A.R. (2008). Psikologi: Suatu Pengan-
Karya. tar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Ken-
Esturahmi, P. (2012). Hubungan Pola Asuh cana.
Otoriter dengan Kemandirian Siswa Ditin- Sugiono. (1992). Metode Penelitian Adminis-
jau dari Jenis Kelamin. Thesis, tidak di- trasi. Bandung: Alfabeta.
terbitkan, Universitas 17 Agustus 1945
Suharnan. (2012). Pengembangan Skala
Surabaya.
Kemandirian. Jurnal Psikologi Persona,
Eugenia, S. (2000). Parent-Child Relationship Volume I Nomor 02 September.
in Italians Families: Connectedness and
Walgito. (2010). Pengantar Psikologi Umum.
Autonomy in the Transisition to Adulthood.
Yogyakarta: Andi.
Psicologia Teoria e Pesquisa Jan-Abr Vol.
16 n I.PP. 023-030. Yusuf. (2008). Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Goleman, D. (2007). Kecerdasan Emosi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.