Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan dasar
pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang – kadang mempunyai perasaan
bahwa dirinya sedang dikendalikan kekuatan dari luar. Gangguan skizofrenia umumnya
ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh efek yang
tidak serasi atau tumpul. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah
gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat
serius. WHO menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Di era globalisasi gangguan kejiwaan meningkat
sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan kelasa bawah, sekarang kalangan
pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa (Yosep,
2009).
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25 persen pasien dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada
tingkat premorbid sebelum munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25 persen tidak akan
pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50 persen berada
diantaranya, ditandai ada kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan
efektif kecuali untuk waktu yang singkat. Undang-undang Kesehatan Jiwa No.3 tahun
1966 ditetapkan oleh Pemerintah RI, dengan demikian maka jalan lebih terbuka untuk
menghimpun semua potensi guna secara bertahap melaksanakan modernisasi semua
sistem rumah sakit serta fasilitas kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat Kesehatan Jiwa
mengadakan kerjasama dengan berbagai Instansi Pemerintahan dan dengan Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa dari Fakultas Kedokteran Pemerintah maupun dengan Badan
Internasional (Maramis, 2004).
Pemberian obat yang tidak tepat dengan standar dan tujuan terapi maka akan
merugikan pasien. Penggunaan obat yang tidak rasional seperti tidak tepat indikasi, tidak
tepat dosis, tidak tepat obat dan tidak tepat pasien sering kali dijumpai dalam praktek
sehari-hari, baik di pusat kesehatan primer (puskesmas), rumah sakit, maupun praktek
swasta. Ketidaktepatan indikasi, pemilihan obat, pasien dan dosis menjadi penyebab
kegagalan terapi pengobatan skizofrenia (Anonim, 2000).

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan
psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek,
dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock,
2003).
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan
pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam
perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan,
‘miskin’ kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh,
sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif
2.2. Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai
daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di
seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya
onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya
gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan
lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock,
2003).
Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray di seluruh dunia prevalensi seumur
hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar
0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di
antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur
dan onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu
sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga
lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila
dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007).
2.3. Klasifikasi dan Pedoman Diagnosis Menurut PPDGJ – III
Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta
2
jumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.
Pedoman diagnostik:

3
4
2.4. Prognosis

2.5. Tata Laksana


Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi
psikososial.
a) Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan
menggunakan obat antipsikosis dan terapi elektrokonvulsif.
1) Obat Antipsikosis
Dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah
chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat
tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan
haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat
menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang
lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan
mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang
tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan (Durand, 2007).
2) Terapi Elektrokonvulsif
Juga dikenal sebagai terapi electroshock pada penatalaksanaan terapi biologis.
Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai
penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan
dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini digunakan di
berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia.
Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT semakin
memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan

5
bagisebagian besar penderita skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih
dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi
dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien.
Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya
dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita
kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu.
b) Terapi Psikososial
Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga.
1) Terapi kelompok
Merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien
berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator
dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan
feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada
situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat
memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.
2) Terapi keluarga
Merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Terapi ini digunakan
untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama
keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi
yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Dalam hal ini,
keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-
perasaan, baik yang positif maupun yang negative secara konstruktif dan jelas,
dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi
pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya.

6
BAB 3
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai