Anda di halaman 1dari 106

REVIEW • Oleh :

idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• drh. Idi Setiyobroto, M.Kes.


zoonosis
1. Anonim, 1996, Kumpulan Peraturan
Perundangan di bidang Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal
books Peternakan, Jakarta.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

2. Soeharsono, 2005, Zoonosis, Penerbit


Kanisius, Yogyakarta.
Zoonosis pertama kali dikenalkan oleh
Virchow dan didefinisikan sebagai jenis
penyakit yang dapat menular dari hewan ke
manusia.

WHO memberikan pengertian zoonosis


sebagai penyakit yang dapat menular secara
introduction
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

alami dari hewan ke manusia maupun


sebaliknya.

emerging zoonosis (penyakit zoonosis yang


baru muncul) dan re-emerging zoonosis
(penyakit zoonosis yang sudah pernah muncul
di masa-masa sebelumnya dan mulai
menunjukkan peningkatan).
1. Arah Penularan
Pembagian
2. Ethiologinya
zoonosis,
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

3.Tipe Siklus Agen Penyakit


Berdasarkan:
4. Asal Hewan Penularnya
Pembagian zoonosis

1. Berdasarkan Arah Penularan


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Anthropozoonosis : penyakit yang ditularkan dari manusia ke


hewan
• Zooanthroponosis : penyakit yang ditularkan dari hewan ke
manusia
Pembagian zoonosis

2. Berdasarkan Ethiologinya
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Zoonosis Bakteri contohnya : antrax, brucellosis, leptospirosis


• Zoonosis Virus contohnya : rabies, flu burung
• Zoonosis Parasitik adalah zoonosis yang disebabkan oleh
helmint dan protozoa. Helmint zoonosis contohnya :
cistycercosis, cutaneus larvae migrans, sedangkan Zoonosis
oleh protozoa seperti : toxoplasmosis.
• Zoonosis Mikotik contoh : ringworm (dermathophytosis)
Pembagian zoonosis
Berdasarkan Tipe Siklus Agen Penyakit

• Orthozoonosis
• Siklozoonosis : memerlukan > 1 induk semang vertebrata
• Metazoonosis : berkembangbiak pd invertebrata sblm menular ke induk
semang vertebrata
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Saprozoonosis : dalam penularannya memerlukan agen bukan hewan

Berdasarkan Asal Hewan Penularnya

• Zoonosis berasal satwa liar (wild animal zoonoses)


• Zoonosis berasal dari hewan yang tinggal di sekitar kita (Domiciled animal
zoonoses)
• Zoonosis berasal dari hewan piara (Domesticated animal zoonoses)
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

BAKTERI
ZOONOSIS
ANTRAX
Nama lain :
(radang limpa / malignant pustule / woolsorters disease / miltvuur)

Ethiologi : Bacillus antraxis,


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Morfologi dan Sifat :


• bentuknya batang rantai pendek dan dikelilingi kapsel,
• berukuran 1~1,5 μ x 3~8 μ,
• aerobe, nonmotil, gram +.
• segera mengubah diri dalam bentuk spora  Oksigen, dapat bertahan hidup sampai 70
tahun di dalam tanah
Kejadian di Indonesia

1884 1886 2000


oleh javasche courant : kerbau di Banten, Padang-darat, Klabar & di peternakan burung onta
Telukbetung Sumatera Kaltim, P. Rote-NTT Purwakarta
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

(Koran Kolonial Verlag): Buleleng Bali, Sumatera & Kalimantan, Jawa &
Rawas Palembang, & Lampung Madura, NTB, NTT, Sulawesi

1885 1906–1957
Epidemiologi
• Hewan Rentan yaitu hewan berdarah panas (seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi,
burung onta, dll.
• Siklus hewan → tanah → hewan,
• Sifat spora cocok hidup di tanah berkapur atau basa, sedangkan pada tanah berair atau
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

asam tdk cocok.


• Sumber penularan adalah hewan atau ternak penderita Anthraks , bahan makanan asal
hewan atau ternak dan bahan asal hewan atau ternak yang tercemar spora atau kuman
Anthraks.
• Cara penularannya Per-os melalui inhalasi, kontak langsung atau melalui hewan
perantara yaitu lalat Tabanus Sp & Stomoxys Sp (vektor)
Gejala
• Hewan → Akut atau per akut dan pada sapi, kerbau & kuda dapat mengalami septicemia
kemudian mati mendadak serta mengeluarkan darah hitam pekat tidak menggumpal dari
anus, hidung, atau telinga. Daging dr hewan penderita ini cepat busuk.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Manusia → 4 type yaitu


• Type Kulit
• Type Pencernaan
• Type Paru
• Type Otak
Gejala
• Manusia → 4 type yaitu
• Type Kulit : masa inkubasi 2-5 hr, demam, mula2 gatal → melepuh → pecah
→ borok / keropeng berwarna hitam ditengah (cenang hideung), disekitar
keropeng bengkak & nyeri.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Type Pencernaan : muntah campur darah, sakit perut, mencret.


• Type Paru : demam, sesak nafas, batuk darah, masa inkubasi 1-7 hr
• Type Otak : demam, sakit kepala, kaku duduk, kesadaran menurun, kejang.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Cutaneus antrax
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Tipe Paru
Bakteri antrax

• Diagnosa :
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Gram stain
• Kultur  sampel darah, lesi kulit,
cairan vesikuler, atau sekresi
respirasi
• X-ray atau CT scan
• Serologis : PCR atau ELISA
Pada Hewan / Ternak :
• Menjaga kebersihan kandang
• Hindari kontak dengan peralatan barang yg tercemar bekas
Anthraks
• Vaksinasi Anthraks sebanyak 2 kali dalam setahun
Penanganan • jika ada hewan mati dengan dugaan antrax lapor ke dinas
dan peternakan setempat
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• hewan dikubur dengan kapur & tidak boleh dilakukan


pengendalian autopsy ! (limpa membesar & rapuh) _ miltvuur.
Pada Manusia :
• Jangan menyentuh / mengkonsumsi bahan makanan yg
berasal dr hewan yg dicurigai terkena anthraks.
• Mencuci bersih & memasak bahan makanan sampai matang
sempurna.
• ethiologi : Brucella abortus pd sapi, Brucella
canis pd anjing, Brucella melitensis dan Brucella
ovis pd kambing dan domba, Brucella suis pd
babi.
• Sifat :
BRUCELLOSIS ❑ Gram +
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

❑ Non-motil
❑ Tidak membentuk spora
❑ Coccobacillus
❑ fakultative
• undulant Fever / malta fever
Epidemiologi

• Sumber penular : sapi, kambing, anjing, babi


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Penularan diantara hewan terjadi akibat perkawinan alami, kontak dengan


janin yang terinfeksi dan cairan-cairan kelahiran.
• Infeksi pada manusia setelah minum susu yang tidak dipasteurisasi atau
kontak langsung dengan bahan-bahan yang terinfeksi (darah, urine, cairan
kelahiran, selaput fetus, cairan vagina, material abortus)
• Sapi → abortus (7-8 kebuntingan)
• Babi → jarang abortus, arritis,
osteomielitis, anak dr induk tertular →
kecil, lemah, mati tidak lama stlh lahir
• Anjing (infertilitas →♂), ♀ ➔ abortus
• Manusia
Gejala klinis Masa inkubasi : 5 hr-bbrp bulan, rata2
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

dua minggu
Demam, merasa kedinginan,
berkeringat pd mlm hr
Kelelahan, kelemahan, skt kepala,
nyeri otot leher, anoreksia, konstipasi,
gelisah, depresi mental, kadang batuk
tdk prduktif
Pada hewan =
1. Isolasi organisme  darah, semen,
2. Brucella Milk Ring Test
3. Serologis : ELISA
Pada manusia =
diagnosa
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

1. Isolasi organisme  darah, sumsum tulang,


bbrp jaringan
2. Serum aglutinasi test
3. Imunofluorescence
4. Serologis : PCR
• Pencegahan
➢ surveilans untuk identifikasi carriers
seropositif pd sapi umur 18 bulan ke atas,
➢ eliminasi carriers dari kelompok ternak ➔
pemotongan yg terkontrol
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

➢ Vaksinasi ➔ vaksin Strain-19 / RB-51 pd


semua heifers berumur 4-10 bulan,
➢ pemasukan sapi pengganti hanya dr
kelompok / daerah bebas brucellosis diikuti
karantina dan uji ulang serologis.
• Pengendalian
➢ regulasi penanggulangan brucellosis,
➢ karantina yang ketat,
➢ pembinasaan segera hewan yang mati,
➢ kotoran atau material kandang yang
tercemar dengan cara kremasi,
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

➢ isolasi penderita,
➢ disinfeksi kandang dan fasilitasnya,
➢ tindakan sanitasi dan higiene bagi personel
yang kontak dengan hewan penderita
brucellosis untuk keselamatan dirinya.
• Penyebab yaitu bakteri Leptospira.
• lebih dari 170 serotipe.
• Sebagian besar hewan dapat menjadi hospes
termasuk hewan kesayangan kita.
LEPTOSPIROSIS • reservoar utama :
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• L. canicola pada anjing,


• L. hardjo pada sapi dan
• L. ichterohemorhagiae pada tikus.
Epidemiology

• Sumber penular :
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

binatang pengerat terutama tikus; binatang mamalia lain


(leptospira tertentu) → mengeluarkan leptospira dalam jangka
waktu yg lama tanpa gejala.
Cara Penularan

❑Leptospira dikeluarkan melalui air seni binatang pengidap dan dapat


bertahan lama → mencemari lingkungan (air, pH normal dapat bertahan 4
minggu) ➔ biasanya ditemukan pada musim hujan, terutama pada daerah-
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

daerah banjir.

❑Kontak langsung dengan hewan / lingkungan yg tercemar & leptospira


masuk ke dalam tubuh melalui kulit yg lecet, luka / selaput mukosa.

❑Secara tidak langsung melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
urin tikus atau binatang pengidap
Gejala

• Pada hewan akan menyebabkan ikterus (kekuningan) ringan sampai berat dan anemia,
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

hepar membesar dan mudah rusak serta ginjal membengkak.

• Pada manusia terjadi hepatomegali dengan degenerasi hepar serta nefritis. Anemia,
ikhterus hemolitik, meningitis dan pneumonia
Diagnosis dan Pemeriksaan
• Pemeriksaan darah ➔ Leukosit & netrofil sering ditemukan.
• Pemeriksaan urin ➔ proteinuri & ditemukan sel di urin, ureum & kreatinin serum
(67%).
• pemeriksaan serologis : MAT (Microscopic Agglutination Test), HI (Hemagglutination)
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

test, ELISA (IgM).


• Bakteri jelas terlihat dengan menggunakan mikroskop kamar gelap, silver stain /
mikroskop flouresen.
• Kultur : dibiakkan dr darah, urin (+ sesudah minggu ke dua sampai 30 hari sesudah
infeksi), & cairan spinal.
• pemeriksaan cepat menggunakan kit seperti: Dip-S-Ticks (PanBio).
Pencegahan
• membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
• menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus;
• melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis (petugas
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

kebersihan, petani, petugas pemotong hewan, dan lain-lain) dengan


menggunakan sepatu bot dan sarung tangan;
• menjaga kebersihan lingkungan;
• menghindari adanya tikus di dalam rumah/gedung; dan
• melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Oleh:
virus
Idi Setiyobroto
ZOONOSIS
RABIES
• Nama lain : penyakit “anjing gila”
• Ethiologi : virus rabies, lyssavirus, family Rhabdoviridae.

Epidemiologi :
• Terdapat di semua benua kecuali Australia & Antartika.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Beberapa negara yang bebas rabies saat ini adalah Kepulauan Britania. Swedia,
Selandia Baru, Jepang, Hawaii, Taiwan, Pulau-pulau Pasifik & beberapa negara
Hindia Barat.
• Virus ini menginfeksi semua hewan berdarah panas & manusia.
• Penularan melalui gigitan (bite) oleh hewan pengidap terutama bangsa carnivora
(efektif) sebagai penyebar rabies antara hewan atau manusia.
Gejala klinis
• Pada hewan (anjing, kucing, juga pd kelinci, marmut, hamster,
kera, monyet & lain-lain (semua hewan berdarah panas) gejalanya
terdiri dari 3 bentuk yaitu
❖bentuk membabi buta / ganas (furious rabies) : masa eksitasi panjang,
kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda rabies terlihat
(menyerang/menggigit segala objek, hipersalivasi, hydrophobia, bergerak
tanpa koordinasi).
❖diam (dump rabies) : masa eksitasi pendek, terjadi kelumpuhan (paralisa)
sangat cepat menjalar keseluruh anggota tubuh, apatis, & suka
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

bersembunyi.
❖tanpa bentuk/asimtomatis (atypical rabies) : hewan tiba-tiba mati, tidak
menunjukan gejala-gejala sakit.
• Masa inkubasi pd anjing & kucing berkisar 10 - 8 minggu. Pada
sapi, kambing, kuda & babi berkisar 1 - 3 bulan.
Gejala klinis
• Manusia : demam, perubahan tingkah laku, kecemasan, sulit tidur,
sakit kepala, gelisah, kontraksi spasmodik dr otot yg membengkak,
sulit menelan, hidropobia (takut air), kejang-kejang diikuti
kelumpuhan (paralisis) & kematian.
• Gejala dibagi 5 fase yaitu
❖prodromal, ringan, ada gangguan SSP (nyeri kepala, vertigo,
kekhawatiran), demam, kelelahan serta rasa nyeri, gatal / terbakar
pd daerah gigitan,
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

❖neurologik akut, tidak berfungsinya SSP, hipersalivasi, hipereksitasi


(furious rabies : sangat sensitive) dan paralisa otot,
❖Furious,
❖paralitik dan
❖koma. Setelah melalui seluruh fase, sebelum koma biasanya timbul
gangguan pernafasan disusul dengan kematian.
• Masa inkubasi bervariasi, umumnya 1 bulan dan dipengaruhi oleh
kedalaman gigitan serta jarak gigitan dengan susunan syaraf pusat.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id
Diagnosa
• Menemukan inclusion body pd sel otak “negri body”.
• Sampel : jaringan otak hewan yg menggigit (tersangka) biasanya bagian
hipocampus.
• Pemeriksaan lain : IFAT (Indirect Fluorescent Antibody Technique) dgn bantuan
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

mikroskop fluorescent.
• Diagnosa lain dengan hewan percobaan (mencit) tetapi membutuhkan waktu yg
lama sekitar 21 hari.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id
Pengendalian dan pencegahan
• pada hewan kesayangan (anjing atau kucing) → vaksinasi rabies.
• Jika ada kejadian rabies pd suatu tempat ➔ vaksinasi dilakukan terhadap setiap
anjing, kucing atau kera dan 70 % populasi yg ada dalam jarak minimum 10 km
disekitar lokasi kasus.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Khusus bagi para masyarakat yang sangat berpotensi terkena rabies


(kehidupannya dekat dengan anjing atau kucing) dilakukan imunisasi rabies.
• Orang yang digigit anjing atan dijilat oleh hewan yang tersangka rabies harus
segera ke Puskesmas terdekat guna mendapatkan perawatan luka akibat gigitan.
Ethiology
• virus influenza H5N1 & dapat menular pd manusia serta
bersifat fatal.
• Sifat virus ini :
hanya hidup pd sel hidup;

FLU
dapat berkembang biak (replikasi);
mudah mengalami mutasi dr patogen ringan (low

BURUNG
pathogenic) menjadi patogen ganas (highly pathogenic)
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

atau sebaliknya;
tidak tahan panas dan zat desinfektan (pencuci hama);
Pd daging ayam, virus ini mati pd suhu 80˚C selama satu
menit atau 70˚C selama 30 menit; pd telur ayam, virus
mati pd suhu 64˚C selama 4,5 menit;
pd kotoran ayam, virus mampu bertahan selama 35 hari
pd suhu 4˚C; 4 hari pd suhu 22˚C dan 30 hari pada suhu
0˚C dalam air.
Epidemiologi
• 1878 di Italia hanya pd unggas saja,
• 1997 dapat ditularkan ke manusia (zoonosis).
• Indonesia ➔
❖penyakit flu burung menjadi penyakit zoonosis hanya memerlukan waktu 23
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

bulan, yaitu pada Agustus 2003 hingga Juli 2005.


❖154 kabupaten/ kota di 23 provinsi telah tertular dan menjadi daerah
endemis yakni : Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Banten, DKI
Jakarta, Bali, NTB, NTT, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka
Belitung, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
dan Sulawesi Selatan serta Sulawesi Tenggara.
Epidemiologi
• Unggas (ayam, burung, itik, bebek, dll) merupakan sumber penularan virus
avian influenza.
• Penularan : Unggas  unggas / peternakan  peternakan
1. kontak langsung (dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka)
2. kontak tidak langsung yaitu melalui :
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• percikan cairan / lendir  hidung & mata; muntahan; atau tinja dr unggas yg sakit;
• udara (konsentrasi virus yg tinggi);
• Sepatu & pakaian peternak yg terkontaminasi;
• pakan, air, & peralatan yang terkontaminasi virus;
• angin (berperan penting dalam penularan penyakit dalam satu kandang tetapi memiliki
peran terbatas dalam penyebaran antar kandang);
• dan melalui unggas air (reservoir (sumber) virus avian influenza) melalui virus yang ada
dalam saluran usus (intestinal) dan dilepaskan melalui kotoran.
Gejala Klinis

• Masa inkubasi : 3 hari pd unggas di luar kandang, sedangkan yg di dalam kandang (flok) 14-
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

21 hari, tergantung pd jumlah virus, cara penularan, spesies/jenis yg terinfeksi, &


kemampuan peternak untuk mendeteksi gejala klinis.
• Avian influenza memiliki gejala bervariasi.
• Pd kasus yg sangat ganas (akut) ditandai dgn kematian tinggi tanpa gejala klinis.
• Hewan tampak sehat tetapi tiba-tiba mati, namun pd umumnya gejala berupa :
Gejala Klinis

• Hewan tampak sehat tetapi tiba-tiba mati, namun pd umumnya gejala berupa :
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

❑jengger, pial, kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru keunguan;
❑kadang-kadang ada cairan dari mata/hidung;
❑pembengkakan di daerah bagian muka & kepala;
❑pendarahan dibawah kulit (sub kutan);
❑pendarahan titik (ptechie) pd daerah dada, kaki & telapak kaki;
❑batuk, bersin & ngorok; serta
❑unggas mengalami diare & kematian tinggi.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id
Diagnosa

• Sampel : unggas hidup, unggas + gejala klinis, & unggas yg mati.


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Unggas mati ➔ bedah bangkai → + pendarahan di bawah kulit; adanya bintik-bintik perdarahan pd otot,
jaringan lemak, anggota tubuh termasuk kaki + pembengkakan (udema), organ dalam (trakhea, pankreas) &
peradangan pd usus, hati & limpa.
• unggas hidup : preparat ulas/swab kloaka, saluran pernapasan (trachea) / kotoran (feces) segar & serum.
• Pengiriman sampel harus dijaga dalam keadaan dingin (tidak beku) → kirim ke Balai Besar Veteriner
(BBVet), Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional terdekat, / Balai Penelitian Veteriner
(Balitvet).
• pemusnahan (stamping out) unggas /
Pencegahan burung yg terinfeksil
dan • unggas yg sehat → vaksinasi.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Pd manusia dilakukan terhadap :


Pengendalian • Pemerintah Indonesia ➔ kebijakan :
Pencegahan dan Pengendalian

• Pd manusia dilakukan terhadap :


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

❖kelompok beresiko tinggi (para pekerja peternakan & pedagang unggas / burung)
yaitu dengan cara : cuci tangan + desinfektan & mandi sehabis bekerja / kontak
dengan unggas / burung; hindari kontak langsung dengan burung / unggas
terinfeksi; memakai APD (masker & pakaian kerja); meninggalkan pakaian kerja di
tempat kerja; membersihkan kotoran unggas secara rutin; & imunisasi.
❖masyarakat umum : menjaga daya tahan tubuh → makan makanan bergizi
olahraga cukup; mengolah daging unggas dengan sempurna & pilih daging yg
segar & sehat.
Pencegahan dan Pengendalian
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Pemerintah Indonesia ➔ kebijakan :


• memusnahkan semua unggas yg terserang flu burung dengan dibakar,
• mengadakan vaksinasi bagi ayam atau ternak unggas yg masih sehat, serta
• melakukan tindakan biosekuriti / pengawasan secara ketat terhadap lalu lintas
unggas maupun produk (daging) & limbahnya (peternakan), untuk daerah yg
bebas flu burung.
Pengobatan penderita Flu burung

• oksigenasi (jk + gejala sesak nafas),


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• hidrasi (pemberian infus),


• pemberian obat antivirus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama
7 hari,
• untuk awal infeksi dapat diberikan amantadin yaitu sedapat
mungkin diberikan 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis
5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis dan jika orang tersebut
memiliki berat badan lebih dari 45 kg, dapat diberikan 100 mg 2
kali sehari.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

ZOONOSIS PARASIT
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id
• Daerah penyebaran:
Taenia saginata • Daerah peternakan sapi
• Makan daging sapi yg tidak
(food borne
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

dimasak dg baik
disease) • Keadaan lingkungan yg jelek

51
• Morfologi:
• Dewasa: panjang 5-10m, pipih bersegmen
spt pita, tidak mencemari lingkungan, hidup
dlm hospes.
Taenia • Telur: mencemari lingkungan, tahan thd
saginata (food faktor luar (suhu, zat kimia, sinar matahari,
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

kelembaban) sampai 1-2 bulan.


borne disease)
• Larva: cysticercus bovis / cacing gelembung,
tidak mencemari lingkungan, tdp di dalam
jaringan otot sapi (hospes antara).
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Taenia
dewasa
Stadium

saginata

53
• Hospes difinitif: manusia
• Hospes antara: sapi
Cara • Habitat: usus halus
penularan / • Bentuk infektif: larva / cysticercus bovis
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Cara infeksi: makan daging sapi yg mengandung


lingkaran larva, tanpa dimasak dengan baik
hidup • Patogenesis: Btk dewasa melekatkan diri pd
mucosa usus hospes sehingga terjadi malnutrisi
dan diarhea
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Taenia
Saginata
Life Cycle of
• Diagnosis penderita:
• Memeriksa faeces menemukan btk telur,
proglotid gravid
• Diagnosis lingkungan:
• Memeriksa tanah, sayuran, buah-buahan: telur
• Memeriksa daging sapi: larva / cysticercus bovis

• Pengobatan:
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Niclosamid, praziquantel
• Pencegahan:
• Mengobati sumber infeksi
• Memperbaiki lingkungan
• Memasak daging sebelum dimakan shg
warnanya berubah

56
Cara pemeriksaan larva dalam jaringan otot
secara langsung

• Bahan & alat yg diperlukan:


• Jarum biopsi / pisau yg tajam
• Gelas benda yg bersih & kering
• Karet pengikat, gelas jar
• Cara kerja:
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Kapsula dlm jar otot diambil dg jarum biopsi


• Kapsula ditekan di antara kedua gelas benda
• Kedua gelas benda diikat kuat-kuat, agar kapsula tampak jernih
• Dimasukkan kedalam jar, didiamkan selama ½ -1jam
• Diperiksa di bawah mikroskop dg perbesaran lemah, bila ditemukan larva dengan
perbesaran kuat

57
Bahan & alat:

• Artificial digestive fluid (cairan cerna):


Cara •

pepsine 5 gram
HCL 7 ml
pemeriksaan • air suling 1000ml
• Penggiling daging / blender / tissue grinder
larva dalam • Erlenmeyer, incubator, corong Baerman, gelas
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

benda, gelas penutup


jaringan otot • Sentrifuge, pipet, magnetic stirer
secara tidak
Cara kerja:
langsung
• Jaringan otot digiling dg blender
• Masukkan dlm erlenmeyer, ditambahkan 20
bagian cairan cerna
58
i

• Cara kerja (lanjutan):


• Dicampur sampai rata dg magnetic stirer di masukkan kedalam incubator 370C
selama 12-24 jam
• Ditambahkan air hangat shg 3x volume semula
• Tuangkan campuran tersebut ke dalam corong Baerman dan didiamkan 1-2
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

jam
• Larva akan turun menuju kebawah corong Baerman
• Cairan di bagian bawah corong Baerman diambil dg pipet, diteteskan pd gelas
obyek, ditutup dg gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop dg
perbesaran lemah utk melihat ada tidaknya larva
• Jika tidak ditemukan larva, seluruh cairan yg terdapat dibagian bawah corong
Baerman dipusingkan, dan endapan diperiksa terhadap adanya larva.

59
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

cysticercus
• Daerah penyebaran:
Taenia solium • Peternakan babi
(food borne • Keadaan lingkungan jelek
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Makan daging babi yg tidak dimasak dg baik


disease)
• Morfologi:
• Dewasa: pipih seperti pita bersegmen,
panjang: 2-3 m, tidak mencemari
lingkungan, di dalam hospes.
Taenia solium • Telur: btk bulat, dinding tebal, mencemari
lingkungan (tanah, sayuran, buah-buahan),
(food borne
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

tahan terhadap pengaruh luar (suhu, zat


disease) kimia, sinar matahari, kelembaban), dpt
hidup 1-2 bulan
• Larva: tdp dlm jar otot hospes antara, tidak
mencemari lingkungan
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

dewasa
Stadium

Taenia solium

63
• Hospes difinitif: manusia
• Hospes antara: babi
• Habitat: usus halus
• Bentuk infektif:
– larva (Cysticercus cellulose)
Cara penularan menyebabkan taeniasis
– Telur menyebabkan cysticercosis
/ lingkaran
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Cara infeksi: makan daging babi yg


hidup mengandung larva tanpa di masak dg baik
• Patogenesis:
– Dewasa: mengkaitkan diri pd mucosa
usus (diarhea)
– Larva: mengkista pd jar otot (mialgia)

64
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

hidup
& Siklus
Patogenesis

65
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Adult worm
Cysticercus &
• Diagnosis penderita:
• Memeriksa faeces penderita: telur,
proglotid gravid
• Diagnosis lingkungan:
• Memeriksa tanah, sayuran, buah-
buahan: telur
• Memeriksa daging babi: larva
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Pengobatan:
• Niclosamid, praziquantel
• Pencegahan:
• Mengobati sumber infeksi
• Memperbaiki lingkungan
• Memasak daging babi sebelum
dimakan

67
Pemeriksaan feses 2 cara
A. Natif
B. Sentrifuse

• Natif
Pemeriksaan ❑ diambil sedikit tinja dari pasien
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

feses kemudian digerus pada mortir lalu


ditambahkan air secukupnya →
gerusan feses diteteskan pada
objek gelas dan tutup dengan dek
gelas lalu periksa di bawah
mikroskop dengan perbesaran 100
x atau 400 x
Metode sentrifuse

❖Ambil 2 gram tinja tambah sedikit air dan aduk sampai larut (sisa pemeriksaan natif).
❖Tuang dalam tabung sentrifuse sampai ¾ tabung lalu putar dengan alat sentrifuse selama 5 menit
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

❖Buang cairan jernih diatas endapan, kemudain tuang NaCl jenuh di atas endapan sampai ¾ tabung
dan aduk hingga tercampur rata → putar lagi selama 5 menit.
❖Letakkan tabung sentrifuse pada rak lalu ditetesi dengan NaCl jenuh di atas cairan dalam tabung
sampai permukaan cairan cembung, tunggu 3 menit.
❖Tempelkan objek glass pada permukaaan yang cembung dengan hati-hati, kemudian dengan cepat
balik objek gelas tersebut → tutup dengan dek glass lalu amati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100 x.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Tabung sentrifuse
• Daerah penyebaran:
• Keadaan lingkungan jelek (kebiasan BAB di air)
• Peternakan (biri-biri, kambing, sapi)
• Morfologi:
• Dewasa: dlm hospes, diluar hospes mati btk pipih
seperti daun
Fasciola • Telur: btk oval, dinding tebal, mempunyai operculum,
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

dpt hidup diluar hospes, tu di air & mencemari


hepatica lingkungan dlm waktu 3 minggu segera menetas
menjadi mirasidium
• Mirasidium: hidup diair & mencemari lingkungan
• Sporokista & redia: hospes antara pertama (keong: 8
minggu)
• Cercaria: hidup diair & mencemari lingkungan
• Metacercaria: hospes antara kedua (tanaman air)
Cara penularan (lingkaran hidup)

• Hospes difinitif:
• Manusia dan Hewan herbivora: kambing, biri-biri, sapi
• Hospes antara pertama:
• Keong / snail: Limnea truncatula (sporokista, redia)
• Hospes antara kedua:
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Tanaman air (metacercaria)


• Habitat:
• Saluran hati (ductus hepaticus)
• Bentuk infektif:
• Metacercaria
• Cara infeksi:
• Makan tanaman air + metacercaria tanpa dimasak dg baik
72
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Fasciola hepatica
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Fasciola hepatica
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

75
i

• Gejala klinis:
• Hepatomegali (pembesaran hepar)
• Halzoun disease
• Diagnosis penderita:
• Memeriksa faeces: menemukan telur
• Diagnosis lingkungan:
• Memeriksa air: menemukan telur, miracidium, cercaria
• Memeriksa tanaman air: menemukan metacercaria
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Pengobatan:
• Bithionol, praziquantel
• Pencegahan:
• Mengobati sumber infeksi
• Memperbaiki lingkungan
• Menurunkan populasi keong, memasak tanaman air

76
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Idi Setiyobroto
Zoonosis - protozoa
• Penyebaran:
• Tropik, sub-tropik
Toxoplasma • Keadaan lingkungan jelek
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

gondii • Hewan kucing


• Morfologi:

• Trofozoit:
Toxoplasma diluar hospes mati, bentuknya seperti koma,
berinti satu, tidak bergerak aktif, dpt hidup dlm
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

hospes
gondii
• Kista:
dlm hospes dsb kista (tdp dlm jaringan), diluar
hospes dsb ookista (tdp dlm faeces kucing), btk
bulat mempunyai dinding, ookista hidup > lama
diluar hospes & mencemari lingkungan.
Cara penularan / lingkaran hidup:

Hospes difinitif: kucing

Hospes antara: tikus, sapi, babi, kambing, ayam

Habitat:

• Hospes difinitif: epitel usus


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Hospes antara: jaringan / otot

Bentuk infektif: ookista / kista

Manusia dpt terinfeksi:

• Makanan tercemar ookista (lalat, kecoa sbg vektor mekanik)


• Congenital
• Daging yg mengandung kista tanpa dimasak dg baik
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

ii
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

ii
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

.
Gejala Klinis
• Tanpa gejala, wanita > manifes dari pada pria
• Ibu hamil muda:
• abortus
• Ibu hamil tua:
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• bayi lahir cacat (hidrocephalus, microcephali, kelainan pd retina).


Gejala Klinis, ada 2 macam
a. Toxoplasmosis aquisita
Toxoplasmosis yg didapat selama hidupnya, pd orang dewasa →
asimtomatis, kalau ada berupa rasa lelah, demam, sakit kepala.
Pada bumil  infeksi primer ➔ bayi dgn toxoplasmosis
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

congenital.

b. Toxoplasmosis congenital
Gej : kejang, ikterus, anemia, postmaturitas, hidro/ micro
cephalus,dll. ➔ tgt umur janin waktu infeksi. 
Patogenesis Ada yang MATI
Kista jar / ookista →
trofozoit → tubuh →
usus → masuk drh
(contoh : ktm Ada yang BERKEMBANG
leukosit (proses
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

fagositosis))
• Pd sel hospes → pecah → serang sel2 lain
→ mis : makrofag / limfosit → seluruh
tubuh (parasitemia) → semua organ & jar
tubuh hospes yg berinti → jk pd hospes
terbentuk kekebalan ➔ kista (jar, otot, otak
dll)
• Kerusakan pd jaringan tgt pd :
umur,virulensi, jumlah parasit, dan organ yang diserang.

• Lesi pd mata dan SSP biasanya berat dan permanen,


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

pd SSP → nekrosis disertai kalsifikasi.

• Pd toxo congenital →
nekrosis trjd pd korteks ganglia basalis dan daerah periventrikuler disertai
penyumbatan akuaductus sylvii / foramen monro → epindimitis (parasit) →
cairan meningkat → menekan otak ➔ hidrocephalus.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id
Diagnosis penderita:

• Pemeriksaan darah secara Serologis →


lengkap (periksa uji untuk TORCH
(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan
Diagnosa Herpes virus)

penderita, Diagnosis lingkungan:


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

linkungan & • Pemeriksaan sampel tanah, sayuran, makanan


/ buah: ookista
pengobatan • Pemeriksaan sampel daging / histologis: kista

Pengobatan:

• Sulfadiazin, pirimitamin
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Dark spot pada retina mata


Pencegahan
• Mengobati sumber infeksi (kucing)
• Memasak daging sbl dimakan
• Memperbaiki lingkungan
• Ibu hamil dikurangi untuk kontak dengan kucing terutama kotorannya.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Bagi yang mempunyai kucing sebagai hewan kesayangan, managemen


sanitasi kandang sangat penting yaitu dengan cara selalu membersihkan
kandang setiap hari terutama pagi hari dan lebih baik sebelum dibuang
disiram terlebih dahulu dengan air panas untuk mencegah sporulasi
oosista.
• Selain itu pemeriksaan kesehatan yang teratur terhadap kucing
peliharaannya harus dilakukan yaitu dengan pemeriksaan feses rutin dan
jika ada indikasi infeksi toxoplasma dapat dilakukan pengobatan.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

Toxoplasmosis congenital
Bentuk infektif Toxoplasma gondii
oocyst dan cysta
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

JAMUR
ZOONOSIS
RINGWORM
Ethiologi : jamur Microsporum canis dan Trichophyton
Gejala klinis : iritasi, eritema (merah-merah menyebar pd kulit), edema &
terbentuk gelembung pd bagian tepi yg menjalar; bentuk lingkaran
(ring) berwarna merah jambu dgn disertai peradangan ringan. Masa
inkubasi 10-14 hr. Pd anjing & kucing → bulat / oval, pinggir merah,
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

diameter 1-4 cm, dan meluas secara luas


Ringworm

• Ethiologi :
jamur Microsporum canis dan
Trichophyton
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Gejala klinis :
iritasi, eritema (merah-merah menyebar
pd kulit), edema & terbentuk gelembung
pd bagian tepi yg menjalar; bentuk
lingkaran (ring) berwarna merah jambu
dgn disertai peradangan ringan. Masa
inkubasi 10-14 hr. Pd anjing & kucing ➔
bulat / oval, pinggir merah, diameter 1-4
cm, dan meluas secara luas
Diagnosa

• Secara laboratoris yaitu mengkultur jamur


penyebab penyakit, sampel dari kerokan kulit
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

& potongan rambut ➔ + KOH 10 %


Pengobatan

• secara topikal (pengobatan luar: salep, obat gosok, shampoo) dan obat oral (makan)
seperti Griseovulvin per-os untuk jangka waktu 28 hr.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Obat antijamur topikal : krim, larutan, salep yg + mikonazol, klotrimazol, haloprogin,


/ ketokonazol.
• Salep dan obat gosok ➔ ringworm terlokalisasi (terpusat).
• Sedangkan untuk membasmi spora & ringworm yg luas daerahnya atau carrier,
sebaiknya ditambah dengan penggunaan shampoo anti jamur.
• Pd anjing, griseovulvin ➔ kesembuhan bagus.
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

PENYEBAB LAIN
ZOONOSIS
BSE (Bovine Spongiform
Encephalopathy)
• Nama lain :
• Madcow, sapi gila
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Ethiologi :
• Prion (Proteinaceuous infectious
particles) yaitu suatu protein tanpa
asam nukleat yang infektif ➔ tahan
panas, formalin 1% juga b-propiolaction
dgn konsentrasi 1%. Pd manusia ➔
Subacute Spongiform Encephalopathy
(SSE)
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id
Epidemiologi BSE (Bovine Spongiform
Encephalopathy)
• pertama kali ditemukan di Ingris tahun 1985.
• Sumber penularan : jaringan sapi yg + prion TU otak & sumsum tulang
• Cara penularan : per-os melalui makanan (brsl dr daging / tulang / jeroan),
peralatan kandang, alat pengangkut, alat penggiling makanan, congenital (induk
idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

anak)
• Penularan Hewan ke Manusia, melalui makanan yg berasal dr hewan sapi BSE,
material medis & produk hewan seperti: enzim, kapsul, vaksin yg menggunakan
biakan sel otak yg berasal dr hewan sakit. Manusia ke Manusia, melalui jalur
Iatrogenik : transplantasi kornea, penggunaan electrode pd EEG, alat-alat
nekropsi terkontaminasi, hormon pituitary & transfusi
• Hewan yang rentan adalah : sapi, kerbau, babi, kambing dan domba.
Gejala klinis

• kupingnya bergetar, hipersalivasi (air liur keluar secara terus


menerus), jalan terkulai dan akhirnya mati, depresi,
penurunan produksi susu (sapi perah), ambruk, ataxia,
inkoordinasi, tremor atau kejang-kejang, dan keluar air liur
yang terus menerus.

Diagnosis

• Dari gejala klinis yang nampak


idi.Setiyobroto@poltekkesjogja.ac.id

• Pembuatan preparat histopatologis akan nampak gejala


seperti lesi vakuolisasi pada sel otak dan terdapat sel
intrasitoplasmik vakuolisasi

Pencegahan

• Pengawasan ketat import daging, bahan makanan dan pakan


ternak
• pelarangan impor dari negara yang telah terdapat kasus
BSEnya

Anda mungkin juga menyukai