Anda di halaman 1dari 14

PENUGASAN BLOK XIX

PENCEGAHAN INFEKSI TELINGA

Anggota kelompok :
1. Muhammad Miftahul Hadi (H1A016055)
2. Ni Made Dwi Anggraeni (H1A016064)
3. Safira Salsabila Az-Zahro (H1A016076)
4. Siti Fadhila Musafira (H1A016081)
5. Umitha Rahmi Sani (H1A016084)

Dosen Pembimbing :
dr. Didit Yudhanto, M.Sc., Sp.THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


NUSA TENGGARA BARAT
2019
A. Definisi
Otitis eksterna merupakan suatu bentuk penyakit infeksi di kanal auditori bagian
luar dan terkadang melibatkan membrane timpani dan juga bagian pinna.
B. Epidemiologi
Otitis eksterna menjadi salah satu penyakit infeksi pada telinga yang banyak
dialami (Hajioff dan Mackeith, 2015). Insidensi tertinggi bisa ditemukan pada daerah tropis
karena memiliki suhu dan kelembaban yang baik (Wiegand et al., 2019). Jumlah pasti
insidensi otitis eksterna masih belum diketahui dengan jelas karena keterbatasan informasi
dan pengolahan data (Hajioff dan Mackeith, 2015). Tetapi. Sekitar 10% jumlah populasi
di dunia pasti pernah mengalami Otitis eksterna dalam hidupnya (Hajioff dan Mackeith,
2015). Otitis eksterna insidensi dapat meningkat lima kali lipat pada perenang.
Data mengenai Otitis eksterna di Indonesia masih sangat terbatas. Pada suatu
penelitian yang dilakukan di SMF THT-KL RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
ditemukan sebesar 8.3% pasien mengalmi Otitis eksterna.
C. Etiologi
Penyebab tersering dari otitis eksterna adalah oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa ,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis. Penyebab lainnya oleh jamur,
biasanya Aspergillus. Infeksi candida biasanya pada pasien yang memakai alat bantu
dengar (Rosendeld, at al, 2016 ; Jill Gore, 2018).
D. Manifestasi Klinis

Telinga akan terasa gatal dan lambat laun akan terasa nyeri (otalgia), pada kanal akan
ditemukan kulitnya eritem,edem dan discharge. Rasa nyeri akan diperburuk apabila
dilakukan penekanan pada tragus atau pinna. Terkadang pasien juga mengalami kehilangan
pendengaran konduktif (Wiegand dkk, 2019).
Keterangan (dari atas ke bawah) :

- Kanalis telinga normal


- a. Kanalis telinga mengaalami edem
- b. Kanalis telinga yang terkena otitid eksterna bakterial
- c. Otomikosis
E. Patofisiologi
Kanalis telinga bersama lapisan luar membran timpani akan membentuk lapisan epitel yang
dapat memerangkap kelembaban, sehingga pada daerah ini rentan terkena infeksi pada
keadaan tertentu. Oleh karena itu pada telinga manusia terdapat beberapa perlindungan
untuk mencegah infeksi. Salah satu cara perlindungan yang diberikan telinga luar yaitu
dengan pembentukan serumen atau kotoran telinga. Sebagian besar kelenjar sebasea dan
apokrin penghasil serumen berada di bagian kartilaginosa.Serumen memiliki kandungan
asam dan lisozim yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur, tak hanya itu
kandungan kaya lemak yang dimiliki oleh serumen akan mencegah air masuk kedalam.
Serumen yang jumlahnya sedikit akan menyebabkan telinga mudah terkena trauma yang
dapat menjadi infeksi tetapi terlalu banyak serumen juga dapat menyebabkan obstruksi,
retensi air dan debris, serta rentan terkena infeksi juga. Eksfoliasi sel-sel stratum korneum
ikut pula berperan dalam pembentukan materi yang membentuk suatu lapisan pelindung
penolak air pada dinding kanalis. pH asam dalam telinga juga diatur sedemikian rupa untuk
mencegah terjadinya infeksi. Adapula migrasi sel-sel epitel yang terlepas memebentuk
suatu mekanisme pembersihan sendiri dari membran timpani ke arah luar (Adams, Boeis,
dan Higler, 2012).
Ketika perlindungan-perlindungan tersebut mengalami gangguan maka akan menghasilkan
otitis eksterna, misalnya trauma ringan di kanalis telinga rusak akibat berenang atau
membersihkan telinga secara berlebihan, terjadi perubahan pH kulit kanalis yang biasanya
asam menjadi basa, perubahan lingkungan terutama pada peningkatan kelembaban, atau
serumen yang tidak ada. Ketika serumen dalam telinga tidak ada maka, debris yang ada
ditelinga akan mengabsorpsi air dari luar menyebabkan telinga menjadi sangat lembab
yang akan menjadikan telinga sebagai media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Dalam
kelmbapan tersebut, organisme yang ada di kanal seperti Staphylococcus epidermidis,
Staphyococcus aureus, Corynebacterium dan sebagainya dapat berkembang dan
menginvasi kulit yang maserasi menyebabkan terjadinya inflamasi pada telinga eksternal.
Tak hanya organisme yang berada di kanal tetapi organisme lain seperti Pseudomonas
aeruginosa juga dapat menginvasi kulit telinga (Mustafa dkk, 2015).
F. Diagnosis otitis eksterna

Onset gejala biasanya cepat, umumnya dalam 48 jam. Nyeri telinga, keluarnya cairan dan
kehilangan pendengaran adalah gejala paling umum. Dalam 3 Minggu terakhir ini gejala
dan tanda radang pada telinga telah ada seperti:

1. Otalgia (biasanya parah), gatal atau merasa penuh, dengan atau tanpa gangguan
pendengaran atau rahang sakit

2. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tragus yg lembut atau pinna adalah gejala khas
pada otitis eksternal. Atau keduanya atau difus pada membran timpani telinga
disertai edema, eritema atau keduanya. Dengan atau tanpa otorrhea, limfadenitis
regional, eritema pada membran timpani atau selulitis pada pinna atau disekitarnya.

3. Pada otitis eksterna yang disebabkan oleh Aspergillus akan ditemukan bagian
yang putih dengan terdapat bola berwarna hitam diatasnya. Sementara pada
Candida akan ditemukan cairan sebaseous berwarna putih (Jill Gore, 2018 ;
Rosendeld, et al, 2016).
G. Tatalaksana

Dari gambar di atas, pengobatan pada otitis externa akut tanpa komplikasi meliputi
membersihkan saluran telinga, pengobatan antiseptic dan antimikroba topical, serta
analgesic. Penggunaan antibiotic sistemik digunakan ketika pengobatan antibiotic topical
tidak cukup adekuat atau jika terdapat gejala klinik sistemik.

a. Membersihkan saluran telinga


Pembersihan liang telinga terdiri dari pembersihan eksudat dan serumen. Eksudat ini
mungkin mengandung racun seperti Pseudomonas Aeruginosa yang dapat menopang
proses inflamasi atau mencegah kemanjuran dari obat topical yang digunakan.
Pembersihan liang telinga harus dilakukan oleh otorhinolaryngologist berpengalaman di
bawah mikroskop dengan suction atau aural hook. Setelah yakin prosedur pembersihan
tersebut tidak menimbulkan cedera pada membrane timpani, liang telinga akan dibilas
dengan normal saline. Perlu diperhatikan bahwa pasien tidak disarankan untuk
membersihkan telinga mereka sendiri menggunakan cotton swab karena microtrauma yang
kecil sekalipun dapat mendorong invasi bakteri.

b. Pengobatan topical
Penggunaan obat topical seperti agen antiseptik, antimikroba (antibiotic), kortikosteroid,
atau kombinasi dapat memperbaiki manifestasi klinis pada 65-90% pasien dalam 7-10 hari.
Dalam percobaan meta-analisis dan randomized control trial, agen antiseptic dan antibiotic
menghasilkan gejala klinis yang sama-sama baik, tidak terdapat perbedaan yang ditemukan
antara penggunaan tunggal ataupun kombinasi, dengan atau tanpa tambahan
kortikosteroid. Meski demikian, kortikosteroid topical dapat mengurangi eritem dan
sekresi.

1. Antiseptic topikal
Keuntungan dari agen antiseptic topical adalah memiliki spektrum yang luas,
mengandung alkohol yang merupakan desinfektan efek yang pada konsentrasi yang
tinggi dapat menghilangkan air dari jaringan sehingga mengurangi edema. Obat yang
termasuk dalam agen antiseptic topical ini adalah asam asetat 2%, klorheksidin, dan
alumunium asetat. Penurunan pH oleh preparat asam daopat menghambat pertumbuhan
bakteri yang sebagian besar tumbuh pada pH netral. Penggunaan antiseptic topical
selama 7 hari akan memberikan efek yang sama seperti penggunaan tetes antibiotic
atau kortikosteroid.

2. Antibiotic topical
Antibiotic yang digunakan harus sensitive terhadap Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus. Yang termasuk dalam agen antibiotic ini adalah kuinolon
(siprofloksasin), aminoglikosida (neomisin), atau polimiksin (polimiksin B).
penggunaan antibiotic ini dapat mengurangi gejala, mempercepat pertumbuhan, serta
menurunkan angka kekambuhan.
Kuinolon sangat efektif dan tidak menyebabkan iritasi local, namun, kontak yang
terlalu lama akan menyebabkan resistensi. Sedangkan neomisin efektif namun bersifat
ototoksik, harus diberikan pada pasien dengan gendang telinga yang utuh, serta dapat
menimbulkan dermatitis kontak pada 15-30% pasien. Dan penggunaan polimiksin
tunggal tidak efektif dalam melawan staphylokokus dan bakteri gram positif lainnya.

3. Kortikosteroid topical
Penggunaan kortikosteroid topical bermanfaat dalam mengurangi edema, nyeri,
inflamasi seperti eritema, dan sebagai efek antibakteri dan antijamur. Pengaruh
kortikosteroid terbesar ada pada beberapa hari pertama pengobatan.

4. Pengobatan antijamur
Dalam kasus infeksi jamur, dapat digunakan ciclopirox, nystatin, klotrimazole, atau
miconazole. Dye solution sudah tidak dianjurkan lagi karena potensi toksisitas pada
telinga dalam dan efikasinya rendah, Pada pasien dengan gendang telinga yang
berlubang, dapat diberikan antifungal sistemik seperti fluconazole atau itraconazole.

5. Analgesic
Sakit telinga yang parah dapat disebabkan oleh periosteum yang sangat sensitive
terlibat dalam proses inflamasi. Analgesic yang dapat digunakan yaitu ibuprofen dan
derivate asetaminofen.

c. Pengobatan antibiotic oral


Pada 20-40% pasien menerima antibiotic sistemik sebagai pengobatan utama mereka.
Indikasi pengobatan antibiotic oral untuk pengobatan otitis eksterna akut adalah penderita
diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pasien imunosupresi, atau jika infeksi meluas ke
luar liang telinga. Antibiotic oral yang diberikan harus efektif terhadap Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus (misalnya kuinolon). Namun, pemberian antibiotic
oral ini harus disesuaikan dengan temuan kultur dan uji sensitivitas.
H. KOMPLIKASI
1. Perikondritis
Radang pada tulang rawan daun telinga yang menyebabkan efusi serum atau pus di antara
lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar. Umumnya trauma berupa laserasi atau
akibat kerusakan yang tidak disengajakan pada pembedahan telinga. Adakalanya
perikondritis terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma. Dalam stage awal
infeksi, pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Ini diikuti oleh pembengkakan yang
general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus terkumpul di
antara perikondrium dan tulang rawan dibawahnya
2. Selulitis
Peradangan pada kulit dan jaringan subkutan yang dihasilkan dari infeksi umum, biasanya
dengan bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma kulit atau infeksi bakteri sekunder dari luka terbuka, seperti luka tekanan, atau
mungkin terkait dengan trauma kulit. Hal ini paling sering terjadi pada ekstremitas,
terutama kaki bagian bawah (Wiegand et al, 2019).
I. PENCEGAHAN

Telinga sehat berawal dari telinga yang bersih, dan pendengaran yang baik berawal dari
telinga sehat. Dengan kata lain, telinga yang bersih prasyarat telinga sehat dan pendengaran baik.
1. Cuci tangan
Dewasa ini kesadaran akan kebersihan dan mencuci tangan sudah mulai banyak dilakukan.
Cuci tangan 6 langkah pakai sabun merupakan sebuah kampanye global yang dicanangkan
oleh PBB dan organisasi kepemerintahan ataupun swasta. Mencuci tangan merupakan
salah satu pencegahan terhadap adanya infeksi di tubuh, salah satunya infeksi telinga. Cuci
tangan 6 langkah menggunakan sabun diperkirakan dapat menurunkan angka infeksi
sebesar 6,1 – 16% (Kemenkes, 2014).

2. Membersihkan telinga
Kebiasaan membersihkan telinga biasanya dilakukan dengan mengorek telinga
menggunakan benda seperti kunci, jepit rambut, tissue yang dipilin, atau bahkan benda
lainnya yang kotor dan dapat membuat telinga menjadi iritasi. Tindakan tersebut bukan
hanya merangsang terbentuknya serumen lebih banyak, namun juga berisiko terinfesi
akibat iritasi saat membersihkan liang telinga. Tindakan pembersihan liang telinga dengan
cotton bud,tissue atau ujung handuk juga menyebabkan serumen makin terdorong kedalam
serumen pada orang normal merupakan cairan pembersih liang telinga. Tindakan
mengorek liang telinga juga berisiko menyebabkan pecahnya gendang telinga. Kebanyak
orang mungkin beranggapan bahwa membersihkan telinga dengan cotton bud secara rutin
merupakan hal yang baik. Namun, ternyata anggapan ini salah. Justru, tidak dianjurkan
untuk memasukkan cotton bud atau sesuatu lainnya ke dalam telinga untuk membersihkan
telinga. Memasukkan cotton bud ke dalam telinga justru berisiko untuk mendorong
kotoran telinga masuk ke dalam. Selain itu, memasukkan sesuatu ke dalam rongga telinga
juga berisiko dapat merusak organ sensitif dalam telinga, seperti gendang telinga. Jadi, cara
yang tepat untuk membersihkan telinga dengan menggunakan handuk lembut dan bersih
membersihkan hanya di bagian luarnya saja.
Begitu juga dengan ear candling atau lilin telinga, terapi ini diyakini oleh banyak
masyarakat dapat mengeluarkan kotoran telinga dalam waktu singkat. Terapi lilin diklaim
dapat membersihkan kotoran telinga dan menyembuhkan berbagai macam keluhan pasien.
Hal ini tentu saja tidak benar, karena sudah dibuktikan dengan dilakukannya penelitian
terhadap proses tersebut. Yang pertama, ternyata proses pembakaran lilin tidak
menghasilkan tekanan negatif di telinga, apalagi menghisap kotoran telinga hingga bersih.
Kotoran yang muncul dan menempel pada lilin ternyata adalah hasil pembarakan dari lilin
bukan kotoran telinga (serumen) yang terhisap oleh proses pembakaran. Dari hasil
penelitian terhadap bahan yang dikeluarkan dari telinga mengandung molekul Alkana yang
merupakan bahan pembuat lilin tersebut. Jadi dapat disimpulkan penggunaan lilin telinga
ini tidak dapat mengeluarkan kotoran ataupun membersihkan telinga serta menyembuhkan
penyakit. Selain itu, bahayanya menggunakan ear candle atau lilin telinga adalah sisa
cairan hasil pembakaran lilin tersebut dapat tersisa dan menempel di dinding telinga
sehingga lama kelamaan akan menyebabkan penyumbatan pada telinga kemudia terjadilah
gangguan pendengaran. Selain itu dapat juga terjadi otitis eksterna dan luka bakar pada
liang telinga ( Husni, 2015).

3. Menghindari dan memilih pemakaian sumbat telinga seperti headset dalam jangka waktu
lama. Penggunaan headset yang masuk ke dalam liang telinga sebaiknya dihindari karena
dapat menyebabkan pembersihan pada liang telinga oleh serumen menjadi terhambat
sehingga serumen akan menumpuk dan menimbulkan penyumbatan pada liang telinga.
Apabila memang harus menggunakan headset, dianjurkan menggunakan headset yang saat
penggunaannya hanya menutupi daun telinga saja, hal ini mengurangi memiliki risiko lebih
rendah untuk terjadinya penyumbatan oleh serumen. Selain itu, bila terlalu sering
menggukan headset atau pada pengguna alat bantu dengar dengan tipe alatnya masuk
dalam liang telinga, pembersihan secara berkala mengurangi risiko terjadinya penumpukan
serumen.
4. Jaga liang telinga agar tetap kering
Telinga yang selalu basah atau kelembaban telinga yang berlebihan dapat memungkinkan
bakteri untuk masuk ke dalam saluran telinga. Hal ini dapat menyebabkan infeksi pada
telinga yang disebut dengan telinga perenang (swimmer’s ear) atau otitis eksterna.
Swimmer’s ear adalah infeksi pada telinga luar yang disebabkan oleh air yang terjebak di
saluran telinga sehingga mengakibatkan bakteri terperangkap. Dalam lingkungan yang
hangat dan lembab, bakteri ini semakin banyak jumlahnya sehingga menyebabkan iritasi
dan infeksi pada saluran telinga. Oleh karena itu, pastikan telinga selalu kering. Jika Anda
hobi berenang, ada baiknya menggunakan penyumbat telinga untuk renang untuk
mencegah air masuk ke dalam telinga. Tetapi penggunaan penyumbat telinga ini juga harus
dibatasi, agar telinga tidak menjadi teriritasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi.
Jika merasa ada air yang masuk ke dalam telinga, jangan malah menambahkan air, segera
miringkan kepala dan tarik cuping telinga untuk membantu agar air bisa ke luar. Jangan
lupa, untuk selalu mengeringkan telinga dengan handuk kering setiap selesai berenang dan
juga setiap selesai mandi.
Setelah melakukan aktivitas mandi atau berenang, untuk mengeringkan air yang ada di
dalam telinga juga dapat digunakan hair dryer atau pengering rambut dengan pengaturan
panas yang paling kecil. Untuk seseorang yang memiliki hobi berenang, sebaiknya
memberikan jarak dari jadwal renang yang satu dan lainnya minimal tujuh sampai 10 hari
guna menjaga kesehatan telinga.
5. Lakukan pemeriksaan telinga secara rutin
Memeriksakan telinga ke dokter penting untuk dilakukan, terlebih lagi saat usia mulai
menua. Gangguan pendengaran berkembang secara bertahap, sehingga Anda perlu
memastikan kondisi telinga dalam keadaan sehat setiap waktu. Anda perlu untuk
melakukan tes awal pendengaran sehingga dapat mengukur dan mengambil tindakan setiap
ada gangguan pendengaran yang dirasakan. Pemeriksaan telinga juga dilakukan untuk
memastikan tidak ada penumpukan kotoran telinga di dalam telinga. Hindari mengobati
sendiri jika telinga terasa sakit atau bergending, lebih baik berkonsultasi dengan dokter
THT yang akan memeriksa kesehatan telinga Anda. Apa pun yang terjadi pada telinga
anda, dokter akan memberikan saran tentang menjaga kesehatan telinga ( Kemenkes,
2018).
Daftar Pustaka

Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, 2018. “Rencana
Strategis Kemenkes Tanggulangi Gangguan Pendengaran”. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.http://www.depkes.go.id/article/view/17030300004/rencana-strategis-kemenkes-
tanggulangi-gangguan-pendengaran.html
Hajioff, D., and Mackeith, S., 2015. ‘Otitis externa’. pp. 1–23.
Wiegand, S., et al, 2019. Otitis Externa. pp. 224–235. doi: 10.3238/arztebl.2019.0224.
Adams, G.L., Boeis, L.R., Higler, P.A., 2012. Buku Ajar Penyakit THT BOIES. edisi 6,
Jakarta :EGC.

Mustafa, M., et al, 2015. Acute Otitis Externa: Pathophysioogy, Clinical Presentation, And
Treatment. Journal of Dental and Medical Sciences. 14(7), 73-78. doi: 10.9790/0853-1471 7378

Rosenfeld, Richard M., Seth R.S., Cannon C.R., Roland P.S., Simon G.R., Kumar K.A.,
Huang W.W., Haskell H.W., & Robertson P.J., 2016. Clinical Practice Guideline: Acute Otitis
Externa vol. 150. American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Foundation :
America.

Gore J., 2018. Otitis externa. Journal of the American Academy of Physician Assistants
(JAAPA) vol. 31 no. 2. : America.

Kementrian Kesehatan RI, 2014. Perilaku Mencuci Tangan Pakai Sabun di Indonesia.
Pusat Data dan Informasi (InfoDATIN).

Husni, T., 2015. Komplikasi Tindakan Ear Candle. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol.
15, No.1, April.

Anda mungkin juga menyukai