Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AKUNTANSI ISTISHNA

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Akuntansi Islam

Dosen Pengampu :
Drs. Wasito, M.Si., Ak

Disusun oleh :
Dewi Ayu Windrayati 180810102017
Ratna Pitamaladewi 180810102027
Sabila Rizqiyati Musyafaah 180810102039
Dina Rosyida 180810102041
Risca Nurianti 180810102082

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Akuntansi Istishna”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Wasito, M.Si., Ak sebagai
dosen pengampu mata kuliah Pengantar Akuntansi Islam dan sebagai pembimbing dalam
proses penyusunan makalah ini.
Penulis berharap makalah yang telah disusun ini dapat memberikan manfaat unutk
menambah pengetahuan para pembaca. Dalam rangka perbaikan, penulis menerima saran dan
kritik yang membangun dari semua pihak karena penulis menyadari makalah yang telah
disusun ini memiliki kekurangan.

Jember, 30 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………… 1
1.3 Tujuan ……………………………………………………………... 2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Istishna ……………………………………………………. 3
2.2 Perbedaan antara Istishna dan Salam ………………………………… 3
2.3 Jenis Akad Istishna …………………………………………………… 3
2.4 Rukun dan Ketentuan Akad Istishna ………………………………… 5
2.5 Landasan Hukum Pelaksanaan Istishna ……………………………… 7
2.6 Berakhirnya Akad Istishna …………………………………………… 8
2.7 Teknik Penghitungan Transaksi Istishna ……………………………… 8

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………..……………………………………….. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 14

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akad istishna’ merupakan produk lembaga keuangan syariah, sehingga jual beli ini
dapat dilakukan di lembaga keuangan syariah. Semua lembaga keuangan syariah
memberlakukan produk ini sebagai jasa untuk nasabah, selain memberikan keuntungan
kepada produsen juga memberikan keuntungan kepada konsumen atau pemesan yang
memesan barang. Sehingga lembaga keuangan syariah menjadi pihak intermediasi dalam
hal ini.
Dalam perkembangannya, ternyata akad istishna lebih mungkin banyak digunakan
di lembaga keuangan syariah dari pada salam. Hal ini disebabkan karena barang yang
dipesan oleh nasabahatau konsumen lebih banyak barang yang belum jadi dan perlu
dibuatkan terlebih dahulu dibandingkan dengan barang yang sudah jadi. Secara
sosiologis barang yang sudah jadi telah banyak tersedia di pasaran, sehingga tidak perlu
dipesan terlebih dahulu pada saat hendak membelinya. Oleh karena itu pembiayaan yang
mengimplementasikan istishna’ bisa menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi
masalah pengadaan barang yang belum tersedia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari istishna?
2. Apa perbedaan antara istishna dan salam?
3. Apa saja jenis-jenis akad istishna?
4. Bagaimana rukun dan ketentuan akad istishna?
5. Apa landasan hukum pelaksanaan istishna?
6. Bagaimana suatu akad istishna dapat berakhir?
7. Bagaimana teknik penghitungan transaksi istishna?

1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari istishna.
2. Mengetahui perbedaan antar istishna dan salam.
3. Mengetahui jenis-jenis akad istishna.
4. Mengetahui rukun dan ketentuan dari akad istishna.
5. Mengetahui landasan hukum yang menjadi pedoman pelaksanaan istishna.
6. Mengetahui sebab berakhirnya suatu akad istishna.
7. Mengetahui bagaimana teknik penghitungan transaksi istishna.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ISTISHNA


Berasal dari kata ‫( ﺻﻧﻊ‬shana’a) yang artinya membuat kemudian ditambah huruf alif,
sin dan ta’ menjadi ‫( ﺍ ﺴﺗﺻﻧﻊ‬istashna’a) yang berarti meminta dibuatkan sesuatu.
Istishna’ atau pemesanan secara bahasa artinya: meminta di buatkan. Menurut
3able3sus3y ilmu fiqih artinya: perjanjian terhadap barang jualan yang berada dalam
kepemilikan penjual dengan syarat di buatkan oleh penjual, atau meminta di buatkan
secara khusus sementara bahan bakunya dari pihak penjual.
Secara istilah ialah akad jual beli antara pemesan dengan penerima pesanan atas
sebuah barang dengan spesifikasi tertentu.

2.2 PERBEDAAN ANTARA ISTISHNA DAN SALAM


Menurut jumhur fuqaha, jual beli istisna’ itu sama dengan salam, yakni jual beli
sesuatu yang belum ada pada saat akad berlangsung (bay’ al-ma’dum). Menurut fuqaha
Hanafiah, ada dua perbedaan penting antara salam dengan istisna’, yaitu:
1. Cara pembayaran dalam salam harus di lakukan pada saat akad berlangsung,
sedangkan dalam istisna’ dapat di lakukan pada saat akad berlangsung, bisa di
angsur atau bisa di kemudian hari.
2. Salam mengikat para pihak yang mengadakan akad sejak semula, sedangkan
istisna’ menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan
begitu saja oleh konsumen yang tidak bertanggungjawab.

2.3 JENIS AKAD ISTISHNA


1. Istishna’ yang akad jual belinya dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan mustashni dan
shani’.
Skema Istishna’

(1)

Penjual (2) Pembeli


(3)

3
Keterangan :
(1) melakukan akad istishna’
(2) barang diserahkan kepada pembeli
(3) pembayaran dilakukan oleh pembeli

2. Istishna’ pararel adalah suatu bentuk akad istisna’ antara penjual dan pemesan,
dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad
istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi asset yang dipesan
pemesan.
Skema pararel

(1)
Penjual (4) Pembeli
(5)

(2) (3)
Produsen/
Pemasok
Keterangan :
(1) melakukan akad istishna’
(2) penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen
(3) barang diserahkan dari produsen
(4) barang diserahkan kepada pembeli
(5) pembayaran dilaukan oleh pembeli

Syarat akad istishna’pararel, pertama (antara penjual dan pemesan) tidak


tergantung pada istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara
pemesan dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual
tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.

4
2.4 RUKUN DAN KETENTUAN AKAD ISTISHNA
 Rukun Istishna
Adapun rukun-rukun istishna ada tiga, yaitu :
1. Pelaku yang terdiri atas pemesan (mustashni’) dan penjual (shani’).
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan mosal istishna yang
berbentuk harga.
3. Ijab dan qobul atau serah terima.

Menurut pendapat imam Syafi’i Antonio rukun Istishna adalah sebagai berikut :
1. Al- Mustashni (Pembeli atau pemesan).
 Hendaknya menentukan jenis bentuk dan sifat yang di pesan.
 Tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
 Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan.
Pemesan memiliki hak pemiliki untuk melanjutkan atau membatalkan
akad.
2. As- Shani (Penjual)
 Boleh menjual barang yang di buat oleh orang lain yang mempunyai
kualitas atau kuantitas yang di kehendaki oleh pemesan.
 Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang yang sejenis sesuai
dengan kesepakatan barang yang di pesan.
3. Al- Mashu (Barang yang di jual).
 Harus jelas ciri-cirinya.
 Barang yang di pesan hendaknya barang yang bisa di jual belikan secara
pesanan oleh banyak orang.
 Harus dapat di jelaskan spesifikasinya.
 Penyerahan di lakukan kemudian.
 Waktu dan tempat penyerahan barang harus di tentukan berdasarkan
kesepakatan.
 Bahan-bahan untuk membuat barang hendaknya dari pihak penjual.
4. Harga.
 Harga barang yang di pesan boleh di bayar semua pada saat akad.
 Harga barang yang di pesan boleh di bayar semua pada saat penyerahan
barang.

5
 Secara angsuran sesuai dengan kesepakatan.
 Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.
5. Sighat atau ucapan atau Ijab Qabul.
 Kebanyakan ulama masyarakat penyerahan barang harus di tunda pada
waktu kemudian, tetapi melalui Mazhab Syafi’i membolehkan penyerahan
segera.
 Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk
penyerahan barang.
 Tempat penyerahan.

 Ketentuan Syariah dan Fatwa No. 06/DSN-MUI/IV/2000


1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2. Objek akad :
a. Ketentuan tenatng Pembayaran
 Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau mamfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.
 Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi
apabila setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam
akad maka penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung
jawab pembeli.
 Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
 Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang.
b. Ketentuan tentang Barang
 Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, motu) sehingga
tidak ada lagi jahalah dan perselisian dapat dihindari.
 Barang pesanan diserahkan kemudian.
 Waktu dan penyerahan pesanan harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
 Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.
 Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai dengan
kesepakatan.
 Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,
pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
mebatalkan akad.

6
 Dalam hal pemesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan,
hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak
dirugikan karena ia telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan
kesepakatan.
3. Ijab Kabul
Adanya pernyataan dan espresi saling ridha/rela diantara pihak-pihak akad
yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komonikasi modern

 Fatwa No. 22/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli Istishna’ Pararel


Ketentuan Umum
1. Jika LKS melakukan transaksi istishna’, untuk memenuhi kewajibannya kepada
nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada objek yang
sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak tergantung (Mu’allag) pada istishna’
kedua.
2. LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk memungut MDC (Margin
During Construction) dari nasabah (Shani’) karena hai ini tidak sesuai dengan
prinsip syariah. Semua rukun dan syarat-syarat yang berlaku dalam akad istishna’
(Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000) Berlaku pula dalam istishna’ pararel.
Ketentuan Lain
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syariah setelah Tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dengan ketentuan jika dikemudian
hari ternyata dapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagai mestinya.

2.5 LANDASAN HUKUM PELAKSANAAN ISTISHNA

‫َّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬


َّ ‫َوأَ َح َّل‬
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. Al Baqarah: 275)
Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama’ menyatakan bahwa hukum asal setiap
perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat
dan shahih. Mengingat istishnâ’ ini metodenya hampir sama dengan metode pada salam

7
maka Secaba umum landasan syariahnya yang berlakunya pada salam juga berlaku pada
istishnâ’.
Selanjutnya ulama’ Hanafi menggolongkan istishnâ’ termasuk akad yang dilarang
karena bertentangan dengan semangat bai’ secara qiyas. Mereka mendasarkan pada
argumentasi bahwa pokok Montreal penjualan harus ada dan dimiliki oleh penjual.
Sementara dalam istishna, pokok kontrak itu belum ada atau tidak dimiliki penjual.
Meskipun demikian, mazhab Hanafi menyetujui kontrak istishna atas dasar alasan-
alasan berikut.
a. Masyarakat telah mempraktekkan istishna secara luas dan terus menerus tanpa
ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan istishnâ’ sebagai kasus
ijma’ atau 8able8sus umum.
b. Dalam Syariah dimungkinkan adanya kemungkinan adanya penyimpangan
terhadap qiyas berdasarkan ijma’.
c. Keberadaan didasarkan pada kebutuhan masyarakat, banyak orang yang sering
kali memerlikan barang yang tidak tersedia dipasar, sehingga mereka cenderung
melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang untuk mereka.
d. Istishnâ’ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama
tidak bertentangan dengan Nash atau Syariah.

2.6 BERAKHIRNYA AKAD ISTISHNA


Kontrak istishna bisa berakhir berdasarkan kondisi kondisi berikut:
1. Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak
2. Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kotrak
3. Pembatalan hokum kontrak ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk
mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing
pihak bisa menuntut pembatalannya.

2.7 TEKNIK PENGHITUNGAN TRANSAKSI ISTISHNA


1. Transaksi Istishna Pertama
Untuk mengembangkan klinik ibu dan anak yang dikelolanya, dr. Bunga
berencana menambah satu unit bangunan seluas 100 m2 khusus untuk rawat inap di
sebelah barat bangunan utama klinik. Untuk kebutuhan itu, dr. Bunga menghubungi
Bank Berkah Syariah untuk menyediakan bangunan baru sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkannya. Setelah serangkaian negosiasi beserta kegiatan survey untuk
8
menghasilkan desain bangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasi barang selesai,
pada tanggal 10 Februari 2019 ditandatanganilah akad transaksi istishna’ pengadaan
bangunan untuk rawat inap. Adapun kesepakatan antara dr. Bunga dengan Bank
Berkah Syariah adalah sebagai berikut
 Harga bangunan : Rp 150.000.000
 Lama penyelesaiannya : 5 bulan (paling lambat tanggal 10 juli)
 Mekanisme penagihan : 5 termin sebesar Rp 30.000.000 pertermin mulai
tanggal 10 agustus
 Mekanisme pembayaran : setiap 3 hari setelah tanggal penagihan

PENJURNALAN
a. Transaksi Biaya Pra Akad (Bank sebagai Penjual)
Misal, pada tanggal 5 Februari 2019, untuk keperluan survey dan pembuatan
desain bangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasi barang, Bank Berkah
Syariah telah mengeluarkan kas sebesar RP 20.000.000 maka jurnal untuk
transaksi ini adalah sebagai berikut :
Tanggal Nama Akun Debet (Rp) Kredit (Rp)
5 / 2 / 2019 Beban pra akad ditangguhkan 20.000.000
Kas 20.000.000

b. Penandatanganan Akad dengan Pembeli (Bank sebagai Penjual)


Misal, kasus dr. Bunga dengan Bank Berkah Syariah diatas, transaksi istishna
jadi disepakati pada tanggal 10 Februari 2019, maka jurnal pengakuan beban per
akad menjadi biaya istishna adalah sebagai berikut :
Tanggal Nama Akun Debet (Rp) Kredit (Rp)
10 / 2 / 2019 Biaya istishna 20.000.000
Beban pra akad ditangguhkan 20.000.000

c. Penagihan Piutang Istishna Pembeli


Misal, pada kasus diatas, penagihan oleh bank kepada pembeli akhir dilakukan
dalam 5 termin dalam jumlah yang sama yaitu Rp 30.000.000, setiap tanggal 10
mulai bulan Agustus. Maka jurnal untuk mengakui 5 kali penagihan piutang

9
istishna kepada pembeli dan penerimaan pembayaran dari pembeli tersebut
adalah sebagai berikut :
Tanggal Nama Akun Debet (Rp) Kredit (Rp)
10 / 8 / 2019 Piutang istishna 30.000.000
Termin istishna 30.000.000
*(150.000.000 : 5 termin = 30.000.000 per termin)

d. Penerimaan Pembayaran Piutang Istishna dari Pembeli


Pembayaran piutang istishna oleh nasabah dilakukan setelah menerima
tagihan istishna dari bank. Oleh karena termin istishna merupakan pos lawan dari
piutang istishna, maka pada waktu pembayaran piutang bank sebagai penjual
perlu menutup termin istishna.
Misal, dalam kasus diatas, pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan 3
hari setelah menerima tagihan dari bank sebagai penjual. Maka jurnal untuk
mengakui setiap penerimaan pembayaran dari pembeli adalah sebagai berikut :
Tanggal Nama Akun Debet (Rp) Kredit (Rp)
13 / 8 / 2019 Kas / rekening nasabah pembeli istishna 30.000.000
Piutang istishna 30.000.000
Termin istishna 30.000.000
Aset istishna dalam penyelesaian 30.000.000

2. Transaksi Istishna Kedua


Untuk membuat bangunan sesuai dengan keinginan dr. Bunga, pada tanggal 12
Februari 2019, Bank Berkah Syariah memesan kepada kontraktor PT. Cahaya
Konstruksi dengan kesepakatan sebagai berikut :
 Harga Bangunan : Rp 130.000.000
 Lama penyelesaian : 4 bulan 15 hari (paling lambat tgl 25 Juni)
 Mekanisme penagihan kontraktor: tiga termin pada saat penyelesaian 20%,
50% dan 100%.
 Mekanisme pembayaran oleh Bank : dibayar tunai sebesar tagihan dari
kontraktor.

10
PENJURNALAN
Pembuatan Akad Istishna Paralel dengan Pembuat Barang (Bank sebagai
Pembeli)
Berdasarkan PSAK No 104 paragraf 29 disebutkan bahwa biaya perolehan
istishna pararel terdiri dari :
 Biaya perolehan barang pemesan sebesar tagihan produsen atau kontraktor
kepada entitas.
 Biaya tidak langsung yaitu biaya overhead termasuk biaya akad dan pra akad.
 Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi
kewajibannya, jika ada.

a. Penerimaan dan Pembayaran Tagihan kepada Penjual (pembuat) Barang


Istishna
Dalam kasus diatas, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran dilakukan dalam
tiga termin yaitu pada saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%. Misalkan dalam
perjalanannya, realisasi tagihan ketiga termin tersebut ditunjukan dalam 11able
berikut
No. Tingkat Tanggal Jumlah Tanggal Jumlah
Termin Penyelesaian Penagihan Penagihan Pembayaran Pembayaran
Kontraktor
I 20% 1 April 26.000.000 8 April 26.000.000
II 30% 15 Mei 39.000.000 22 Mei 39.000.000
III 50% 25 Juni 65.000.000 2 Juni 65.000.000

b. Lanjutan Transaksi di Atas


Misal, pada tanggal 1 April 2019, PT. Cahaya Kontruksi menyelesaikan 20%
pembangunan dan menagih pembayaran termin pertama sebesar Rp 26.000.000
(20% x Rp 130.000.000) kepada Bank Berkah Syariah. Jurnal penagihan
pembayaran oleh pembuat barang adalah sebagai berikut :
Tanggal Nama Akun Debet (Rp) Kredit (Rp)
1 / 4 / 2019 Aset istishna dalam penyelesaian 26.000.000
Utang istishna 26.000.000

11
c. Lanjutan Transaksi di Atas
Misal, tagihan kedua diterima pada tanggal 15 Mei 2019 dan diikuti dengan
pembayaran oleh bank pada tanggal 22 Mei 2019. Jurnal untuk transaksi tersebut
adalah sebagai berikut :
Tanggal Nama Akun Debet (Rp) Kredit (Rp)
15 / 5 / 2019 Aset istishna dalam penyelesaian 39.000.000
Utang istishna 39.000.000
*(50% - 20%) x Rp 130.000.000 = Rp 39.000.000

Tanggal Nama Akun Debet (Rp) Kredit (Rp)


22 / 5 / 2019 Utang istishna – pembuat barang 39.000.000
Kas / rekening nasabah 39.000.000

d. Lanjutan Transaksi di Atas


Misal, tagihan ketiga tanggal 25 Juni 2019 dan dibayarkan pada tanggal 2 Juni
2019. Jurnal untuk transaksi adalah :
Tanggal Nama Akun Debet (Rp) Kredit (Rp)
25 / 6 / 2019 Aset istishna dalam penyelesaian 65.000.000
Utang istishna 65.000.000
*(100% - 50%) x Rp 130.000.000 = Rp 65.000.000

Tanggal Nama Akun Debet (Rp) Kredit (Rp)


2 / 7 / 2019 Utang istishna – pembuat barang 65.000.000
Kas / rekening nasabah 65.000.000

12
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Akad istishna' adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustashni') dan penjual (pembuat/shani'). lstishna' dapat dilakukan langsung
antara dua belah pihak antara pemesan atau penjual seperti, atau melalui perantara. Iika
dilakukan melalui perantara maka akad disebut dengan akad istishna' paralel.
Walaupun istishna' adalah akad jual beli, tetapi memiliki perbedaan dengan salam
maupun murabahah. lstishna' lebih ke kontrak pengadaan barang yang ditangguhkan dan
dapat dibayarkan secara tangguh pula.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://husna-syakur.blogspot.com/2012/05/akuntansi-syariah-akad-istishna.html?m=1
https://www.kompasiana.com/dian83175/5adcaf7816835f5e236e0922/akuntansi-
istishna?page=all
https://www.academia.edu/30617469/rukun_dan_syarat_istishna
https://www.slideshare.net/madureh/akuntansi-istishna
https://slideplayer.info/slide/12662819/

14

Anda mungkin juga menyukai