BAB I Seksual Lansia
BAB I Seksual Lansia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan
seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang
dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk
baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah periode
dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah seksual masih
mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah, termasuk didalamnya aspek
sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar adalah masalah psikis dan jasmani, sedangkan pada
wanita lansia lebih didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa tua.
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat. Penelitian Kinsey yang
mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil 31 wanita dan 48 pria yang berusia diatas
65 tahun. Penelitian Masters-Jonhson juga terutama mengambil sampel mereka yang berusia antara
50-70 tahun, sedang penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan 6 orang wanita berusia
di atas 70 tahun(Alexander and Allison,1995).
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa:
Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan
aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan.
Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan
pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria, seorang wanita
lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan hidup.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan seksual yang harmonis.
Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara
pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena gangguan fungsi seksual
pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis maupun patologis.
Tujuan
Dengan melihat kesenjangan yang ada pada lansia khususnya lansia perempuan terkait dengan
masalah seksual; maka sebagai tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu melihat secara
menyeluruh masalah – masalah seksual pada lansia perempuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1DEFINISI SEKS
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) bahwa seks mengacu pada sifat-sifat
biologis yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan ataupun lakilaki.Sementara himpunan sifat
biologis ini tidak saling asing, sebab ada individu yang memilih kedua-duanya, manusia cenderung
dibedakan sebagai laki-laki dan perempuan. Dalam penggunaan awam dalam banyak bahsa istilah seks
sering digunakan dalam arti “kegiatan seksual” tetapi untuk keperluan teknis dalam konteks perbincangan
tentang seksualitas dan aktivitas seksual, definisi tadi yang lebih diutamakan. Kata seks diartikan dalam
dua hal yaitu: a. Aktivitas seksual genital yaitu hubungan fisik antara individu. b. Sebagai label jenis
kelamin, dimana seks lebih berkonotasi kepada biologis perempuan dan laki-laki.
Selain ganggunan fisik yang bisa terlihat secara langsung, dengan bertambahnya using sering pula
disertai dengan perubahan-perubahan akibat penyakit kronis, obat-obat yang diminum akibat operasi yang
menyiksa kesusahan secara fisik dan psikologis.
Beberapa gangguan fisik pada bagian dalam tersebut seperti :
Perubahan pada sistem syaraf otak
Perubahan pada sistem cardiovascular
Penyakit kronis
Beberapa operasi
Perubahan pada sistem ginjal, kandung kencing, dan ureter
2. PERUBAHAN PSIKIS PADA MASA USIA LANJUT
Secara umum beberapa gangguan psikologis yang timbul adalah
Kecemasan (angietas)
Depresi
Rasa bersalah (guilty feeling)
Masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam berhubungan seksual
Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh besar
terhadap sisi kewanitaannya seperti :
Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
Cerviks yang menyusut ukurannya
Dinding vagina atropi ukurannya memendek
Berkurangnya pelumas vagina
Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan
selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal
Disamping itu ada beberapa gangguan mental yang paling umum yang berpengaruh pada
orang tua adalah depresi, dimensia dan menggigau prilaku seksual mungkin berubah secara
signifikan pada depresi dan dimensia .
Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain :
1. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk terlibat
dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien
mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan kehilangan
cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola seksual
termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui
sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik
jarang mengalami kerusakan pada stroke, maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent
maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi
pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan pasangannya mungkin
perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami kerusakan. Kelemahan motorik
dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik
“bercinta” alternatif. Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal
untuk berkomunikasi.
3. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik operasi
maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan
libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
4. Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati
autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi yang
memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
5. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi mungkin
mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan
pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
6. Rokok dan alkohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila terjadi
kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga mungkin
mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk mengalami
kenikmatan.
7. Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya kelelahan
umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat menyebabkan dispnoe,
yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
8. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain beberapa obat
anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
PERUBAHAN SEKSUALITAS PADA PRIA LANSIA
Seiring proses penuaan, kemampuan seksualitasi juga akan mengalami penurunan.
Kemampuan untuk mempertahankan seks yang aktif sampai usia lanjut bergantung hanya pada beberapa
faktor yaitu kesehatan fisik dan mental, dan eksistensi yang aktif serta pasangan yang menarik. Perubahan
perilaku sekspada pria yang memasuki masa tua meliputi berkurangnya respon erotis terhadap orgasme,
ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :
a. Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan hasrat
dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan
berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah
sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum
b. Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak terjadi pada 50% pria diatas
usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi.
Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sistem traktus urinarius.
c. Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang sempurna mungkin juga
tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan
durasi tekanan pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada
sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara
langsung untuk untuk menimbulkan respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk
periode yang lebih lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi
berkurang bahkan tidak terjadi.
d. Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi orgasme menjadi
berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi
tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai
ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang berhubungan
dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik
frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
e. Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa. Frekuensi
kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
f. Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12 sampai 48 jam
setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini tampaknya berhubungan
dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari
dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey,
dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini
menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu. Meski demikian, berdasarkan penelitian, banyak
golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut
hanya dibatasi oleh status kesehatan
IMPOTENSI ATAU DISFUNGSI EREKSI PADA PRIA LANSIA
a. Defenisi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Impotensi atau Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan secara konsisten
untuk mencapai dan / atau mempertahankan ereksi sedemikian rupa sehingga mencapai
aktivitas seksual yang memuaskan. (Vinik, 1998). Secara umum impotensia dibedakan
menjadi impotensia coendi (ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual),
impotensia erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi (tidak mampu
menghasilkan keturunan). Prevalensi DE sekitar 52% pada pria di antara 40-70 tahun dan
bahkan lebih besar pada pria yang lebih tua.
Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari
rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik (bau-bauan) dan rangsangan
sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus, limbik maupun
talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan diteruskan ke susunan saraf ototnom
(parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi korpus kavernosa penis. Setelah aktivitas
seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya ejakulasi. Dari gambaran tersebut
dapat disimpulkan bahwa proses ereksi menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf,
vascular, hormonal, psikologik dan kimiawi
b. Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan hormon ovarium yang
berkurang akan menyebabkan perubahan fisik, psikologis dan seksual yang menurun pada
wanita pasca menopause (Hacker&Moore, 2001).
Seseorang disebut menopause jika tidak lagi menstruasi selama 12 bulan atau
satu tahun. Menopause umumnya terjadi ketika perempuan memasuki usia 48 hingga 52
tahun (Rachmawati, 2006).
Menurut Andra (2007), efek berkurangnya hormon estrogen mengakibatkan
penipisan pada dinding vagina, pembuluh darah kapiler di bawah permukaan kulit juga akan
terlihat. Akhirnya, karena epitel vagina menjadi atrofi dan tidak adanya darah kapiler
berakibat permukaan vagina menjadi pucat. Selain itu, rugae-rugae (kerut) vagina akan jauh
berkurang yang mengakibatkan permukaannya menjadi licin, akibatnya sering sekali wanita
mengeluhkan dispareunia (nyeri sewaktu senggama), sehingga malas berhubungan seksual.
c. Gejala dan efek menopause
Menopause dianggap sebagian masyarakat sebagai awal dari kemunduran fungsi
kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang menganggap menopause sebagai bencana di
usia senja. Banyak perempuan menopause merasa menjadi tua, yang diasosiasikan dengan
ketidakmenarikan dan kehilangan hasrat seksual (Rachmawati, 2006).
Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun menjelang
berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah perubahan dalam gairah
seksual. Berkurangnya cairan vagina, akan timbul rasa sakit kalau terjadi hubungan badan,
selain itu rasa takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan sendiri dapat menyebabkan
keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause disebabkan oleh
bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi kehidupan
mereka. Gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar
tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan merasa kehilangan daya
tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut ditinggalkan suaminya (Purwoastuti, 2008).
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami
menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak
memasalahkannya. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi seorang perempuan terhadap
menopause, antara lain faktor kultural, sosial ekonomi, gaya hidup, kebutuhan terhadap
kehidupan seksual, dan sebagainya (Achadiat, 2007).
d. Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang dapat dilakukan di tingkat
pelayanan dasar :
1) Pemeriksaan alat kelamin
2) Pap Smear
3) Perabaan Payudara
4) Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure fito-estro-gen
5) Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause digantikan dengan
makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen yang cukup seperti kedelai ( tahu,
tempe, kecap), papaya dan semanggi merah
6) Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
7) Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak, kopi dan alkohol
3. SENIUM PADA WANITA LANSIA
Yaitu masa sesudah pasca menopause. Ditandai dengan telah tercapainya keseimbangan baru
dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis.
D. UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN SEKSUAL PADA LANSIA
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah seksual
diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan waktu yang
cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan konselor. Dari ketiga
gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang penanganannya memerlukan kesabaran
dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan
membicarakan masalah seksual adalah masalah yang tabu.
Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan seksual pada lansia
adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa Riwayat Seks
a. Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan memuaskan
b. Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
c. Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah
d. Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya
e. Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang obat-obatan yang
dikonsumsi oieh pasien
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese harus
rinci, meliputi awitan, jenis maupun itensitas gangguan yang dirasakan. Juga anamnese tentang
gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Penelaahan tentang gangguan psikologik,
kognitif harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-obatan. Pemeriksaan fisik meliputi head to
toe.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati, ginjal
dan paru-paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula darah, status gizi dan status
hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai disfungsi ereksi pada pria, pemeriksaan khas juga
meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal penile tumescence testing. (Hadi-
Martono, 1996)
2. Pengobatan yang diberikan mencakup ;
1. Konseling Psikoseksual
2. Therapi Hormon
3. Penyembuhan dengan obat-obatan
4. Peralatan Mekanis
5. Bedah Pembuluh
3. Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen gangguan seks dan
dikombinasikan dengan penyembuhan Pharmakologi
4. Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk menyembuhkan
“Viropause”/andropause pada pria (pemanasan dan ejakulasi)
Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen pada
klimakterium
A. KESIMPULAN
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan
eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal,yang terutama berasal dari subjek
lansianya sendiri. Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa
aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh lansia.Hambatan eksternal bilamana seorang
janda atau duda akan menikah lagi sering kali juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan
berbagai alasan.
Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan
eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak baisa dan tidaak pantas berpenampilan untuk
menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas diusia lanjut
menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada
ketidakmampuan fisik, yang dikenal sebagai impotensia. Obat-obatan yang sering diberikan, pada
penderita usia lanjut dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi
seksual pada usia lanjut.
Masa tua merupakan masa yang sangat ditakuti dengan alasan terjadinya kemunduran
fisik terutama pada penampilan. Rasa khawatir akan kehilangan perhatian dari pasangan membawa
akibat terhadap frekwensi maupun kualitas hubungan seks, baik secara langsung maupun tidak.
Melalui konseling, peran konselor dan tenaga kesehatan dapat menjelaskan kondisi
umum dan masalah yang timbul pada masa usia lanjut serta pengaruhnya terhadap emosi, pola pikir
dan hubungan seksual sangat berpengaruh. Melalui beberapa tahapan konseling secara terbuka dan
kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, bisa diperoleh suatu pemecahan
masalah seksual pada lansia, dengan pemakaian krem vasoaktif, melakukan olah raga ringan dan
konsumsi makan seimbang, dan solusi-solusi lain secara bertahap masalah pada lansia akan
terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ). Jakarta
: FKUI
2. Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta. Fitramaya
3. Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
4. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/masalah-seksual-lansia/
5. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia
6. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/468-penurunan-seksualitas-pada-lanjut-usia
7. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/493-andropause-waktunya-si-jantan-istirahat
8. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/469-mengenal-impotensi-atau-disfungsi-ereksi
9. http://sehatnews.com/wlovesex/up-date/3999.html
10. http://lead.sabda.org/bab_1_masa_lanjut_usia
11. http://www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunairbab2.pdf
12. http://www.docstoc.com/docs/6600963/Masalah-Usia-LAnjut
http://www.klipingku.com/result-page/masalah%20seks%20pada%20lansia