Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan
seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang
dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk
baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah periode
dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah seksual masih
mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah, termasuk didalamnya aspek
sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar adalah masalah psikis dan jasmani, sedangkan pada
wanita lansia lebih didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa tua.
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat. Penelitian Kinsey yang
mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil 31 wanita dan 48 pria yang berusia diatas
65 tahun. Penelitian Masters-Jonhson juga terutama mengambil sampel mereka yang berusia antara
50-70 tahun, sedang penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan 6 orang wanita berusia
di atas 70 tahun(Alexander and Allison,1995).
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa:
 Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan
aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan.
 Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan
pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
 Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria, seorang wanita
lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan hidup.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan seksual yang harmonis.
Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara
pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena gangguan fungsi seksual
pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis maupun patologis.

Tujuan
Dengan melihat kesenjangan yang ada pada lansia khususnya lansia perempuan terkait dengan
masalah seksual; maka sebagai tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu melihat secara
menyeluruh masalah – masalah seksual pada lansia perempuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1DEFINISI SEKS
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) bahwa seks mengacu pada sifat-sifat
biologis yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan ataupun lakilaki.Sementara himpunan sifat
biologis ini tidak saling asing, sebab ada individu yang memilih kedua-duanya, manusia cenderung
dibedakan sebagai laki-laki dan perempuan. Dalam penggunaan awam dalam banyak bahsa istilah seks
sering digunakan dalam arti “kegiatan seksual” tetapi untuk keperluan teknis dalam konteks perbincangan
tentang seksualitas dan aktivitas seksual, definisi tadi yang lebih diutamakan. Kata seks diartikan dalam
dua hal yaitu: a. Aktivitas seksual genital yaitu hubungan fisik antara individu. b. Sebagai label jenis
kelamin, dimana seks lebih berkonotasi kepada biologis perempuan dan laki-laki.

2.2. DEFINISI SEKSUALITAS


Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) tentang seksualitas adalah suatu aspek
inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual
erotisme, kenikmatan, kemesraan, dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran,
khayalan gairah, kepercayaan sikap nilai, perilaku, perbuatan, peran, dan hubungan.Sementara seksualitas
dapat meliputi semua dimensi ini.Tidak semuanya selalu dialami atau diungkapkan. Seksualitas
dipengaruhi oleh interaksi factor biologis, psikologis, social, ekonomi, politik budaya etika hokum
sejarah, religi, dan spiritual.
Sedangkan definisi seksualitas yang dihasilkan dalam Konferensi APNET (Asia Pasific Network
for Sosial Health)di Cepu, Filipina 1996 mengatakan seksualitas adalah ekspresi seksual seseorang yang
secara social dianggap dapat diterima serta mengandung aspek-aspek kepribadian yang luas dan
mendalam. Seksualitas merupakan gabungan dari perasaan dan perilaku seseorang yang tidak hanya
didasarkan pada ciri seks secara biologis, tetapi juga merupakan suatu aspek kehidupan manusia yang
tidak dapat dipisahkan dari aspek kehidupan yang lain (Samaoen, 2000).
Menurut Depkes RI pengertian seksualitas adalah suatu kekuatan dan dorongan hidup yang ada
diantara laki-laki dan perempuan, dimana kedua makhluk ini merupakan suatu system yang
memungkinkan terjadinya keturunan yang sambung-menyambung sehingga eksistensi manusia tidak
punah (Abineno, 1999)
Dalam pengertian tersebut diatas terdapat 2 aspek dari seksualitas yaitu:
a. Seksualitas dalam arti sempit Dalam arti sempit seks berarti kelamin, yang termasuk dalam kelamin
adalah sebagai berikut: a) Alat kelamin itu sendiri b) Kelenjar dan hormone-hormon dalam tubuh yang
mempengaruhi bekerjanya alatalat kelamin c) Anggota-anggota tubuh dari ciri-ciri badaniah lainnya yang
membedakan laki-laki dan perempuan. (misalnya perbedaan suara, pertumbuhan kumis, payudara, dan
sebagainya.) d) Hubungan kelamin (senggama) e) Proses pembuhan, kehamilan dan kelahiran (termasuk
KB) b. Seksualitas dalam arti luas Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin,
antara lain: a) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dan lain-lain b) Perbedaan atribut: pakaian,
nama, dan lain lain. c) Perbedaan peran dan lain-lain

2.3. AKTIFITAS SEKSUAL


Aktifitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau
kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual melalui beberapa perilaku. Misalnya
berfantasi, mansturbasi, meninton atau membaca pornografi, cium pipi, cium bibir, petting, dan
berhubungan seks (Ingrid, 2001)
Hubungan seks/senggama/sexual intercourse adalah kontak seksual yang dilakukan dengan
berpasangan dengan lawan jenis. Perilaku seksual dapat dilakukan melalui berbagai cara mulai dari
fantasi, berpegangan tanga ciuman, meraba, berpelukan petting, sampai sexual intercourse, dengan
memberikan dampak yang bervariasi (Inggrid, 2001).
Berfantasi merupakan perilaku seksual yang dilakukan dengan membayangkan atau
mengimajinasikan aktifitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Aktifitas
seksual ini bisa berlanjut keaktifitas seksual selanjutnya, seperti masturbasi, berciuman, dan aktifitas
lainnya (Inggrid, 2001)
2.4SEKSUALITAS PADA PEREMPUAN
Tidak diketahui atau tidak ada usia tertentu ketika seseorang mencapai puncak tingginya
dorongan seksual atau kemampuan untuk merasakan nafsu seksual. Beberapa ahli telah mengidentifikasi
bahwa puncaknya pada usia 35 tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah yang tepat untuk menentukan kapan
saatnya bagi setiap orang khususnya perempuan. Para ahli telah menemukan bahwa kadar hormon
perempuan biasanya meninggi sekitar usia 35 tahun, tetapi apa yang sebenarnya terjadi untuk mengukur
dorongan seksual adalah dengan merasakan apa yang akan terjadi pada pikiran dan emosi seseorang.
Sama sekali tidak, perasaan terhadap seks dan minatnya mungkin sangat bervariasi, tetapi kemampuan
seorang perempuan untuk melakukan hubungan intim sejauh ini, memiliki hasrat sehat, dan tentu saja
mempunyai pasangan (Masland,2006).
A. PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIK DAN PSIKIS YANG TERJADI PADA MASA USIA
LANJUT
Perubahan-perubahan yang umum terlihat pada masa usia lanjut adalah ditandai dengan
perubahan fisik dan psikologis tertentu. Baik pria maupun wanita, pada usia lanjut mereka akan
melakukan penyesuaian diri agar mereka tampak siap dan sesuai dengan masa usia lanjut tersebut
secara baik ataupun tidak baik.
1. PERUBAHAN FISIK PADA MASA USIA LANJUT
Dengan bertambahnya usia, secara umum kekuatan dan kualitas fisik juga fungsinya
mulai terjadi penurunan. Penurunan ini bisa berlangsung secara perlahan bahkan bisa terjadi
secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup pada masa usia muda.
Beberapa perubahan gangguan fisik yang timbul adalah sebagai berikut :
 Perubahan pada kulit : kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering dan
keriput, kulit di bagian bawah mata membentuk seperti kantung dan lingkaran hitam dibagian
ini menjadi lebih permanen dan jelas, warna merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut
dan di tengah tengkuk.
 Perubahan otot : pada umumnya otot orang berusia madya menjadi lembek dan mengendur
di sekitar dagu, lengan bagian atas, dan perut
 Perubahan pada persendian : masalah pada persendian terutama pada bagian tungkai dan
lengan yang membuat mereka menjadi agak sulit berjalan
 Perubahan pada gigi : gigi menjadi kering, patah, dan tanggal sehingga kadang-kadang
memakai gigi palsu
 Perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar dan cenderung mengeluarkan kotoran
yang menumpuk di susdut mata, kebanyakan menderita presbiop atau kesulitan melihat jarak
jauh, menurunnya akomodasi karena menurunnya elastisitas mata
 Perubahan pada telinga : fungsi pendengaran sudah mulai menurun, sehingga tidak sedikit
yang mempergunakan alat bantu pendengaran.
 Perubahan pada sistem pernafasan : nafas menjadi lebih pendek dan sering tersengal-sengal,
hal ini akibat terjadinya penurunan kapasitas total paru-paru, residu volume paru dan
konsumsi oksigen basal, ini akan menurunkan fleksibilitas dan elastisitas dari paru

Selain ganggunan fisik yang bisa terlihat secara langsung, dengan bertambahnya using sering pula
disertai dengan perubahan-perubahan akibat penyakit kronis, obat-obat yang diminum akibat operasi yang
menyiksa kesusahan secara fisik dan psikologis.
Beberapa gangguan fisik pada bagian dalam tersebut seperti :
 Perubahan pada sistem syaraf otak
 Perubahan pada sistem cardiovascular
 Penyakit kronis
 Beberapa operasi
 Perubahan pada sistem ginjal, kandung kencing, dan ureter
2. PERUBAHAN PSIKIS PADA MASA USIA LANJUT
Secara umum beberapa gangguan psikologis yang timbul adalah
 Kecemasan (angietas)
 Depresi
 Rasa bersalah (guilty feeling)
 Masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam berhubungan seksual
Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh besar
terhadap sisi kewanitaannya seperti :
 Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
 Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
 Cerviks yang menyusut ukurannya
 Dinding vagina atropi ukurannya memendek
 Berkurangnya pelumas vagina
 Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
 Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan
selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal
Disamping itu ada beberapa gangguan mental yang paling umum yang berpengaruh pada
orang tua adalah depresi, dimensia dan menggigau prilaku seksual mungkin berubah secara
signifikan pada depresi dan dimensia .

B. MASALAH SEKSUAL PADA MASA USIA LANJUT


Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang meliputi
berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin
sewaktu masturbasi.
Alexander dan Allison mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan fisiologik yang
terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan
status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan neurologiknya.
Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian
tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :
1. Fase desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural, kecemasan
akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring makin lanjutnya
usia, tetapi bias bervariasi. Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat
serta testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.
2. Fase arousal
 Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing, elastisitas
dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan kandung kemih.
 Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat; penurunan
produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi testis ke perineum
lebih lambat.
3. Fase orgasmic
 Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
 Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah konstraksi
otot berkurang; volume ejakulat menurun.
Tabel perubahan fisiologi dari aktivitas seksual yang diakibatkan oleh proses menua menurut Kaplan
Fase tanggapan seksual Pada wanita lansia Pada pria lansia
Fase desire Terutama dipengaruhi oleh Interval untuk meningkaatkan
penyakit baik dirinya sendiri atau hasrat melakukan kontak seksual
pasangan, masalah hubungan meningkat;hasrat sangat
antar keduanya, harapan kultural dipengaruhi oleh penyakit;
dan hal-hal tentang harga diri. kecemasan akan kemampuan seks
Desire pada lansia wanita dan masalah hubungan antara
mungkin menurun dengan makin pasangan. Mulai usia 55 th
lanjutny usia, tetapi hal ini bisa testosteron menurun bertahap yang
bervariasi. akan mempengaruhi libido.
Fase arousal Pembesaran payudara berkurang, M embutuhkan waktu lebih lama
semburat panas dikulit menurun; untuk ereksi; ereksi kurang begitu
elastisitas dinding vagina kuat; testosteron menurun;
menurun; iritasi uretra dan produksi sperma menurun bertahap
kandung kemih meningkat;otot- mulai usia 40 th; elevasi testis ke
otot yang menegang pada fase ini perinium lebih lambat dan sedikit;
menurun. penguasaan atas ejakulasi biasany
membaik.
Fase orgasmik(fase Tanggapan orgasmik mungkin Kemampuan mengontrol ejakulasi
muskular) kurang intens disertai sedikit membaik; kekuatan kontraksi otot
kontraksi; kemampuan untuk dirasakan berkurang; jumlah
mendapatkan orgasme multipel kontraksi menurun; volume ejakulat
berkurang dengan makin menurun.
lanjutnya usia.
Fase pasca orgasmik Mungkin terdapat periode Periode refrakter memanjang secara
refrakter, dimana pembangkitan fisiologis, dimana ereksi dan
gairah secara segera lebih sukar. orgasme berikutnya lebih sukar
terjadi.
Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja,
terdapat banyak penyebab lainnya seperti:
1. Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat
inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
2. Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak dengan seks
dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik
Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada lansia adalah
sebagai berikut :
 Gangguan hasrat
 Tahap pemanasan
 Orgasme
 Rasa nyeri
 Sakit fisik
 Obat dan alkohol
 Gangguan yang tidak khusus

Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain :
1. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk terlibat
dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien
mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan kehilangan
cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola seksual
termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui
sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik
jarang mengalami kerusakan pada stroke, maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent
maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi
pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan pasangannya mungkin
perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami kerusakan. Kelemahan motorik
dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik
“bercinta” alternatif. Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal
untuk berkomunikasi.
3. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik operasi
maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan
libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
4. Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati
autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi yang
memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
5. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi mungkin
mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan
pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
6. Rokok dan alkohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila terjadi
kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga mungkin
mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk mengalami
kenikmatan.
7. Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya kelelahan
umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat menyebabkan dispnoe,
yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
8. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain beberapa obat
anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
PERUBAHAN SEKSUALITAS PADA PRIA LANSIA
Seiring proses penuaan, kemampuan seksualitasi juga akan mengalami penurunan.
Kemampuan untuk mempertahankan seks yang aktif sampai usia lanjut bergantung hanya pada beberapa
faktor yaitu kesehatan fisik dan mental, dan eksistensi yang aktif serta pasangan yang menarik. Perubahan
perilaku sekspada pria yang memasuki masa tua meliputi berkurangnya respon erotis terhadap orgasme,
ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :
a. Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan hasrat
dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan
berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah
sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum
b. Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak terjadi pada 50% pria diatas
usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi.
Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sistem traktus urinarius.
c. Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang sempurna mungkin juga
tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan
durasi tekanan pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada
sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara
langsung untuk untuk menimbulkan respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk
periode yang lebih lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi
berkurang bahkan tidak terjadi.
d. Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi orgasme menjadi
berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi
tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai
ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang berhubungan
dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik
frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
e. Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa. Frekuensi
kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
f. Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12 sampai 48 jam
setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini tampaknya berhubungan
dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari
dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey,
dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini
menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu. Meski demikian, berdasarkan penelitian, banyak
golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut
hanya dibatasi oleh status kesehatan
IMPOTENSI ATAU DISFUNGSI EREKSI PADA PRIA LANSIA
a. Defenisi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Impotensi atau Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan secara konsisten
untuk mencapai dan / atau mempertahankan ereksi sedemikian rupa sehingga mencapai
aktivitas seksual yang memuaskan. (Vinik, 1998). Secara umum impotensia dibedakan
menjadi impotensia coendi (ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual),
impotensia erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi (tidak mampu
menghasilkan keturunan). Prevalensi DE sekitar 52% pada pria di antara 40-70 tahun dan
bahkan lebih besar pada pria yang lebih tua.
Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari
rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik (bau-bauan) dan rangsangan
sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus, limbik maupun
talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan diteruskan ke susunan saraf ototnom
(parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi korpus kavernosa penis. Setelah aktivitas
seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya ejakulasi. Dari gambaran tersebut
dapat disimpulkan bahwa proses ereksi menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf,
vascular, hormonal, psikologik dan kimiawi

1. ANDROPAUSE PADA PRIA LANSIA


Defenisi Andropause pada pria lansia
Andropause berasal dari kata “Andro = kejantanan” dan “pause = istirahat”. Andropause
dapat diartikan sebagai perubahan akibat proses menua pada sistem reproduksi pria mungkin di
dalamnya termasuk perubahan pada jaringan testis, produksi sperma dan fungsi ereksi.
Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium laki-laki yang berarti seorang
laki-laki sedang berada pada tingkat kritis fase kehidupannya, dimana terjadi perubahan fisik,
hormon dan psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahan-perubahan ini biasanya terjadi secara
bertahap. Tingkah laku, stress psikologik, alkohol, trauma, ataupun operasi, medikasi, kegemukan
dan infeksi dapat memberikan kontribusi pada onset terjadinya andropause ini.
Sebenarnya andropause bukanlah suatu fenomena baru, hal ini terjadi karena kemampuan
kita untuk mendiagnosa andropause ini sangat terbatas karena tidak ada cara untuk menprediksi siapa
yang akan mengalami gejala andropause. Test yang sensitif untuk mengetahui bioavaibilitas
testoteron baru tersedia akhir-akhir ini, sehingga sebelum ada test ini andropause terlewatkan begitu
saja tanpa terdiagnosa dan tidak memperoleh penatalaksanaan.

a. Etiologi andropause pada pria lansia


Mulai sejak kira-kira usia 30 tahun, kadar testoteron dalam tubuh menurun kurang lebih 10%
setiap dekadenya. Pada saat yang sama Sex Binding Hormone Globulin (SHBG) meningkat. SHBG
ini akan menangkap banyak testoteron yang bersirkulasi dan membuat testoteron tidak tersedia untuk
digunakan pada jaringan tubuh khususnya untuk terjadinya perilaku seksual yang normal dan
terjadinya ereksi.

b. Gejala dan efek yang ditimbulkan oleh andropause


Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang rendah. Setiap pria mengalami
kemunduran bioavaibilitas testoteron, namun berbeda kadarnya pada setiap invididu. Ketika hal ini
terjadi pria akan mengalami gejala andropause.
Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain :
 Depresi
 Kelelahan
 Iritabilitas
 Libido menurun
 Sakit dan nyeri
 Berkeringat dan flushing
 Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
 Sulit berkonsentrasi
 Pelupa
 insomnia
Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan menimbulkan efek tertentu,
demikian juga andropause dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan:
 Osteoporosis
 Obesitas
 Kehilangan masa otot
 Resiko menderita arteriosklerosis
 Resiko menderita kanker payudara
 Resiko menderita kanker prostat
Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada andropause yaitu dengan testoterone replacement therapy baik secara
injeksi maupun oral.
C. PERUBAHAN SEKSUALITAS WANITA LANSIA
Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya usia :
• Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
• Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
• Cerviks yang menyusut ukurannya
• Dinding vagina atropi ukurannya memendek
• Berkurangnya pelumas vagina
• Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas seks
• Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan
selaput lendir vagina dan kelemahan utot perinael
1. KLIMAKTERIUM PADA WANITA LANSIA
Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium.
Berlangsung 6 tahun sebelum menopouse dan berakhir 6-7 tahun setelah menopouse
 Tanda-tanda Klimakterium :
a. Menstruasi tidak lancar atau tidak teratur
b. Haid banyak ataupun sangat sedikit
c. Sakit kepala terus menerus
d. Berkeringat
e. Neuralgia

 Gejala Psikologis pada masa klimakterimum :


a. Kemurungan
b. Mudah tersinggung / mudah marah
c. Mudah curiga
d. Insomnia
e. Tertekan
f. Kesepian
g. Tidak sabar
h. Tegang dan cemas

 Syndrome Menopouse pada masa klimakterimum :


a. Berhentinya menstruasi, makin jarang dan makin sedikit
b. Mengalami atropi pada sistem reproduksi
c. Penampilan kewanitaan menurun
d. Keadaan fisik kurang nyaman
a. Kemerah-merahan pada leher, dahi, bagian atas dada, berkeringat, pusing, iritasi, friigid
e. Berat badan
f. Perubahan kepribadian

 Perubahan Kejiwaan pada masa klimakterimum


a. Merasa tua
b. Tidak menarik lagi
c. Rasa tertekan karena takut menjadi tua
d. Mudah tersinggung
e. Mudah kaget
f. Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami
g. Rasa takut karena suami menyeleweng

 Gangguan psikologis pada masa klimakterium pada wanita lansia


a. Ketakutan
– Ketergantungan fisik dan ekonomi
– Sakit-sakitan yan kronis
– Kesepian
– Kebosanan karena tidak diperlukan
b. Perubahan mental
– Belajar : kurang mampu belajar yang baru
– Berfikir : terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan alasan
– Kreatifitas berkurang
– Berkurang rasa humor
– Perbendaharaan kata semakin menurun
c. Gangguan mental
– Agresi : menyerang disertai kekuatan
– Kemarahan dan rasa tidak senang yang kuat
– Kecemasan yang tidak berobyektif
– Kacau & sering bingung
– Penolakan ; ketidakmampuan untuk mengakui secara sendiri terhadap keinginan, fikiran,
perasaan pada kejadian nyata
– Ketergantungan : meletakakkan kepercayaan terhadap orang lain
– Depresi : perasaan sedih & pesimis
– Ketakutan : reaksi emosional terhadap sumber luar
– Manipulasi : proses bertingkah laku untuk memuaskan diri sendiri / orang lain dengan
cara serdik, tidak jujur / tipu muslihat
– Rasa sakit yang tidak berpenyebab

2. MENOPAUSE PADA WANITA LANSIA


a. Defenisi Menopause
Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup seorang
perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Seorang wanita yang
sudah menopause akan mengalami berhentinya haid. Fase ini terjadi karena ia tidak lagi
menghasilkan esterogen yang cukup untuk mempertahankan jaringan yang responsive dalam
suatu cara yang fisiologi.

b. Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan hormon ovarium yang
berkurang akan menyebabkan perubahan fisik, psikologis dan seksual yang menurun pada
wanita pasca menopause (Hacker&Moore, 2001).
Seseorang disebut menopause jika tidak lagi menstruasi selama 12 bulan atau
satu tahun. Menopause umumnya terjadi ketika perempuan memasuki usia 48 hingga 52
tahun (Rachmawati, 2006).
Menurut Andra (2007), efek berkurangnya hormon estrogen mengakibatkan
penipisan pada dinding vagina, pembuluh darah kapiler di bawah permukaan kulit juga akan
terlihat. Akhirnya, karena epitel vagina menjadi atrofi dan tidak adanya darah kapiler
berakibat permukaan vagina menjadi pucat. Selain itu, rugae-rugae (kerut) vagina akan jauh
berkurang yang mengakibatkan permukaannya menjadi licin, akibatnya sering sekali wanita
mengeluhkan dispareunia (nyeri sewaktu senggama), sehingga malas berhubungan seksual.
c. Gejala dan efek menopause
Menopause dianggap sebagian masyarakat sebagai awal dari kemunduran fungsi
kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang menganggap menopause sebagai bencana di
usia senja. Banyak perempuan menopause merasa menjadi tua, yang diasosiasikan dengan
ketidakmenarikan dan kehilangan hasrat seksual (Rachmawati, 2006).
Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun menjelang
berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah perubahan dalam gairah
seksual. Berkurangnya cairan vagina, akan timbul rasa sakit kalau terjadi hubungan badan,
selain itu rasa takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan sendiri dapat menyebabkan
keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause disebabkan oleh
bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi kehidupan
mereka. Gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar
tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan merasa kehilangan daya
tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut ditinggalkan suaminya (Purwoastuti, 2008).
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami
menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak
memasalahkannya. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi seorang perempuan terhadap
menopause, antara lain faktor kultural, sosial ekonomi, gaya hidup, kebutuhan terhadap
kehidupan seksual, dan sebagainya (Achadiat, 2007).
d. Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang dapat dilakukan di tingkat
pelayanan dasar :
1) Pemeriksaan alat kelamin
2) Pap Smear
3) Perabaan Payudara
4) Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure fito-estro-gen
5) Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause digantikan dengan
makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen yang cukup seperti kedelai ( tahu,
tempe, kecap), papaya dan semanggi merah
6) Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
7) Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak, kopi dan alkohol
3. SENIUM PADA WANITA LANSIA
Yaitu masa sesudah pasca menopause. Ditandai dengan telah tercapainya keseimbangan baru
dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis.
D. UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN SEKSUAL PADA LANSIA
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah seksual
diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan waktu yang
cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan konselor. Dari ketiga
gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang penanganannya memerlukan kesabaran
dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan
membicarakan masalah seksual adalah masalah yang tabu.
Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan seksual pada lansia
adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa Riwayat Seks
a. Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan memuaskan
b. Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
c. Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah
d. Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya
e. Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang obat-obatan yang
dikonsumsi oieh pasien
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese harus
rinci, meliputi awitan, jenis maupun itensitas gangguan yang dirasakan. Juga anamnese tentang
gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Penelaahan tentang gangguan psikologik,
kognitif harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-obatan. Pemeriksaan fisik meliputi head to
toe.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati, ginjal
dan paru-paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula darah, status gizi dan status
hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai disfungsi ereksi pada pria, pemeriksaan khas juga
meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal penile tumescence testing. (Hadi-
Martono, 1996)
2. Pengobatan yang diberikan mencakup ;
1. Konseling Psikoseksual
2. Therapi Hormon
3. Penyembuhan dengan obat-obatan
4. Peralatan Mekanis
5. Bedah Pembuluh
3. Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen gangguan seks dan
dikombinasikan dengan penyembuhan Pharmakologi
4. Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk menyembuhkan
“Viropause”/andropause pada pria (pemanasan dan ejakulasi)
Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen pada
klimakterium

5. Penyembuhan dengan Obat


a. Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif
b. Oral phentholamin
c. Tablet apomorphine sublingual
d. Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif
e. Penempatan intra-uretral prostaglandin
Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut dengan patologi multipel
jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan
eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal,yang terutama berasal dari subjek
lansianya sendiri. Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa
aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh lansia.Hambatan eksternal bilamana seorang
janda atau duda akan menikah lagi sering kali juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan
berbagai alasan.
Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan
eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak baisa dan tidaak pantas berpenampilan untuk
menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas diusia lanjut
menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada
ketidakmampuan fisik, yang dikenal sebagai impotensia. Obat-obatan yang sering diberikan, pada
penderita usia lanjut dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi
seksual pada usia lanjut.
Masa tua merupakan masa yang sangat ditakuti dengan alasan terjadinya kemunduran
fisik terutama pada penampilan. Rasa khawatir akan kehilangan perhatian dari pasangan membawa
akibat terhadap frekwensi maupun kualitas hubungan seks, baik secara langsung maupun tidak.
Melalui konseling, peran konselor dan tenaga kesehatan dapat menjelaskan kondisi
umum dan masalah yang timbul pada masa usia lanjut serta pengaruhnya terhadap emosi, pola pikir
dan hubungan seksual sangat berpengaruh. Melalui beberapa tahapan konseling secara terbuka dan
kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, bisa diperoleh suatu pemecahan
masalah seksual pada lansia, dengan pemakaian krem vasoaktif, melakukan olah raga ringan dan
konsumsi makan seimbang, dan solusi-solusi lain secara bertahap masalah pada lansia akan
terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ). Jakarta
: FKUI
2. Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta. Fitramaya
3. Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
4. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/masalah-seksual-lansia/
5. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia
6. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/468-penurunan-seksualitas-pada-lanjut-usia
7. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/493-andropause-waktunya-si-jantan-istirahat
8. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/469-mengenal-impotensi-atau-disfungsi-ereksi
9. http://sehatnews.com/wlovesex/up-date/3999.html
10. http://lead.sabda.org/bab_1_masa_lanjut_usia
11. http://www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunairbab2.pdf
12. http://www.docstoc.com/docs/6600963/Masalah-Usia-LAnjut
http://www.klipingku.com/result-page/masalah%20seks%20pada%20lansia

Anda mungkin juga menyukai