Modul Skill Lab em 2016 PDF
Modul Skill Lab em 2016 PDF
PENYUSUN :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
0
MODUL KETERAMPILAN KLINIK BLOK EMERGENCY MEDICINE
I. PENDAHULUAN
II. TUJUAN
1
II.2. TUJUAN KHUSUS
2.1. Mahasiswa mampu melakukan aplikasi primeary survey ABCD pada pasien trauma
2.2. Mahasiswa mampu melakukan airway management
2.3. Mahasiswa mampu melakukan asuhan bayi baru lahir normal + APGAR Score
2.4. Mahasiswa mampu melakukan penilaian Glasgow Coma Scale(GCS)
2.5. Mahasiswa mampu melakukan resusitasi jantung paru otak I
2.6. Mahasiswa mampu melakukan perawatan dan penanganan neonatus asfiksia
2.7 Mahasiswa mampu melakukan resusitasi cairan pada orang dewasa
2.8. Mahasiswa mampu melakukan resusitasi jantung paru pada anak
2.9. Mahasiswa mampu melakukan resusitasi cairan pada anak
2.10. Mahasiswa mampu melakukan trasnportasi pasien dan pemasangan collar brace (CB)
2.11. Mahasiswa mampu melakukan penanganan anafilaktik shock dan cricotirodotomy
2.12. Mahasiswa mampu melakukanheimlich maneuver pada bayi, anak dan dewasa
2
SL. EM. VI. 1
KETERAMPILAN KLINIK
APLIKASISYSTEM ABCD PADAPRIMARY SURVEYPASIEN TRAUMA
Ronald sitohang
|
I. PENDAHULUAN
Primary Survey adalah tindakan penilaian pertama yang dilakukan secara cepat dan
sistematis pada penderita trauma berat. Penilaian ini dimaksudkan untuk dapat dengan segera
mengenal keadaan-keadaan yang mengancam nyawa (life threatening) dan sekaligus
mengatasi / meresusitasinya pada saat itu juga. Penilaian selalu berpedoman pada tanda-tanda
vital, jenis trauma dan mekanisme cedera. Untuk itu diperkenalkan sistem ABCD trauma yang
disusun berdasarkan urutan hal-hal yang paling mungkin menyebabkan kematian dalam waktu
yang lebih cepat sebagai berikut :
Pada skills lab ini diperlukan aplikasi secara holistik dan terintegrasi dari beberapa
keterampilan yang telah diajarkan pada skills lab sebelumnya seperti pencucian tangan,
pemasangan IV line, bandaging, spilinting, pemasangan kateter, air way management,
pemasangan kollar servikal, dll di samping beberapa keterampilan baru yang akan diajarkan
pada skills lab ini dalam satu kesatuan yang utuh.
3
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
4
5. Nasofaringeal Tube
6. Infus set
7. IV Cath No. 18
8. Masker Oksigen (Face Mask)
9. Oksigen
10. Kain kassa
11. Plester 1 inchi
12. Suction / spuit 50 cc
13. Cairan Ringer lactated (RL)
14. Stetoskop
15. Tensimeter
16. Senter
17. Perban elastis 4 inchi
18. Kollar servikal
VI. RUJUKAN
Skenario Pasien :
Laki-laki 25 tahun terjatuh dari ketinggian 4 meter (lantai 2) dengan posisi dada kanan
tertusuk besi pagar setentang ICR-IV. Paha kanan luka berdarah dengan tulang yang
menonjol keluar Kesadaran menurun, TD 60/40 mmHg, RR 40 x/menit, Nadi 110 x/menit.
(Data-data lainnya yang dianggap perlu dapat ditanyakan pada instruktur).
Data-data tambahan :
Ujung-ujung jari dingin dan pucat, Haemotoma (+) di daerah oksipitalis, Pupil anisokor
dengan refleks cahaya positif. Pada toraks kanan : Inspeksi : pernafasan tertinggal, luka
(+), Palpasi : stem fremitus menurun, Perkusi : hipersonor, Auskultasi : suara pernafasan
melemah. Respon terhadap verbal dan pain tidak ada
5
kemudian kollar servikal dibelitkan hingga menopang dagu dan
dikancingkan.
2. Penanganan / Resusitasi
a. Memberi oksigen dengan kecepatan 10-12 liter / menit
b.Tension Pneumotoraks : Needle Insertion (IV Cath No. 14) di ICR II- Linea
midclavicularis dilanjutkan dengan pemasangan Chest Tube (tidak termasuk dalam
kompetensi)
Penilaian :
a. Memeriksa diameter dan refleks cahaya pupil
b. Menilai tingkat kesadaran dengan metode AVPU
A :Alert
V : Respon to Verbal
P : Respon to Pain (dengan penekanan pada nail bed)
U : Unrespon
E : Exposure dengan pencegahan Hipotermia
Penilaian
a. Membuka semua pakaian penderita
b. Melihat kelainan pada semua bagian tubuh (dengan melakukan log roll)
c. Memasang selimut dan mematikan AC
6
VIII. LEMBAR PENGAMATAN
LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
1. Mempersiapkan sarana dan alat
15. Menutup luka dengan kain kasa plester 3 sisi pada luka dengan
sucking chest wound
7
SL. EM. VI. 2
KETERAMPILAN KLINIK
AIRWAY MANAGEMENT
Hasanul Arifin
I. PENDAHULUAN
Tindakan keterampilan airway management merupakan keterampilan dasar yang harus
dimiliki oleh setiap calon dokter. Kegawatan nafas berupa obstuksi jalan nafas total atau henti
nafas, bila tidak dilakukan pertolongan dalam waktu 3-5 menit akan mengakibatkan kematian.
Pada kasus cedera kepala dengan menurunnya kesadaran, jatuhnya pangkal lidah akan
menyebabkan obstruksi jalan nafas berupa gangguan pengambilan oksigen dan pembuangan
gas CO2 yang dapat menyebabkan perburukan pada otak yang sudah cedera Pertolongan dapat
dilakukan dengan tindakan airway management yang benar. Tindakan airway management
dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu.
8
20 menit Coaching Instruktur
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2 Mahasiswa
orang mahasiswa) dengan dibimbing oleh instruktur.
IV.PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.1 PELAKSANAAN
1.Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri 9 orang
2.Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan
3.Cara pelaksanaan kegiatan :
Instruktur melakukan coaching selama 10 menit dan mahasiswa
memperhatikan dan diberikan kesempatan bertanya
Coaching : Mahasiswa melakukan tindakan airway management dengan bimbingan
Mahasiswa lain sebagai pengamat
Self practice : setiap mahasiswa harus mampu mendapat kesempatan melakukan
airway management.
4.Tempat Pelaksanaan
Ruang skill lab FK USU
9
HEAD TILT
Pengertian :
Membebaskan jalan nafas dari obstruksi pangkal lidah yang terjatuh dengan cara
mendorong kening pasien kebelakang dengan tangan kiri penolong, sehingga posisi
kepala sekidit ekstensi.
Posisi :
Penolong berada disamping kanan pasien
Tehnik :
Telapak tangan menekan kening pasien ke arah belakang (ekstensi)
CHIN LIFT
Pengertian :
membebaskan jalan nafas dari obstruksi pangkal lidah yang terjatuh dengan
mengangkat dagu (chin-lift)
Posisi :
Penolong berada disamping kanan pasien
Tehnik :
Jari telunjuk dan tengah penolong mengangkat dagu pasien keatas tegak lurus
Pada saat melakukan pembebasan jalan nafas akibat obstruksi , kedua tindakan diatas
biasanya dilakukan bersama (serentak) head tilt – chin lift
JAW THRUST :
Pengertian :
Membebaskan jalan nafas dari obstruksi pangkal lidah yang terjatuh dengan
mengangkat mandibula (corpus dan angulus mandibula)
Posisi :
Penolong berada di atas kepala pasien
Tehnik :
Dengan dua tangan pada mandibula, 2 jari pada angulus mandibula (jari kelingking
dan manis), 2 jari pada ramus mandibula (jari tengah dantelunjuk ). Ibu jari pada
mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati molar pada
maxilla.
Head Tilt tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan maupun yang dicurigai
adanya cedera tulang leher.
10
CHIN LIFT
JAW THRUST
HEAD TILT
Pastikan bahwa manuver pembebasan jalan nafas berhasil dengan melakukan pemeriksaan
Look, Listen & Feel.
Look : Melihat pergerakan dada pasien. Apakah ada gerakan dada naik turun.
Listen : Mendengar suara pernafasan pasien
Feel : Merasakan hembusan nafas pasien pada pipi penolong
NB. Jika terjadi reflek cegukan atau batuk, berarti ukuran pipa kebesaran, cabut pipa
segera dan dan ganti pipa dengan ukuran yang tepat ( ukur kembali), lakukan prosedur
ulang.
NASOPHARYNG AIRWAY
1. Posisikan kepalapasien lurus dengan tubuh.
2. Pipa nasofaryng diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sdh diberi KY jelly)
3. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan
caramenyesuaikan ukuran pipa oro-faring darilobang hidung sampai tragus (anak-telinga)
.
4. Masukkan pipa naso-faring dengan cara dibawah ini :
a. Pegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan, lengkungannya
menghadap kearah mulut ( kebawah).
b. Masukkan kedalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas
pangkal pipa.
5. Pastikan jalan nafas sudah bebas ( lihat, dengar , rasa)
12
FACE-MASK ( Sungkup Muka)
1. Posisikan kepala lurus dengan tubuh.
2. Pilihlah ukuran sungkup-muka yang sesuai ( ukuran yang sesuai bila sungkup muka
dapat menutup hidung dan mulut pasien , tidak ada kebocoran)
3. Letakkan sungkup muka ( bagian yang lebar dibagian mulut)
4. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis
dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan
memfiksasi sungkup muka.
5. Gerakkan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien
6. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan.
7. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama sama. (tangan kanan dan kiri
memegang mandibula dan sungkup muka bersama sama)
8. Pastikan jalan nafas bebas ( lihat, dengar, rasa)
9. Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka,
sementara tangan kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir sekaligus
pompa nafas bantu (squeeze-bag)
INTUBASI OROTRAKHEAL
1. Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh
2. Pilih laringoskop dengan dengan blade bengkok
3. Pegang handle laringoskop dengan tangan kiri.
4. Pastikan cahaya lampu laringosokop cukup terang
5. Buka mulut pasien dan masukkan blade dari sudut kanan mulut
6. Geser lidah kearah kiri sambil meneruskan masuk blade ke dalam rongga mulut
menelusuri pinggir kanan lidah menuju laring, perhatikan sampai tampak epiglotis.
7. Tempatkan ujung blade pada valeculla
8. Angkat epiglottis dengan ujung blade kedepan (tidak diungkit).
9. Bila epiglottis terangkat dengan baik akan tampak rima glottis, dan tampak pita suara
warna putih, bentuk V terbalik
10. Masukkan dengan hati hati pipa endotrakeal ke dalam trakea melalui rima glottis
dengan tangan kanan.
11. Tempatkan ujung pipa endotrakeal kira kira 3cm diatas carina (tidak masuk bronkus).
12. Tarik keluar laryngoskop perlahan dengan mengikuti lengkung blade.
13. Isi cuff pipa oro trakhea secukupnya ( sampai tidak ada kebocoran waktudilakukan
pompaan kantong (bag) reservoir)
14. Beri nafas bantu dengan bag (squeeze-bag), sambil auskultasi suara napas paru kanan
dan kiri. Posisikan pipa orotrakhea sampai suara nafas paru kanan dan kiri sama.
15. Lakukan fiksasi dengan plester menyilang .
16. Kendala saat insersi pipa endotrakeal adalah, kesulitan mengekspose rima glottis
dengan jelas dan lengkung pipa endotrakeal yang tidak selalu sesuai.
13
VII. RUJUKAN
Clinical Anesthesiology GE Morgan, Jr. 4th ed 2006
Modul Anestesiologi dan Reanimasi 2008
15
SL. EM. VI. 3
KETERAMPILAN KLINIK
ASUHAN BAYI BARU LAHIR NORMAL + APGAR SCORE
I. PENDAHULUAN
Awal kehidupan bayi baru lahir merupakan saat yang kritis dimana bayi perlu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan hidupnya yang baru. Tenaga kesehatan perlu kompeten dalam
melakukan asuhan segera setelah lahir, sejak menit-menit pertama dilahirkan dan dalam 1
jam pertama kelahiran untuk memberikan dukungan kepada ibu agar dapat menyusui secara
dini.
NILAI 0 1 2
Napas Tidak Ada Tidak teratur Teratur
Denyut Jantung Tidak Ada <100 >100
Warna Kulit Biru atau pucat Tubuh merah jambu, Merah jambu
tangan dan kaki biru
Gerakan atau tonus otot Tidak Ada Sedikit fleksi Fleksi
Refleks (menangis) Tidak Ada Lemah atau lamban Kuat
16
D. Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat (Blok Reproductive System)1,2
Setelah bayi dikeringkan, lalu dilakukan pemotongan tali pusat. Pemotongan tali pusat
dilakukan tidak dalam keadaan bayi telanjang melainkan dalam keadaan terbungkus
untuk mencegah hipotermi, buka hanya bagian perutnya.
E. Kontak kulit dengan kulit (skin to skin contact) antara ibu dan bayi dan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) 2,3
1. Bayi di ditengkurapkan di dada-perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibudan
mata bayi setinggi puting susu. Keduanya diselimuti dan bayi dapat diberi topi
2. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi. Biarkan bayi mencari puting
sendiri
3. Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling tidak satu jam;
bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap biarkan kulit ibu – bayi
bersentuhansampai setidaknya 1 jam
4. Bila dlm 1 jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke
puting tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. Beri waktu kulit melekat pada
kulit 30 menit atau 1 jam lagi
5. Tunda memandikan bayi sedikitnya 6 jam setelah lahir, lebih baik setelah 24 jam, bayi
baru boleh mandi kalau suhu stabil
17
G. Pencegahan Infeksi Mata 1,2
Segera setelah lahir, bersihkan mata bayi dengan kain kasa steril. Jika keadaan bayi
sudah stabil lakukan tindakan pencegahan infeksi mata pada BBL dengan jalan
meneteskan obat tetes mata antibiotik profilaksis atau mengoleskan salep mata
antibiotik. Diberikan dalam waktu satu jam pertama setelah kelahiran, lebih dari waktu
itu tidak efektif.
Cara pemberian tetes mata:
Cuci tangan terlebih dahulu (gunakan sabun dan air bersih mengalir)
Gunakan salah satu: Salep mata/tetes mata antibiotik pada kedua mata
Buka kelopak mata dan teteskan satu tetes sehingga jatuh pada mata. Jika
memakai salep, berikan salep mata dalam satu garis lurus mulai dari bagian mata
yang paling dekat dengan hidung bayi menuju ke bagian luar mata.
Pastikan tidak membiarkan pipet tetesan mata atau ujung tempat salep kena mata
bayi atau lainnya
Ulangi untuk mata yang sebelah lain
BAGAN ALUR:
ASUHAN SEGERA BAYI BARU LAHIR
PENILAIAN:
Sebelum bayi lahir:
1. Apakah kehamilan cukup bulan?
2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
Segera setelah bayi lahir:
3. Apakah bayi menangis atau berapas/tidak megap-megap?
4. Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
18
II. TUJUAN KEGIATAN
19
IV. PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.1.PELAKSANAAN
VI. RUJUKAN
Buku Saku Pelayanan kesehatan Neonatal Esensial, Kementerian Kesehatan RI, 2010
Pelatihan Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR/POGI-IBI-IDAI-DEPKES. Revisi 2007
Baby-Friendly Hospital Initiative: Updated and Expanded for Integrated Care. A 20 hours
course for maternity staff. UNICEF-WHO. Revisi 2006
VII. Kasus:
Seorang bayi lahir di ruang bersalin secara spontan, cukup bulan, segera menangis dan
gerakan juga aktif. Berat badan lahir adalah 3200 gram dengan panjang badan 49 cm. Dokter
telah berada di ruang bersalin dan telah siap untuk melakukan asuhan bayi baru lahir
LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
PERSIAPAN SEBELUM BAYI LAHIR Ya Tidak
1. Mempersiapkan peralatan: sarung tangan steril,
kain bedong 2 helai, tetes/salep mata
antibiotik, vitamin K1 ampul, spuit 1 CC,
kapas dan alkohol
2. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir, memakai sarung tangan steril
PENILAIAN BAYI SAAT LAHIR
1. Melakukan penilaian dengan menghadapkan
bayi kepada penolong di atas perut ibu yang
sudah dilapisi kain/handuk dengan posisi
20
kepala lebih rendah dari badan
2. Bila segera dapat bernapas spontan dan teratur,
menangis kuat, cukup mengusap muka bayi
dari lendir dan darah dengan kain/kasa yang
bersih. Tidak dilakukan pengisapan lendir
secara rutin pada jalan napasnya.
3. Bila bayi lahir kurang bulan atau air ketuban
bercampur mekonium, atau tidak
bernapas/megap-megap, atau tonus otot buruk,
bersiaplah untuk melakukan resusitasi BBL
dengan cepat
MENGERINGKAN DAN RANGSANG TAKTIL
1. Menutup tubuh bayi dengan kain/handuk yang
kering dan hangat.
2. Mulai mengeringkan dengan mengusap kepala,
wajah, dada, dan perut dengan lembut. Gosok
punggung bayi dengan gerakan ke atas dan ke
bawah kemudian ke tangan dan kaki kecuali
telapak tangan
3. Mengganti kain/handuk yang basah dengan
kain yang bersih, kering, dan hangat.
4. Membungkus bayi mulai dari kepala dan badan
kecuali bagian tali pusat dengan selimut atau
kain bersih dan hangat
MENILAI SKOR APGAR
1. Menilai Apgar menit ke-1 dan ke-5: napas,
denyut jantung, warna kulit, tonus otot, dan
refleks.
2. Menghitung nilai APGAR
MEMOTONG DAN MERAWAT TALI PUSAT
KONTAK KULIT DENGAN KULIT DAN
INISIASI MENYUSUI DINI
1. Bayi ditengkurapkan di dada-perut ibu dengan
kulit bayi melekat pada kulit ibudan mata bayi
setinggi puting susu. Keduanya diselimuti.
Bayi dapat diberi topi
2. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk
merangsang bayi. Biarkan bayi mencari puting
sendiri
3. Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan
kulit ibu selama paling tidak satu jam; bila
menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap
biarkan kulit ibu – bayi bersentuhansampai
setidaknya 1 jam
4. Bila dlm 1 jam menyusu awal belum terjadi,
bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke puting
tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi.
Beri waktu kulit melekat pada kulit 30 menit
atau 1 jam lagi
MEMBERIKAN VITAMIN K1
1. Memberi vitamin K1 injeksi intra muskular
dengan dosis tunggal 1 mg di paha kiri
PENCEGAHAN INFEKSI MATA
1. Mencuci tangan terlebih dahulu
2. Buka kelopak mata dan teteskan satu tetes
sehingga jatuh pada mata. Jika memakai salep,
berikan salep mata dalam satu garis lurus mulai
21
dari bagian mata yang paling dekat dengan
hidung bayi menuju ke bagian luar mata
3. Mengulangi untuk mata yang sebelah lagi
PENCATATAN DAN RAWAT GABUNG
1. Menimbang, mengukur serta melakukan
pencatatan dan pelaporan
2. Memasang gelang pengenal pada ibu dan bayi
3. Ibu – bayi dirawat dalam satu kamar, bayi
dalam jangkauan ibu selama 24 jam
IMUNISASI HEPATITIS B PERTAMA
22
SL. EM. VI. 4
KETERAMPILAN KLINIK
PENILAIAN SENSORIUM (KESADARAN) DENGAN MENGGUNAKAN
GLASGOW COMA SCALE
I. PENDAHULUAN
Pada minggu ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan penilaian terhadap
sensorium (kesadaran) penderita.
Seorang dokter harus mampu menilai kesadaran penderita oleh karena sangat banyak
keadaan yang dapat menyebabkan seseorang mengalami penurunan kesadaran, misalnya
craniocerebral trauma, inflamasi otak dan meningennya, stroke dan berbagai gangguan
metabolik.
Tingkat keparahan dari penurunan kesadaran itu berbeda- beda. Penetapan tingkat
keparahan tersebut berguna untuk penentuan terapi dan yang paling penting adalah untuk
mentukan prognosa.
Umumnya skala atau skor yang digunakan untuk menilai penurunan kesadaran pada
awalnya hanya digunakan untuk keadaan penurunan kesadaran yang tertentu saja. Ada
beberapa skala yang digunakan untuk menilai penurunan kesadaran, diantaranya:
- Glasgow Coma Scale
- Edinburgh-2 Coma Scale
- Ommaya’s Scale
- Brussels Coma Grades
- Reaction Level Scale
- Comprehensive Level of Consciousness
- Near-Drowning Score according to Conn et al.
Pada skills lab ini, yang dipelajari hanya Glasgow Coma Scale.
Glasgow Coma Scale merupakan skala yang paling penting dan paling banyak
digunakan di seluruh dunia karena validitas dan realibilitasnya baik serta cara penilaiannya
sederhana. Pada dasarnya skala ini diaplikasikan untuk penderita craniocerebral trauma, tetapi
dapat juga digunakan pada penderita penurunan kesadaran oleh karena penyebab yang lain.
Eye-opening
Spontaneous 4
To speech 3
To pain 2
None 1
23
Menilai “eye opening” penderita (range skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita :
- Buka mata spontan
- Buka mata jika dipanggil, disuruh atau dibangunkan
- Buka mata jika diberi rangsang nyeri (dengan menekan ujung kuku jari tangan)
- Tidak ada respon
Range skor: 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek kesadarannya)
II. TUJUANKEGIATAN
II.1 TUJUAN UMUM
Setelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapakan dapat melakukan pemeriksaan
penilaian kesadaran (sensorium) dengan menggunakan Glasgow Coma Scale yang merupakan
pemeriksaan dasar yang sangat berguna untuk kepentingan terapi dan prognosa.
24
10 menit Demonstrasi pada kelas besar oleh narasumber Narasumber
Narasumber memperlihatkan cara penilaian kesadaran
(sensorium) dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
secara bertahap
VI.RUJUKAN
1. DeJONG’S, The Neurologic Examination, 5th edition, Philadelphia: JB. Lippincott;
1992
2. Masur H, Scales and Scores in Neurology, New York: Thieme; 2004
3. Sjahrir H. Neurologi khusus. Cetakan Pertama. Medan; USU press; 1994
4. Fuller G, Neurological Examination Made Easy, London: Churchill Livingstone; 1993
25
5. Gilman S, Clinical Examination of The Nervous System, Philadelphia: McGraw Hill;
2000
6. Ford MJ, Clinical Examination, 8th edition, Philadelphia: Elsevier; 2005
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta: FK UI;
2000
Ya Tidak
1. Pasien berbaring dan pemeriksa berada disebelah kanan
2. Menilai “eye opening” penderita (range skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita :
- Buka mata spontan
- Buka mata jika dipanggil, disuruh atau dibangunkan
- Buka mata jika diberi rangsang nyeri (dengan menekan ujung
kuku jari tangan)
- Tidak ada respon
3. Menilai “verbal response” penderita (range skor 5-1)
Perhatikan apakah penderita :
- Orientasi baik
- Bingung (dijumpai disorientasi)
- Dapat mengucapkan kata2 namun tidak berupa kalimat
- Mengerang (mengucapkan kata yang tidak jelas artinya).
- Tidak ada reaksi
26
SL. EM. VI. 5
KETERAMPILAN KLINIK
RESUSITASI JANTUNG PARU OTAK (RJPO)
Hasanul Arifin.
I. PENDAHULUAN
Henti jantung (cardiac-arrest) dan henti nafas (respiratory-arrest) merupakan suatu
keadaan kegawatan yang mengancam nyawa, dan dapat terjadi dimana dan kapan saja.
Keadaan ini memerlukan tindakan segera berupa Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO).
Tindakan RJPO bertujuan mengambil alih dan mengembalikan fungsi jantung (pompa) dan
pernafasan. Bantuan Hidup Dasar (BHD, BLS) merupakan bagian dari RJPO berupa tindakan
pembebasan jalan nafas, memberikan nafas bantu dengan maupun tanpa alat, dan melakukan
pijat jantung luar. Keberhasilan tindakan RJPO ini tergantung dari cepatnya memulai
tindakan dan teknik yang benar. Kemampuan ini tidak hanya dimiliki oleh medis, para medis
tetapi juga non-medis. Gasping merupakan tanda henti jantung. Modul ini membicarakan
teknik RJPO sesuai dengan acuan (guidelines)AHA 2010 dimana terdapat beberapa perbedaan
dengan teknik RJPO acuan (guidelines) ERC-2010. Penggunaan acuan AHA 2010, oleh
karena pada saat OSCE UKDI acuan yg digunakan adalah berdasar AHA-2010.
27
28
PRINSIP RJPO AHA 2010
C-A-B ( Compression – Airway – Breathing)
1. Menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau
wajah korban. Jika pasien tidak sadar, tidak bernafas atau gasping segera meminta
bantuan.
HELP !!!
2. Melakukan penilaian pasien henti jantung dengan meraba Arteri Carotis tergantung
posisi penolong
29
5. Bebaskan jalan nafas, head tilt ©-chin lift (a) atau jaw thrust (b)
30
6. Menilai jalan napas bebas atau tidak dengan melihat adanya gerakan dada, terasa ada
hembusan nafas, mendengar suara nafas. (lihat, dengar, rasa)TIDAK DILAKUKAN
LAGI PADA “ CPR GUIDELINES AHA 2010”OLEH KARENA EVALUASI PERNAFASAN
DILAKUKAN ( APNOE,GASPING) PADA EVALUASI KESADARAN AWAL
Teknik nafas bantu tanpa alat (mouth to mouth) dilakukan dengan menjepit
lubang hidung dengan ibu jari dan telunjuk saat dilakukan bantuan hembusan
nafas untuk menghindari kebocoran atau bila dengan alat menggunakan bag
valve mask.
Pada saat melakukan bantuan nafas rasakan apakah ada hambatan saat
hembusan dan lihat pengembangan dada saat hembusan.
Kompresi jantung luar dan nafas buatan (30:2) dilakukan selama 2 menit (5 siklus)
atau bila sudah dilakukan tindakan pemasangan alat bantu pernafasan (airway
definitif misalnya dengan selang endotrakeal), pemberian ventilasi buatan
dilakukan paling tidak selama 1 detik dan setiap 6-8 detik pada satu periode
pernafasan (8-10 kali permenit) tanpa sinkronisasi dengan kompresi jantung luar
7. Melakukan penilaian pasien henti jantung setelah dilakukan RJPO dengan meraba
Arteri Carotis tergantung posisi penolong (Penilaian ulang apakah korban sudah
ROSC (Return of Spontaneous Circulation) atau belum).
8. Menilai apa ada atau tidak gerakan dada, terasa ada hembusan nafas, mendengar
suara nafas. Setelah RJPO.
Dengan posisi recovery jalan nafas diharapkan dapat tetap bebas(secure airway) dan
mencegah aspirasi jika terjadi muntah.
32
Pengakhiran tindakan RJPO
Tindakan RJPO diakhiri bila :
ROSC (Return Of Spontaneous Circulation)
Ada rescuer (penolong) yang lebih terlatih
Penolong kelelahan, berbahaya bila diteruskan
Diputuskan sudah tidak bisa ditolong lagi ( lebam mayat, pupil dilatasi penuh, kulit dingin)
33
II. TUJUAN KEGIATAN
II.1 TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti kegiatan skllls lab pada blok Resusitasi Jantung Paru Otak, diharapkan
mahasiswa terampil dalam melakukan tindakan pertolongan pada pasien henti jantung dan
henti nafas baik perseorangan maupun sebagai suatu team. Mahasiswa juga diharapkan
mampu berkomunikasi dengan yang lain dalam memberikan pertolongan sehingga tercapai
hasil yang lebih maksimal
34
IV. PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.I. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh instruktur yang ditunjuk oleh koordinator
3. Pelaksanaan kegiatan
a. Instruktur melakukan demonstrasi selama 10 menit dan mahasiswa memperhatikan
dan diberikan kesempatan untuk bertanya
b. Mahasiswa melakukan tindakan RJPO terdiri dari 1 orang , atau 2 orang yang
melakukan resusitasi dan yang lain sebagai pemerhati. Kegiatan ini dibimbing oleh
instruktur yang sudah ditunjuk
c. Seiap mahasiswa harus diberi kesempatan untuk dapat melakukan RJPO
4. Waktu pelaksanaan
Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit
5. Tempat pelaksaan Ruang Skills Lab FK USU
V. RUJUKAN
1. Algorithm untuk cardiac arrest pada puleless cardiac arrest oleh karena VF, VT, PEA
dan Asystole (AHA Guidelines for CPR 2010)
2. ERC Guidelines for Resuscitation2010
No Langkah PENGAMATAN
Ya Tidak
1. Menentukan pasien sadar atau tidak, tidak bernafas
atau gasping jika pasien tidak sadar segera meminta
bantuan.
35
lift atau jaw thrust), dilanjutkan dengan
melakukan pemberian bantuan nafas 2 kali
(dengan maupun tanpa alat) berurutan disela
satu periode ekspirasi. Kemudiandilanjutkan
dengan kompressi jantung luar seperti punt.4
(kompressi jantung luar dan pemberian nafas
dilakukan dengan perbandingan 30:2 selama 2
menit ( 5 siklus )
36
SL. EM. VI. 6
KETERAMPILAN KLINIK
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA
I. PENDAHULUAN
Asfiksia neonatus adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir.
1. Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari
a. Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
b. Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
2. Bila bayi tidak bernapas lakukan Ventilasi Tekanan Positip (VTP) dengan memakai
balon dan sungkup dengan kecepatan 20-30 kali selama 30 detik
37
4. Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
- Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi
dada
- Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan
5. Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi (dilakukan oleh
tenaga yang sudah trampil)
38
LAHIR
30 detik
Ya
- Cukup bulan?
- Amnion jernih? Perawatan Rutin :
- Bernapas/ menangis?
- Tonus otot baik?
Tidak
- Berikan kehangatan
- Posisikan; bersihkan/
buka jalan napas (kalau
perlu)*
- Keringkan, stimulasi,
reposisi
Bernapas
30 detik
Tidak
- Evaluasi apasTida
pernapasan, FJ, k Perawatan Observasi
dan warna kulit FJ > 100 &
kemerahan
Sianosis ke
Apnu/
FJ < 100 Beri oksigen
Ventilasi efektif
Ventilasi
efektif
efektif Perawatan Pasca
Berikan Ventilasi
30 detik
FJ < 60 FJ > 60
- Berikan Ventilasi Tekanan Positip*
- Lakukan Kompresi Dada*
FJ < 60
Berikan Epinefrin*
39
II. TUJUAN KEGIATAN
Mahasiswa mampu melakukan setiap langkah resusitasi bayi baru lahir yaitu:
Penilaian sebelum bayi lahir
Langkah awal resusitasi
Ventilasi tekanan positif
Kompresi dada
Penilaian setelah resusitasi
40
3. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester VI.
4. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3
VI. RUJUKAN
41
VII. LEMBAR PENGAMATAN PERAWATAN DAN PENANGANAN
NEONATUSDAN BAYI ASFIKSIA
LANGKAH/TUGAS Pengamatan
PERSIAPAN ALAT RESUSITASI Ya Tidak
1. Semua alat resusitasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dalam
keadaan keadaan steril yang terdiri dari oksigen, sarung tangan
steril, kain bedong bayi 3 lembar, pengisap lendir (pengisap
lendir de Lee/bulb syringe), balon resusitasi dan sungkup untuk
bayi
2. Meja resusitasi telah dialasi dengan 2 helai kain yang bersih
dan kering
3. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir,
memakai sarung tangan steril
PERSIAPAN BAYI
4. Memotong tali pusat segera setelah bayi lahir
5. Menerima bayi dengan kain yang kering dan hangat dan
meletakkannya pada tempat resusitasi yang sudah disiapkan.
6. Posisi penolong berada pada kepala bayi
MENILAI DAN MENJAWAB 4 PERTANYAAN
39
12. Melakukan rangsangan taktil pada telapak kaki atau gosok
naik turun pada punggung bayi dengan telapak tangan anda.
40
28. Tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada, yang terletak
antara tulang dada sifoid dan garis khayal yang
menghubungkan kedua puting susu.
29. Lakukan kompresi dada disertai dengan VTP
30. Orang yang melakukan kompresi harus mengambil alih tugas
menghitung: “satu- dua-tiga-Pompa” (tiga kompresi + satu
ventilasi)
31. Lakukan selama 30 detik
32. Bila frekuensi denyut jantung mencapai 60 kali/menit atau
lebih, tindakan kompresi dada dihentikan.
33. Lanjutkan VTP sampai > 100 x per menit dan bayi bernapas
spontan
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN
34. Melakukan pemantauan terhadap bayi pasca resusitasi
35. Melakukan pencatatan dan pelaporan
41
SL. EM. VI. 7
KETERAMPILAN KLINIK
RESUSITASI
I. PENDAHULUAN
Resusitasi adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi tubuh kepada keadaan
fisiologis. Kehilangan cairan dapat berupa kehilangan yang normal (keringat,
penguapan, urine ) atau kehilangan yang patologis. Kehilangan cairan yang patologis
bisa disebabkan oleh karena perdarahan atau non perdarahan (dehidrasi). Resusitasi
cairan adalah tindakan mengganti kehilangan cairan tubuh yang hilang oleh sebab
patologis kembali menjadi normal.
42
Tabel Persentase Total Body Water
Pria Wanita
Kurus 65% 55%
Sedang 60% 50%
Gemuk 55% 45%
DERAJAT DEHIDRASI
Penggantian Cairan :
43
Dehidrasi tahap cepat
o untuk mengembalikan fungsi hemodinamik menuju normal
o ditandai dengan membaiknya fungsi hemodinamik ( MAP , HR, perfusi
perifer), membaiknya perfusi organ (urine mulai keluar, jernih)
Kebutuhan normal untuk rumatan
Dalam keadaan tidak ada masukan melalui oral, maka defisit cairan dan elektrolit dengan
segera dapat terjadi sebagai akibat produksi urine, sekresi gastrointestinal, keringat dan
insesible waterlossdari kulit dan paru. Kebutuhan normal untuk rumatan dapat dilihat dari
table di bawah ini
Berat Badan Jumlah Cairan
0-10 kg 4 mL / kg/jam
CAIRAN PENGGANTI
44
Pulse-Pressure N or increased Decreased Decreased Decreased
Konsensus :
o Kristaloid 3:1
TRANSFUSI DARAH
Mengikuti RULE-of 5
45
PENGHANGATAN CAIRAN :
46
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
47
V. RUJUKAN
Setelah dilakukan rewsusitasi ,keadaan pasien saat ini nafas berkurang sesaknya
24x/menit, TD : 110/70 mmhg, Nadi 106x / menit, urine sudah mulai keluar 40 cc, mulai
jernih.
Setengah jam kemudian pasien tampak sesak kembali, tekanan darah turun 90/70, Nadi
120 x /menit, pasien tampak pucat, sklera tampak udem. Hb diukur 5 gr %.
Pasien didiagnosa mengalami trauma tumpul abdomen dengan shock hipovolemik ec
internal bleeding (spleen-rupture ?)
Lakukanlah resusitasi cairan yang sesuai dengan kasus di atas !
48
Oksigen nasal
Kateter urine
Setelah ½ jam berikutnya keadaan menurun kembali :
1. Panggil segera ahli bedah dan tim OK untuk segera operasi cito.
2. Berikan transfusi Whole Blood dengan target Hb 9 gr%
= 60 x 5 x (9-5) = 1200 mL WB
Bila ingin memberi PRC beri 600 mL PRC
3. Darah perlu dihangatkan sampai dengan 39 0 C
Dihangatkan agar supaya :
- tetesan lancar
- kurva oksigen disosiasi bergeser ke kanan ( oksigen mudah dilepas oleh Hb)
- pumping jantung kuat
- tidak terjadi hypothermia
Kasus 2 :
Seorang wanita, umur 26 thn, BB 50 kg, datang ke unit gawat darurat dengan keluhan
muntah dan mencret.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai : bila diberi rangsang nyeri dengan menekan nail bed,
mata terbuka lalu tertutup kembali; dari bangun lalu tidur kembali.
TD 85/- mmHg (dari palpasi); nadi 138x/menit, halus; ujung jari dingin, warna pucat dan
kebiruan, mata cekung. Katerter terpasang, urine 5 cc dengan warna pekat.
Pasien didiagnosa mengalami muntah mencret dengan dehidrasi berat.
49
Oksigen nasal
Pemasangan kateter urine
Persiapan cairan Kristaloid RL yang dihangatkan
- Tata cara resusitasi cairan
Infus RL hangat : 20 ml/kg BB 1000 ml
Dihabiskan dalam waktu setengah s/d 1 jam (guyur)
Dinilai status pasien ini, kalau masih belum membaik, berikan 20 ml/kg BB (1000
ml) ke II dalam waktu setengah jam
Nilai kembali TD saat ini : 105/70 mm/Hg, HR : 100 x/menit, nadi teraba, volume
sudah mulai membaik.
Urine keluar 35 ml,mulai jernih
Tindakan berikutnya sisa deficit cairan 5000 ml – 2000 ml = 3000 ml.
Cairan Rumatan dengan BB = 50 kg = (10 X 4) +(10x2)+ (30X1) = 90 ml/jam
Maka tetesan lambat 8 jam pertama (50% x 3000 ml + (90 ml x 8 ) = 2220 ml →
dihabiskan dalam 8 jam
16 jam berikutnya : 1500 ml + (90 ml x 16 ) = 2940 ml habiskan dalam 16 jam
berikutnya.
NB. 1cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro
Sementara lakukan pemantauan, hemodinamik, perfusi perifer, produksi urine,
temperatur tubuh.
PENGAMATAN
No. LANGKAH / TUGAS YA TIDAK
1. Menilai parameter parameter :
- Menentukan TD
- Menentukan HR
- Menentukan pulse pressure
- Menentukan frekwensi pernafasan
- Menentukan produksi urin
- Turgor kulit
- Menentukan kesadaran
50
2. Persiapan untuk melakukan tindakan :
Infus set (jarum besar, 16 G atau 18 G ) 2 set.
Penghangat cairan
Penghangat tubuh
Oksigen nasal
Kateter urine
Persiapan cairan Kristaloid RL
3. Menentukan derajat perdarahan atau dehidrasi sesuai
data pada point 1. (lihat tabel)
4. Melakukan perhitungan kehilangan darah atau dehidrasi
cairan berdasarkan klassifikasi (tabel).
5. Mengenal jenis cairan pengganti perdarahan (kristaloid,
koloid, darah atau komponen darah) dan pengganti
cairan untuk rehidrasi pada kasus dehidrasi
6. Melakukan penggantian perdarahan/ dehidrasi, sesuai
dengan petunjuk diatas. ( kerjakan sesuai dengan kasus)
7. Pemantauan pasca resusitasi / rehidrasi sesuai dengan
tabel (klassifikasi perdarahan/dehidrasi)
51
SL. EM. VI. 8
KETERAMPILAN KLINIK
RESUSITASI JANTUNG PARU ANAK
I. PENDAHULUAN
Henti jantung pernapasan terjadi akibat hipoksia dan asidosis jaringan yang progresif,
disebabkan kegagalan pernapasan dan/atau disertai renjatan. Berbagai kondisi klinis pada anak
dapat menyebabkan henti jantung pernapasan dan/atau renjatan seperti antara lain ruda paksa,
SIDS, distres pernapasan dan sepsis.
Accidents
SIDS
Respiratory distress
Sepsis
Cardiopulmonary arrest
Pada henti jantung-pernapasan dilakukan tindakan resusitasi jantung paru (RJP). Tindakan ini
adalah bagian dari dukungan hidup dasar pediatric (pediatric basic life support atau PBLS).
Upaya komunitas untuk mempertahankan dan memelihara kualitas kehidupan anak, oleh AHA
digambarkan sebagai 5 rantai hidup anak (The 5 links pediatric chain of survival), yakni
pencegahan, resusitasi jantung paru (RJP) dini, akses langsung ke sistim emergensi respon
(Emergency response system), dukungan hidup lanjut pediatrik (pediatric advanced life support
atau PALS) secepatnya , diikuti perawatan pasca henti jantung. Pediatric basic life support
(PBLS) membentuk 3 rantai pertama dari 5 rantai hidup tersebut.
Pediatric Basic life support (PBLS) adalah pendekatan sistimatik yang meliputi penilaian
inisial pada pasien, mengaktifasi pelayanan emergensi medik (emergency medical services)
dan memulai RJP termasuk defibrilasi. Komponen kunci RJP yang efektif adalah ventilasi dan
kompresi dada yang adekuat. PBLS dapat dilakukan oleh orang awam dan tenaga kesehatan.
Sebelum melakukan RJP, pastikan lingkungan sekeliling tempat kejadian aman untuk penolong
dan korban. Selanjutnya aktifasi pelayanan emergensi medik (EMS) serta mengusahakan
defibrilator ekternal otomatik (automated external defibrillator atau AED)(Gambar-2).
52
Gambar-2 Welch Allyn AED-10 (Automated External Defibrillator)
Untuk aktifasi pelayanan emergensi medik, bila ada dua atau lebih penolong maka salah satu
segera menghubungi EMS dan mengusahakan defibrilator. Penolong yang lain segera
melakukan RJP.
Bila penolong hanya sendiri dan kejadian henti jantung disaksikan, maka tindakan adalah
segera menghubungi EMS dan mengusahakan defibrilator, baru kemudian melakukan RJP.
Bila kejadian henti jantung tidak disaksikan maka mulai RJP lebih dulu selama dua menit
kemudian menghubungi EMS serta mengusahakan defibrilator.
Urutan RJP
Cek pols tidak lebih dari 10 detik di arteri brachial pada bayi atau
di arteri carotid/femoral pada anak. Bila pols tidak ada/tidak
teraba/<60 permenit, atau perfusi jelek (pucat, sianosis)-henti
jantung mengancam, segera mulai kompresi dada. Pols 60
permenit tetapi tidak bernapas: beri bantuan napas 12 to 20 kali
permenit tanpa kompresi sampai ada napas spontan.
Kompresi dada
53
Lokasi kompresi :
Cara kompresi :
Pada bayi dilakukan dengan dengan dua jari (jari tengah dan telunjuk) di lokasi kompresi bila
hanya ada satu penolong; gunakan kedua jari jempol bila ada dua penolong. Pada anak < 8
tahun dilakukan dengan tumit telapak tangan. Pada anak lebih 8 tahun dilakukan seperti
dewasa dengan kedua telapak tangan bertindihan (lihat gambar).
Teknik kompresi :
54
Bantuan pernapasan
Dilakukan dengan cara mouth-to-mouth, mouth-to-nose, atau dengan masker dan balon
resusitasi.
Jangan diberikan hiperventilasi karena dapat menyebabkan peninggian tekanan intratorasik,
dan menurunkan perfusi koroner serta perfusi otak. Setiap bantuan pernapasan diberikan
sekitar satu detik. Volume yang diberikan harus cukup yang dilihat dari naiknya dinding dada.
Anak dengan pols ≥60 kali permenit dan tidak bernapas diberi bantuan pernapasan setiap 3-5
detik (12-20 pernapasan permenit)
Bayi dan anak yang juga memerlukan kompresi dada diberikan dua kali bantuan pernapasan
setiap 30 kali kompresi dada apabila dilakukan oleh satu penolong . Bila ada dua penolong
diberikan dua kali bantuan pernapasan setiap 15 kali kompresi dada. Bayi dan anak yang sudah
diintubasi diberikan bantuan pernapasan 8-10 kali permenit tanpa harus diinterupsi oleh
kompresi dada.
EC clamp technique
RECOVERY POSITION
Recovery position dilakukan setelah ROSC terjadi
Urutan tindakan recovery position meliputi:
1. Menarik lengan ke atas
2. Menyilangkan lengan pasien yang berseberangan dengan penolong ke arah leher
3. Menekuk kaki yang berseberangan dengan penolong
4. Memiringkan pasien ke arah penolong
Dengan posisi recovery jalan nafas diharapkan dapat tetap bebas(secure airway) dan mencegah
aspirasi jika terjadi muntah
55
PEDIATRIC BLS ALGORITHM FOR HEALTHCARE PROVIDERS: 2010
GUIDELINES
56
II. TUJUAN
57
a. Instruktur melakukan demonstrasi selama 10 menit dan mahasiswa memperhatikan dan
diberikan kesempatan untuk bertanya
b. Mahasiswa melakukan tindakan RJPO terdiri dari 1 orang , atau 2 orang yang melakukan
resusitasi dan yang lain sebagai pemerhati. Kegiatan ini dibimbing oleh instruktur yang
sudah ditunjuk
c. Seiap mahasiswa harus diberi kesempatan untuk dapat melakukan RJPO
4. Waktu pelaksanaan
Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
5. Tempat pelaksaan Ruang Skills Lab FK USU
IV. RUJUKAN
1. Kumpulan materi Pelatihan Resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut (2012)-Advanced
Pediatric Resuscitation Provider Course
2. Part 13: Pediatric Basic Life Support. 2010 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care
LANGKAH/TUGAS Pengamatan
Ya Tidak
1. Menilai status kesadaran pasien secara cepat dengan cara
memanggil nama sambil menepuk bahu
2. Jika pasien tidak ada respon atau tidak sadar dan tidak
bernapas atau gasping, segera panggil bantuan
3. Raba pulsasi nadi
Dilakukan kurang dari 10 detik, pada arteri karotis pada anak
Jika <60x/menit dilakukan kompresi jantung luar
4. Menentukan titik kompresi pada setengah bagian bawah
sternum dengan satu atau kedua telapak tangan tapi tidak
menekan prosesus xyphoid ataupun sela iga
5. Melakukan kompresi dada dengan baik, yaitu :
- Push hard : kedalaman kompresi berkisar 1/3 – ½
diameter anteroposterior dada
- Push fast kecepatan kompresi 100 kali/menit
- Release completely : lepaskan tekanan hingga dada dapat
mengembang penuh
- Minimalisasi interupsi pada saat melakukan kompresi
dada
6. Buka jalan napas dan berikan ventilasi/napas buatan
Buka jalan napas :
Posisi penolong berada di sebelah kanan pasien, dengan kaki
kiri sejajar dengan bahu pasien
58
- Head tilt-chin lift : letakkan satu tangan pada dahi, tekan
perlahan ke posterior sehingga kemiringan kepala pada
posisi normal atau sedikit ekstensi. Letakkan jari tangan
lain pada tulang rahang bawah tepat di ujung dagu dan
dorong keluar atas, sambil mempertahankan tangan lain
yang sebelumnya pada dahi
- Jaw thrust (jika curiga trauma servikal) : posisi
penolong di sisi atau di atas kepala pasien, letakkan 2- 3
jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut
posterior bawah kemudian angkat dan dorong keluar
59
SL. EM. VI. 9
TRANSPORTASI PASIEN DAN PEMASANGAN COLLAR BRACE (CB)
I. PENDAHULUAN
Keputusan untuk merujuk pasien didasarkan pada kebutuhan pasien untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan tempat pelayanan yang diperoleh pada
sarana pelayanan kesehatan sebelumnya. Pelayanan yang lebih baik dimaksudkan bisa berupa
prosedur diagnostik dan atau pelayanan spesialistik. .
Selama transportasi, pasien berada dalam risiko morbiditas dan mortalitas yang
meningkat. Risiko ini bisa dikurangi dan diperoleh hasil akhir yang lebih baik bila
dilaksanakan dengan perencanaan yang baik.
Perencanaan tersebut berupa, penentuan personel yang tepat dan qualified, pemilihan dan
tersedianya peralatan serta obat-obatan yang tepat dan lengkap. Selama dalam proses rujukan
pasien,baik personel maupun peralatan merupakan kesatuan yang utuh dan tidak bisa
dipisahkan, dalam pengertian bila terjadi keadaan yang akut maka dengan monitoring yang ada
segera diketahui dan dengan segera pula diberikan tindakan yang tepat untuk mengatasi
keadaan akut tersebut.
Keputusan untuk merujuk seorang pasien merupakan tanggung jawab dari dokter
pengirim sebelumnya. Begitu keputusan merujuk telah dibuat, maka sebaiknya pelaksanaan
rujukan harus sesegera mungkin. Kalau dibutuhkan tindakan resusitasi dan stabilisasi dapat
dimulai sebelum proses transportasi dan kemudian stabilisasi yang sempurna dicapai pada
rumah sakit yang dituju dengan fasilitas yang lebih baik.
II.TUJUAN KEGIATAN
Dengan mengikuti skills lab ini, diharapkan mahasiswa dapat melakukan proses rujukan
dan transportasi pasien dengan benar
60
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Setiap unit pelayanan harus mempunyai Standart Operating Prosedur sistem rujukan tertulis
yang berisi :
Koordinasi dan komunikasi sebelum transportasi dilakukan :
Komunikasi antar dokter dan/atau antar perawat mengenai kondisi pasien dan terapi
diberikan sebelum dan pada saat tranportasi dilakukan.
Konfirmasi sebelum transportasi bahwa area yang dituju telah siap untuk menerima
pasien dan langsung memulai prosedur atau tes yang akan dilakukan segera pasien
sampai
61
Menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga tentang resiko selama transportasi dan
meminta Informed Consent tentang resiko dalam perjalanan
Merujuk pasien antar rumah sakit sebaiknya dilakukan jika keuntungan yang didapat
pasien melebihi risiko selam transportasi. Jika seorang pasien membutuhkan pelayanan diluar
kapasitas rumah sakit yang bersangkutan, pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain yang
memiliki fasilitas yang dibutuhkan. Keputusan untuk merujuk pasien merupakan tanggung
jawab dokter yang bertugas di rumah sakit yang merujuk. Saat keputusan untuk merujuk telah
dibuat maka harus dilaksanakan sesegera mungkin. Selama transportasi tersebut diusahakn
tidak memperburuk kondisi pasien. Resusitasi dan stabilisasi harus dimulai di rumah sakit yang
merujuk.
Peraturan Undang Undangdalam praktek kedokteran membutuhkan informed consent
dari pasien yang kompeten atau pihak yang mewakili pada pasien yang tidak kompeten
sebelum transportasi antar rumah sakit dimulai.
62
IV.2. SARANA DAN ALAT
Peralatan yang dibutuhkan dan koordinasi harus dilakukan sebelum suatu rencana
rujukan antar rumah sakit dilakukan :
Koordinasi dan komunikasi sebelum transport :
Dokter yang merujuk harus menghubungi dokter yang menerima untuk menjelaskan
kondisi pasien dan tindakan yang dibutuhkan di rumah sakit rujukan, serta meminta
pendapat dan saran mengenai stabilisasi dan transportasi. Dokter yang bertugas di
rumah sakit rujukan harus menerima pasien dan mengkonfirmasi bahwa sumber daya
yang sesuai tersedia di rumah sakit rujukan tersebut.
System transportasi yang digunakan ditentukan oleh dokter yang merujuk setelah
konsultasi dengan dokter yang menerima, berdasarkan waktu, cuaca, intervensi medis
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup selama transportasi, dan ketersediaan
personil dan sumber daya.
Jasa transportasi harus dihubungi untuk konfirmasi ketersediannya, memberi informasi
tentang status pasien dan mengantisipasi kebutuhan medus selama transportasi, dan
mengkoordinasi waktu transfer.
Peralatan dan obat yang dibutuhkan sesuai keadaan pasien
Salinan rekam medis termasuk resume saat pasien keluar dan semua penunjang
diagnostik harus diberikan pada pasien. Hal ini tidak boleh memperlambat transportasi
pasien.
63
Monitor multifungsi dan defibrilator
Peralatan terapi intravena termasuk kanula, cairan, jarum dan alat suntik, dan peralatan
untuk pengaturan infus intravena berkelanjutan
Obat-obatan dan alat untuk resusitasi jantung tahap lanjut, manajemen gangguan
fisiologis akut dan kebutuhan spesifik pasien.
Alat-alat komunikasi
Monitor selama transportasi
Pengamatan
Langkah/Tugas Ya Tidak
1. Mempersiapkan diri dan alat
Alat- alat emergency
Obat-obat emergency
2. Transport dalam rumah sakit
Komunikasi antar dokter dan/atau antar perawat rumah sakit
Konfirmasi sebelum transportasi bahwa area (ruangan) yang
dituju telah siap untuk menerima pasien.
Pemberitahuan dokter yang bertanggungjawab untuk
mendampingi pasien selama transportasi
Monitoring dan pencatatan keadaan pasien selama transportasi
dalam rekam medis
Personil yang menemani pasien : perawat ICU, personil
tambahan, dokter (bila kondisi pasien tdk stabil)
Monitor, defibrilator, alat bantu nafas, oksigen, obat obat
emergensi dan resusitasi serta cairan.
Pengganti untuk ventilasi mekanik (AMBU)
.
3. Transport antar Rumah sakit
Koordinasi dan komunikasi sebelum transport antar dokter
atau perawat kedua rumah sakit.
Sistem transportasi yang digunakan harus ditentukan oleh
dokter yang merujuk setelah konsultasi dengan dokter yang
akan menerima.
Jasa transportasi harus dihubungi untuk konfirrmasi
ketersediannya.
Salinan rekam medis diberikan pada pasien.
64
KETERAMPILAN KLINIK
B. PEMASANGAN COLLAR BRACE
I. PENDAHULUAN
Pemasangan collar brace dilakukan untuk menjaga vertebra servikalis pada posisi
netral, dapat juga untuk terapi pada whiplash (salah urat leher karena kepala tersentak) atau
cedera lain yang mengenai tulang leher.
Tujuan agar penyembuhan dapat berjalan dengan baik, mencegah cedera lebih lanjut
yang lebih parah pada tulang leher.
1. Collar brace yang sesuai jenis cedera pasien (rigid collar brace)
2. Collar brace yang sesuai dengan ukuran leher pasien
D. PEMASANGAN ALAT
1. Instruktur dibantu oleh satu orang untuk memegang kepala pasien agar terfiksasi kuat.
2. Instruktur melakukan pemasangan collar brace
3. Instruktur memastikan bahwa collar brace telah terpasang dengan baik.
Setelah mahasiswa mengikuti skills lab ini diharapkan dapat melakukan pemasangan
collar brace dengan baik dan benar.
65
II.2. TUJUAN KHUSUS
III.RUJUKAN
1. ATLS
Peter Safar, Cardiopulmonary Cerebral Resuscitation. 3 rd ed.,W.B. Saunders, 1988.
LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
1. Melakukan persiapan proteksi diri
- Mencuci tangan dengan sabun
- Memasang sarung tangan
2. Melakukan persiapan alat
Menyiapkan Collar brace yang sesuai dengan jenis cedera
pasien (rigid collar brace) yang sesuai dengan ukuran leher
pasien
3. Melakukan persiapan pasien
- Membaringkan pasien pada posisi supine
pada alas yang datar.
- Memposisikan pasien pada posisi netral
dimana kepala sejajar dengan tubuh pada posisi berbaring
dengan tangan menghadap ke atas.
4. Melakukan tindakan pemasangan collar brace
- memegang kepala pasien dengan dibantuoleh seorang asisten
agar terfiksasi dengan benar dan kuat.
- Melakukan pemasangan collar brace
- Memastikan bahwa collar brace telah
terpasang dengan baik.
66
SL. EM. VI. 10
KETERAMPILAN KLINIK
RESUSITASI CAIRAN PEDIATRIK
I. PENDAHULUAN
Terapi cairan adalah pemberian bolus cairan secepat mungkin melalui akses intravena
(IV) atau intraoseus (IO). Tujuan dari terapi cairan adalah untuk meyelamatkan otak dari
gangguan hipoksik-iskemik, melalui : peningkatan preload dan curah jantung untuk
mengembalikan volum sirkulasi efektif pada syok hipovolemik, mengembalikan oxygen-
carrying capacity pada syok hemorhagik dan mengoreksi gangguan metabolik.
Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan kroistaloid dan cairan koloid. Cairan
mengandung dekstrosa tidak diberikan secara bolus karena hiperglikemia dapat
menyebabkan diuresis osmotik atau memperburuk hipokalemia dan cedera otak iskemik.
II. TUJUAN
IV. RUJUKAN
1. Kumpulan materi Pelatihan Resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut (2009)
2. Pediatric Emergency Medicine (Zimmerman, 2006)
67
V. SARANA DAN ALAT YANG DIPERLUKAN
1. Meja 1 buah + alat tulis, kertas checklist
2. Jenis-jenis cairan kristaloid :
- Ringer Laktat
- Normal saline 0,9%
- Ringer asetat
3. Jenis-jenis cairan kolloid :
- WBC
- Albumin 5%
- FFP
- HES 6% dan 10%
- Dextran 40
- Dextran 60
- Gelatin
4. Infus set mikro /makro
1. Kristaloid
Cairan kristaloid isotonik seperti Ringer Laktat (RL), garam fisiologis (NS), dan Ringer
asetat (RA) banyak tersedia, harganya murah, tidak menimbulkan reaksi alergi, efektif
mengisi ruang interstisial dan mengkoreksi defisit sodium, sehingga dipilih sebagai lini
pertama dalam resusitasi cairan pada keadaan shock. Namun hanya sebentar berada di
dalam ruang intravaskular, dalam beberapa menit hanya seperempat bagian yang masih
berada di ruang intravascular. Untuk mengembalikan volume intravaskular diperlukan
jumlah cairan kristaloid yang besarnya 4-5 kali defisit, sehingga dapat terjadi edema
paru.
2. Koloid
Cairan koloid lebih lama berada di ruang intravaskular dibandingkan kristaloid. Darah
dan cairan koloid seperti albumin 5%, FFP, dan koloid sintetik seperti hetastarch 6%
dan 10%, dextran 40, dextran 60, dan gelatin lebih efisien mengisi ruang intravaskular
dibandingkan kristaloid, namun lebih mahal dapat menyebabkan reaksi sensitifitas dan
komplikasi lain
Darah, FFP dan komponen darah diberikan setelah bolus kristaloid diberikan dua kali
atau sekitar 40 mL/KgBB, untuk mengganti kehilangan darah akibat trauma atau
sebagai terapi paliatif koagulopati.
68
VII. RESUSITASI CAIRAN
Child in Shock
1. Adequate 2. Crystalloid
oxygenation & 20 mL/KgBW
ventilation in 5 minutes
No improvement
improvement
No
improvement 2. Crystalloid
20 mL/KgBW
in 5 minutes
Urinary catheter
- Increase MABP
- Normalization HR
- Improved perfusion
- UOP >1 mL/KgBW
Establish CVP
Establish etiology,
observation
CVP < 10 mmHg CVP > 10 mmHg
Colloid infusion
untill CVP 10 Discontinue fluid resuscitation
mmHg
69
VIII. LEMBAR PENGAMATAN RESUSITASI CAIRAN
Pengamatan
LANGKAH/TUGAS
Ya Tidak
1. Menilai keadaan syok
- Kesadaran : respon terhadap nyeri,
- Frekuensi Napas : 70 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : tidak teraba
- Tekanan darah : tidak terukur
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan
pada ujung kuku kemudian dilepaskan : > 3 detik
- Jumlah urin : tidak ada
2. Mempersiapkan alat dan cairan resusitasi
a. Kristaloid : Ringer Lactate, NaCl 0,9%
b. Koloid : HES 6%, dextran 40, dan gelatin
c. IV line : abbocath no. 22 / 24, infuse set mikro/makro
3. Penanganan awal pasien
a. Airway : head tilt-chin lift
b. Breathing : Berikan oksigenasi & ventilasi adekuat
:pemberian oksigen dengan nasal kanul
c. Circulation : pasang IV line
4. Menghitung cairan resusitasi awal dengan kristaloid yaitu
ringer laktat
pada 5 menit pertama : 20 cc/kgBB yaitu sebanyak 200cc
5. Menilai perbaikan klinis pasca resusitasi dengan cairan
kristaloid pada 5 menit pertama
- Kesadaran :tidak respon terhadap nyeri
- Frekuensi Napas : 64 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : teraba 158
kali/menit, namun masih halus
- Tekanan darah : 80/60 mmHg
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan
pada ujung kuku kemudian dilepaskan : > 3 detik
- Jumlah urin : 3 cc (kesan < 1cc/kg/jam)
71
SL. EM. VI. 11
KETERAMPILAN KLINIK
ANAFILAKTIK SHOCK DAN CRICOTYRODOTOMY
A.ANAFILAKTIK SHOCK
I. PENDAHULUAN
DEFINISI
Anaphylaxis adalah reaksi hipersensitivitas akut sistemik yang sifatnya menyeluruh yang
mengancam jiwa. Istilah anaphylaxissebaiknya digunakan bila terjadi mekanisme imunologis
seperti IgE, IgG dan sistem komplemen. Keluarnya mediator dari sel plasma menyebabkan
kontraksi otot polos, vasodilatasi, meningkatnya permeabilitas vaskular, dan aktivasi sistem
vagal.
Diagnosa bisa ditegakkan dengan dijumpai adanya reaksi antigen-antibodipada pasien, bisa
juga dijumpai tanda – tanda gastrointestinal.
Masalah pada jalan nafas :
Edema pada jalan nafas (pharyngeal/laryngeal edema). Pasien merasa sulit bernafas dan
menelan dan merasakan tenggorokannya menutup.
Suara parau
Stridor
Masalah pernafasan :
Laju nafas meningkat
Wheezing
Cyanosis
Pasien kelelahan
Respiratory arrest
Masalah sirkulasi :
Tanda – tanda shock
Takikardi
Hipotensi
Hipoperfusi (dingin, pucat dan basah)
Penurunan kesadaran
Cardiac arrest
72
73
II. TUJUAN KEGIATAN
II. 1. TUJUAN UMUM
Setelah mahasiswa mengikuti skill lab ini diharapkan dapat menangani penderita dengan
anaphylaxis dengan benar dan mengetahui tanda – tanda pasien yang memerlukan tindakan tersebut.
IV. RUJUKAN
- Manikin
- Adrenalin
- Hydrocortisone
- Chlorpenamine
- Spuit
- Infus Set
- I V cateter
- Cairan Kristalloid (RL, NaCl 0,9 %)
- Goedel
- Ambu bag
- Sphigmomanometer
- Pulse Oxymetri
- Stetoscope
- Bantal
75
VI. LEMBAR PENGAMATAN
76
KETERAMPILAN KLINIK
B. CRICOTYRODOTOMY
Ronald Sitohang, Soejat Harto
I. PENDAHULUAN
Airway (jalan nafas) merupakan faktor yang paling penting dalam mempertahankan
kelangsungan hidup individu, sehingga didudukkan pada tempat dan prioritas pertama dalam
Sistem ABCD. Gangguan pada airway akan mengakibatkan penurunan pasokan oksigen ke
jaringan (hypoksia) untuk kemudian sampai ke tingkat sel. Hypoksia seluler pertama-tama
akan mengakibatkan pembengkakan retikulum endoplasmik, destruksi mitokondria dan
pecahnya lisosom. Natrium dan air kemudian memasuki sel hingga sel membengkak dan
berakhir dengan kematian sel. Oleh karena itu kelancaran jalan nafas senantiasa harus
diupayakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Sumbatan jalan nafas bagian atas lebih sering disebabkan oleh trauma seperti cedera
pada maksilofasial, leher, laring serta perdarahan orofaringeal yang hebat. Di samping itu
trauma inhalasi dengan oedema glottis dan korpus alienum dapat pula menyebabkan sumbatan.
Kegagalan pemasangan endotrakeal tube (ETT) merupakan salah satu indikasi untuk
cricothyroidotomy.
Untuk memelihara kelancaran jalan nafas (airway maintenance) dapat dilakukan
tindakan (1) Non-definitive dan (2) Definitive. Non-definitive airway ada 2 jenis yaitu (1)
Tanpa Alat seperti Head Tilt, Chin Lift dan Jaw Thrust dan (2) Dengan Alat seperti
Orofaringeal Tube, Nasofaringeal Tube dan Face Mask. Definitive airway terdiri dari (1)
Endotrakeal Tube(ETT) berupa Orotrakeal Tube dan Nasotrakeal Tube serta (2) Surgical
Airway yaitu Cricothyroidotomy (Needle dan Surgical) dan Trakeostomy.
Needle Cricothyroidotomy adalah tindakan yang dilakukan untuk menghubungkan
trakea dengan dunia luar melalui pencucukan dengan jarum (IV Catheter 14 G) pada
cricothyroid membrane, yakni membrane yang terletak di antara thyroid cartilage dan cricoid
cartilage yang dapat diraba berupa lekukan ke dalam di garis tengah leher atas. Melalui
hubungan ini dapat dimasukkan oksigen sebagai jalan alternatif sehubungan dengan
tersumbatnya saluran pernapasan proksimal dari membrane ini. Needle Cricothyroidotomy
bersifat sangat sederhana dan dapat dilakukan dalam waktu singkat meskipun cara ini hanya
dapat mempertahankan jalan nafas selama 30 – 45 menit untuk kemudian harus dilanjutkan
dengan tindakan Surgical Cricothyroidotomy yang memerlukan persiapan yang lebih rumit.
Pada Skills Lab ini akan diajarkan keterampilan melakukan tindakan Needle
Cricothyroidotomy pada penderita sumbatan jalan nafas bagian atas yang bersifat akut.
77
II. TUJUAN KEGIATAN
II. 1. TUJUAN UMUM
Dengan mengikuti kegiatan skills lab pada Blok Emergency Medicine ini mahasiswa
diharapkan dapat dan mampu menatalaksana sumbatan jalan nafas bagian atas yang bersifat
akut.
II. 2. TUJUAN KHUSUS
1) Mahasiswa mampu mempersiapkan alat-alat yang diperlukan.
2) Mahasiswa mampu melakukan tindakan Needle Cricothyroidotomy secara cepat, baik
dan benar.
3) Mahasiswa mampu melakukan teknik pemasokan oksigen secara jet insufflation
(ventilasi berkala).
III. RUJUKAN
1. ATLS for Doctors (ACS Committee on Trauma)
2. TRAUMA (David V. Feliciano)
3. Buku Ajar Ilmu Bedah (R. Syamsuhidayat & Wim de Jong)
IV. SARANA DAN ALAT YANG DIPERLUKAN
1) Alat-alat proteksi diri
2) Manekin
3) Tempat tidur pasien
4) IV Catheter No. 14 (14 G)
5) Kasa steril dan plaster
6) Spuit (semprit) 10 cc
7) Alkohol 70%, larutan Povidone Iodine dan Aquabidest
8) Selang infus yang sudah diberi satu lubang (Infus set)
9) Sumber oksigen dan selangnya
11) Tahan thyroid cartilage dengan jempol dan jari telunjuk tangan kiri agar tidak bergerak
sewaktu prosedur dilakukan.
12) Dengan tangan kanan tusukkan spuit yang telah dipersiapkan pada kulit di garis tengah
membrane ke arah kaudal dengan sudut + 45 derajat sambil menarik piston spuit
dengan tangan kiri sampai terhisap udara (tampak gelembung dalam spuit).
13) Lepaskan spuit dan tarik stylet IV Catheter ke kranial sambil mendorong kateter dengan
lembut ke kaudal.
Spuit bersama stilet ditarik ke kranial sambil mendorong kateter secara lembut ke kaudal
14) Sambungkan pipa oksigen ke pangkal IV Catheter dan fiksasi dengan plaster.
15) Lakukan ventilasi berkala (jet insufflation) dengan cara menutup lubang pada distal
selang infus dengan ibu jari selama 1 detik dan membukanya selama 4 detik. Hal ini
79
(buka tutup 1 : 4) dilakukan selama 30 – 45 menit menunggu persiapan untuk tindakan
surgical cricothyroidotomy.
80
SL. EM. VI. 12
KETERAMPILAN KLINIK
HEIMLICH MANEUVER
I. PENDAHULUAN
Tindakan Heimlich Maneuver ini dilakukan pada keadaan darurat dimana terjadi
Foreign Body Airway Obstruction. FBAO bisa menyebabkan kematian bila tidak
mendapatkan penanganan yang benar, sehingga tindakan ini harus dapat dilakukan oleh setiap
mahasiswa kedokteran. Bila terjadi obstruksi jalan nafas total selama 3 menit, maka gambaran
EEG (Electro Encephalo Graphy) menjadi flat (datar). Bila obstruksi selama 5 menit maka
akan terjadi kerusakan otak permanent. Sehingga tindakan Heimlich Maneuver ini wajib
dikuasai oleh mahasiswa calon dokter. Berbeda dengan kasus tersedak (choking) dalam
keadaan tanpa arrest, maka pada pasien yang choking dengan arrest penanganannya lharus
dilakukan tindakan dengan pijat jantung. Khusus kasus anak akan dibicarakan tersendiri.
FBAO
81
Langkah – langkah penatalaksanaan Heimlich maneuver :
Langkah pertama : minta korban untuk berdiri bila ia duduk.
tempatkan penolong sedikitdibelakang korban.
Langkah kedua: pastikan korban yang akan kita tolong mengerti apa yang akan kita lakukan
sehingga lebih membantu. Letakkan kedua lengan mengelilingi
pinggang korban.
Langkah ketiga : buatlah tekanan yang cukup kuat untuk mengeluarkan benda asing. Buat
sekepal tinju tangan dengan satu tangan dan letakkan ibu jari ke arah
korban, sedikit diatas umbilikalis.
82
Langkah keempat : cengkeram kepalan tinju tersebut dengan tangan yang lain.
Langkah kelima: bersiap untuk menekan dengan kuat bagian abdomen. Tekanan yang anda
buat akan membuat menggerakkan udara keluar dari paru – paru
korban, membuat semacam gerakan batuk.
83
II. TUJUAN KEGIATAN
II. 1.TUJUAN UMUM
Setelah mahasiswa mengikuti skill lab ini diharapkan dapat melakukan heimlich
manuver dengan benar dan mengetahui tanda–tanda pasien yang memerlukan tindakan
tersebut.
IV. RUJUKAN
KETERAMPILAN KLINIK
I. PENDAHULUAN
Sumbatan benda asing pada jalan nafas dapat menimbulkan gejala ringan sampai berat. Bila
gejala ringan anak dapat batuk dan dapat mengeluarkan suara, sedang pada yang berat
biasanya sebaliknya. Untuk itu perlu dilakukan suatu tindakan yang cepat dan tepat untuk
mengatasi keadaan ini. Tindakan berupa back blows dan Heimlich maneuver.
Assess severity
85
- Jika ini gagal, balikkan badannya hingga wajahnya menghadap anda, lalu dengan dua jari anda,
tekan sebanyak lima kali di tulang dada bagian bawah, kurang lebih satu jari dari garis yang
- Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat
- Tekan perut ke arah atas sampai 5 kali dan benda terpental keluar.
- Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat
86
II. TUJUAN KEGIATAN
Setelah mahasiswa mengikuti skills lab ini diharapkan dapat melakukan back blows dan
Heimlich Maneuver dengan benar dan mengetahui tanda-tanda kegawatan akibat sumbatan
III. RUJUKAN
American Heart Association (AHA) guidelines for CPR and ECC of Pediatric &
87
IV. LEMBAR PENGAMATAN
LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
Back Blows
1. Baringkan bayi dengan wajah menghadap ke bawah dan jari-jari
tangan kanan anda menahannya di bahu dan leher bayi, dengan
lengan bawah kiri sebagai landasan
4. Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat
Ulangi sesering mungkin jika diperlukan
Heimlich Maneuver
4. Tekan perut ke arah atas sampai 5 kali dan benda terpental keluar
5. Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat
88