Anda di halaman 1dari 92

MODUL KETERAMPILAN KLINIK

BLOK “EMERGENCY MEDICINE ”

PENYUSUN :

Adril Arsyad Hakim


Emir Taris Pasaribu
Ronald Sitohang
Asrul
Soejat Harto
M. Rusda
Cut Aria Arina
M.Fidel Ganis Siregar
Hasanul Arifin
Maya Savira
Hidayat S
Yoan Carolina P
Achsanuddin Hanafie
Munar Lubis
Bugis Mardina

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

0
MODUL KETERAMPILAN KLINIK BLOK EMERGENCY MEDICINE

I. PENDAHULUAN

Sesuai dengan pemetaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi FK USU, kegiatan


keterampilan klinik untuk mahasiswa semester VI dilaksanakan pada blok Brain and Mind
System dan Emergency Medicine.
Salah satu keterampilan klinik yang menjadi kompetensi seorang dokter sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) adalah keterampilan klinik yang akan diajarkan
pada blok Emergency Medicine ini. Kepada mahasiswa semester 6 akan diajarkan 13 jenis
ketrampilan klinik pada blok Emergency Medicine ini. Keterampilan klinik yang akan
diajarkan pada mahasiswa adalah keterampilan untuk melakukan :

1. Aplikasi Sistem ABCDpada Primary Survey penderita trauma


2. Airway Management
3. Asuhan bayi baru lahir normal + APGAR Score
4. Glasgow Coma Scale (GCS)
5. Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
6. Perawatan dan penanganan neonatus dan asfiksia
7. Resusitasi Cairan Dewasa
8. Resusitasi Jantung paru pada anak
9. Transport pasien dan pemasangan Collar Brace (CB)
10. Resusitasi Cairan pada anak
11. Anafilaktik shock dan Cricothyroidotomi
12. Heimlich Maneuver pada bayi, anak dan dewasa

II. TUJUAN

II.1 TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti keterampilan klinik pada blok Emergency Medicine ini,mahasiswa


dapat terampil melakukan penilaian aplikasi system Primary Survey ABCD pada pasien
trauma, airway management, perawatan dan penanganan neonatus asfiksia, Glasgow Coma
Scale (GCS), Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO), resusitasi cairan pada anak dan dewasa,
asuhan bayi baru lahir normal dan APGAR Score, resusitasi jantung paru pada anak,
trasnportasi pasien dan pemasangan Collar Brace, Anafilaktik Shock dan Cricotyrotomy,
heimlich maneuver pada bayi, anak dan dewasa.

1
II.2. TUJUAN KHUSUS

2.1. Mahasiswa mampu melakukan aplikasi primeary survey ABCD pada pasien trauma
2.2. Mahasiswa mampu melakukan airway management
2.3. Mahasiswa mampu melakukan asuhan bayi baru lahir normal + APGAR Score
2.4. Mahasiswa mampu melakukan penilaian Glasgow Coma Scale(GCS)
2.5. Mahasiswa mampu melakukan resusitasi jantung paru otak I
2.6. Mahasiswa mampu melakukan perawatan dan penanganan neonatus asfiksia
2.7 Mahasiswa mampu melakukan resusitasi cairan pada orang dewasa
2.8. Mahasiswa mampu melakukan resusitasi jantung paru pada anak
2.9. Mahasiswa mampu melakukan resusitasi cairan pada anak
2.10. Mahasiswa mampu melakukan trasnportasi pasien dan pemasangan collar brace (CB)
2.11. Mahasiswa mampu melakukan penanganan anafilaktik shock dan cricotirodotomy
2.12. Mahasiswa mampu melakukanheimlich maneuver pada bayi, anak dan dewasa

2
SL. EM. VI. 1
KETERAMPILAN KLINIK
APLIKASISYSTEM ABCD PADAPRIMARY SURVEYPASIEN TRAUMA
Ronald sitohang
|

I. PENDAHULUAN

Primary Survey adalah tindakan penilaian pertama yang dilakukan secara cepat dan
sistematis pada penderita trauma berat. Penilaian ini dimaksudkan untuk dapat dengan segera
mengenal keadaan-keadaan yang mengancam nyawa (life threatening) dan sekaligus
mengatasi / meresusitasinya pada saat itu juga. Penilaian selalu berpedoman pada tanda-tanda
vital, jenis trauma dan mekanisme cedera. Untuk itu diperkenalkan sistem ABCD trauma yang
disusun berdasarkan urutan hal-hal yang paling mungkin menyebabkan kematian dalam waktu
yang lebih cepat sebagai berikut :

A : Airwaydengan proteksi servikal


B : Breathing dan ventilasi
C : Circulation dengan kontrol perdarahan
D : Disability : status neurologi
E : Exposure dengan pencegahan hipotermia

Di dalam pelaksanaannya, survey dan resusitasi dilaksanakan secara serentak


(simultan) tergantung pada jumlah tenaga medis yang tersedia. Misalnya, kontrol perdarahan
eksternal dapat dilakukan secara langsung tanpa harus menunggu survey sampai ke tahap C.
Urutan ABCDE ini hanya untuk memudahkan mengingat agar tidak ada hal yang terlupakan.

Pada skills lab ini diperlukan aplikasi secara holistik dan terintegrasi dari beberapa
keterampilan yang telah diajarkan pada skills lab sebelumnya seperti pencucian tangan,
pemasangan IV line, bandaging, spilinting, pemasangan kateter, air way management,
pemasangan kollar servikal, dll di samping beberapa keterampilan baru yang akan diajarkan
pada skills lab ini dalam satu kesatuan yang utuh.

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1 TUJUAN UMUM


Dengan mengikuti kegiatan skills lab pada Blok Emergensi Medicine ini
mahasiswa diharapkan dapat mengenal dan mampu menatalaksana keadaan gawat
darurat secara baik dan benar

II.2 TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu melakukan tindakan primary survey dan resusitasi pada
penderita trauma/ cedera berat dengan penerapan sistem ABCD

a. Mampu melakukan penilaian & penanganan gangguan airway


b. Mampu melakukan penilaian & penanganan gangguan breathing.
c. Mampu melakukan penilaian & penanganan gangguan circulation
d. Mampu melakukan penilaian disability
e. Mampu melakukan penilaian exposure

3
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas belajar mengajar Keterangan


(menit)
20 menit Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 Nara sumber
mahasiswa)
10 menit Narasumber mendemonstrasikan aplikasi Nara sumber
system ABCD pada primary survey pasien
trauma.
10 menit Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil Instruktur
(1 kelompok terdiri dari 9 mahasiswa). Tiap
kelompok kecil memiliki 1 instruktur.

Instruktur mendemonstrasikan aplikasi


system ABCD pada primary survey pasien
trauma

20 menit Coaching: mahasiswa melakukan secara Instruktur dan


bergantian (2-3 orang) tindakan sesuai kasus mahasiswa
dengan dibimbing oleh instruktur

90 menit Self practice : mahasiswa melakukan sendiri Instruktur dan


tindakan sesuai kasus secara bergantian, mahasiswa
sehingga total waktu yang dibutuhkan ± 90
menit (tergantung jumlah mahasiswa)

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


IV.1.PELAKSANAAN

1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok besar 45 mahasiswa dan kecil 9 orang.Kelompok


besar dipimpin nara sumber dan kelompok kecil dipimpin instruktur.
2. Cara pelaksanaan kegiatan:
Instruktur melakukan choacing selama 20 - 30 menit, beberapa mahasiswa melakukan
pemeriksaan simulasi dibimbing instruktur dan peserta lain dapat melakukan
pengamatan.
Menggunakan manikin
Ditunjuk seorang mahasiswa untuk melakukan airway management.
Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat.
Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan.
3. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester VI.
4. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3

V.SARANA DAN ALAT YANG DIPERLUKAN

1. Alat-alat proteksi diri ( sarung tangan, masker, topi, dll)


2. Manikin dan Skenario
3. Tempat tidur pasien
4. Orofaringeal Tube (Guedel/Mayo)

4
5. Nasofaringeal Tube
6. Infus set
7. IV Cath No. 18
8. Masker Oksigen (Face Mask)
9. Oksigen
10. Kain kassa
11. Plester 1 inchi
12. Suction / spuit 50 cc
13. Cairan Ringer lactated (RL)
14. Stetoskop
15. Tensimeter
16. Senter
17. Perban elastis 4 inchi
18. Kollar servikal

VI. RUJUKAN

1. ATLS for Doctors (ACS Committee on Trauma)


2. TRAUMA ( David V. Feliciano)
3. Buku Ajar Ilmu Bedah (R. Syamsuhidayat & Wim de Jong)

VII. APLIKASI SISTEM ABCD PADA PRIMARY SURVEY PASIEN TRAUMA

Skenario Pasien :
Laki-laki 25 tahun terjatuh dari ketinggian 4 meter (lantai 2) dengan posisi dada kanan
tertusuk besi pagar setentang ICR-IV. Paha kanan luka berdarah dengan tulang yang
menonjol keluar Kesadaran menurun, TD 60/40 mmHg, RR 40 x/menit, Nadi 110 x/menit.
(Data-data lainnya yang dianggap perlu dapat ditanyakan pada instruktur).

Data-data tambahan :
Ujung-ujung jari dingin dan pucat, Haemotoma (+) di daerah oksipitalis, Pupil anisokor
dengan refleks cahaya positif. Pada toraks kanan : Inspeksi : pernafasan tertinggal, luka
(+), Palpasi : stem fremitus menurun, Perkusi : hipersonor, Auskultasi : suara pernafasan
melemah. Respon terhadap verbal dan pain tidak ada

A : Airway dengan proteksi servikal

(Memerlukan bantuan seorang asisten)


1. Penilaian :
a. Menilai patensi jalan nafas (dapat mengeluarkan suara berarti jalan nafas
clear).
b. Mengenal tanda-tanda obstruksi jalan nafas : benda asing di mulut, fraktur
wajah, mandibula atau trakea.
2. Penanganan / Resusitasi :
a. Proteksi servikal dengan in- line immobilization / kollar servikal :
Cara in-line immobilization : asisten berdiri di arah puncak kepala penderita
sambil menjepit kepala penderita dengan kedua lengan bawahnya sedangkan
masing-masing tangan memegang bahu penderita dengan ibu jari mengarah
ke atas.
b. Pada penderita dengan gangguan kesadaran, jalan nafas
dipertahankan dengan : Chin lift /Jaw thrust
c. Benda asing dan cairan di mulut dikeluarkan dengan suction.
d. Melakukan pemasangan orofaringeal tube.
e.Mengalihkan In-line immobilization ke kollar servikal : penderita dalam
posisi in-line immobilization lalu ujung kollar servikal dimasukkan ke bawah
leher dari sisi kiri lalu kedua tangan asisten dipindahkan ke lateral kepala

5
kemudian kollar servikal dibelitkan hingga menopang dagu dan
dikancingkan.

B : Breathing dan Ventilasi


1. Penilaian :
a. Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi toraks
b. Mengenal Tension Pneumotoraks, Massive Haemotoraks dan Open
Pneumotoraks

Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi


1. Tension ICR flat Suara pernafasan ↓ Hipersonor Tidak dilakukan
Pneumotoraks
2. Massive ICR flat Suara pernafasan ↓ Beda Stem Fremitus↓
Haemotoraks
3.Open Pneumo toraks Normal Suara pernafasan ↓ Hipersonor Stem Fremitus↓

2. Penanganan / Resusitasi
a. Memberi oksigen dengan kecepatan 10-12 liter / menit
b.Tension Pneumotoraks : Needle Insertion (IV Cath No. 14) di ICR II- Linea
midclavicularis dilanjutkan dengan pemasangan Chest Tube (tidak termasuk dalam
kompetensi)

c.Massive Haemotoraksv:Pemasangan Chest Tube (tidak termasuk dalam kompetensi)


d. Open Pneumotorak : Luka ditutup dengan kain kasa yang
diplester pada tiga sisi ( flutter-type valveefect).

C. Circulation dengan Kontrol Perdarahan.


1. Penilaian :
a. Mengenal adanya perdarahan eksternal
b. Menilai status haemodinamik : tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi
2. Penanganan/ Resusitasi :
a. Bila ada perdarahan eksternal lakukan penekanan pada sumber perdarahan secara
manual atau dengan perban elastis.
b. Memasang 2(double) IV line untuk pemberian larutan Ringer Lactat hangat
sebanyak 2 L sesegera mungkin.
c. Memasang indwelling kateter untuk monitoring produksi urine bila tidak ada
kontraindikasi.

D : Disability : Status Neurologis

Penilaian :
a. Memeriksa diameter dan refleks cahaya pupil
b. Menilai tingkat kesadaran dengan metode AVPU
A :Alert
V : Respon to Verbal
P : Respon to Pain (dengan penekanan pada nail bed)
U : Unrespon
E : Exposure dengan pencegahan Hipotermia
Penilaian
a. Membuka semua pakaian penderita
b. Melihat kelainan pada semua bagian tubuh (dengan melakukan log roll)
c. Memasang selimut dan mematikan AC

6
VIII. LEMBAR PENGAMATAN

LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
1. Mempersiapkan sarana dan alat

2. Melakukan proteksi diri

A : Airway dengan proteksi servikal

3. Menilai patensi jalan nafas


4. Mencari tanda-tanda obstruksi jalan nafas
5. Melakukan in-line immobilization
6. Melakukan Chin Lift/ Jaw thrust
7. Melakukan suction rongga mulut
8. Memasang oropharyngeal tube
9. Memasang cervikal colar dan akhiri in-line immob.
B : Breathing dan Ventilasi

10. Melakukan inspeksi toraks

11. Melakukan auskultasi toraks

12. Melakukan perkusi toraks

13. Melakukan palpasi toraks

14. Menentukan kelainan pada toraks/diagnosa

15. Menutup luka dengan kain kasa plester 3 sisi pada luka dengan
sucking chest wound

C. Circulation dengan Kontrol Perdarahan


16. Mengenal adanya perdarahan eksternal
17. Meraba acral (ujung tungkai) dan denyut nadi
18. Melakukan bebat tekan pada sumber perdarahan eksternal
19. Memasang double IV line
20. Memberi cairan Ringer Lactat hangat
21. Memasang kateter urine
D : Disability : Status Neurologis
22. Memeriksa diameter dan reflek cahaya pupil
23. Menilai tingkat kesadaran (AVPU)
E : Exposure dengan pencegahan Hipotermia
24. Membuka semua pakaian penderita
25. Melihat kelainan pada semua bagian tubuh (log roll)
26. Memasang selimut dan mencegah hipotermi (mematikanAC)

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

7
SL. EM. VI. 2
KETERAMPILAN KLINIK
AIRWAY MANAGEMENT
Hasanul Arifin

I. PENDAHULUAN
Tindakan keterampilan airway management merupakan keterampilan dasar yang harus
dimiliki oleh setiap calon dokter. Kegawatan nafas berupa obstuksi jalan nafas total atau henti
nafas, bila tidak dilakukan pertolongan dalam waktu 3-5 menit akan mengakibatkan kematian.
Pada kasus cedera kepala dengan menurunnya kesadaran, jatuhnya pangkal lidah akan
menyebabkan obstruksi jalan nafas berupa gangguan pengambilan oksigen dan pembuangan
gas CO2 yang dapat menyebabkan perburukan pada otak yang sudah cedera Pertolongan dapat
dilakukan dengan tindakan airway management yang benar. Tindakan airway management
dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu.

II. TUJUAN KEGIATAN


II.1 TUJUAN UMUM
Dengan mengikuti kegiatan skill lab ini,diharapkan mahasiswa dapat
melakukantindakan airway management dengan benar .

II.2 TUJUAN KHUSUS


Dengan mengikuti kegiatan skill lab ini,diharapkan mahasiswa mampu :
1. Melakukan airway management tanpa alat
2. Melakukan airway management dengan alat :
 Oropharyng airway
 Nasopharyng airway
 Face Mask

III.RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktifitas Belajar Mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar oleh narasumber Narasumber


 Penjelasan narasumber tentang air way management (10
menit)
 Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan yang diputar (10 menit)

10 menit Demonstrasi pada kelas besar oleh narasumber Narasumber


 Narasumber memperlihatkan cara melakukan airway
management secara bertahap dengan baik dan benar.

10 menit  Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 Instruktur


kelompok terdiri dari 9 mahasiswa).
 Instruktur memperlihatkan cara melakukan airway
managementsecara bertahap dengan baik dan benar.

8
20 menit Coaching Instruktur
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2 Mahasiswa
orang mahasiswa) dengan dibimbing oleh instruktur.

90 menit Self practice :


 Mahasiswa melakukan airway management dengan Mahasiswa
baik dan benar Instruktur
 Instruktur memberikan penilaian pada lembar
pengamatan.

IV.PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.1 PELAKSANAAN
1.Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri 9 orang
2.Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan
3.Cara pelaksanaan kegiatan :
 Instruktur melakukan coaching selama 10 menit dan mahasiswa
memperhatikan dan diberikan kesempatan bertanya
 Coaching : Mahasiswa melakukan tindakan airway management dengan bimbingan
 Mahasiswa lain sebagai pengamat
 Self practice : setiap mahasiswa harus mampu mendapat kesempatan melakukan
airway management.
4.Tempat Pelaksanaan
Ruang skill lab FK USU

V. ALAT DAN SARANA


1. Orofaringeal tube / Goedel
2. Nasofaringeal tube
3. Ambu bag + face mask
4. Laryngoscope
5. ETT
6. Sumber O2 + kateter (slang oksigen)

VI. TEKNIK AIRWAY MANAGEMENT


1. AIRWAY MANAGEMENT TANPA ALAT
 Head tilt
 Chin-lift
 Jaw thrust

9
HEAD TILT
Pengertian :
 Membebaskan jalan nafas dari obstruksi pangkal lidah yang terjatuh dengan cara
mendorong kening pasien kebelakang dengan tangan kiri penolong, sehingga posisi
kepala sekidit ekstensi.
Posisi :
 Penolong berada disamping kanan pasien
Tehnik :
 Telapak tangan menekan kening pasien ke arah belakang (ekstensi)

CHIN LIFT
Pengertian :
 membebaskan jalan nafas dari obstruksi pangkal lidah yang terjatuh dengan
mengangkat dagu (chin-lift)
Posisi :
 Penolong berada disamping kanan pasien
Tehnik :
 Jari telunjuk dan tengah penolong mengangkat dagu pasien keatas tegak lurus
Pada saat melakukan pembebasan jalan nafas akibat obstruksi , kedua tindakan diatas
biasanya dilakukan bersama (serentak) head tilt – chin lift

JAW THRUST :
Pengertian :
 Membebaskan jalan nafas dari obstruksi pangkal lidah yang terjatuh dengan
mengangkat mandibula (corpus dan angulus mandibula)
Posisi :
 Penolong berada di atas kepala pasien
Tehnik :
 Dengan dua tangan pada mandibula, 2 jari pada angulus mandibula (jari kelingking
dan manis), 2 jari pada ramus mandibula (jari tengah dantelunjuk ). Ibu jari pada
mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati molar pada
maxilla.
Head Tilt tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan maupun yang dicurigai
adanya cedera tulang leher.

10
CHIN LIFT

JAW THRUST
HEAD TILT

Pastikan bahwa manuver pembebasan jalan nafas berhasil dengan melakukan pemeriksaan
Look, Listen & Feel.
 Look : Melihat pergerakan dada pasien. Apakah ada gerakan dada naik turun.
 Listen : Mendengar suara pernafasan pasien
 Feel : Merasakan hembusan nafas pasien pada pipi penolong

2.AIRWAY MANAGEMENT DENGAN ALAT


OROPHARYNG AIRWAY
1. Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh.
2. Pilihlah ukuran pipa oro-faring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan
caramenyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak-telinga) sampai ke sudut
bibir.
11
3. Masukkan pipa oro-faring dengan cara dibawah ini.
a. Pegang pangkal pipa oro-faring dengan tangan kanan, lengkungannya
menghadap keatas ( arah terbalik), lalu masukkan kedalam rongga mulut.
b. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum, putar pipa kearah kanan180 0.
c. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw-thrust dan kedua ibu jari
tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati hati
sampai bagian yang keras berada diantara gigi atas dan bawah.

NB. Jika terjadi reflek cegukan atau batuk, berarti ukuran pipa kebesaran, cabut pipa
segera dan dan ganti pipa dengan ukuran yang tepat ( ukur kembali), lakukan prosedur
ulang.

4. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas ( lihat, rasa, dengar)


5. Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa,
rekatkan plester sampai ke pipi pasien.

NASOPHARYNG AIRWAY
1. Posisikan kepalapasien lurus dengan tubuh.
2. Pipa nasofaryng diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sdh diberi KY jelly)
3. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan
caramenyesuaikan ukuran pipa oro-faring darilobang hidung sampai tragus (anak-telinga)
.
4. Masukkan pipa naso-faring dengan cara dibawah ini :
a. Pegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan, lengkungannya
menghadap kearah mulut ( kebawah).
b. Masukkan kedalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas
pangkal pipa.
5. Pastikan jalan nafas sudah bebas ( lihat, dengar , rasa)

Oropharyng airway Nasopharyng airway

12
FACE-MASK ( Sungkup Muka)
1. Posisikan kepala lurus dengan tubuh.
2. Pilihlah ukuran sungkup-muka yang sesuai ( ukuran yang sesuai bila sungkup muka
dapat menutup hidung dan mulut pasien , tidak ada kebocoran)
3. Letakkan sungkup muka ( bagian yang lebar dibagian mulut)
4. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis
dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan
memfiksasi sungkup muka.
5. Gerakkan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien
6. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan.
7. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama sama. (tangan kanan dan kiri
memegang mandibula dan sungkup muka bersama sama)
8. Pastikan jalan nafas bebas ( lihat, dengar, rasa)
9. Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka,
sementara tangan kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir sekaligus
pompa nafas bantu (squeeze-bag)

INTUBASI OROTRAKHEAL
1. Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh
2. Pilih laringoskop dengan dengan blade bengkok
3. Pegang handle laringoskop dengan tangan kiri.
4. Pastikan cahaya lampu laringosokop cukup terang
5. Buka mulut pasien dan masukkan blade dari sudut kanan mulut
6. Geser lidah kearah kiri sambil meneruskan masuk blade ke dalam rongga mulut
menelusuri pinggir kanan lidah menuju laring, perhatikan sampai tampak epiglotis.
7. Tempatkan ujung blade pada valeculla
8. Angkat epiglottis dengan ujung blade kedepan (tidak diungkit).
9. Bila epiglottis terangkat dengan baik akan tampak rima glottis, dan tampak pita suara
warna putih, bentuk V terbalik
10. Masukkan dengan hati hati pipa endotrakeal ke dalam trakea melalui rima glottis
dengan tangan kanan.
11. Tempatkan ujung pipa endotrakeal kira kira 3cm diatas carina (tidak masuk bronkus).
12. Tarik keluar laryngoskop perlahan dengan mengikuti lengkung blade.
13. Isi cuff pipa oro trakhea secukupnya ( sampai tidak ada kebocoran waktudilakukan
pompaan kantong (bag) reservoir)
14. Beri nafas bantu dengan bag (squeeze-bag), sambil auskultasi suara napas paru kanan
dan kiri. Posisikan pipa orotrakhea sampai suara nafas paru kanan dan kiri sama.
15. Lakukan fiksasi dengan plester menyilang .
16. Kendala saat insersi pipa endotrakeal adalah, kesulitan mengekspose rima glottis
dengan jelas dan lengkung pipa endotrakeal yang tidak selalu sesuai.

13
VII. RUJUKAN
 Clinical Anesthesiology GE Morgan, Jr. 4th ed 2006
 Modul Anestesiologi dan Reanimasi 2008

VIII. LEMBAR PENGAMATAN AIRWAY MANAGEMENT


PENGAMATAN
No LANGKAH/TUGAS
Ya Tidak
1. Melakukan Head tilt
 Penolong berada pada samping kanan kepala pasien
 Telapak tangan menekan kening pasien ke arah belakang
(ekstensi)

2. Melakukan angkat dagu (chin lift)


 Penolong berada pada samping kanan kepala pasien
 Jari telunjuk dan jari tengah mengangkat dagu pasien keatas
tegak lurus
3. Melakukan Jaw Thrust
 Penolong berada disebelah atas kepala pasien
 dua tangan pada mandibula,
 jari kelingking dan manis kanan dan kiri pada angulus
mandibula
 jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri pada ramus
mandibula .
 Ibu jari kanan dan kiri pada mentum mandibula
 Mandibula diangkat ke atas melewati molar pada maxilla.

4. Melakukan pemasangan pipa oro-faring


 Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh.
 Pilihlah ukuran pipa oro-faring yang sesuai dengan
pasien. Hal ini dilakukan dengan caramenyesuaikan
ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak-telinga) sampai
ke sudut bibir.
 Masukkan pipa oro-faring dengan cara dibawah ini.
o Pegang pangkal pipa oro-faring dengan tangan
kanan, lengkungannya menghadap keatas ( arah
terbalik), lalu masukkan kedalam rongga mulut.
o Setelah ujung pipa mengenai palatum durum,
putar pipa kearah kanan1800.
o Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan
jaw-thrust dan kedua ibu jari tangan menekan
sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan
hati hati sampai bagian yang keras dari pipa oro-
faring berada diantara gigi atas dan bawah.
 Periksa dan pastikan jalan nafas bebas ( lihat , rasa,
dengar).
 Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir
atas dan bawah pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke
pipi pasien.

5. Melakukan pemasangan pipa naso-faring


 Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh.
 Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan
pasien. Hal ini dilakukan dengan caramenyesuaikan
14
ukuran pipa oro-faring dari lobang hidung sampai tragus
(anak-telinga) .
 Pipa nasofaryng diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan
kasa yang sdh diberi KY jelly)
 Masukkan pipa naso-faring dengan cara dibawah ini :
 Pegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap kearah mulut ( kebawah).
 Masukkan kedalam rongga hidung dengan perlahan
sampai batas pangkal pipa.
 Pastikan jalan nafas sudah bebas ( lihat, dengar , rasa)

6. Melakukan pemasangan Face Mask


 Posisikan kepala lurus dengan tubuh.
 Pilihlah ukuran sungkup-muka yang sesuai ( ukuran yang
sesuai bila sungkup muka dapat menutup hidung dan
mulut pasien , tidak ada kebocoran)
 Letakkan sungkup muka ( bagian yang lebar dibagian
mulut)
 Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada
angulus mandibula, jari manis dan tengah memegang
ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan
memfiksasi sungkup muka.
 Gerakkan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan
sedikit kepala pasien
 Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang
sudah dipasangkan.
 Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama
sama. (tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan
sungkup muka bersama sama)
 Pastikan jalan nafas bebas ( lihat, dengar, rasa)
 Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri
memfiksasi sungkup muka, sementara tangan kanan
digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir
sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag)

15
SL. EM. VI. 3
KETERAMPILAN KLINIK
ASUHAN BAYI BARU LAHIR NORMAL + APGAR SCORE

I. PENDAHULUAN
Awal kehidupan bayi baru lahir merupakan saat yang kritis dimana bayi perlu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan hidupnya yang baru. Tenaga kesehatan perlu kompeten dalam
melakukan asuhan segera setelah lahir, sejak menit-menit pertama dilahirkan dan dalam 1
jam pertama kelahiran untuk memberikan dukungan kepada ibu agar dapat menyusui secara
dini.

A. Penilaian bayi baru lahir 1,2


Penilaian bayi baru lahir (BBL) sudah dimulai sejak awal kelahirannya. Bila bayi cukup
bulan, air ketuban jernih, segera menangis, bernapas spontan dan teratur, serta tonus otot
baik maka keputusan adalah bayi diberikan Asuhan Bayi Baru Lahir Normal.
 Lakukan penilaian dengan menghadapkan bayi kepada penolong di atas perut ibu yang
sudah dilapisi kain/handuk dengan posisi kepala lebih rendah dari badan (bila tali pusat
terlalu pendek, letakkan bayi di tempat yang memungkinkan)
 Apabila bayi baru lahir segera dapat bernapas spontan dan teratur, menangis kuat,
cukup mengusap muka bayi dari lendir dan darah dengan kain/kasa yang bersih. Tidak
dilakukan pengisapan lendir secara rutin pada jalan napasnya.
 Bila bayi lahir kurang bulan atau air ketuban bercampur mekonium, atau tidak
bernapas atau megap-megap, atau tonus otot buruk, bersiaplah untuk melakukan
resusitasi BBL dengan cepat.

B. Mencegah kehilangan panas 1,2


Cegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya sebagai berikut:
1. Menutup tubuh bayi dengan kain/handuk yang kering dan hangat kemudian mulai
mengeringkan dengan mengusap kepala, wajah, dada, dan perut dengan lembut (tanpa
membersihkan lemak kulit/verniks).Gosok punggung bayi dengan gerakan ke atas dan
ke bawah kemudian ke tangan dan kaki kecuali telapak tangan
2. Mengganti kain/handuk yang basah dengan kain yang bersih, kering, dan hangat.
3. Membungkus bayi mulai dari kepala dan badan kecuali bagian tali pusat dengan
selimut atau kain bersih dan hangat

C. Penilaian dan Pemantauan Bayi


 Lihat gerakan pernapasan, warna kulit, gerakan/tonus otot dan refleks (menangis).
Raba denyut jantung bayi melalui tali pusat
 Lakukan penilaian APGAR berdasarkan pengamatan pada 1 menit dan 5 menit
pertama

NILAI 0 1 2
Napas Tidak Ada Tidak teratur Teratur
Denyut Jantung Tidak Ada <100 >100
Warna Kulit Biru atau pucat Tubuh merah jambu, Merah jambu
tangan dan kaki biru
Gerakan atau tonus otot Tidak Ada Sedikit fleksi Fleksi
Refleks (menangis) Tidak Ada Lemah atau lamban Kuat

 Jumlahkan seluruh nilai, itulah nilai APGAR bayi baru lahir


 Nilai APGAR 0-3 yang menetap pada >5 menit merupakan salah satu karakteristik
yang menunjukkan telah terjadi asfiksia perinatal (AAP dan ACOG)

16
D. Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat (Blok Reproductive System)1,2
Setelah bayi dikeringkan, lalu dilakukan pemotongan tali pusat. Pemotongan tali pusat
dilakukan tidak dalam keadaan bayi telanjang melainkan dalam keadaan terbungkus
untuk mencegah hipotermi, buka hanya bagian perutnya.

Cara pemotongan tali pusat:


Dengan mengunakan klem , lakukan penjepitan tali pusat dengan klem pada sekitar 3 cm
dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan dua
jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat
dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari
tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu. Pegang tali pusat diantara kedua
klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan
yang lain memotong tali pusat antara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting
steril.

Mengikat tali pusat dan merawat tali pusat


Setelah plasenta lahir dan kondisi ibu dinilai sudah stabil maka lakukan pengikatan
puntung tali pusat atau jepit dengan klem plastik tali pusat.
 Bersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk atau
kain bersih dan kering kemudian memakai sarung tangan steril
 Ikat puntung tali pusat dengan jarak sekitar 1 cm dinding perut bayi (pusat).
Gunakan benang atau klem plastik penjepit tali pusat steril. Kunci ikatan tali
pusat dengan simpul mati atau kuncikan penjepit plastik tali pusat.
 Jika pengikatan dilakukan dengan benang tali pusat, lingkarkan benang di
sekeliling puntung tali pusat dan ikat untuk kedua kalinya dengan simpul mati di
bagian yang berlawanan.
 Lepaskan klem logam penjepit tali pusat
 Jangan membungkus puntung tali pusat atau perut bayi atau mengoleskan cairan
atau bahan apapun ke puntung tali pusat. Nasehati hal yang sama bagi ibu dan
keluarganya

E. Kontak kulit dengan kulit (skin to skin contact) antara ibu dan bayi dan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) 2,3

1. Bayi di ditengkurapkan di dada-perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibudan
mata bayi setinggi puting susu. Keduanya diselimuti dan bayi dapat diberi topi
2. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi. Biarkan bayi mencari puting
sendiri
3. Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling tidak satu jam;
bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap biarkan kulit ibu – bayi
bersentuhansampai setidaknya 1 jam
4. Bila dlm 1 jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke
puting tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. Beri waktu kulit melekat pada
kulit 30 menit atau 1 jam lagi
5. Tunda memandikan bayi sedikitnya 6 jam setelah lahir, lebih baik setelah 24 jam, bayi
baru boleh mandi kalau suhu stabil

F. Pemberian vitamin K 1 1,2


Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intramuskular di paha
kiri sesegera mungkin (setelah proses IMD dan sebelum penyuntikan imunisasi Hepatitis
B) untuk mencegah perdarahan yang sering pada bayi baru lahir (hemorrhagic disease of
newborn) akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir.
 Beri vitamin K1 injeksi intra muskular dengan dosis tunggal 1 mg di paha kiri
(karena paha kanan untuk imunisasi Hepatitis B)

17
G. Pencegahan Infeksi Mata 1,2
Segera setelah lahir, bersihkan mata bayi dengan kain kasa steril. Jika keadaan bayi
sudah stabil lakukan tindakan pencegahan infeksi mata pada BBL dengan jalan
meneteskan obat tetes mata antibiotik profilaksis atau mengoleskan salep mata
antibiotik. Diberikan dalam waktu satu jam pertama setelah kelahiran, lebih dari waktu
itu tidak efektif.
Cara pemberian tetes mata:
 Cuci tangan terlebih dahulu (gunakan sabun dan air bersih mengalir)
 Gunakan salah satu: Salep mata/tetes mata antibiotik pada kedua mata
 Buka kelopak mata dan teteskan satu tetes sehingga jatuh pada mata. Jika
memakai salep, berikan salep mata dalam satu garis lurus mulai dari bagian mata
yang paling dekat dengan hidung bayi menuju ke bagian luar mata.
 Pastikan tidak membiarkan pipet tetesan mata atau ujung tempat salep kena mata
bayi atau lainnya
 Ulangi untuk mata yang sebelah lain

H. Pemberian Imunisasi Hepatitis B pertama (HB 0)


(Blok Growth and Development System)

BAGAN ALUR:
ASUHAN SEGERA BAYI BARU LAHIR
PENILAIAN:
Sebelum bayi lahir:
1. Apakah kehamilan cukup bulan?
2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
Segera setelah bayi lahir:
3. Apakah bayi menangis atau berapas/tidak megap-megap?
4. Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

 Bayi cukup bulan


 Ketuban kernih
 Bayi menangis atau bernapas
 Tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif

Asuhan Bayi Baru Lahir

1. Jaga bayi tetap hangat


2. Isap lendir dari mulut dan hidung (hanya jika perlu)
3. Keringkan
4. Pemantauan tanda bahaya
5. Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi
apapun, kira-kira 2 menit setelah lahir
6. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini
7. Beri suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular, di paha
kiri anterolateral setelah Menyusu Dini
8. Berikan salep mata antibiotik pada kedua mata
9. Pemeriksaan fisis
10. Beri imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuskular, di
paha kanan anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah
pemberian vitamin K1

18
II. TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM


Setelah mengikuti kegiatan skills lab asuhan neonatus normal pada blok emergensi
diharapkan mahasiswa terampil dan mampu melakukan setiap langkah asuhan bayi baru
lahir normal secara benar dan sistematis.

II.2. TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu melakukan setiap langkah asuhan bayi baru lahir normal yaitu :
1. Menjaga bayi tetap hangat
2. Mengisap lendir dari mulut dan hidung (hanya jika perlu)
3. Mengeringkan
4. Menilai Skor
5. Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-kira 2 menit setelah
lahir (Blok Reproductive System)
6. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini
7. Beri suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular, di paha kiri anterolateral setelah
Menyusu Dini
8. Berikan salep mata antibiotik pada kedua mata
Beri imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuskular, di paha kanan anterolateral, kira-kira
1-2 jam setelah pemberian vitamin K1 (Blok Growth and Development System)

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas belajar mengajar Keterangan

20 Menit Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 Nara sumber


mahasiswa) oleh narasumber

10 Menit Nara sumber melakukan peragaan langkah- Nara sumber


langkah asu

han bayi baru lahir normal (kasus).


10 menit Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok Instruktur
kecil (1 kelompok terdiri dari 9
mahasiswa). Tiap kelompok kecil memiliki
1 instruktur dan tindakan dilakukan
berdasarkan kasus yang diberikan
Instruktur melakukan peragaan langkah-
langkah asuhan bayi baru lahir normal
Instruktur melakukan peragaan langkah-
langkah asuhan bayi baru lahir normal
(kasus)
20Menit Coaching: mahasiswa melakukan tindakan Instruktur dan
secara bergantian (2-3 orang) sesuai kasus mahasiswa
dengan dibimbing oleh instruktur

90 Menit Self practice : mahasiswa melakukan Instruktur dan


sendiri tindakan sesuai kasus secara mahasiswa
bergantian, sehingga total waktu yang
dibutuhkan ± 90 menit (tergantung jumlah
mahasiswa)

19
IV. PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.1.PELAKSANAAN

1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok besar 45 mahasiswa dan kecil 9 orang.Kelompok


besar dipimpin nara sumber dan kelompok kecil dipimpin instruktur.
2. Cara pelaksanaan kegiatan:
Instruktur melakukan choacing selama 20 - 30 menit, beberapa mahasiswa melakukan
pemeriksaan simulasi dibimbing instruktur dan peserta lain dapat melakukan
pengamatan.
Menggunakan pasien simulasi , mahasiswa.
Ditunjuk seorang mahasiswa untuk melakukan pemeriksaan. Mahasiswa
lainnya bertugas sebagai pengamat.
Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan.
3. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester VI.
4. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3

V. SARANA DAN ALAT YANG DIPERLUKAN


1. Meja 1 buah + alat tulis, kertas checklist
2. Sarung tangan steril
3. Boneka bayi
4. Kain bedong bayi 2 helai
5. Tetes / salep mata antibiotik
6. Vitamin K1 ampul
7. Spuit 1 cc
8. Kapas dan alkohol

VI. RUJUKAN

 Buku Saku Pelayanan kesehatan Neonatal Esensial, Kementerian Kesehatan RI, 2010
 Pelatihan Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR/POGI-IBI-IDAI-DEPKES. Revisi 2007
 Baby-Friendly Hospital Initiative: Updated and Expanded for Integrated Care. A 20 hours
course for maternity staff. UNICEF-WHO. Revisi 2006

VII. Kasus:

Seorang bayi lahir di ruang bersalin secara spontan, cukup bulan, segera menangis dan
gerakan juga aktif. Berat badan lahir adalah 3200 gram dengan panjang badan 49 cm. Dokter
telah berada di ruang bersalin dan telah siap untuk melakukan asuhan bayi baru lahir

VIII. LEMBAR PENGAMATAN ASUHAN BAYI BARU LAHIR NORMAL

LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
PERSIAPAN SEBELUM BAYI LAHIR Ya Tidak
1. Mempersiapkan peralatan: sarung tangan steril,
kain bedong 2 helai, tetes/salep mata
antibiotik, vitamin K1 ampul, spuit 1 CC,
kapas dan alkohol
2. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir, memakai sarung tangan steril
PENILAIAN BAYI SAAT LAHIR
1. Melakukan penilaian dengan menghadapkan
bayi kepada penolong di atas perut ibu yang
sudah dilapisi kain/handuk dengan posisi
20
kepala lebih rendah dari badan
2. Bila segera dapat bernapas spontan dan teratur,
menangis kuat, cukup mengusap muka bayi
dari lendir dan darah dengan kain/kasa yang
bersih. Tidak dilakukan pengisapan lendir
secara rutin pada jalan napasnya.
3. Bila bayi lahir kurang bulan atau air ketuban
bercampur mekonium, atau tidak
bernapas/megap-megap, atau tonus otot buruk,
bersiaplah untuk melakukan resusitasi BBL
dengan cepat
MENGERINGKAN DAN RANGSANG TAKTIL
1. Menutup tubuh bayi dengan kain/handuk yang
kering dan hangat.
2. Mulai mengeringkan dengan mengusap kepala,
wajah, dada, dan perut dengan lembut. Gosok
punggung bayi dengan gerakan ke atas dan ke
bawah kemudian ke tangan dan kaki kecuali
telapak tangan
3. Mengganti kain/handuk yang basah dengan
kain yang bersih, kering, dan hangat.
4. Membungkus bayi mulai dari kepala dan badan
kecuali bagian tali pusat dengan selimut atau
kain bersih dan hangat
MENILAI SKOR APGAR
1. Menilai Apgar menit ke-1 dan ke-5: napas,
denyut jantung, warna kulit, tonus otot, dan
refleks.
2. Menghitung nilai APGAR
MEMOTONG DAN MERAWAT TALI PUSAT
KONTAK KULIT DENGAN KULIT DAN
INISIASI MENYUSUI DINI
1. Bayi ditengkurapkan di dada-perut ibu dengan
kulit bayi melekat pada kulit ibudan mata bayi
setinggi puting susu. Keduanya diselimuti.
Bayi dapat diberi topi
2. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk
merangsang bayi. Biarkan bayi mencari puting
sendiri
3. Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan
kulit ibu selama paling tidak satu jam; bila
menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap
biarkan kulit ibu – bayi bersentuhansampai
setidaknya 1 jam
4. Bila dlm 1 jam menyusu awal belum terjadi,
bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke puting
tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi.
Beri waktu kulit melekat pada kulit 30 menit
atau 1 jam lagi
MEMBERIKAN VITAMIN K1
1. Memberi vitamin K1 injeksi intra muskular
dengan dosis tunggal 1 mg di paha kiri
PENCEGAHAN INFEKSI MATA
1. Mencuci tangan terlebih dahulu
2. Buka kelopak mata dan teteskan satu tetes
sehingga jatuh pada mata. Jika memakai salep,
berikan salep mata dalam satu garis lurus mulai
21
dari bagian mata yang paling dekat dengan
hidung bayi menuju ke bagian luar mata
3. Mengulangi untuk mata yang sebelah lagi
PENCATATAN DAN RAWAT GABUNG
1. Menimbang, mengukur serta melakukan
pencatatan dan pelaporan
2. Memasang gelang pengenal pada ibu dan bayi
3. Ibu – bayi dirawat dalam satu kamar, bayi
dalam jangkauan ibu selama 24 jam
IMUNISASI HEPATITIS B PERTAMA

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakuk

22
SL. EM. VI. 4
KETERAMPILAN KLINIK
PENILAIAN SENSORIUM (KESADARAN) DENGAN MENGGUNAKAN
GLASGOW COMA SCALE

I. PENDAHULUAN

Pada minggu ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan penilaian terhadap
sensorium (kesadaran) penderita.
Seorang dokter harus mampu menilai kesadaran penderita oleh karena sangat banyak
keadaan yang dapat menyebabkan seseorang mengalami penurunan kesadaran, misalnya
craniocerebral trauma, inflamasi otak dan meningennya, stroke dan berbagai gangguan
metabolik.
Tingkat keparahan dari penurunan kesadaran itu berbeda- beda. Penetapan tingkat
keparahan tersebut berguna untuk penentuan terapi dan yang paling penting adalah untuk
mentukan prognosa.
Umumnya skala atau skor yang digunakan untuk menilai penurunan kesadaran pada
awalnya hanya digunakan untuk keadaan penurunan kesadaran yang tertentu saja. Ada
beberapa skala yang digunakan untuk menilai penurunan kesadaran, diantaranya:
- Glasgow Coma Scale
- Edinburgh-2 Coma Scale
- Ommaya’s Scale
- Brussels Coma Grades
- Reaction Level Scale
- Comprehensive Level of Consciousness
- Near-Drowning Score according to Conn et al.
Pada skills lab ini, yang dipelajari hanya Glasgow Coma Scale.

Glasgow Coma Scale merupakan skala yang paling penting dan paling banyak
digunakan di seluruh dunia karena validitas dan realibilitasnya baik serta cara penilaiannya
sederhana. Pada dasarnya skala ini diaplikasikan untuk penderita craniocerebral trauma, tetapi
dapat juga digunakan pada penderita penurunan kesadaran oleh karena penyebab yang lain.

Glasgow Coma Scale

Eye-opening
Spontaneous 4
To speech 3
To pain 2
None 1

Best verbal response


Oriented 5
Confused 4
Inappropiate 3
Incomprehensible 2
None 1

Best motor response


Obeying 6
Localizing 5
Withdrawal Flexion 4
Abnormal Flexion 3
Extending 2
None 1

23
Menilai “eye opening” penderita (range skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita :
- Buka mata spontan
- Buka mata jika dipanggil, disuruh atau dibangunkan
- Buka mata jika diberi rangsang nyeri (dengan menekan ujung kuku jari tangan)
- Tidak ada respon

Menilai “best verbal response” penderita (range skor 5-1)


Perhatikan apakah penderita :
- Orientasi baik
- Bingung (dijumpai disorientasi)
- Dapat mengucapkan kata2 namun tidak berupa kalimat
- Mengerang (mengucapkan kata yang tidak jelas artinya).
- Tidak ada reaksi

Menilai “best motor response” penderita(range skor 6-1)


Perhatikan apakah penderita :
- Melakukan gerakan sesuai perintah 6
- Dapat mengetahui lokasi rangsang nyeri 5
- Menghindar terhadap rangsang nyeri 4
- Fleksi Abnormal (decorticated) 3
- Ekstensi abnormal (decerebrated) 2
- Tidak ada reaksi 1

Range skor: 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek kesadarannya)

Head injury severity scale :


Mild 14
Moderate 9-13
Severe 5-8

II. TUJUANKEGIATAN
II.1 TUJUAN UMUM

Setelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapakan dapat melakukan pemeriksaan
penilaian kesadaran (sensorium) dengan menggunakan Glasgow Coma Scale yang merupakan
pemeriksaan dasar yang sangat berguna untuk kepentingan terapi dan prognosa.

II.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mahasiswa mampu menilai tingkat kesadaran


2. Mahasiswa mampu memperkirakan prognosa.
3. Mahasiswa mampu memperkirakan tindakan selanjutnya.

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber


- Penjelasan narasumber tentang penilaian kesadaran
(sensorium) dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(10 menit)
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan yang diputar (10 menit)

24
10 menit Demonstrasi pada kelas besar oleh narasumber Narasumber
Narasumber memperlihatkan cara penilaian kesadaran
(sensorium) dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
secara bertahap

10 menit Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok Instruktur


tdd 9 mahasiswa).

Instruktur memperlihatkan cara penilaian kesadaran


(sensorium) dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
secara bertahap

20 menit Coaching mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2 Instruktur


orang mahasiswa) dengan dibimbing oleh instruktur. Mahasiswa
Pasien simulasi akan diperankan oleh sesamamahasiswa

90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan pemeriksan penilaian Mahasiswa


kesadaran (sensorium) dengan menggunakan Glasgow Coma Instruktur
Scale secara bergantian masing-masing selama 10 menit.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


IV.1. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh seorang narasumber yang telah ditetapkan oleh koordinator.
3. Cara pelaksanaan kegiatan:
3.1 Inroduksi: Narasumber memberikan penjelasan mengenai penilaian kesadaran
(sensorium) dengan menggunakan Glasgow Coma Scale.
3.2 Demonstrasi: Narasumber melakukan demonstrasi pemeriksaaan penilaian
kesadaran (sensorium) dengan menggunakan Glasgow Coma Scale, mahasiswa
mengamati dan diberi kesempatan bertanya.
3.3 Coaching: Selanjutnya mahasiswa melakukan secara bergantian sambil dibimbing
oleh instruktur.
3.4 Mahasiswa lainnya bertugas sebagai pengamat.
3.5 Self practice: setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan
melakukan pemeriksaan penilaian kesadaran (sensorium) dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale secara mandiri.
4. Waktu pelaksanaan
4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selam 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 6.
5. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3.

V. SARANA DAN ALAT :


1. Pasien simulasi/mahasiswa
2. Tempat tidur
3. Perkusi hammer

VI.RUJUKAN
1. DeJONG’S, The Neurologic Examination, 5th edition, Philadelphia: JB. Lippincott;
1992
2. Masur H, Scales and Scores in Neurology, New York: Thieme; 2004
3. Sjahrir H. Neurologi khusus. Cetakan Pertama. Medan; USU press; 1994
4. Fuller G, Neurological Examination Made Easy, London: Churchill Livingstone; 1993

25
5. Gilman S, Clinical Examination of The Nervous System, Philadelphia: McGraw Hill;
2000
6. Ford MJ, Clinical Examination, 8th edition, Philadelphia: Elsevier; 2005
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta: FK UI;
2000

VII. Lembar PengamatanPemeriksaan Kesadaran Dengan Menggunakan Glasgow


Coma Scale (GCS)

LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN

Ya Tidak
1. Pasien berbaring dan pemeriksa berada disebelah kanan
2. Menilai “eye opening” penderita (range skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita :
- Buka mata spontan
- Buka mata jika dipanggil, disuruh atau dibangunkan
- Buka mata jika diberi rangsang nyeri (dengan menekan ujung
kuku jari tangan)
- Tidak ada respon
3. Menilai “verbal response” penderita (range skor 5-1)
Perhatikan apakah penderita :
- Orientasi baik
- Bingung (dijumpai disorientasi)
- Dapat mengucapkan kata2 namun tidak berupa kalimat
- Mengerang (mengucapkan kata yang tidak jelas artinya).
- Tidak ada reaksi

4. Menilai “motor response” penderita(range skor 6-1)


Perhatikan apakah penderita :
- Melakukan gerakan sesuai perintah 6
- Dapat mengetahui lokasi rangsang nyeri 5
- Menghindar terhadap rangsang nyeri 4
- Fleksi Abnormal (decorticated) 3
- Ekstensi abnormal (decerebrated) 2
- Tidak ada reaksi 1
5.Tentukan skor GCS penderita (3-15)
6.Menginformasikan:
- Tingkat kesadaran
- Prognosa
- Tindakan

Note : Ya : Mahasiswa melakukan


Tidak : Mahasiswa tidak melakukan

26
SL. EM. VI. 5
KETERAMPILAN KLINIK
RESUSITASI JANTUNG PARU OTAK (RJPO)

Hasanul Arifin.

I. PENDAHULUAN
Henti jantung (cardiac-arrest) dan henti nafas (respiratory-arrest) merupakan suatu
keadaan kegawatan yang mengancam nyawa, dan dapat terjadi dimana dan kapan saja.
Keadaan ini memerlukan tindakan segera berupa Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO).
Tindakan RJPO bertujuan mengambil alih dan mengembalikan fungsi jantung (pompa) dan
pernafasan. Bantuan Hidup Dasar (BHD, BLS) merupakan bagian dari RJPO berupa tindakan
pembebasan jalan nafas, memberikan nafas bantu dengan maupun tanpa alat, dan melakukan
pijat jantung luar. Keberhasilan tindakan RJPO ini tergantung dari cepatnya memulai
tindakan dan teknik yang benar. Kemampuan ini tidak hanya dimiliki oleh medis, para medis
tetapi juga non-medis. Gasping merupakan tanda henti jantung. Modul ini membicarakan
teknik RJPO sesuai dengan acuan (guidelines)AHA 2010 dimana terdapat beberapa perbedaan
dengan teknik RJPO acuan (guidelines) ERC-2010. Penggunaan acuan AHA 2010, oleh
karena pada saat OSCE UKDI acuan yg digunakan adalah berdasar AHA-2010.

27
28
PRINSIP RJPO AHA 2010
C-A-B ( Compression – Airway – Breathing)

1. Menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau
wajah korban. Jika pasien tidak sadar, tidak bernafas atau gasping segera meminta
bantuan.

HELP !!!

2. Melakukan penilaian pasien henti jantung dengan meraba Arteri Carotis tergantung
posisi penolong

3. Menentukan lokasi titik tumpu kompresi jantung (pertengahan sternum


midsternal)

4. Melakukan tindakan RJPO dengan perbandingan kompresi jantung dan pemberian


nafas 30 : 2, oleh satu atau dua penolong.
 Kompressi jantung luar dilakukan dengan kedua tangan saling bertumpu pada
posisi pijatan, dengan frekwensi minimal 100 kali permenit ( dicapai dengan
pompaan 30 kali dalam waktu 18 detik), boleh s/d 120 x/m ( 30 pompaan
dalam waktu 15 detik).
 Teknik berhitung sewaktu melakukan kompressi jantung luar adalah dengan
melakukan penghitungan 1,2, 3 s/d 10 diulang tiga kali.
 Lakukan pompa jantung luar secara teratur ( rythmic) dan tidak terputus ( not
interrupted).
 Kedalaman pijatan jantung luar paling sedikit mencapai kedalaman 5 cm.
 Dilanjutkan dengan memberikan nafas bantu 2 kali dengan alat maupun
tanpa alat (mouth to mouth), berurutan disela periode ekspirasi ( setelah
sebelumnya dilakukan pembebasan jalan nafas, dengan cara head tilt-chin lift
atau jaw thrust).

29
5. Bebaskan jalan nafas, head tilt ©-chin lift (a) atau jaw thrust (b)

30
6. Menilai jalan napas bebas atau tidak dengan melihat adanya gerakan dada, terasa ada
hembusan nafas, mendengar suara nafas. (lihat, dengar, rasa)TIDAK DILAKUKAN
LAGI PADA “ CPR GUIDELINES AHA 2010”OLEH KARENA EVALUASI PERNAFASAN
DILAKUKAN ( APNOE,GASPING) PADA EVALUASI KESADARAN AWAL
 Teknik nafas bantu tanpa alat (mouth to mouth) dilakukan dengan menjepit
lubang hidung dengan ibu jari dan telunjuk saat dilakukan bantuan hembusan
nafas untuk menghindari kebocoran atau bila dengan alat menggunakan bag
valve mask.
 Pada saat melakukan bantuan nafas rasakan apakah ada hambatan saat
hembusan dan lihat pengembangan dada saat hembusan.
 Kompresi jantung luar dan nafas buatan (30:2) dilakukan selama 2 menit (5 siklus)
atau bila sudah dilakukan tindakan pemasangan alat bantu pernafasan (airway
definitif misalnya dengan selang endotrakeal), pemberian ventilasi buatan
dilakukan paling tidak selama 1 detik dan setiap 6-8 detik pada satu periode
pernafasan (8-10 kali permenit) tanpa sinkronisasi dengan kompresi jantung luar

7. Melakukan penilaian pasien henti jantung setelah dilakukan RJPO dengan meraba
Arteri Carotis tergantung posisi penolong (Penilaian ulang apakah korban sudah
ROSC (Return of Spontaneous Circulation) atau belum).

8. Menilai apa ada atau tidak gerakan dada, terasa ada hembusan nafas, mendengar
suara nafas. Setelah RJPO.

9. Bila sudah ROSC, lakukan recovery position( stable side position)


31
RECOVERY POSITION

Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC ( return of spontaneous circulation)

Urutan tindakan recovery position meliputi:

1. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas.


2. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi pasien
3. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong,
sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong.

Dengan posisi recovery jalan nafas diharapkan dapat tetap bebas(secure airway) dan
mencegah aspirasi jika terjadi muntah.

32
Pengakhiran tindakan RJPO
Tindakan RJPO diakhiri bila :
 ROSC (Return Of Spontaneous Circulation)
 Ada rescuer (penolong) yang lebih terlatih
 Penolong kelelahan, berbahaya bila diteruskan
Diputuskan sudah tidak bisa ditolong lagi ( lebam mayat, pupil dilatasi penuh, kulit dingin)

33
II. TUJUAN KEGIATAN
II.1 TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti kegiatan skllls lab pada blok Resusitasi Jantung Paru Otak, diharapkan
mahasiswa terampil dalam melakukan tindakan pertolongan pada pasien henti jantung dan
henti nafas baik perseorangan maupun sebagai suatu team. Mahasiswa juga diharapkan
mampu berkomunikasi dengan yang lain dalam memberikan pertolongan sehingga tercapai
hasil yang lebih maksimal

II.2. TUJUAN KHUSUS


1. Mampu menjelaskan tanda tanda henti jantung-henti nafas (cardio-respiratory arrest)
2. Mampu menjelaskan langkah langkah (algoritme) resusitasi jantung
3. Mampu melakukan semua tindakan RJP secara runtun dengan benar sesuai dengan
algoritme.
4. Mampu menentukandan menjelaskan korban sudah ROSC atau belum.
5. Mampu menentukan dan menjelaskan keputusan untuk menghentikan RJP dengan
tepat

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktifitas Belajar Mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber


- Penjelasan narasumber tentang RJPO (10 menit)
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan yang diputar (10 menit)

10 menit Demonstrasi pada kelas besar oleh narasumber Narasumber


Narasumber memperlihatkan cara melakukan RJPO secara
bertahap dengan baik benar.

10 menit - Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok tdd Instruktur


9 mahasiswa).
Instruktur memperlihatkan cara melakukan RJPO secara
bertahap dengan baik benar

20 menit Coaching : Instruktur


- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 Mahasiswa
orang mahasiswa) dengan dibimbing oleh instruktur.
- Pasien simulasi menggunakan manikin
90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan RJPO dengan baik dan Mahasiswa
benar Instruktur
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.

34
IV. PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.I. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh instruktur yang ditunjuk oleh koordinator
3. Pelaksanaan kegiatan
a. Instruktur melakukan demonstrasi selama 10 menit dan mahasiswa memperhatikan
dan diberikan kesempatan untuk bertanya
b. Mahasiswa melakukan tindakan RJPO terdiri dari 1 orang , atau 2 orang yang
melakukan resusitasi dan yang lain sebagai pemerhati. Kegiatan ini dibimbing oleh
instruktur yang sudah ditunjuk
c. Seiap mahasiswa harus diberi kesempatan untuk dapat melakukan RJPO
4. Waktu pelaksanaan
Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit
5. Tempat pelaksaan Ruang Skills Lab FK USU
V. RUJUKAN
1. Algorithm untuk cardiac arrest pada puleless cardiac arrest oleh karena VF, VT, PEA
dan Asystole (AHA Guidelines for CPR 2010)
2. ERC Guidelines for Resuscitation2010

VI. LEMBAR PENGAMATAN RESUSITASI JANTUNG PARU OTAK (RJPO)

No Langkah PENGAMATAN
Ya Tidak
1. Menentukan pasien sadar atau tidak, tidak bernafas
atau gasping jika pasien tidak sadar segera meminta
bantuan.

2. Melakukan penilaian pasien henti jantung dengan


meraba Arteri Carotis tergantung posisi penolong,
dengan cara jari 2 dan 3 menelusuri adam apple ke
arah lateral sampai musculus sternocleido mastoideus
(5-10 detik)

3. Menentukan lokasi titik tumpu kompresi jantung 


midsternal

4.  Melakukan tindakan RJPO dengan kompresi


jantung terlebih dahulu(kompresi jantung luar)
30 kali dengan kedua tangan saling bertumpu
dengan frekwensi minimal100kali per menit
(100-120 x/m)dengan kedalaman minimal 5cm.
 Pompa jantung dilakukan dengan teratur
(rythmic) dan tidak terputus ( not interrupted)

5.  Lakukan pembebasan jalan nafas (head tilt-chin

35
lift atau jaw thrust), dilanjutkan dengan
melakukan pemberian bantuan nafas 2 kali
(dengan maupun tanpa alat) berurutan disela
satu periode ekspirasi. Kemudiandilanjutkan
dengan kompressi jantung luar seperti punt.4
(kompressi jantung luar dan pemberian nafas
dilakukan dengan perbandingan 30:2 selama 2
menit ( 5 siklus )

6. Melakukan penilaian hasil RJP setelah 2 menit (5


siklus 30 : 2) dengan meraba kembali arteri karotis.
7. Bila telah ROSC (return of spontaneous circulation),
lakukan posisi recovery ( stable side position)
1. Menarik lengan ke atas
2. Menyilangkan lengan yang lain ke arah leher
3. Menekuk kaki yang berseberangan dengan
penolong
4. Memiringkan pasien

Note : Ya = Mahasiswa Melakukan


Tidak = Mahasiswa Tidak Melakukan

36
SL. EM. VI. 6
KETERAMPILAN KLINIK
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA

I. PENDAHULUAN
Asfiksia neonatus adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir.

SEBELUM BAYI LAHIR


Lakukan penilaian sebagai berikut:
 Apakah kehamilan cukup bulan?
 Apakah air ketuban jernih dan tidak terkontaminasi mekonium?
 Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis?
 Apakah tonus otot bayi baik?
Bila semua pertanyaan di atas dijawab dengan “ya”, lakukan Asuhan Bayi Baru Lahir
Normal
Bila salah satu atau lebih pertanyaan dijawab “tidak”, lakukan Langkah Awal Resusitasi.

MANAJEMEN SETELAH BAYI LAHIR

Resusitasi (Tahapan Resusitasi Lihat Bagan)

1. Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari
a. Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
b. Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi

c. Isap lendir dari mulut kemudian hidung


d. Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau
menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering

e. Reposisi kepala bayi


f. Nilai bayi : usaha napas , warna kulit dan denyut jantung

2. Bila bayi tidak bernapas lakukan Ventilasi Tekanan Positip (VTP) dengan memakai
balon dan sungkup dengan kecepatan 20-30 kali selama 30 detik

3. Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung


Bila belum bernapas dan denyut jantung 60 x/menit lanjutkan VTP dengan kompresi
dada secara terkoordinasi selama 30 detik

37
4. Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
- Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi
dada
- Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan

5. Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi (dilakukan oleh
tenaga yang sudah trampil)

38
LAHIR

30 detik
Ya
- Cukup bulan?
- Amnion jernih? Perawatan Rutin :
- Bernapas/ menangis?
- Tonus otot baik?

Tidak

- Berikan kehangatan
- Posisikan; bersihkan/
buka jalan napas (kalau
perlu)*
- Keringkan, stimulasi,
reposisi

Bernapas
30 detik

Tidak

- Evaluasi apasTida
pernapasan, FJ, k Perawatan Observasi
dan warna kulit FJ > 100 &
kemerahan
Sianosis ke

Apnu/
FJ < 100 Beri oksigen

Ventilasi efektif
Ventilasi
efektif
efektif Perawatan Pasca
Berikan Ventilasi
30 detik

Tekanan Positip* FJ > 100 & Resusitasi


kemerahan

FJ < 60 FJ > 60
- Berikan Ventilasi Tekanan Positip*
- Lakukan Kompresi Dada*

FJ < 60

Berikan Epinefrin*

*Intubasi ET dapat dilakukan pada beberapa tahap resusitasi ini.


Gambaran Umum Resusitasi di Ruang Bersalin

39
II. TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM


Setelah mengikuti kegiatan skills lab resusitasi bayi baru lahir pada blok emergensi
diharapkan mahasiswa terampil dan mampu melakukan setiap langkah secara benar dan
sistematis.

II.2. TUJUAN KHUSUS

Mahasiswa mampu melakukan setiap langkah resusitasi bayi baru lahir yaitu:
 Penilaian sebelum bayi lahir
 Langkah awal resusitasi
 Ventilasi tekanan positif
 Kompresi dada
 Penilaian setelah resusitasi

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas belajar mengajar Keterangan


20 menit Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 Nara sumber
mahasiswa)
10 menit Nara sumber melakukan peragaan langkah- Nara sumber
langkah resusitasi bayi baru lahir.
10 menit Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok Instruktur
kecil (1 kelompok terdiri dari 9
mahasiswa). Tiap kelompok kecil memiliki
1 instruktur dan tindakan dilakukan
berdasarkan kasus yang diberikan
Instruktur melakukan demontrasi
langkah-langkah resusitasi bayi baru lahir.
20 menit Coaching: mahasiswa melakukan tindakan Instruktur
secara bergantian (2-3 orang) sesuai kasus dan mahasiswa
dengan dibimbing oleh instruktur

90 menit Self practice : mahasiswa melakukan Instruktur dan


sendiri tindakan sesuai kasus secara mahasiswa
bergantian, sehingga total waktu yang
dibutuhkan ± 90 menit (tergantung jumlah
mahasiswa)

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


IV.1.PELAKSANAAN

1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok besar 45 mahasiswa dan kecil 9 orang.Kelompok


besar dipimpin nara sumber dan kelompok kecil dipimpin instruktur.
2. Cara pelaksanaan kegiatan:
Instruktur melakukan choacing selama 20 - 30 menit, beberapa mahasiswa melakukan
pemeriksaan simulasi dibimbing instruktur dan peserta lain dapat melakukan
pengamatan.
Menggunakan pasien simulasi , mahasiswa.
Ditunjuk seorang mahasiswa untuk melakukan pemeriksaan. Mahasiswa
lainnya bertugas sebagai pengamat.
Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan.

40
3. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester VI.
4. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3

V. SARANA DAN ALAT YANG DIPERLUKAN


1. Meja 1 buah + alat tulis, kertas checklist
2. Stop Watch
3. Oksigen
4. Sarung tangan steril
5. Boneka bayi untuk resusitasi
6. Kain bedong bayi 3 lembar
7. Pengisap lendir (pengisap lendir de Lee/bulb syringe)
8. Balon resusitasi dan sungkup untuk bayi

VI. RUJUKAN

1. Kattwinkel J, penyunting. Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta:


Perinasia;2007
2. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Departemen Kesehatan RI.
Tahun ; 2000

41
VII. LEMBAR PENGAMATAN PERAWATAN DAN PENANGANAN
NEONATUSDAN BAYI ASFIKSIA

LANGKAH/TUGAS Pengamatan
PERSIAPAN ALAT RESUSITASI Ya Tidak
1. Semua alat resusitasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dalam
keadaan keadaan steril yang terdiri dari oksigen, sarung tangan
steril, kain bedong bayi 3 lembar, pengisap lendir (pengisap
lendir de Lee/bulb syringe), balon resusitasi dan sungkup untuk
bayi
2. Meja resusitasi telah dialasi dengan 2 helai kain yang bersih
dan kering
3. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir,
memakai sarung tangan steril
PERSIAPAN BAYI
4. Memotong tali pusat segera setelah bayi lahir
5. Menerima bayi dengan kain yang kering dan hangat dan
meletakkannya pada tempat resusitasi yang sudah disiapkan.
6. Posisi penolong berada pada kepala bayi
MENILAI DAN MENJAWAB 4 PERTANYAAN

7. Dalam beberapa detik secara cepat, menilai dan menjawab 4


pertanyaan berikut :
 Apakah bersih dari mekonium ?
 Apakah bayi bernapas atau menangis ?
 Apakah tonus otot baik ?
 Apakah bayi cukup bulan ?
Bila salah satu pertanyaan ada yang dijawab “Tidak”, maka
bayi memerlukan tindakan lebih lanjut, yaitu: Langkah Awal
Resusitasi.
LANGKAH AWAL
MEMBERIKAN KEHANGATAN
8. Alat pemancar panas telah diaktifkan atau boks yang sudah
dihangatkan sehingga tempat meletakkan bayi menjadi hangat.
POSISIKAN DAN BERSIHKAN JALAN NAPAS
9. Bayi diposisikan, dengan posisi setengah tengadah dan bahu
diberi ganjalan kain. Pastikan jalan napas terbuka
10. Melakukan pengisapan lendir di mulut dahulu maksimal 5 cm
baru kemudian hidung maksimal 3 cm
MENGERINGKAN BAYI, MERANGSANG &
MEMPOSISIKAN KEMBALI
11. Menggosok seluruh tubuh bayi dengan sedikit tekanan dengan
kain hangat

39
12. Melakukan rangsangan taktil pada telapak kaki atau gosok
naik turun pada punggung bayi dengan telapak tangan anda.

13. Menyingkirkan kain basah.


14. Memungkus bayi dengan kain atau handuk yang
15. bersih, kering dan hangat, serta kepala dan dada tetap
terbuka.
16. Mengatur kembali posisi kepala bayi dengan kain yang
digulung/lipat di bawah bahu sehingga kepala sedikit
ekstensi
MENILAI BAYI
17. Melakukan penilaian, apakah bayi bernapas spontan, megap-
megap atau merintih.
18. Bila bayi tidak bernapas atau megap –megap melakukan
segera Ventilasi Tekanan Positip
VENTILASI BAYI

19. Posisi pelaksana ventilasi tekanan positif (VTP) berdiri di


sebelah atau dekat kepada bayi
20. Memegang balon dengan tangan kanan dan sungkup dengan
tangan kiri
21. Posisi balon sedemikian rupa sehingga tidak menghalangi
pandangan mata ke dada bayi untuk melihat gerak turun naik
dada bayi selama VTP
22. Melakukan ventilasi 40-60 kali permenit dengan menghitung
pompa....dua....tiga....pompa....dua.....tiga
23. Memastikan dada mengembang
24. Bila bayi bernafas spontan, hentikan resusitasi.
25. Setelah 30 detik melakukan VTP, bayi tidak bernafas atau
“megap-megap”, lakukan penilaian frekuensi jantung selama
6 detik.
26. Bila frekuensi jantung < 60 kali/menit ----- lanjutkan VTP dan
LAKUKAN KOMPRESI DADA
27. Bila frekuensi jantung > 60 kali/menit --- teruskan ventilasi
tekanan positip, kemudian melakukan penilaian ulang usaha
napas, frekuensi jantung dan warna kulit
KOMPRESI DADA
 Ada 2 teknik:
a. Teknik ibu jari, kedua ibu jari digunakan untuk menekan
sternum, sementara kedua tangan melingkari dada dan jari-
jari tangan menyokong tulang belakang.
b. Teknik dua jari, ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari
manis dari satu tangan digunakan untuk menekan tulang
dada dengan posisi tegak lurus, sementara tangan yang lain
digunakan untuk menopang bagian belakang bayi (kecuali
kalau bayi diletakkan pada permukaan yang keras)

40
28. Tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada, yang terletak
antara tulang dada sifoid dan garis khayal yang
menghubungkan kedua puting susu.
29. Lakukan kompresi dada disertai dengan VTP
30. Orang yang melakukan kompresi harus mengambil alih tugas
menghitung: “satu- dua-tiga-Pompa” (tiga kompresi + satu
ventilasi)
31. Lakukan selama 30 detik
32. Bila frekuensi denyut jantung mencapai 60 kali/menit atau
lebih, tindakan kompresi dada dihentikan.
33. Lanjutkan VTP sampai > 100 x per menit dan bayi bernapas
spontan
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN
34. Melakukan pemantauan terhadap bayi pasca resusitasi
35. Melakukan pencatatan dan pelaporan

Catatan: Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

41
SL. EM. VI. 7
KETERAMPILAN KLINIK
RESUSITASI

I. PENDAHULUAN

Resusitasi adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi tubuh kepada keadaan
fisiologis. Kehilangan cairan dapat berupa kehilangan yang normal (keringat,
penguapan, urine ) atau kehilangan yang patologis. Kehilangan cairan yang patologis
bisa disebabkan oleh karena perdarahan atau non perdarahan (dehidrasi). Resusitasi
cairan adalah tindakan mengganti kehilangan cairan tubuh yang hilang oleh sebab
patologis kembali menjadi normal.

DASAR TERAPI CAIRAN


 Terapi cairan  resusitasi dan rumatan.
 Resusitasi dapat dilakukan dengan cairan kristalloid atau kolloid.
 Rumatan dilakukan dengan kristalloid.

Komposisi cairan tubuh.


 Total body water : 60% dari BB.
o Intraselular (ICF) : 40%
o Extraseluler (ECF) : 20%
 Intersitial (ISF) : 15%
 Intravascular (IVF) : 5%
Contoh :
o Laki laki , BB : 60 kg  TBW = 60% dari 60 kg 36 liter
o Dari 36 liter TBW  ICF = 24 liter & ECF = 12 liter
o ECF = 12 liter  ISF = 9 liter & IVF = 3 liter

42
Tabel Persentase Total Body Water
Pria Wanita
Kurus 65% 55%
Sedang 60% 50%
Gemuk 55% 45%

Kehilangan cairan non-perdarahan (dehidrasi)

DERAJAT DEHIDRASI

Tanda-tanda klinis Ringan Sedang Berat


Hemodinamik Takikardi Takikardi, Takikardi,sianosis,
hipotensi ortostatik, nadi sulit diraba,
nadi lemah, vena akral dingin
kolaps
Jaringan Mukosa lidah Lidah lunak, Atonia, mata
kering keriput cekung/corong
Turgor kulit < << <<<
Urin Pekat Pekat, jumlah Oliguria
menurun
Kesadaran Normal Apatis, gelisah Koma
Defisit 3-5% BB 6-8% BB 10% BB

Penggantian Cairan :

- Tentukan derajat dehidrasi pasien


- Hitung kekurangan / defisit cairan, berdasarkan derajat dehidrasi dikali dengan
BB
- Bila dehidrasi ringan dan sedang langsung ke rehidrasi tahap lambat, namun bila
dehidrasi berat dimulai dengan rehidrasi tahap cepat kemudian dievaluasi
dilanjutkan ke tahap rehidrasi lambat bila rehidrasi cepat berhasil.
- Tahap cepat : 20–40 ml/kgBB guyur dalam waktu ½ -1 jam
- Tahap lambat : 50% sisa defisit cairan + rumatan, diberikan dalam 8 jam
pertama 50% sisa defisit cairan + rumatan diberikan dalam 16 jam kedua

43
Dehidrasi tahap cepat 
o untuk mengembalikan fungsi hemodinamik menuju normal
o ditandai dengan membaiknya fungsi hemodinamik ( MAP , HR, perfusi
perifer), membaiknya perfusi organ (urine mulai keluar, jernih)
Kebutuhan normal untuk rumatan
Dalam keadaan tidak ada masukan melalui oral, maka defisit cairan dan elektrolit dengan
segera dapat terjadi sebagai akibat produksi urine, sekresi gastrointestinal, keringat dan
insesible waterlossdari kulit dan paru. Kebutuhan normal untuk rumatan dapat dilihat dari
table di bawah ini
Berat Badan Jumlah Cairan

0-10 kg 4 mL / kg/jam

10-20 kg berikutnya tambahkan 2 mL/kg/jam

Untuk setiap kg diatas 20 kg tambahkan 1 mL/kg/jam

Sebagai contoh : kebutuhan cairan rumatan untuk berat badan 60 kg adalah:


10x4 + 10x2 + 40x1= 100 mL/jam

CAIRAN PENGGANTI

Kristaloid : Ringer laktat, Ringer Asetat, NaCl 0.9%


Koloid : HES 6%, Gelatin, Albumin5%

Kehilangan cairan oleh karena perdarahan :


Estimated Fluid and Blood Losses Based on Patient’s Initial Presentation
( tabel ini digunakan untuk menentukan derajad perdarahan yang sudah terjadi
berdasarkan hasil pemeriksaan pada saat ini)

Class I Class II Class III Class IV

Blood-Loss[ml] < 750 750-1500 1500-2000 >2000

Blood-loss [%EBV] <15% 15-30% 30-40% >40%

Pulse-Rate [x/min.] <100 >100 >120 >140

Blood-Pressure Normal Normal Decreased Decreased

44
Pulse-Pressure N or increased Decreased Decreased Decreased

Respiratory Rate 14-20 20-30 30-35 >35

Urine out- >30 20-30 5-15 Negligible


put[ml/hour]

Mental status/CNS Slightly Midly anxious Anxious and Confused and


anxious confused lethargic

EBV : 70 ml/kg BB  contoh BB 60 kg , maka EBV = 50 x 70 = 4200 mL


Perdarahan 25 % EBV = 25 % x 4200 = 1000 mL

Penggantian Cairan Pada Perdarahan:

Konsensus :

o Kristaloid 3:1

o Kolloid (HES) 1:1

o Kolloid (gelatin) 1.5 : 1

Sampai dengan perdarahan 25 % EBV  Kristaloid


Contoh :
o Pasien dengan BB 60 kg, perdarahan s/d 25% EBV ( 1000 ml)  diganti dengan
3000 ml RL.
o Selebihnya ( diatas 25% EBV), diganti dengan koloid (1:1)  500 mperdarahan
diganti dengan 500 ml HES-6% , atau darah (WB) 500 ml

TRANSFUSI DARAH

Mengikuti RULE-of 5

o Jumlah ml WB = BB (kg) x 5 x delta Hb ( selisih Hb target dengan Hb saat


ini)
o Target Hb = 7-9 gr %
o PRC  ½ dari WB.
o Contoh :
o BB 60kg, Hb 3gr%, target 9gr%
o Maka kebutuhan WB = 60 x 5 x (9-3) = 1800 ml
o Bila PRC 900 ml

45
PENGHANGATAN CAIRAN :

Tujuan penghangatan cairan :


 Tetesan infus lancar
 Mencegah hypothermia
 Kurva dissosiasi oksigen bergeser kekanan (un-loading, Hb mudah melepas
oksigen)
 Pumping jantung kuat

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1 TUJUAN UMUM


Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok resusitasi cairan pada passien dewasa
ini, mahasiswa dapat mendiagnosa (menentukan) derajad kehilangan cairan non
perdarahan (dehidrasi) dan kehilangan cairan pada perdarahan, terampil melakukan
resusitasi cairan sesuai dengan derajad kehilangan cairan, mengenal dan dapat
menentukan jeniscairan yang digunakan untuk resusitasi, menentukan saat transfusi
dan menghitungkebutuhan darah yang dibutuhkan.

II.2 TUJUAN KHUSUS


1. Mahasiswa mampu mengenal jenis-jenis cairan untuk resusitasi cairan
2. Mahasiswa mampu melakukan diagnosa (penentuan)derajad kehilangan cairan
non perdarahan (dehidrasi).
3. Mahasiswa mampu melakukan penghitungan kebutuhan dan cara
resusitasidan jenis cairan yang digunakan pada kasus dehidrasi
4. Mahasiswa mampu melakukan diagnosa (penentuan)derajad kehilangan cairan
dan darah pada kasus dengan perdarahan.
5. Mahasiswa mampu melakukan penghitungan kebutuhan , cara resusitasidan
jenis cairan yang digunakan pada kasus perdarahan.
6. Mahasiswa mampu menentukan saat kapan transfusi dan penghitungan
kebutuhan darah.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemberian larutan infus yang
dihangatkan

46
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

WAKTU AKTIVITAS BELAJAR MENGAJAR KETERANGAN

20 menit Introduksi pada kelas besar ( terdiri dari 45 Nara sumber


mahasiswa)
10 menit Narasumber mencontohkan perhitungan terapi Nara sumber
cairan
10 menit Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 Instruktur
kelompok terdiri dari 9 mahasiswa). Tiap
kelompok kecil memiliki 1 instruktur yang
mencontohkan pemberian terapi cairan.

Instruktur mencontohkan perhitungan terapi


cairan
20 menit Coaching : mahasiswa melakukan tindakan Instruktur dan
secara bergantian dengan dibimbing oleh mahasiswa
instruktur.
90 menit Self practice : mahasiswa melakukan sendiri Mahasiswa
tindakan secara bergantian sehingga total waktu
yang dibutuhkan ± 90 menit

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


IV.1.PELAKSANAAN

1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok besar 45 mahasiswa dan kecil 9


orang.Kelompok besar dipimpin nara sumber dan kelompok kecil dipimpin
instruktur.
2. Cara pelaksanaan kegiatan:
Instruktur melakukan choacing selama 20 - 30 menit, beberapa mahasiswa
melakukan pemeriksaan simulasi dibimbing instruktur dan peserta lain dapat
melakukan pengamatan.
Menggunakan manikin.
Ditunjuk seorang mahasiswa untuk melakukan resusitasi. Mahasiswa
lainnya bertugas sebagai pengamat.
Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan.
3. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester VI.
4. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3

47
V. RUJUKAN

 G.Edward Morgan,Jr ; Maged S.Mikhail ; Michael J.MurrayClinical


Anasthesiology.
 ATLS

VI. SKENARIO KASUS


Laki-laki, 40 thn, 60 kg mengalami KLL datang ke UGD dengan keadaan :
Nafas sesak 32 x/menit, TD : 90/70 mmHg, Nadi : 128x / menit, Ketika diajak bicara
jawaban tidak jelas, setelah dipasang kateter, urine yg keluar pekat, hanya 15 cc.
Perut kelihatan membesar dan keras. Jejas terlihat di daerah bawah arcus costa
kiri.Tanda-tanda patah tulang tidak kelihatan.
Lakukanlah resusitasi cairan yang sesuai dengan kasus di atas !

Setelah dilakukan rewsusitasi ,keadaan pasien saat ini nafas berkurang sesaknya
24x/menit, TD : 110/70 mmhg, Nadi 106x / menit, urine sudah mulai keluar 40 cc, mulai
jernih.
Setengah jam kemudian pasien tampak sesak kembali, tekanan darah turun 90/70, Nadi
120 x /menit, pasien tampak pucat, sklera tampak udem. Hb diukur 5 gr %.
Pasien didiagnosa mengalami trauma tumpul abdomen dengan shock hipovolemik ec
internal bleeding (spleen-rupture ?)
Lakukanlah resusitasi cairan yang sesuai dengan kasus di atas !

Jawaban : (untuk instruktur)


1. diagnosa Trauma tumpul abdomen dengan shock hipovolemik ec internal bleeding
2. Lihat tabel, dari tanda dan gejala yang ada diagnosa: derajad perdarahan kelas III (
30 -40 % EBV)
35 % x 60 x 70 mL = 1500 mL
3. Cairan yang diberikan RL (Ringer Lactat) + koloid (HES 6%) (dihangatkan)
4. Sampai dengan perdarahan 25 % berikan RL (3 : 1)  1000 cc perdarahan diganti
dengan 3000 mL RL, guyur kira-kira 1 jam. Nilai tanda klinis (nafas, TD, Nadi,
produksi urine), bila hemodinamik belum kembali normal, berikan penganti sisa
perdarahan dengan koloid  500 mL perdarahan ganti dengan HES 6 % 500 mL ( 1 :
1)
5. Persiapan yang dilakukan :
 Infus set (jarum besar, 16 G atau 18 G ) 2 set.
 Pemanas cairan

48
 Oksigen nasal
 Kateter urine
Setelah ½ jam berikutnya keadaan menurun kembali :
1. Panggil segera ahli bedah dan tim OK untuk segera operasi cito.
2. Berikan transfusi Whole Blood dengan target Hb 9 gr%
= 60 x 5 x (9-5) = 1200 mL WB
Bila ingin memberi PRC  beri 600 mL PRC
3. Darah perlu dihangatkan sampai dengan 39 0 C
Dihangatkan agar supaya :
- tetesan lancar
- kurva oksigen disosiasi bergeser ke kanan ( oksigen mudah dilepas oleh Hb)
- pumping jantung kuat
- tidak terjadi hypothermia

Kasus 2 :

Seorang wanita, umur 26 thn, BB 50 kg, datang ke unit gawat darurat dengan keluhan
muntah dan mencret.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai : bila diberi rangsang nyeri dengan menekan nail bed,
mata terbuka lalu tertutup kembali; dari bangun lalu tidur kembali.
TD 85/- mmHg (dari palpasi); nadi 138x/menit, halus; ujung jari dingin, warna pucat dan
kebiruan, mata cekung. Katerter terpasang, urine 5 cc dengan warna pekat.
Pasien didiagnosa mengalami muntah mencret dengan dehidrasi berat.

Lakukanlah resusitasi cairan yang sesuai dengan kasus di atas !

Jawaban : (untuk instruktur)


1. lihat tabel dehidrasi klas dehidrasi berat
2. Pasien mengalami kehilangan cairan 10%/BB
3. 10% dari 50 kg = 5 liter = 5000 ml
4. Cairan yang diberikan RL (Ringer Lactat) yg dihangatkan
- Persiapan yang dilakukan :
 Infus set (jarum besar, 16 G atau 18 G ) 2 set.
 Penghangat cairan
 Penghangat tubuh

49
 Oksigen nasal
 Pemasangan kateter urine
 Persiapan cairan Kristaloid RL yang dihangatkan
- Tata cara resusitasi cairan
Infus RL hangat : 20 ml/kg BB  1000 ml
Dihabiskan dalam waktu setengah s/d 1 jam (guyur)
Dinilai status pasien ini, kalau masih belum membaik, berikan 20 ml/kg BB (1000
ml) ke II dalam waktu setengah jam
Nilai kembali TD saat ini : 105/70 mm/Hg, HR : 100 x/menit, nadi teraba, volume
sudah mulai membaik.
Urine keluar 35 ml,mulai jernih
Tindakan berikutnya sisa deficit cairan 5000 ml – 2000 ml = 3000 ml.
Cairan Rumatan dengan BB = 50 kg = (10 X 4) +(10x2)+ (30X1) = 90 ml/jam
Maka tetesan lambat 8 jam pertama (50% x 3000 ml + (90 ml x 8 ) = 2220 ml →
dihabiskan dalam 8 jam
16 jam berikutnya : 1500 ml + (90 ml x 16 ) = 2940 ml habiskan dalam 16 jam
berikutnya.
NB. 1cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro
Sementara lakukan pemantauan, hemodinamik, perfusi perifer, produksi urine,
temperatur tubuh.

VII. LEMBAR PENGAMATAN RESUSITASI CAIRAN

PENGAMATAN
No. LANGKAH / TUGAS YA TIDAK
1. Menilai parameter parameter :
- Menentukan TD
- Menentukan HR
- Menentukan pulse pressure
- Menentukan frekwensi pernafasan
- Menentukan produksi urin
- Turgor kulit
- Menentukan kesadaran

50
2. Persiapan untuk melakukan tindakan :
 Infus set (jarum besar, 16 G atau 18 G ) 2 set.
 Penghangat cairan
 Penghangat tubuh
 Oksigen nasal
 Kateter urine
 Persiapan cairan Kristaloid RL
3. Menentukan derajat perdarahan atau dehidrasi sesuai
data pada point 1. (lihat tabel)
4. Melakukan perhitungan kehilangan darah atau dehidrasi
cairan berdasarkan klassifikasi (tabel).
5. Mengenal jenis cairan pengganti perdarahan (kristaloid,
koloid, darah atau komponen darah) dan pengganti
cairan untuk rehidrasi pada kasus dehidrasi
6. Melakukan penggantian perdarahan/ dehidrasi, sesuai
dengan petunjuk diatas. ( kerjakan sesuai dengan kasus)
7. Pemantauan pasca resusitasi / rehidrasi sesuai dengan
tabel (klassifikasi perdarahan/dehidrasi)

Note : Ya : Mahasiswa melakukan


Tidak : Mahasiswa tidak melakukan

51
SL. EM. VI. 8
KETERAMPILAN KLINIK
RESUSITASI JANTUNG PARU ANAK

I. PENDAHULUAN

Henti jantung pernapasan terjadi akibat hipoksia dan asidosis jaringan yang progresif,
disebabkan kegagalan pernapasan dan/atau disertai renjatan. Berbagai kondisi klinis pada anak
dapat menyebabkan henti jantung pernapasan dan/atau renjatan seperti antara lain ruda paksa,
SIDS, distres pernapasan dan sepsis.

Accidents
SIDS
Respiratory distress
Sepsis

Respiratory failure and/or shock

Progressive tissue hypoxia and acidosis

Cardiopulmonary arrest

Diagram-1 Patofisiologi henti jantung pernapasan

Pada henti jantung-pernapasan dilakukan tindakan resusitasi jantung paru (RJP). Tindakan ini
adalah bagian dari dukungan hidup dasar pediatric (pediatric basic life support atau PBLS).
Upaya komunitas untuk mempertahankan dan memelihara kualitas kehidupan anak, oleh AHA
digambarkan sebagai 5 rantai hidup anak (The 5 links pediatric chain of survival), yakni
pencegahan, resusitasi jantung paru (RJP) dini, akses langsung ke sistim emergensi respon
(Emergency response system), dukungan hidup lanjut pediatrik (pediatric advanced life support
atau PALS) secepatnya , diikuti perawatan pasca henti jantung. Pediatric basic life support
(PBLS) membentuk 3 rantai pertama dari 5 rantai hidup tersebut.

Gambar-1 Pediatric Chain of Survival

Langkah-Langkah Melakukan Pediatric Basic Life Support

Pediatric Basic life support (PBLS) adalah pendekatan sistimatik yang meliputi penilaian
inisial pada pasien, mengaktifasi pelayanan emergensi medik (emergency medical services)
dan memulai RJP termasuk defibrilasi. Komponen kunci RJP yang efektif adalah ventilasi dan
kompresi dada yang adekuat. PBLS dapat dilakukan oleh orang awam dan tenaga kesehatan.

Sebelum melakukan RJP, pastikan lingkungan sekeliling tempat kejadian aman untuk penolong
dan korban. Selanjutnya aktifasi pelayanan emergensi medik (EMS) serta mengusahakan
defibrilator ekternal otomatik (automated external defibrillator atau AED)(Gambar-2).

52
Gambar-2 Welch Allyn AED-10 (Automated External Defibrillator)

Untuk aktifasi pelayanan emergensi medik, bila ada dua atau lebih penolong maka salah satu
segera menghubungi EMS dan mengusahakan defibrilator. Penolong yang lain segera
melakukan RJP.
Bila penolong hanya sendiri dan kejadian henti jantung disaksikan, maka tindakan adalah
segera menghubungi EMS dan mengusahakan defibrilator, baru kemudian melakukan RJP.
Bila kejadian henti jantung tidak disaksikan maka mulai RJP lebih dulu selama dua menit
kemudian menghubungi EMS serta mengusahakan defibrilator.

Urutan RJP

1. Nilai respon dan pernapasan


2. Mulai RJP bila bayi atau anak tidak respon dan tidak bernapas (atau hanya megap-megap)
3. Bila pols tidak ada atau tidak teridentifikasi dalam 10 detik, mulai kompresi dada
SEBELUM pembebasan jalan napas dan pemberian bantuan pernapasan.
4. Setelah kompresi 30 kali (15 kali bila dilakukan oleh dua penolong), bebaskan jalan napas
dan berikan dua kali bantuan pernapasan.
5. Bila pols dapat ditentukan dalam 10 detik, yang dilakukan hanya bantuan pernapasan.
6. Bila pols ≥60 kali per menit, ventilasi diteruskan.
7. Bila pols <60 kali per menit, lakukan kompresi dada disamping bantuan pernapasan.

Menilai respon dan pernapasan

Tegur anak atau panggil namanya. Dapat digunakan skala


AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive). Lihat gerakan
napas atau dengar dan rasakan angin pernapasan. Bila anak
respon tempatkan dalam posisi recovery. Bila tidak respon
lakukan langkah-langkah selanjutnya.

Cek pols (untuk tenaga kesehatan)

Cek pols tidak lebih dari 10 detik di arteri brachial pada bayi atau
di arteri carotid/femoral pada anak. Bila pols tidak ada/tidak
teraba/<60 permenit, atau perfusi jelek (pucat, sianosis)-henti
jantung mengancam, segera mulai kompresi dada. Pols  60
permenit tetapi tidak bernapas: beri bantuan napas 12 to 20 kali
permenit tanpa kompresi sampai ada napas spontan.
Kompresi dada

53
Lokasi kompresi :

Bayi : pada sternum sedikit dibawah garis intermammary.


Anak : didaerah setengah bawah sternum.

Cara kompresi :

Pada bayi dilakukan dengan dengan dua jari (jari tengah dan telunjuk) di lokasi kompresi bila
hanya ada satu penolong; gunakan kedua jari jempol bila ada dua penolong. Pada anak < 8
tahun dilakukan dengan tumit telapak tangan. Pada anak lebih 8 tahun dilakukan seperti
dewasa dengan kedua telapak tangan bertindihan (lihat gambar).

Teknik kompresi :

Tekan kuat 1/3 – ½ diameter antero-posterior rongga dada


Tekan cepat ± 100 kompresi per menit
Setiap akhir kompresi, beri kesempatan rongga dada reekspansi/
sternum kembali ke posisi normal
Interupsi seminimal mungkin selama melakukan kompresi.

Membebaskan jalan napas

Awam : head tilt–chin lift maneuver pada korban rudapaksa


(trauma leher atau kepala) maupun non rudapaksa.
Petugas kesehatan : head tilt–chin lift maneuver pada korban tanpa
trauma leher atau kepala); jaw thrust tanpa head tilt, bila ada
sangkaan trauma pada spina cervical; head tilt–chin lift maneuver
bila jaw thrust tidak berhasil membebaskan jalan napas.

54
Bantuan pernapasan

Dilakukan dengan cara mouth-to-mouth, mouth-to-nose, atau dengan masker dan balon
resusitasi.
Jangan diberikan hiperventilasi karena dapat menyebabkan peninggian tekanan intratorasik,
dan menurunkan perfusi koroner serta perfusi otak. Setiap bantuan pernapasan diberikan
sekitar satu detik. Volume yang diberikan harus cukup yang dilihat dari naiknya dinding dada.
Anak dengan pols ≥60 kali permenit dan tidak bernapas diberi bantuan pernapasan setiap 3-5
detik (12-20 pernapasan permenit)
Bayi dan anak yang juga memerlukan kompresi dada diberikan dua kali bantuan pernapasan
setiap 30 kali kompresi dada apabila dilakukan oleh satu penolong . Bila ada dua penolong
diberikan dua kali bantuan pernapasan setiap 15 kali kompresi dada. Bayi dan anak yang sudah
diintubasi diberikan bantuan pernapasan 8-10 kali permenit tanpa harus diinterupsi oleh
kompresi dada.

EC clamp technique

RECOVERY POSITION
Recovery position dilakukan setelah ROSC terjadi
Urutan tindakan recovery position meliputi:
1. Menarik lengan ke atas
2. Menyilangkan lengan pasien yang berseberangan dengan penolong ke arah leher
3. Menekuk kaki yang berseberangan dengan penolong
4. Memiringkan pasien ke arah penolong

Dengan posisi recovery jalan nafas diharapkan dapat tetap bebas(secure airway) dan mencegah
aspirasi jika terjadi muntah

55
PEDIATRIC BLS ALGORITHM FOR HEALTHCARE PROVIDERS: 2010
GUIDELINES

56
II. TUJUAN

II.1 TUJUAN UMUM


Dengan mengikuti kegiatan skills lab pada blok gawat darurat ini mahasiswa
diharapkan dapat memahami resusitasi jantung paru anak secara baik dan benar

II.2 TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu melakukan :
1. Penilaian secara cepat status kesadaran
2. Pembebasan jalan nafas (head tilt/chin lift dan jaw thrust)
3. Mempertahankan jalan nafas (pemberian oksigen, nafas buatan atau dengan
balon resusitasi)
4. Pijat jantung
5. Mengetahui peralatan untuk mempertahankan jalan nafas dan ventilasi (tidak
termasuk ventilasi mekanik), antara lain : guedel, penyangga nasofarings,
laringoskop, pipa endotrakeal, kateter penghisap, kanul krikotiroidotomi,
sungkup resusitasi, balon resusitasi, pipa torakotomi, pipa lambung

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas belajar mengajar Keterangan


(menit)
20 menit Introduksi pada kelas besar (45 mahasiswa) Nara sumber
10 menit Nara sumber memperlihatkan tata cara Nara sumber
penilaian cepat status kesadaran dan resusitasi
jantung paru anak
10 menit Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil Instruktur
(1 kelompok terdiri dari 9 mahasiswa). Tiap
kelompok kecil memiliki 1 instruktur dan
tindakan dilakukan pada manekin
Instruktur memperlihatkan tata cara penilaian
cepat status kesadaran dan resusitasi jantung
paru anak

20 menit Coaching: mahasiswa melakukan tindakan Instruktur


secara bergantian pada manekin dengan dan mahasiswa
dibimbing oleh instruktur

90 menit Self practice : mahasiswa melakukan sendiri Instruktur dan


tindakan pada manekin secara bergantian, mahasiswa
sehingga total waktu yang dibutuhkan ± 90
menit (tergantung jumlah mahasiswa)

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


IV.I. PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 9 orang
2. Diskusi dipimpin oleh instruktur yang ditunjuk oleh koordinator
3. Pelaksanaan kegiatan

57
a. Instruktur melakukan demonstrasi selama 10 menit dan mahasiswa memperhatikan dan
diberikan kesempatan untuk bertanya
b. Mahasiswa melakukan tindakan RJPO terdiri dari 1 orang , atau 2 orang yang melakukan
resusitasi dan yang lain sebagai pemerhati. Kegiatan ini dibimbing oleh instruktur yang
sudah ditunjuk
c. Seiap mahasiswa harus diberi kesempatan untuk dapat melakukan RJPO
4. Waktu pelaksanaan
Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
5. Tempat pelaksaan Ruang Skills Lab FK USU

IV. RUJUKAN
1. Kumpulan materi Pelatihan Resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut (2012)-Advanced
Pediatric Resuscitation Provider Course
2. Part 13: Pediatric Basic Life Support. 2010 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care

V. SARANA DAN ALAT YANG DIPERLUKAN


1. Meja instruktur + alat tulis, kertas checklist
2. Karpet (untuk masing-masing kelompok)
3. Manekin anak (untuk masing-masing kelompok)
4. Sungkup resusitasi (untuk masing-masing kelompok)
5. Balon resusitasi (untuk masing-masing kelompok)

VI. LEMBAR PENGAMATAN RESUSITASI JANTUNG PARU PADA ANAK

LANGKAH/TUGAS Pengamatan
Ya Tidak
1. Menilai status kesadaran pasien secara cepat dengan cara
memanggil nama sambil menepuk bahu

2. Jika pasien tidak ada respon atau tidak sadar dan tidak
bernapas atau gasping, segera panggil bantuan
3. Raba pulsasi nadi
Dilakukan kurang dari 10 detik, pada arteri karotis pada anak
Jika <60x/menit dilakukan kompresi jantung luar
4. Menentukan titik kompresi pada setengah bagian bawah
sternum dengan satu atau kedua telapak tangan tapi tidak
menekan prosesus xyphoid ataupun sela iga
5. Melakukan kompresi dada dengan baik, yaitu :
- Push hard : kedalaman kompresi berkisar 1/3 – ½
diameter anteroposterior dada
- Push fast kecepatan kompresi 100 kali/menit
- Release completely : lepaskan tekanan hingga dada dapat
mengembang penuh
- Minimalisasi interupsi pada saat melakukan kompresi
dada
6. Buka jalan napas dan berikan ventilasi/napas buatan
Buka jalan napas :
Posisi penolong berada di sebelah kanan pasien, dengan kaki
kiri sejajar dengan bahu pasien
58
- Head tilt-chin lift : letakkan satu tangan pada dahi, tekan
perlahan ke posterior sehingga kemiringan kepala pada
posisi normal atau sedikit ekstensi. Letakkan jari tangan
lain pada tulang rahang bawah tepat di ujung dagu dan
dorong keluar atas, sambil mempertahankan tangan lain
yang sebelumnya pada dahi
- Jaw thrust (jika curiga trauma servikal) : posisi
penolong di sisi atau di atas kepala pasien, letakkan 2- 3
jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut
posterior bawah kemudian angkat dan dorong keluar

Memberikan napas buatan/ventilasi (dengan mulut atau


balon resusitasi) : berikan napas buatan 1 napas tiap 3
detik sebanyak 2 kali
- Tanpa alat : Menggunakan teknik mouth-to-mouth ,
tarik nafas, kemudian tiup dan lihat pengembangan dada.
Bila dada tidak mengembang, perbaiki posisi kepala dan
bila tetap tidak mengembang, pikirkan kemungkinan
sumbatan jalan nafas.
- Menggunakan balon resusitasi dan sungkup dengan
teknik EC clamp
7. Lakukan RJP sebanyak 5 siklus dalam waktu 2 menit,
dimana tiap siklus terdiri dari :
- 1 penolong = kompresi dada : ventilasi  30:2
- 2 penolong = kompresi dada : ventilasi  15:2
8. Melakukan penilaian setelah 5 siklus dengan meraba kembali
arteri karotis
9. Bila telah tercapai ROSC ( return of spontaneous
circulation), lakukan posisi recovery position
1. Menarik lengan ke atas
2. Menyilangkan lengan ke arah leher
3. Menekuk kaki yang sejajar dengan penolong
4. Memiringkan pasien

Note : Ya = mahasiswa melakukan


Tidak = mahasiswa tidak melakukan

59
SL. EM. VI. 9
TRANSPORTASI PASIEN DAN PEMASANGAN COLLAR BRACE (CB)

I. PENDAHULUAN
Keputusan untuk merujuk pasien didasarkan pada kebutuhan pasien untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan tempat pelayanan yang diperoleh pada
sarana pelayanan kesehatan sebelumnya. Pelayanan yang lebih baik dimaksudkan bisa berupa
prosedur diagnostik dan atau pelayanan spesialistik. .
Selama transportasi, pasien berada dalam risiko morbiditas dan mortalitas yang
meningkat. Risiko ini bisa dikurangi dan diperoleh hasil akhir yang lebih baik bila
dilaksanakan dengan perencanaan yang baik.
Perencanaan tersebut berupa, penentuan personel yang tepat dan qualified, pemilihan dan
tersedianya peralatan serta obat-obatan yang tepat dan lengkap. Selama dalam proses rujukan
pasien,baik personel maupun peralatan merupakan kesatuan yang utuh dan tidak bisa
dipisahkan, dalam pengertian bila terjadi keadaan yang akut maka dengan monitoring yang ada
segera diketahui dan dengan segera pula diberikan tindakan yang tepat untuk mengatasi
keadaan akut tersebut.
Keputusan untuk merujuk seorang pasien merupakan tanggung jawab dari dokter
pengirim sebelumnya. Begitu keputusan merujuk telah dibuat, maka sebaiknya pelaksanaan
rujukan harus sesegera mungkin. Kalau dibutuhkan tindakan resusitasi dan stabilisasi dapat
dimulai sebelum proses transportasi dan kemudian stabilisasi yang sempurna dicapai pada
rumah sakit yang dituju dengan fasilitas yang lebih baik.

II.TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM

Dengan mengikuti skills lab ini, diharapkan mahasiswa dapat melakukan proses rujukan
dan transportasi pasien dengan benar

II.2. TUJUAN KHUSUS


 Mahasiswa mampu mempersiapkan perencanaan rujukan pasien dengan
lengkap dan benar
 Mahasiswa mampu melakukan rujukan pasien dengan baik dan benar dan tidak
terjadi cidera yang lebih fatal pada pasien saat rujukan tersebut
 Mahasiswa mampu melakukan pemasangan collar brace dengan benar.

60
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Belajar Mengajar Keterangan


20 menit Introduksi pada kelas besar tentang persiapan Nara sumber
rujukan dan pemasangan collar brace (terdiri dari
45 mahasiswa)
10 menit Nara sumber memperlihatkan cara melakukan Nara Sumber
transport pasiendan pemasangan collar brace
10 menit Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil ( 1 Instruktur
kelompok terdiri dari 9 mahasiswa ). Tiap
kelompok kecil memiliki 1 instruktur .
Instrukturmemperlihatkan cara mempersiapkan
rujukan pasiendan pemasangan collar brace

20 menit Coaching : mahasiswa melakukan persiapan Instruktur dan


rujukan pasien dan pemasangan collar brace secara mahasiswa
bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing oleh
instruktur

90 menit Self Practice: mahasiswa melakukan sendiri Mahasiswa


persiapan rujukan pasien dan pemasangan collar
brace secara bergantian sehingga total waktu yang
dibutuhkan + 90 menit (tergantung dari jumlah
mahasiswa)

IV. SARANA YANG DIPERLUKAN


1. Ambulance dengan sarana yang lengkap
2. Tempat tidur transport pasien
3. Tabung Oksigen dan regulator
4. Monitor multifungsi (EKG, HR, TD, SpO2,Temp)
5. Alat dan Obat Emergency
6. Cairan infus (RL, koloid)
7. Laringoscope, Pipa-Endotrakheal, Pipa-Oropharyng dan Pipa-Nasopharyng
8. Sarana Komunikasi

V. TRANSPORT DALAM RUMAH SAKIT

Setiap unit pelayanan harus mempunyai Standart Operating Prosedur sistem rujukan tertulis
yang berisi :
Koordinasi dan komunikasi sebelum transportasi dilakukan :
 Komunikasi antar dokter dan/atau antar perawat mengenai kondisi pasien dan terapi
diberikan sebelum dan pada saat tranportasi dilakukan.
 Konfirmasi sebelum transportasi bahwa area yang dituju telah siap untuk menerima
pasien dan langsung memulai prosedur atau tes yang akan dilakukan segera pasien
sampai
61
 Menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga tentang resiko selama transportasi dan
meminta Informed Consent tentang resiko dalam perjalanan

Personil yang menemani pasien :


 Minimal harus 2 petugas yang menemani pasien
 Salah satunya sebaiknya perawat ICU yang menangani pasien atau perawat yang telah
dilatih untuk transportasi pasien-pasien kritis.
 Personil tambahan mencakup petugas yang sesuai dengan keadaan pasien
 Seorang dokter harus mendampingi pasienyang kondisi fisiologisnya tidak stabil dan
mungkin membutuhkan tindakan segera yang diluar dugaan selama transport.

Peralatan yang diperlukan dalam transportasi pasien :


 Alat monitor multi fungsi yang ada defibrilator
 Peralatan bantu nafas dan ambu bag yang ukurannya tepat dan sesuai untuk pasien
 Suplai oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pasien selama diluar unit
intensif dengan cadangan 30 menit
 Obat-obat resusitasi dan peralatan yang standrat dalam system transportasi
 Persediaan cairan intravena yang cukup dan pemberian obat berkelanjutan.
 Untuk pasien-pasien yang menggunakan ventilasi mekanik, selama transportasi harus
digantikan alat yang fungsinya hampir sama dengan yang diterima pasien di ICU.
 Monitoring selama transportasi secara berkala sesuai keadaan pasien
 Mencatat semua perubahan pasien dalam status pasien

V.B. TRANSPORT ANTAR RUMAH SAKIT

Merujuk pasien antar rumah sakit sebaiknya dilakukan jika keuntungan yang didapat
pasien melebihi risiko selam transportasi. Jika seorang pasien membutuhkan pelayanan diluar
kapasitas rumah sakit yang bersangkutan, pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain yang
memiliki fasilitas yang dibutuhkan. Keputusan untuk merujuk pasien merupakan tanggung
jawab dokter yang bertugas di rumah sakit yang merujuk. Saat keputusan untuk merujuk telah
dibuat maka harus dilaksanakan sesegera mungkin. Selama transportasi tersebut diusahakn
tidak memperburuk kondisi pasien. Resusitasi dan stabilisasi harus dimulai di rumah sakit yang
merujuk.
Peraturan Undang Undangdalam praktek kedokteran membutuhkan informed consent
dari pasien yang kompeten atau pihak yang mewakili pada pasien yang tidak kompeten
sebelum transportasi antar rumah sakit dimulai.

62
IV.2. SARANA DAN ALAT
Peralatan yang dibutuhkan dan koordinasi harus dilakukan sebelum suatu rencana
rujukan antar rumah sakit dilakukan :
 Koordinasi dan komunikasi sebelum transport :
Dokter yang merujuk harus menghubungi dokter yang menerima untuk menjelaskan
kondisi pasien dan tindakan yang dibutuhkan di rumah sakit rujukan, serta meminta
pendapat dan saran mengenai stabilisasi dan transportasi. Dokter yang bertugas di
rumah sakit rujukan harus menerima pasien dan mengkonfirmasi bahwa sumber daya
yang sesuai tersedia di rumah sakit rujukan tersebut.
 System transportasi yang digunakan ditentukan oleh dokter yang merujuk setelah
konsultasi dengan dokter yang menerima, berdasarkan waktu, cuaca, intervensi medis
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup selama transportasi, dan ketersediaan
personil dan sumber daya.
 Jasa transportasi harus dihubungi untuk konfirmasi ketersediannya, memberi informasi
tentang status pasien dan mengantisipasi kebutuhan medus selama transportasi, dan
mengkoordinasi waktu transfer.
 Peralatan dan obat yang dibutuhkan sesuai keadaan pasien
 Salinan rekam medis termasuk resume saat pasien keluar dan semua penunjang
diagnostik harus diberikan pada pasien. Hal ini tidak boleh memperlambat transportasi
pasien.

Personil yang mendampingi


 Minimal 2 orang petugas terlatih, di luar supir kendaraan, harus mendampingi pasien.
Setidaknya salah satu personil yang mendampingi merupakan perawat yang terlatih,
dokter,yang mampu memberikan pertolongan pada gangguan system jalan nafas
termasuk melakukan tindakan intubasi endotrakea, terapi intravena, interpretasi
disritmia dan penanganannya, dan mampu memberikan tindakan bantuan hidup dasar
dan tingkat lanjut.
 Jika tidak ada dokter yang mendampingi, maka harus tersedia suatu sistem komunikasi
untuk memantau perubahan kondisi pasien dan untuk mendapat perintah tindakan
tambahan. Jika hal ini tidak memungkinkan, maka perawat terlatih dan petugas medik
gawat darurat harus diberikan hak penuh untuk melakukan intervensi yang dibutuhkan
demi keselamatan pasien.

Peralatan dan tindakan minimum yang harus tersedia :


Untuk manajemen jalan nafas dan ventilasi :
 Ambu bag dan masker yang tepat dan sesuai untuk pasien
 Selang endotrakeal, laringoskopi yang tepat ukurannya untuk pasien
 Suplai oksigen dalam jumlah yang cukup dengan cadangan volume 1 jam tambahan
 Mesin dan kateter suction

63
 Monitor multifungsi dan defibrilator
 Peralatan terapi intravena termasuk kanula, cairan, jarum dan alat suntik, dan peralatan
untuk pengaturan infus intravena berkelanjutan
 Obat-obatan dan alat untuk resusitasi jantung tahap lanjut, manajemen gangguan
fisiologis akut dan kebutuhan spesifik pasien.
 Alat-alat komunikasi
 Monitor selama transportasi

VI. LEMBAR PENGAMATANTRANSPORT PASIEN

Pengamatan
Langkah/Tugas Ya Tidak
1. Mempersiapkan diri dan alat
 Alat- alat emergency
 Obat-obat emergency
2. Transport dalam rumah sakit
 Komunikasi antar dokter dan/atau antar perawat rumah sakit
 Konfirmasi sebelum transportasi bahwa area (ruangan) yang
dituju telah siap untuk menerima pasien.
 Pemberitahuan dokter yang bertanggungjawab untuk
mendampingi pasien selama transportasi
 Monitoring dan pencatatan keadaan pasien selama transportasi
dalam rekam medis
 Personil yang menemani pasien : perawat ICU, personil
tambahan, dokter (bila kondisi pasien tdk stabil)
 Monitor, defibrilator, alat bantu nafas, oksigen, obat obat
emergensi dan resusitasi serta cairan.
 Pengganti untuk ventilasi mekanik (AMBU)
.
3. Transport antar Rumah sakit
 Koordinasi dan komunikasi sebelum transport antar dokter
atau perawat kedua rumah sakit.
 Sistem transportasi yang digunakan harus ditentukan oleh
dokter yang merujuk setelah konsultasi dengan dokter yang
akan menerima.
 Jasa transportasi harus dihubungi untuk konfirrmasi
ketersediannya.
 Salinan rekam medis diberikan pada pasien.

Personil yang mendampingi


 Minimal 2 orang, di luar supir kendaraan, harus mendampingi
pasien, salah satunya perawat ICU atau perawat yang terlatih,
atau dokter yang mampu mengatasi kegawat daruratan dan
bantuan hidup dasar (basic life support)
 Jika tidak ada dokter yang mendampingi, maka harus tersedia
suatu sistem komunikasi untuk memantau perubahan status
pasien dantindakan nintervensi yang dibutuhkan.
Peralatan minimum yang harus tersedia :
 Untuk manajemen jalan nafas dan ventilasi :
 Monitor multi fungsi dan defibrilator
 Peralatan terapi intravena dan cairan (kristaloid, koloid)
 Obat-obatan untuk resusitasi jantung tahap lanjut, manajemen
gangguan fisiologis akut dan kebutuhan spesifik pasien
 Alat-alat komunikasi

64
KETERAMPILAN KLINIK
B. PEMASANGAN COLLAR BRACE

I. PENDAHULUAN

Pemasangan collar brace dilakukan untuk menjaga vertebra servikalis pada posisi
netral, dapat juga untuk terapi pada whiplash (salah urat leher karena kepala tersentak) atau
cedera lain yang mengenai tulang leher.
Tujuan agar penyembuhan dapat berjalan dengan baik, mencegah cedera lebih lanjut
yang lebih parah pada tulang leher.

PEMASANGAN COLLAR BRACE

Tindakan pemasangan collar brace meliputi:

a. Persiapan diri sendiri (universal precaution)


b. Persiapan alat
c. Persiapan pasien.
d. Pemasangan alat

A. MELAKUKAN PERSIAPAN DIRI SENDIRI (UNIVERSAL PRECAUTION)

1. Cuci tangan dengan sabun


2. Pasang sarung tangan

B. MELAKUKAN PERSIAPAN ALAT

1. Collar brace yang sesuai jenis cedera pasien (rigid collar brace)
2. Collar brace yang sesuai dengan ukuran leher pasien

C. MELAKUKAN PERSIAPAN PASIEN

 Pasien dibaringkan pada posisi supine pada alas yang datar.


 Posisi adalah posisi netral dimana kepala sejajar dengan tubuh pada posisi berbaring
dengan tangan menghadap ke atas.

D. PEMASANGAN ALAT

1. Instruktur dibantu oleh satu orang untuk memegang kepala pasien agar terfiksasi kuat.
2. Instruktur melakukan pemasangan collar brace
3. Instruktur memastikan bahwa collar brace telah terpasang dengan baik.

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM

Setelah mahasiswa mengikuti skills lab ini diharapkan dapat melakukan pemasangan
collar brace dengan baik dan benar.

65
II.2. TUJUAN KHUSUS

Setelah mahasiswa mengikuti skills lab ini diharapkan dapat melakukan :


- Persiapan proteksi diri
- Persiapan alat
- Persiapan pasien
- Pemasangan collar brace

III.RUJUKAN
1. ATLS
Peter Safar, Cardiopulmonary Cerebral Resuscitation. 3 rd ed.,W.B. Saunders, 1988.

IV.SARANA YANG DIPERLUKAN


1. Alat audiovisual
2. Materi audiovisual
3.Collar Brace
4. Manekin

V. LEMBAR PENGAMATANMELAKUKAN TINDAKAN PEMASANGAN COLLAR


BRACE PADA MANIEKIN

LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
1. Melakukan persiapan proteksi diri
- Mencuci tangan dengan sabun
- Memasang sarung tangan
2. Melakukan persiapan alat
Menyiapkan Collar brace yang sesuai dengan jenis cedera
pasien (rigid collar brace) yang sesuai dengan ukuran leher
pasien
3. Melakukan persiapan pasien
- Membaringkan pasien pada posisi supine
pada alas yang datar.
- Memposisikan pasien pada posisi netral
dimana kepala sejajar dengan tubuh pada posisi berbaring
dengan tangan menghadap ke atas.
4. Melakukan tindakan pemasangan collar brace
- memegang kepala pasien dengan dibantuoleh seorang asisten
agar terfiksasi dengan benar dan kuat.
- Melakukan pemasangan collar brace
- Memastikan bahwa collar brace telah
terpasang dengan baik.

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

66
SL. EM. VI. 10
KETERAMPILAN KLINIK
RESUSITASI CAIRAN PEDIATRIK

I. PENDAHULUAN

Terapi cairan adalah pemberian bolus cairan secepat mungkin melalui akses intravena
(IV) atau intraoseus (IO). Tujuan dari terapi cairan adalah untuk meyelamatkan otak dari
gangguan hipoksik-iskemik, melalui : peningkatan preload dan curah jantung untuk
mengembalikan volum sirkulasi efektif pada syok hipovolemik, mengembalikan oxygen-
carrying capacity pada syok hemorhagik dan mengoreksi gangguan metabolik.
Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan kroistaloid dan cairan koloid. Cairan
mengandung dekstrosa tidak diberikan secara bolus karena hiperglikemia dapat
menyebabkan diuresis osmotik atau memperburuk hipokalemia dan cedera otak iskemik.

II. TUJUAN

II.1 TUJUAN UMUM


Dengan mengikuti kegiatan skills lab pada blok emergensi ini mahasiswa diharapkan
dapat memahami rresusitasi cairan secara baik dan benar

II.2 TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu :
1. Mengenal jenis-jenis cairan resusitasi
2. Menilai keadaan shock :kesadaran,frekuensi nafas,denyut nadi, tekanan darah,
waktu pengisian kapiler dan jumlah urin
3. Menghitung cairan resusitasi

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas belajar mengajar Keterangan


(menit)
20 menit Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 mahasiswa) Nara sumber
10 menit Nara sumber memperlihatkan jenis-jenis cairan Nara sumber
resusitasi diikuti dengan tindakan resusitasi cairan
(kasus)
10 menit Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 Instruktur
kelompok terdiri dari 9 mahasiswa). Tiap kelompok
kecil memiliki 1 instruktur dan tindakan dilakukan
berdasarkan kasus yang diberikan

Instruktur memperlihatkan jenis-jenis cairan


resusitasi diikuti dengan tindakan resusitasi cairan
(kasus)
20 menit Coaching: mahasiswa melakukan tindakan sesuai Instruktur dan
kasus dengan dibimbing oleh instruktur secara mahasiswa
bergantian (2-3 orang)

90 menit Self practice : mahasiswa melakukan sendiri tindakan Instruktur dan


sesuai kasus secara bergantian, sehingga total waktu mahasiswa
yang dibutuhkan ± 90 menit (tergantung jumlah
mahasiswa)

IV. RUJUKAN
1. Kumpulan materi Pelatihan Resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut (2009)
2. Pediatric Emergency Medicine (Zimmerman, 2006)

67
V. SARANA DAN ALAT YANG DIPERLUKAN
1. Meja 1 buah + alat tulis, kertas checklist
2. Jenis-jenis cairan kristaloid :
- Ringer Laktat
- Normal saline 0,9%
- Ringer asetat
3. Jenis-jenis cairan kolloid :
- WBC
- Albumin 5%
- FFP
- HES 6% dan 10%
- Dextran 40
- Dextran 60
- Gelatin
4. Infus set mikro /makro

VI. CAIRAN RESUSITASI

1. Kristaloid
Cairan kristaloid isotonik seperti Ringer Laktat (RL), garam fisiologis (NS), dan Ringer
asetat (RA) banyak tersedia, harganya murah, tidak menimbulkan reaksi alergi, efektif
mengisi ruang interstisial dan mengkoreksi defisit sodium, sehingga dipilih sebagai lini
pertama dalam resusitasi cairan pada keadaan shock. Namun hanya sebentar berada di
dalam ruang intravaskular, dalam beberapa menit hanya seperempat bagian yang masih
berada di ruang intravascular. Untuk mengembalikan volume intravaskular diperlukan
jumlah cairan kristaloid yang besarnya 4-5 kali defisit, sehingga dapat terjadi edema
paru.
2. Koloid
Cairan koloid lebih lama berada di ruang intravaskular dibandingkan kristaloid. Darah
dan cairan koloid seperti albumin 5%, FFP, dan koloid sintetik seperti hetastarch 6%
dan 10%, dextran 40, dextran 60, dan gelatin lebih efisien mengisi ruang intravaskular
dibandingkan kristaloid, namun lebih mahal dapat menyebabkan reaksi sensitifitas dan
komplikasi lain

Darah, FFP dan komponen darah diberikan setelah bolus kristaloid diberikan dua kali
atau sekitar 40 mL/KgBB, untuk mengganti kehilangan darah akibat trauma atau
sebagai terapi paliatif koagulopati.

68
VII. RESUSITASI CAIRAN

Child in Shock

1. Adequate 2. Crystalloid
oxygenation & 20 mL/KgBW
ventilation in 5 minutes

No improvement
improvement

No
improvement 2. Crystalloid
20 mL/KgBW
in 5 minutes

Urinary catheter
- Increase MABP
- Normalization HR
- Improved perfusion
- UOP >1 mL/KgBW
Establish CVP

Establish etiology,
observation
CVP < 10 mmHg CVP > 10 mmHg

Colloid infusion
untill CVP 10 Discontinue fluid resuscitation
mmHg

Inotropic agent (+)


improvement

Establish etiology, Maintenace fluid requirement daily (according to


confirm source of Holliday-Segar) :
fluid loss
BW : ≤ 10 Kg  100cc/KgBW
BW : 11 – 20 Kg  1000 + (BW-10) x 50
BW : 21 – 30 Kg  1500 + (BW-20) x 20

69
VIII. LEMBAR PENGAMATAN RESUSITASI CAIRAN

Pengamatan
LANGKAH/TUGAS
Ya Tidak
1. Menilai keadaan syok
- Kesadaran : respon terhadap nyeri,
- Frekuensi Napas : 70 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : tidak teraba
- Tekanan darah : tidak terukur
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan
pada ujung kuku kemudian dilepaskan : > 3 detik
- Jumlah urin : tidak ada
2. Mempersiapkan alat dan cairan resusitasi
a. Kristaloid : Ringer Lactate, NaCl 0,9%
b. Koloid : HES 6%, dextran 40, dan gelatin
c. IV line : abbocath no. 22 / 24, infuse set mikro/makro
3. Penanganan awal pasien
a. Airway : head tilt-chin lift
b. Breathing : Berikan oksigenasi & ventilasi adekuat
:pemberian oksigen dengan nasal kanul
c. Circulation : pasang IV line
4. Menghitung cairan resusitasi awal dengan kristaloid yaitu
ringer laktat
pada 5 menit pertama : 20 cc/kgBB yaitu sebanyak 200cc
5. Menilai perbaikan klinis pasca resusitasi dengan cairan
kristaloid pada 5 menit pertama
- Kesadaran :tidak respon terhadap nyeri
- Frekuensi Napas : 64 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : teraba 158
kali/menit, namun masih halus
- Tekanan darah : 80/60 mmHg
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan
pada ujung kuku kemudian dilepaskan : > 3 detik
- Jumlah urin : 3 cc (kesan < 1cc/kg/jam)

Kesimpulan : shock belum teratasi.

Jika shock telah teratasi, lanjutkan terapi cairan


maintenance menurut Holliday-Segar (pada no.10)

6. Menghitung cairan resusitasi dengan kristaloid (Ringer


Laktat) pada 5 menit kedua : 20 cc/kgBB yaitu sebanyak
200 cc
7. Menilai perbaikan klinis pasca resusitasi dengan cairan
kristaloid pada 5 menit kedua
- Kesadaran : respon terhadap suara
- Frekuensi Napas : 52 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : 150 kali/menit
- Tekanan darah : 90/70 mmHg
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan
pada ujung kuku kemudian dilepaskan : > 3 detik
- Jumlah urin : 5 cc (kesan < 1 cc/kgBB/jam)

Kesimpulan : shock belum teratasi.

Jika shock telah teratasi, lanjutkan terapi cairan


maintenance menurut Holliday-Segar (pada no.10)
70
8. Menghitung cairan resusitasi dengan koloid pada 5 menit
ketiga : 10 cc/kgBB, diberikan sebanyak 100 cc
9. Menilai perbaikan klinis pasca resusitasi dengan cairan
koloid
- Kesadaran : alert (compos mentis)
- Frekuensi Napas : 36 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : 108 kali / menit,
teraba kuat
- Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan
pada ujung kuku kemudian dilepaskan : < 3 detik
- Jumlah urin : 50 cc (kesan > 1cc/kgBB/jam)

Kesimpulan : shock teratasi.

10. Syok teratasi, dilanjutkan dengan cairan maintenance


sesuai klinis menurut Holliday-Segar
Kasus ini : diberikan sebanyak 1000 cc per hari
11. Evaluasi pemberian cairan
- Peningkatan Mean Arterial Pressure
- Denyut jantung normal
- Perfusi membaik
12. Melakukan rujukan / rawat di PICU

Note : Ya = mahasiswa melakukan


Tidak = mahasiswa tidak melakukan

71
SL. EM. VI. 11
KETERAMPILAN KLINIK
ANAFILAKTIK SHOCK DAN CRICOTYRODOTOMY

A.ANAFILAKTIK SHOCK
I. PENDAHULUAN

DEFINISI
Anaphylaxis adalah reaksi hipersensitivitas akut sistemik yang sifatnya menyeluruh yang
mengancam jiwa. Istilah anaphylaxissebaiknya digunakan bila terjadi mekanisme imunologis
seperti IgE, IgG dan sistem komplemen. Keluarnya mediator dari sel plasma menyebabkan
kontraksi otot polos, vasodilatasi, meningkatnya permeabilitas vaskular, dan aktivasi sistem
vagal.

Anaphylaxis dapat ditegakkan dengan dijumpainya 3 kriteria :


 Onset yang cepat
 Keadaan yang mengancam jiwa pada Airway, Breathing, dan atau Circulation
 Perubahan kulit atau mukosa (merah, urtikaria, angioedema)

Diagnosa bisa ditegakkan dengan dijumpai adanya reaksi antigen-antibodipada pasien, bisa
juga dijumpai tanda – tanda gastrointestinal.
Masalah pada jalan nafas :
 Edema pada jalan nafas (pharyngeal/laryngeal edema). Pasien merasa sulit bernafas dan
menelan dan merasakan tenggorokannya menutup.
 Suara parau
 Stridor

Masalah pernafasan :
 Laju nafas meningkat
 Wheezing
 Cyanosis
 Pasien kelelahan
 Respiratory arrest

Masalah sirkulasi :
 Tanda – tanda shock
 Takikardi
 Hipotensi
 Hipoperfusi (dingin, pucat dan basah)
 Penurunan kesadaran
 Cardiac arrest

Perubahan pada kulit dan mukosa :


 terjadi perubahan pada lebih dari 80% reaksi awal anaphylaxis
 bisa tersamar atau menyeluruh
 bisa terjadi hanya pada kulit, mukosa atau keduanya
 bisa terjadi eritema
 urtikaria
 angioedema

72
73
II. TUJUAN KEGIATAN
II. 1. TUJUAN UMUM
Setelah mahasiswa mengikuti skill lab ini diharapkan dapat menangani penderita dengan
anaphylaxis dengan benar dan mengetahui tanda – tanda pasien yang memerlukan tindakan tersebut.

II. 2. TUJUAN KHUSUS

Setelah mengetahui skill lab ini, mahasiswa dihawapkan dapat mengetahui :


 ciri – ciri dan tanda penderita anaphylaxis
 mengetahui penanganan jalan nafas
 mengetahi penanganan anaphilaxic shock
 mengetahui dosis – dosis obat yang diberikan pada pasien dengan anaphilaxis
74
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

WAKTU AKTIVITAS BELAJAR MENGAJAR KETERANGAN


20 MENIT Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 mahasiswa). Narasumber
Narasumber memberikan penjelasan tanda – tanda
Anaphylaxis, penganganan gawat darurat (ABCDE) pada
pasien dengan anaphylaxic shock, pembarian medikasi pada
anaphylaxis
10 menit Demonstrasi oleh narasumber. Narasumber mempraktekkan Narasumber
tindakan penanganan anaphilaxic shock dan cricotyrodotomy
10 menit Setelah mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 Instruktur
kelompok terdiri dari 9 mahasiswa).
Instruktur mempraktekkan tindakan penanganan anaphilaxic
shock dan cricotyrodotomy
20 menit Coaching: mahasiswa melakukan gerakan secara bergantian Instruktur
dengan berpasangan dengan dibimbing oleh instruktur mahasiswa
90 menit Self practice : Instruktur mahasiswa
Mahasiswa melakukan sendiri penanganan anaphilaxis secara
bergantian sehingga total waktu yang dibutuhkan 90 menit
tergantung jumlah mahasiswa

IV. RUJUKAN

Working Group of the Resuscitation Council (UK)Emergency treatmentof anaphylactic


reactions

V. Sarana dan Diperlukan

- Manikin
- Adrenalin
- Hydrocortisone
- Chlorpenamine
- Spuit
- Infus Set
- I V cateter
- Cairan Kristalloid (RL, NaCl 0,9 %)
- Goedel
- Ambu bag
- Sphigmomanometer
- Pulse Oxymetri
- Stetoscope
- Bantal

75
VI. LEMBAR PENGAMATAN

LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN


YA TIDAK
1. Menilai ABCDE, menentukan pasien dalam keadaan syok
anafilaktik (life threatening problems) :
- Airway : swelling, hoarseness, stridor
- Breathing : rapid breathing, wheeze, fatigue,
cyanosis, SpO2 ≤ 92%
- Circulation : pale, clammy, low blood pressure,
faintness, drowsy/coma
- Diasability : confusion
- Exposure : urticaria
2. Meminta bantuan
3. Meletakkan pasien dalam posisi terlentang, tinggikan kedua
kaki (posisi shock, ganjal dengan dua bantal)
4. Memberikan Adrenalin secara IM
- Dewasa 500 µg IM (0,5 mL)
- Anak > 12 Thn 500 µg (0,5 mL)
- Anak 6-12 Thn 300 µg (0,3 mL)
- Anak < 6 Thn 150 µg (0,15 mL)

5. Memasang IV line, memberikan cairan kristaloid (Ringer


laktat, Ringer Asetat, NaCl 0,9 %), 500-
1000ml(dewasa),anak-anak 20 ml/kgBB.
6. Mengevaluasi ABCDE
7. Dokumentasi tindakan yang sudah dilakukan
- Tanggal kejadian
- Hal-hal yang sudah dilakukan
- Obat-obatan yang sudah diberikan
- Nama dan tanda tangan.

Note : Ya = mahasiswa melakukan.


Tidak = mahasiswa tidak melakukan

76
KETERAMPILAN KLINIK
B. CRICOTYRODOTOMY
Ronald Sitohang, Soejat Harto

I. PENDAHULUAN
Airway (jalan nafas) merupakan faktor yang paling penting dalam mempertahankan
kelangsungan hidup individu, sehingga didudukkan pada tempat dan prioritas pertama dalam
Sistem ABCD. Gangguan pada airway akan mengakibatkan penurunan pasokan oksigen ke
jaringan (hypoksia) untuk kemudian sampai ke tingkat sel. Hypoksia seluler pertama-tama
akan mengakibatkan pembengkakan retikulum endoplasmik, destruksi mitokondria dan
pecahnya lisosom. Natrium dan air kemudian memasuki sel hingga sel membengkak dan
berakhir dengan kematian sel. Oleh karena itu kelancaran jalan nafas senantiasa harus
diupayakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Sumbatan jalan nafas bagian atas lebih sering disebabkan oleh trauma seperti cedera
pada maksilofasial, leher, laring serta perdarahan orofaringeal yang hebat. Di samping itu
trauma inhalasi dengan oedema glottis dan korpus alienum dapat pula menyebabkan sumbatan.
Kegagalan pemasangan endotrakeal tube (ETT) merupakan salah satu indikasi untuk
cricothyroidotomy.
Untuk memelihara kelancaran jalan nafas (airway maintenance) dapat dilakukan
tindakan (1) Non-definitive dan (2) Definitive. Non-definitive airway ada 2 jenis yaitu (1)
Tanpa Alat seperti Head Tilt, Chin Lift dan Jaw Thrust dan (2) Dengan Alat seperti
Orofaringeal Tube, Nasofaringeal Tube dan Face Mask. Definitive airway terdiri dari (1)
Endotrakeal Tube(ETT) berupa Orotrakeal Tube dan Nasotrakeal Tube serta (2) Surgical
Airway yaitu Cricothyroidotomy (Needle dan Surgical) dan Trakeostomy.
Needle Cricothyroidotomy adalah tindakan yang dilakukan untuk menghubungkan
trakea dengan dunia luar melalui pencucukan dengan jarum (IV Catheter 14 G) pada
cricothyroid membrane, yakni membrane yang terletak di antara thyroid cartilage dan cricoid
cartilage yang dapat diraba berupa lekukan ke dalam di garis tengah leher atas. Melalui
hubungan ini dapat dimasukkan oksigen sebagai jalan alternatif sehubungan dengan
tersumbatnya saluran pernapasan proksimal dari membrane ini. Needle Cricothyroidotomy
bersifat sangat sederhana dan dapat dilakukan dalam waktu singkat meskipun cara ini hanya
dapat mempertahankan jalan nafas selama 30 – 45 menit untuk kemudian harus dilanjutkan
dengan tindakan Surgical Cricothyroidotomy yang memerlukan persiapan yang lebih rumit.

Pada Skills Lab ini akan diajarkan keterampilan melakukan tindakan Needle
Cricothyroidotomy pada penderita sumbatan jalan nafas bagian atas yang bersifat akut.

77
II. TUJUAN KEGIATAN
II. 1. TUJUAN UMUM
Dengan mengikuti kegiatan skills lab pada Blok Emergency Medicine ini mahasiswa
diharapkan dapat dan mampu menatalaksana sumbatan jalan nafas bagian atas yang bersifat
akut.
II. 2. TUJUAN KHUSUS
1) Mahasiswa mampu mempersiapkan alat-alat yang diperlukan.
2) Mahasiswa mampu melakukan tindakan Needle Cricothyroidotomy secara cepat, baik
dan benar.
3) Mahasiswa mampu melakukan teknik pemasokan oksigen secara jet insufflation
(ventilasi berkala).

III. RUJUKAN
1. ATLS for Doctors (ACS Committee on Trauma)
2. TRAUMA (David V. Feliciano)
3. Buku Ajar Ilmu Bedah (R. Syamsuhidayat & Wim de Jong)
IV. SARANA DAN ALAT YANG DIPERLUKAN
1) Alat-alat proteksi diri
2) Manekin
3) Tempat tidur pasien
4) IV Catheter No. 14 (14 G)
5) Kasa steril dan plaster
6) Spuit (semprit) 10 cc
7) Alkohol 70%, larutan Povidone Iodine dan Aquabidest
8) Selang infus yang sudah diberi satu lubang (Infus set)
9) Sumber oksigen dan selangnya

V. TEKNIK PELAKSANAAN NEEDLE CRICOTHYROIDOTOMY


1) Cek kelengkapan alat-alat yang diperlukan.
2) Beri penjelasan singkat pada keluarga penderita.
3) Lakukan proteksi diri (sarung tangan, masker, topi, dll).
4) Buat lubang berdiameter 4 – 5 mm pada bagian distal dinding selang infus dengan
memakai gunting.
5) Hubungkan bagian proksimal selang infus tersebut dengan sumber oksigen
berkecepatan 7 – 15 L/menit dan pastikan oksigen mengalir baik.
6) Isi spuit 10 cc dengan aquabidest sebanyak 4 – 5 ml.
7) Pasangkan IV Catheter 14 G pada spuit tersebut.
8) Pasien dalam posisi supine (terlentang).
9) Lakukan desinfeksi leher penderita dengan povidone iodine dan alkohol.
78
10) Tentukan lokasi cricothyroid membrane dengan meraba lekukan di daerah anterior di
antara thyroid cartilage (atas) dan cricoid cartilage (bawah).

11) Tahan thyroid cartilage dengan jempol dan jari telunjuk tangan kiri agar tidak bergerak
sewaktu prosedur dilakukan.
12) Dengan tangan kanan tusukkan spuit yang telah dipersiapkan pada kulit di garis tengah
membrane ke arah kaudal dengan sudut + 45 derajat sambil menarik piston spuit
dengan tangan kiri sampai terhisap udara (tampak gelembung dalam spuit).
13) Lepaskan spuit dan tarik stylet IV Catheter ke kranial sambil mendorong kateter dengan
lembut ke kaudal.

Spuit bersama stilet ditarik ke kranial sambil mendorong kateter secara lembut ke kaudal
14) Sambungkan pipa oksigen ke pangkal IV Catheter dan fiksasi dengan plaster.
15) Lakukan ventilasi berkala (jet insufflation) dengan cara menutup lubang pada distal
selang infus dengan ibu jari selama 1 detik dan membukanya selama 4 detik. Hal ini

79
(buka tutup 1 : 4) dilakukan selama 30 – 45 menit menunggu persiapan untuk tindakan
surgical cricothyroidotomy.

VII. LEMBAR PENGAMATAN


PENGAMATAN
LANGKAH/TUGAS
Ya Tidak
1. Mempersiapkan sarana dan alat.
2. Melakukan proteksi diri.
3. Memberi penjelasan singkat pada keluarga penderita.
4. Membuat lubang pada selang infus.
5. Menghubungkan selang infus dengan sumber oksigen.
6. Mengisi spuit dengan aquabidest.
7. Memasang IV Catheter pada spuit.
8. Melakukan tindakan asepsis & antisepsis pada leher penderita.
9. Menentukan lokasi cricothyroid membrane pada leher.
10. Menahan thyroid cartilage dengan tangan kiri.
11. Menusukkan spuit menembus membrane ke arah kaudal.
12. Melepaskan spuit dan mendorong kateter ke kaudal.
13. Menyambung pipa oksigen dengan pangkal kateter.
14. Melakukan jet insufflation 1 : 4

Note : Ya = Mahasiswa Melakukan


Tidak = Mahasiswa Tidak Melakukan

80
SL. EM. VI. 12
KETERAMPILAN KLINIK
HEIMLICH MANEUVER

I. PENDAHULUAN

Tindakan Heimlich Maneuver ini dilakukan pada keadaan darurat dimana terjadi
Foreign Body Airway Obstruction. FBAO bisa menyebabkan kematian bila tidak
mendapatkan penanganan yang benar, sehingga tindakan ini harus dapat dilakukan oleh setiap
mahasiswa kedokteran. Bila terjadi obstruksi jalan nafas total selama 3 menit, maka gambaran
EEG (Electro Encephalo Graphy) menjadi flat (datar). Bila obstruksi selama 5 menit maka
akan terjadi kerusakan otak permanent. Sehingga tindakan Heimlich Maneuver ini wajib
dikuasai oleh mahasiswa calon dokter. Berbeda dengan kasus tersedak (choking) dalam
keadaan tanpa arrest, maka pada pasien yang choking dengan arrest penanganannya lharus
dilakukan tindakan dengan pijat jantung. Khusus kasus anak akan dibicarakan tersendiri.

FBAO

81
Langkah – langkah penatalaksanaan Heimlich maneuver :
Langkah pertama : minta korban untuk berdiri bila ia duduk.
tempatkan penolong sedikitdibelakang korban.

Langkah kedua: pastikan korban yang akan kita tolong mengerti apa yang akan kita lakukan
sehingga lebih membantu. Letakkan kedua lengan mengelilingi
pinggang korban.

Langkah ketiga : buatlah tekanan yang cukup kuat untuk mengeluarkan benda asing. Buat
sekepal tinju tangan dengan satu tangan dan letakkan ibu jari ke arah
korban, sedikit diatas umbilikalis.

82
Langkah keempat : cengkeram kepalan tinju tersebut dengan tangan yang lain.

Langkah kelima: bersiap untuk menekan dengan kuat bagian abdomen. Tekanan yang anda
buat akan membuat menggerakkan udara keluar dari paru – paru
korban, membuat semacam gerakan batuk.

Langkah keenam : tetap memegang korban, korban bisa kehilangan kesadaran


dan jatuh bila manuver tidak efektif.
Langkah ketujuh : ulangi manuver sampai berhasil.

83
II. TUJUAN KEGIATAN
II. 1.TUJUAN UMUM

Setelah mahasiswa mengikuti skill lab ini diharapkan dapat melakukan heimlich
manuver dengan benar dan mengetahui tanda–tanda pasien yang memerlukan tindakan
tersebut.

II. 2. TUJUAN KHUSUS


Setelah mengetahui skill lab ini, mahasiswa dihawapkan dapat mengetahui :
 Tanda – tanda FBAO
 Tindakan – tindakan yang harus dilakukan pada FBAO termasuk Heimlich maneuver

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

WAKTU AKTIVITAS BELAJAR MENGAJAR KETERANGAN


20 menit Introduksi pada kelas besar (terdiri dari 45 mahasiswa). Narasumber
Narasumber memberikan penjelasan cara melakukan
Heimlich maneuver
10 menit Demonstrasi oleh narasumber mempraktekkan Narasumber
tindakan heimlich manuver pada bayi, anak dan
dewasa
10menit Setelah mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 Instruktur
kelompok terdiri dari 9 mahasiswa).

Instruktuk mempraktekkan tindakan heimlich manuver


pada bayi, anak dan dewasa
20menit Coaching: mahasiswa melakukan gerakan secara Instruktur mahasiswa
bergantian dengan berpasangan dengan dibimbing oleh
instruktur
90 menit Self practice : Instruktur mahasiswa
Mahasiswa melakukan sendiri Heimlich manuver
secara bergantian sehingga total waktu yang
dibutuhkan 90 menit tergantung jumlah mahasiswa

IV. RUJUKAN

European Resuscitation Council, Guidelines for Resuscitation; 2005

V. LEMBAR PENGAMATANHEIMLICH MANEUVER

LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN


CARA MELAKUKAN HEIMLICH MANUVER YA TIDAK
1. Meminta korban untuk berdiri bila ia duduk. Menempatkan
penolongsedikit dibelakang korban.
2. Memastikan korban yang akan kita tolong mengerti apa yang akan
kita lakukan sehingga lebih membantu. Meletakkan kedua lengan
mengelilingi pinggang korban.
3 .Membuat tekanan yang cukup kuat untuk mengeluarkan
bendaasing dengan cara membuat sekepal tinju tangan dengan
satu tangan dan meletakkan ibu jari ke arah korban, sedikit diatas
umbilikalis.
84
4. Mencengkeram kepalan tinju tersebut dengan tangan yang lain

5. Bersiap untuk menekan dengan kuat bagian abdomen. Tekanan


yang anda buat akan membuat menggerakkan udara keluar dari
paru – paru korban, membuat semacam gerakan batuk.
6. Tetap memegang korban, korban bisa kehilangan kesadaran dan
jatuh bilamanuver tidak efektif.
7. Mengulangi manuver sampai berhasil

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

KETERAMPILAN KLINIK

B. FOREIGN BODY AIRWAY OBSTRUCTION

I. PENDAHULUAN
Sumbatan benda asing pada jalan nafas dapat menimbulkan gejala ringan sampai berat. Bila
gejala ringan anak dapat batuk dan dapat mengeluarkan suara, sedang pada yang berat
biasanya sebaliknya. Untuk itu perlu dilakukan suatu tindakan yang cepat dan tepat untuk
mengatasi keadaan ini. Tindakan berupa back blows dan Heimlich maneuver.

Paediatric FBAO Treatment

Assess severity

Ineffective cough Effective cough

Unconscious Conscious Encourage cough

Open airway 5 back blows Continue to check for


5 breaths 5 abdominal chest deterioration to ineffective
Start CPR (chest for infant) cough or until obstruction
(abdominal for child >1) relieved

Gambar 1. Paediatric FBAO treatment algorithm

Langkah-langkah penatalaksanaan back blows :


- Baringkan bayi dengan wajah menghadap ke bawah dan jari-jari tangan kanan anda
menahannya di bahu dan leher bayi, dengan lengan bawah kiri sebagai landasan
- Lalu berilah lima kali tepukan di punggungnya dengan tangan yang satunya

85
- Jika ini gagal, balikkan badannya hingga wajahnya menghadap anda, lalu dengan dua jari anda,

tekan sebanyak lima kali di tulang dada bagian bawah, kurang lebih satu jari dari garis yang

dibentuk oleh kedua putting susu bayi

- Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat

- Ulangi sesering mungkin jika diperlukan

Untuk anak usia > 1 tahun : abdominal thrust (Heimlich Maneuver) :


- Berdiri di belakang anak, carilah bagian bawah iganya
- Letakkan telapak tangan anda di perut anak di atas pusarnya dan buat kepalan. Bagian jempol

berada pada perut anak

- Letakkan telapak tangan sisi lain di atas kepalan

- Tekan perut ke arah atas sampai 5 kali dan benda terpental keluar.

- Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat

86
II. TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM

Setelah mahasiswa mengikuti skills lab ini diharapkan dapat melakukan back blows dan

Heimlich Maneuver dengan benar dan mengetahui tanda-tanda kegawatan akibat sumbatan

pada jalan nafas.

II.2. TUJUAN KHUSUS

Setelah mengetahui skill lab ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui :

- Tanda-tanada kegawatan akibat FBAO

- Tindakan yang harus dilakukan segera pada FBAO

III. RUJUKAN
American Heart Association (AHA) guidelines for CPR and ECC of Pediatric &

neonatal patients : Pediatric basic life support ; 2005

87
IV. LEMBAR PENGAMATAN

LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
Back Blows
1. Baringkan bayi dengan wajah menghadap ke bawah dan jari-jari
tangan kanan anda menahannya di bahu dan leher bayi, dengan
lengan bawah kiri sebagai landasan

2. Lalu berilah lima kali tepukan di punggungnya dengan tangan yang


satunya

3. Jika ini gagal, balikkan badannya hingga wajahnya menghadap


anda, lalu dengan dua jari anda, tekan sebanyak lima kali di tulang
dada bagian bawah, kurang lebih satu jari dari garis yang dibentuk
oleh kedua putting susu bayi

4. Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat
Ulangi sesering mungkin jika diperlukan

Heimlich Maneuver

1. Berdiri di belakang anak, carilah bagian bawah iganya

2. Letakkan telapak tangan anda di perut anak di atas pusarnya dan


buat kepalan. Bagian jempol berada pada perut anak

3. Letakkan telapak tangan sisi lain di atas kepalan

4. Tekan perut ke arah atas sampai 5 kali dan benda terpental keluar

5. Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat

Note : Ya = mahasiswa melakukan.


Tidak = mahasiswa tidak melakukan

88

Anda mungkin juga menyukai