Anda di halaman 1dari 17

Kelompok 3

1. Anis Setyaningsih 03

2. Bella amanda hamidhah 11

3. lisa hariyanti 19

4. rayhantana rizky putra 27

Latar belakang masuknya islam ke pulau sumatra

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mengungkapkan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan
Sumatera khususnya, dengan kehadiran para pedagang muslim yang singgah di berbagai
pelabuhan di Sumatera.
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera

Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan


sampai dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-
bangunan masjid, makam, ataupun lainnya. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Seorang Italia dari Venetia yang bernama Marcopolo. Pada tahun 1292 Marcopolo
singgah di bagian Utara Aceh dalam perjalanannya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Di
Perlak (Peureula) ia menjumpai penduduk yang memeluk agama Islam, dan juga banyak
pedagang Islam yang berasal dari India yang giat menyebarkan agama Islam. Di sekitar kota
banyak penduduknya yang masih kafir. Hal ini menunjukkan pada masa kedatangan
Marcopolo pengislaman di wilayah itu belum lama berlangsung. (R. Soekmono, 1981.42)
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1-4 H merupakan fase pertama
proses kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran
para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Hal ini dapat
diketahui berdasarkan sumber-sumber asing. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Marcopolo menguunjungi pula berbagai tempat lainnya di Ujung Utara Sumatera itu.
Dikatakannya bahwa di wilayah Utara Aceh penduduknya masih belum Islam. (A.Hasyimsy,
1993. 193)
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai
berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7 M. Sehingga, kita dapat
berasumsi, mungkin dalam kurun waktu abad 1-4 H terdapat hubungan pernikahan anatara
para pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga
menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun keluarganya. (A.Hasyimsy, 1993.
193)
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya
Sumatera, baru ditemukan setelah abad ke-10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang
wanita bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di
Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke 13. M. (A.Hasyimsy, 1993. 193)

2.2 Keadaan Masyarakat Sumatera Sebelum Masuknya Islam

Sumatera Utara memiiki letak geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara
menjadi pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim
Arab dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Dari catatan perjalanan di Perlak (Peureula) Marcopolo menjumpai penduduk yang
memeluk agama Islam, dan juga banyak pedagang Islam yang berasal dari India yang giat
menyebarkan agama Islam. Di sekitar kota banyak penduduknya yang masih kafir. Hal ini
menunjukkan pada masa kedatangan Marcopolo pengislaman di wilayah itu belum lama
berlangsung. (A. Hasyimsy, 1993.193)
Keadaan ini rupanya sangat segera berubah. Di Samudra terdapatkan makam-makam raja
Islam, di antaranya satu dari Sultan Malik al-Saleh yang meninggal dalam bulan Ramadhan
tahun 676 sesudah hijrah Nabi (= 1297 Masehi). Ini, berarti, bahwa segera sesudah
kunjungan Marco Polo itu Samudra telah di Islamkan, sedangkan yang memerintah adalah
orang yang bergelar “Sultan”. (A. Hasyimsy, 1993.193)
Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut
agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik
As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya
diIslamkan oleh Syekh Ismael. (A.Hasyimsy, 1993. 194)
Sama halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis
yang strategis. Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai
dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak
saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini. (A. Hasyimsy, 1993.194)
Sebelum masuknya Islam, Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang
bercorak Buddha. Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena
kerajaannya bercorak Buddha, maka secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya
menganut Agama Buddha. (A.Hasyimsy, 1993. 194)
Letak yang strategis menyebabkan interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau
harus dihadapi. Hal ini membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk ke
Sriwijaya dan mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya.
Termasuk masuknya Islam. (A.Hasyimsy, 1993. 194)

Bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup
diri, dan sangat menghormati perbedaan keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan
besar ajaran agama yang berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat Islam
dapat masuk dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan khususnya dan Pulau Sumatera
umumnya. (A.Hasyimsy, 1993. 194)

2.3 Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Utara

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perniagaan yang terpenting di Nusantara
pada abad ke- 7 M. Sehingga Sumatera Utara menjadi salah satu tempat berkumpul dan
singgahnya para saudagar-saudagar Arab Islam. Dengan demikian dakwah Islamiyah
berpeluang untuk bergerak dan berkembang dengan cepat di kawasan ini.
Hal ini berdasarkan catatan tua Cina yang menyebutkan adanya sebuah kerajaan di
utara Sumatera namanya Ta Shi telah membuat hubungan diplomatik dengan kerajaan Cina.
Ta Shi menurut istilah Cina adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang Islam. Letak
kerajaan Ta Shi itu lima hari berlayar dari Chop’o (bagian yang lebih lebar dari malaka) di
seberang selat Malaka. Ini menunjukkan Ta Shi dalam catatan tua Cina itu ialah Ta Shi
Sumatera Utara, bukan Ta Shi Arab. Karena, Ta Shi Arab tidak mungkin di capai dalam
waktu lima hari. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Islam semakin berkembang di Sumatera Utara setelah semakin ramai pedagang –
pedagang muslim yang datang ke Nusantara, karena Laut Merah telah menjadi Laut Islam
sejak armada rome dihancurkan oleh armada muslim di Laut Iskandariyah. (A.Hasyimsy,
1993. 193)
Disamping itu terdapat satu faktor besar yang menyebabkan para pedagang Islam
Arab memilih Sumatera Utara pada akhir abad ke- 7 M yaitu karena terhalangnya pelayaran
mereka melalui Selat Malaka karena disekat oleh tentara laut/Sriwijaya kerajaan Budha
sebagai pembalasan atas serangan tentara Islam atas kerajaan Hindu di Sind. Maka
terpaksalah mereka melalui Sumatera utara dengan pesisir barat Sumatera kemudian masuk
selat Sunda melalui Singapura menuju Kantun, Cina. (A.Hasyimsy, 1993. 193)

2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Sumatra


Berita awal abad ke-16 M dari Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515)
mengatakan bahwa di Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat
Sumatera, telah banyak kerajaan Islam baik yang besar maupun yang kecil. Kerajaan-
kerajaan tersebut antara lain Aceh, Bican, Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat,
Siak, Kampar, Tongkol, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau,
Tiku, Panchur, Barus, dan lainnya. Kerajaan-kerajaan tersebut ada yang tengah mengalami
pertumbuhan dan ada pula yang tengah mengalami keruntuhan karena pergeseran politik satu
dengan lainnya. Berdasarkan sumber-sumber sejarah lainnya bahkan data arkeologis ada
kerajaan Islam yang tumbuh sejak dua abad sebelum kehadiran Tome Pires.

1. KERAJAAN PERLAK
Kata Perlak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Kayei Peureulak” (Kayu
Perlak). Kayu ini sangat baik digunakan untuk bahan dasar pembuatan perahu kapal,
sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-perusahaan perahu kapal dan di Perlak banyak
tumbuh jenis pepohonan ini, sehingga disebut negeri Perlak (Perlak). (A.Hasyimsy, 1993.
152)
Perlak merupakan salah satu pelabuhan perdagangan yang maju dan aman pada abad
ke- 8 M. sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang muslim. Dengan
demikian, secara tidak langsung berkembanglah masyarakat Islam di daerah ini. Faktor
utamanya yaitu karena sebab pernikahan antara saudagar-saudagar muslim dengan
perempuan-perempuan pribumi. Sehingga menyebabkan lahir keturunan-keturunan yang
beragama Islam.
Hal ini semakin berkembang sehingga berdirinya kerajaan Islam Perlak yaitu pada
hari selasa bulan muharram tahun 225 H (840 M) dan sultannya yang pertama adalah Syed
Maulana Abdul Aziz Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah.
Kemudian Bandar Perlak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah. (A.Hasyimsy, 1993.
195)
Islam terus berkembang di Perlak, dan hal ini terlihat jelas pada abad ke-13 M. Pada
abad ini, perkembangan Islam di Perlak melebihi dari daerah-daerah lain di Sumatera. Hal ini
bersumber pada riwayat Marco Polo yang tiba di Sumatera pada tahun 1292 M. Ia
mengatakan bahwa pada saat iu di Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan, yang semuanya
menyembah berhala kecuali satu, itu kerajaan Perlak.
Kerajaan Perlak terus berdiri hingga akhirnya bergabung dalam kerajaan Islam
Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Dzahir (1289 – 1326
M). (A.Hasyimsy, 1993. 202)

2. KERAJAAN SAMUDERA PASAI


Kerajaan Samudra Pasai mempunyai peran penting di dalam penyebaran agama Islam
di Asia Tenggara. Malaka menjadi kerajaan yang bercorak Islam karena amat erat
hubungannya dengan Kerajaan Samudra Pasai lebih-lebih dengan mengadakan hubungan
pernikahan antara putra-putri Sultan dari Pasai dengan Malaka sehingga pada awal abad ke-
15 M atau sekitar 1414 M tumbuhlah kerajaan Islam Malaka, dimulai pemerintahan
Paramisora. Tome Pires menceritakan hubungan antara Pasai dengan Malaka terutama pada
masa pemerintahan Saquem Darxa yang dapat disamakan dengan nama Sultan Muhammad
Iskandar Syah Raja kedua Malaka.
Dalam Hikayat Patani terdapat cerita tentang pengislaman raja Patani yang bernama
Paya Tu Naqpa dilakukan oleh seorang dari Pasai yang bernama Syaikh Sa’id karena berhasil
menyembuhkan raja Patani itu. Setelah masuk Islam raja berganti nama yaitu Sultan Islamail
Syah Zillullah Fil’Alam dan juga ketiga orang putra dan putrinya yaitu Sultan Mudhaffar
Syah, Siti Aisyah, dan Sultan Mansur. (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.26)
Raja pertamanya adalah Sultan Malik as Shaleh. Beliau adalah keturunan dari Raja
Islam Perlak, yaitu Makhdum Sultan Malik Ibrahim Syah Joan (365 – 402 H/976 – 1012 M).
Ada beberapa hal yang masih simpang siur mengenai Sultan Malik as Shaleh. Ada
yang menyebutkan beliau memeluk agama Hindu yang kemudian diIslamkan oleh Syekh
Ismail. Ada pula yang menyebutkan bahwa beliau sudah memeluk agama Islam sejak awal.
Sebelum bernama Samudra Pasai, kerajaan ini bernama kerajaan Samudra saja.
Kerajaan Samudra merupakan kerajaan yang makmur dan kaya. Juga memiliki angkatan
tentara laut dan darat yang teratur.

Kerajaan Samudra semakin bertambah maju, yang kemudian dikenal dengan nama
“Samudera Pasai”, yaitu setelah dibangunnya Bandar Pasai pada masa pemerintahan Raja
Muhammad. Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dengan Kerajaan Perlak sangatlah baik.
Dan hal ini makin dipererat dengan menikahnya Sultan Malik as Shaleh dengan putri raja
Perlak.
Puncak kejayaan kerajaan Samudra Pasai yaitu pada masa pemerintahan Sultan Al
Malik Al Zahir (1326—1349/757—750 H). (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.26)
Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai:
 Salah satu sisi Nisan Sultan Malik as-Salih di Samudra tahun 1297 M di Kabupaten Aceh
Utara

 Makam Sultanah Nahrisah 1428 M di Samudra Pasai, Kabupaten Aceh Utara


 Mata uang emas dari kerajaan Samudra Pasai, Kabupaten Aceh Utara

3. KERAJAAN ACEH
Kerajaan ini berdiri pada abad ke- 13 M. Pada awalnya Aceh merupakan daerah taklukan
kerajaan Pidir. Namun berkat jasa Sultan Ali Mughiyat Syah, Aceh akhirnya mampu
melepaskan diri dan berdaulat penuh menjadi Kerajaan. Atas jasa beliau, akhirnya Sultan
Mghiyat Syah dinobatkan menjadi Raja pertama.
Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1607—1638 M). (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.31)
Salah satu makam raja-raja Aceh, di Banda Aceh

 Genta perunggu “Cakra Donya” dari Kerajaan Aceh, Banda Aceh


4. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI RIAU
Kerajaan-kerajaan Islam yang disebut sebut dalam berita Tome Pires (1512-1515)
ialah Siak, Kampar, Inderagiri kini berada di daerah Riau. Kerajaan-kerajaan tersebut mulai
bercorak Islam belum dapat dipastikan meskipun para pedagang muslim dari Arab dan
negeri-negeri Timur Tengah lainnya sejak abad ke-7 atau ke-8 sudah memegang peran dalam
pelayaran dan perdagangan melalui Selat Malaka. Mengingat kerajaan Kampar, Indragiri, dan
Siak pada abad ke-13 dan ke-14 M masih ada dalam kekuasaan kerajaan Melayu dan
Singasari-Majapahit, yang mendekati kepastian kerajaan-kerajaan tersebut tumbuh menjadi
kerajaan-kerajaan bercorak Islam sejak abad ke-15 M. (Marwati Djoened/Nugroho
Susanto, 2010.37)
 Masjid di Pulau Penyengat

5. KERAJAAN ISLAM DI JAMBI


Letak geografis Jambi dengan DAS Batanghari dengan sungai-sungai lainnya
memberikan kemudahan untuk kegiatan perdagangan baik lokal, regional, maupun
internasional. Hubungan pelayaran dan perdagangannya dengan tempat-tempat di pesisir
timur yaitu di Selat Malaka ditandai dengan munculnya kontak dengan pelayaran dan
perdagangan yang bersifat internasional yang sudah ada sejak abad-abad pertama Masehi.
Dengan adanya kegiatan perdagangan muslim dalam pelayaran dan perdagangan
internasional sejak abad ke-7 dan ke-8 M, kemungkinan mereka sudah dapat berhubungan
satu dengan yang lainnya. (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.40)
6. KERAJAAN ISLAM di SUMATERA SELATAN
Sebagaimana telah disebut-sebut di bagian muka bahwa para pedagang muslim dari
Arab, Persi (Iran), dan dari negeri-negeri di Timur Tengah lainnya sejak abad ke-7 dan ke-8
M sudah berperan aktif dalam pelayaran dan perdagangan internasional melalui Selat Malaka.
Masa itu sesuai dengan tumbuh kembangnya kerajaan Sriwijaya dari segi politik, ekonomi,
perdagangan, dan kebudayaan. Karena itulah tidak mustahil para pedagang muslim tidak
singgah di ibu kota kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddhis, paling tidak untuk melakukan
hubungan perdagangan. (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.45)
7. KERAJAAN ISLAM di SUMATERA BARAT
Awal masuk dan berkembangnya Islam di daerah Sumatera Barat masih sukar
dipastikan. Berita dari Cina dari dinasti T’ang menyebutkan bahwa pada sekitar abad ke-7 M
(674 M) ada kelompok orang Arab (Ta-shih) dan yang oleh W.P. Goeneveldt perkampungan
mereka ada di pesisir barat Sumatera. Selain pendapat tersebut, ada juga yang berpendapat
bahwa Islam datang dan berkembang di daerah Sumatera Barat baru sekitar akhir abad ke-14
M atau abad ke-15 M dan Islam sudah memperoleh pengaruhnya di kerajaan besar
Minangkabau. (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.47)

2.5 Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan

Palembang adalah kota yang memiliki letak geografis yang sangat strategis. Sejak
masa kuno, Palembang menjadi tempat singgah para pedagang yang berlayar di selat Malaka,
baik yang akan pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya maupun yang akan
melewati jalur barat ke India dan negeri Arab serta terus melewati jalur barat ke India dan
negeri Arab serta terus ke Eropa. Dan selain pedagang, para peziarah pun banyak
menggunakan jalur ini. Persinggahan ini yang memungkinkan terjadinya agama Islam mulai
masuk ke Palembang (Sriwijaya pada waktu itu) atau ke Sumatera Selatan. (A.Hasyimsy,

1993. 206)
Ada sebuah catatan sejarah Cina yang ditulis oleh It’sing, ketika ia berlayar ke India
dan akan kembali ke negeri Cina dan tertahan di Palembang. Kemudian ia membuat catatan
tentang kota dan penduduknya. Ada dua tempat di tepi selat Malaka pada permulaan abad ke-
7 M yang menjadi tempat singgah para musafir yang beragama Islam dan diterima dengan
baik oleh penguasa setempat yang belum beragama Islam yaitu Palembang dan Keddah.
Dengan demikian dapat disimpulkan, pada permulaan abad ke- 7 M di Palembang sudah ada
masyarakat Islam yang oleh penguasa setempat (pada waktu itu Raja Sriwijaya) telah
diterima dengan baik dan dapat menjalankan ibadah menurut agama Islam. (A.Hasyimsy,

1993. 206)
Selain itu, ada sumber yang menyebutkan bahwa telah ada hubungan yang erat antara
perdagangan yang diselenggarakan oleh kekhalifahan di Timur Tengah dengan Sriwijaya
yaitu dengan mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan raja Ta-
che (sebutan untuk Arab) ke Kalingga pada 674 M, dapatlah dipastikan bahwa di Sumatera
Selatan pun telah terjadi proses awal Islamisasi. Apalagi T’ang menyebutkan telah adanya
kampung Arab muslim di pantai Barat Sumatera. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
Sesuai dengan keterangan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia tidak mengadakan
invasi militer dan agama, tetapi hanya melaui jalan perdagangan. System penyebaran Islam
yang tidak kenal misionaris dan tidak adanya sistem pemaksaan melalui perang, melainkan
hanya melaui perdagangan saja memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan penyebaran
agama Budha, dapat menerima kehadiran Islam di wilayahnya. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
Berdasarkan sejarah, Sriwijaya terkenal memiliki kekuatan maritim yang tangguh.
Walaupun ada yang meragukan hal tersebut karena melihat kondisi maritim bangsa Indonesia
sekarang. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan putra pribumi ikut berlayar bersama
para pedagang Islam ke pusat agama Islam yaitu mekkah dan tidak menutup kemungkinan
pula, putera pribumi mengadakan ekspedisi ke timur tengah untuk memperdalam keilmuan
agama Islam. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia tidak serta merta menunggu
para pedagang Islam baik itu dari bangsa Arab ataupun sekitarnya untuk mencari tambahan
pengetahuannya tentang ajaran agama Islam. (A.Hasyimsy, 1993. 206)

2.6 Kesultanan Palembang

Pada waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di daerah ini
ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M). Pada awalnya ia
beragama Hindu, lalu kemudian memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwasanya pada
waktu itu, Islam sudah dominan di Palembang. (Gadjahnata & Edi Swasono, 1986.19)
Pada suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu
Kertabumi, yang bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir dari
rahimnya seorang anak yang bernama Raden Patah. (Gadjahnata & Edi Swasono, 1986.19)
Pada tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah),
menghadap Prabu Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa
Bintoro, yang nantinya berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak yang
pada akhirnya menghancurkan Majapahit. (Gadjahnata & Edi Swasono, 1986.19)
Pada tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami kekalahan.
Para pembesar kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan bermigrasi ke Palembang
yang kemudian mendirikan kerajaan Islam Palembang. (Gadjahnata & Edi Swasono,
1986.19)
Pada akhirnya kesultanan Palembang hilang karena dihapus status kesultanannya oleh
colonial Belanda. (Gadjahnata & Edi Swasono, 1986.19)

Selain itu ajaran agama Islam adalah ajaran yang Sempurna, yang melingkupi semua
aspek kehidupan. dan semua itu bisa diuji kebenarannya. Penyebaran Islam "Tidak"
dilakukan dengan paksaan, melainkan dilakukan oleh pembawanya dengan santun.
Diantaranya melalui :
1. Kesenian di daerah dimana dia disebarkan.
2. Perkawinan
3. Penyesuaian dengan budaya yang sudah ada, seperti syukuran atas panen (upacara) panen,
upacara penghormatan leluhur yang diadaptasikan menjadi acara tahlilan 7 hari, 40 hari, 100
hari dan 1000 hari untuk mendoakan meninggalnya salah satu anggota keluarga.
4. Melalui contoh perilaku. Ini yang terpenting. Karena pembawa ajaran Islam dalam perilaku
kesehariannya sangat menarik hati bangsa indonesia, maka akhirnya banyak yang tertarik.
5. Melalui Tokoh dan atau pemimpin. Seperti halnya raja raja. Ini tidak berarti lantas raja
tersebut memaksa rakyatnya untuk menjadi muslim, melainkan mengajak rakyatnya untuk
mengenal ajaran ini. Sebagaimana lazim bahwa raja adalah 'orang terpandai' di negaranya
maka apa yang dilakukannya akan di ikuti pula oleh rakyatnya.
Dalam sejarah tidak ada orang yang dihukum karena dia tidak masuk islam. Dan Tidak
pernah sekalipun ada dalam sejarah, tentara islam yang menyerang bangsa/agama lain untuk
menyebarkan agamanya di Indonesia. Penyebaran Islam tetap berpegang pada pedoman
bahwa Islam adalah "Rahmatan LillAlamin" yaitu Rahmat bagi seluruh alam, tidak hanya
untuk bangsa tertentu. Karena Islam tidak mengenal apa yang namanya Kasta dan juga di
dalam Islam semua manusia di mata Allah itu sama yang membedakannya adalah amalan
mereka. Islam juga tidak memaksa penganut lain untuk masuk Islam. kenapa dulu penganut
Hindu dan Budha bisa masuk Islam karena mereka mendapatkan kedamaian dan kebenaran.

Cara Penyebaran Islam "Tidak" dilakukan dengan paksaan, melainkan dilakukan oleh
pembawanya dengan santun. Diantaranya melalui :
1.Kesenian di daerah dimana dia disebarkan.
2.Perkawinan
3.Penyesuaian dengan budaya yang sudah ada, seperti syukuran atas panen (upacara) panen,
upacara penghormatan leluhur yang diadaptasikan menjadi acara tahlilan 7 hari, 40 hari, 100
hari dan 1000 hari untuk mendoakan meninggalnya salah satu anggota keluarga.
4.Melalui contoh perilaku. Ini yang terpenting. Karena pembawa ajaran Islam dalam perilaku
kesehariannya sangat menarik hati bangsa indonesia, maka akhirnya banyak yang tertarik.
5.Melalui Tokoh dan atau pemimpin. Seperti halnya raja raja. Ini tidak berarti lantas raja
tersebut memaksa rakyatnya untuk menjadi muslim, melainkan mengajak rakyatnya untuk
mengenal ajaran ini. Sebagaimana lazim bahwa raja adalah 'orang terpandai' di negaranya
maka apa yang dilakukannya akan di ikuti pula oleh rakyatnya.
Dalam sejarah tidak ada orang yang dihukum karena dia tidak masuk islam. Dan
Tidak pernah sekalipun ada dalam sejarah, tentara islam yang menyerang bangsa/agama lain
untuk menyebarkan agamanya di Indonesia. Penyebaran Islam tetap berpegang pada
pedoman bahwa Islam adalah "Rahmatan LillAlamin" yaitu Rahmat bagi seluruh alam, tidak
hanya untuk bangsa tertentu. Karena Islam tidak mengenal apa yang namanya Kasta dan juga
di dalam Islam semua manusia di mata Allah itu sama yang membedakannya adalah amalan
mereka. Islam juga tidak memaksa penganut lain untuk masuk Islam. kenapa dulu penganut
Hindu dan Budha bisa masuk Islam karena mereka mendapatkan kedamaian dan kebenaran.
Tokoh Islam di Sumatera
Proses Penyebaran Islam di Indonesia tidak terlepas dari peranan para tokoh Islam di
Sumatera. Mereka melakukan berbagai upaya untuk menjadikan agama Islam sebagai anutan
bangsa Indonesia
Di antara tokoh-tokoh yang berhasil mengembangkan Islam di Sumatera adalah :
1. Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri dilahirkan di Fansur Aceh, beliau menuntut ilmu sampai ke India,
Persia, Mekah dan Medinah untuk mempelajari ilmu-ilmu seperti Fiqih, Tauhid, Tasawuf,
Sejarah dan Sastra Arab.
Setelah kembali ke Aceh, beliau mengajarkan ilmu-ilmunya di Pesantren (Dayah) di Oboh
Simpang kanan Singkel.
Di samping sebagai ulama, ia juga sebagai sastrawan. Hal ini dibuktikan dengan
beberapa hasil karyanya. Di antara hasil karyanya yang terkenal adalah :
1) Risalah Tasawuf berbahasa Melayu
2) Puisi-puisi Filosofis dan Mistis bercorak Islam
3) Syair puisi empat baris dengan skema sajak a-a-a-a yang merupakan perpaduan antara ruba’i
Persia dengan Pantun Melayu
4) Asrarul Arifin (ilmu tafsir: penggunaan metode takwil)
2. Syamsuddin al-Sumaterani
Syamsuddin al-Sumaterani merupakan seorang ulama terkemuka di Aceh dan
Nusantara pada abad ke XVI M. Ia memiliki posisi penting di Kerajaan Aceh Darussalam
sehingga ia termasuk salah seorang tokoh \yang diceritakan dalam buku Hikayat Aceh.
Dalam buku tersebut diceritakan
bahwa Syeh Syamsuddin al-Sumaterani pernah diminta oleh Sultan Iskandar Muda untuk
melakukan penyembelihan hewan qurban selepas shalat Idul Adha di Masjid Baiturrahman.
Symsuddin al-Sumaterani memiliki pengaruh yang sangat besar dan kuat di Aceh
sehingga ia diberi jabatan-jabatan penting oleh Sultan Iskandar Muda, di antaranya :
1) Syeh al-Islam ( gelar tertinggi untuk ulama, qadi, imam)
2) Penasehat Raja
3) Imam Kepala
4) Anggota tim perunding dan juru bicara Kerajaan Aceh Darussalam
Karya-karya Syamsuddin al-Sumaterani di antaranya adalah
1) Jauhar al-Haqaid
2) Risalah al-Baiyyin al-Mulahaza al-Muwahiddin wa al-Muhiddin fi Dzikr Allah
3) Mir’ah al-Mukminin
4) Syarah Ruba’i Hamzah Fansuri
5) Syah Syair Ikan Tongkol
6) Nur al-Daqa’iq
7) Thariq al-Saliqin
8) Mir’ah al-Iman atau Kitab Bahr al-Nur
9) Kitab al-Harakat
10) Fi Dzikr Dairah Qad Qausayn aw Adna
3. Nuruddin al-Raniri
Nuruddin al-Raniri dilahirkan di Ranir (sekarang Render) Gujarat- India. Ia lebih
dikenal sebagai seorang ulama Melayu. Perkenalannya dengan tokoh Indonesia dimulai
ketika ia melanjutkan studi ke Haramain tahun 1030 H / 1620 M. Diperkirakan ia melakukan
perjalanan pertama ke Melayu (Sumatera) dan menetap disana antara tahun 1030H/1621 M.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani al-Raniri diangkat sebagai Syekh al-Islam.
Nuruddin al-Raniri melakukan berbagai pembaharuan terhadap pemikiran Islam di tanah
Melayu,khususnya di Aceh. Termasuk memerangi doktrin Wujudiyah yang diajarkan oleh
Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Sumaterani. Hal ini Dilakukannya selama lebih kurang 7
tahun.
Karya karya yang dihasilkan oleh Nuruddin al-Raniri kebanyakan berbicara soal
Tasawuf, Fiqih, Qalam, Perbandingan Agama, Hadits dan Sejarah. Diantara hasil karya
beliau adalah :
1) Shiratul Mustaqiem.
2) Durratul Aqaid Bisyarahal Aqaid.
3) Tibyan fi Ma’rifatil Adyan.
4) Hidayatul Habib Fi Taghrib wat Tarhib.(kumpulan terjemahan Hadist dalam bahasa
Melayu).
Pada tahun 1054 H/1644 M Nuruddin al-Raniri kembali ketempat kelahirannya di
Ranir Gujarat.
4. Abdur Rauf Singkel.
Abdur Rauf Singkel dilahirkan di Singkel Aceh tahun 1024 H/1615 M, nama
aslinya Abdur Rauf al-Fansuri atau Abdur Rauf al-Singkili. Beliau adalah orang yang
pertama kali mengembangkan Tarekat Syattariyah di Indonesia. Pada tahun 1640 M Abdur
Rauf Singkel berangkat ke tanah Arab dan menetap di Mekah untuk menambah pengetahuan
agama. Ia berguru kepada Ahmad Qusasi dan Ibrahim al-Qur’ani.
Setelah mendapat pengetahuan dan ijazah dari Ibramim al-Qur’ani ia kembali ke
Aceh tahun 1584 H/1661 M, ketika itu Aceh dikuasai oleh Sultanah Syafiatuddin Tajul Alam.
Di Aceh, Abdur Rauf Singkel giat dalam berdakwah dan mempunyai banyak
murid, di antara muridnya adalah Burhanuddin Ulakan Pariaman Sumatera Barat. Abdur
Rauf Singkellah yang menghapuskan ajaran Salik Buta. Ajaran Salik Buta yang dihapus
adalah para Salik (Pengikut Tarekat) yang tidak mau bertobat dibunuh.
Abdur Rauf Singkel memiliki lebih kurang 21 karya tulis yang terdiri dari kitab
tafsir, hadis, fikih dan tasawuf. Karyanya di bidang tafsir antara lain Turjuman al-Mustafid
(Terjemah Pemberi Faedah) merupakan kitab tafsir pertama di Indonesia yang berbahasa
Melayu. Kitab tafsir yang lain karyanya adalah Mir’at at-Tullab fi Tahsil Ma’rifah Ahkam
asy-Syar’iyyah li al-Malik al-Wahab. Sedangkan karyanya di bidang tasawuf adalah ‘Umdat
al-Muhtajin (Tiang Orang yang Memerlukan), Kifayat al-Muhtajin (Pencukup Para
Pengemban Hajat), Daqa’iq al-Huruf (Detail Huruf), dan Bayan Tajalli (Keterangan Tentang
Tajalli).
Terkait dengan pemikiran Abdul Rauf Singkel mengenai wujud Allah dalam beberapa
tulisannya mengenai tasawuf terlihat bahwa Abdur Rauf Singkel tidak setuju dengan tindakan
pengkafiran oleh Nuruddin al-Raniri terhadap pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsudin al-
Sumaterani yang berpaham Wahdatul Wujud atau Wujudiyyah. Menurutnya, jika tuduhan
pengkafiran ini tidak benar orang yang menuduh dapat disebut kafir.
Pandangan Abdur Rauf Singkel terhadap Wahdatul Wujud atau Wujudiyyah
dinyatakan dalam buku Bayan Tajalli. Ia mengatakan bahwa betapapun dekatnya seorang
hamba terhadap Allah swt; pencipta dan makhluk tetap mempunyai arti sendiri.
Abdur Rauf Singkel meninggal dan dimakamkan di Kuala (muara) Banda Aceh,
sehingga ia dikenal dengan nama Tengku Syiah Kuala. Nama ini diabadikan pada perguruan
tinggi yang didirikan di Banda Aceh tahun 1961 M, yaitu Universitas Syiah Kuala.
5. Syekh Abdussamad al Palimbani
Syekh Abdussamad al Palimbani lahir di Pelembang tahun 1116 H/1704 M, ayahnya
berasal dari Yaman. Beliau pertama kali mendapat pendidikan di Kedah (Semenanjung
Malaka) dan Patani (Thailand) kemudian ia belajar ke Timur Tengah.
Syekh Abdussamad sangat peduli terhadap perkembangan keagamaan dan politik
yang terjadi di Nusantara. Hal ini terlihat dari beberapa karya dan juga himbauannya terhadap
umat Islam untuk melakukan jihad fi sabilillah menentang kekuatan penjajah Eropa.
Karyanya tersebut adalah Nasihah al-Muslimin wa Tazkiyarah al-Mukminin fi Fadla’ilil
Jihad fi Sabililah (Nasehat bagi kaum muslim dan peringatan bagi orang beriman tentang
keutamaan jihad di jalan Allah). Sampai akhir hayatnya Syeh Abdussamad menetap di
Haramain dan wafat tahun 1203 H/1789 M di usia 85 tahun.
6. Syeh Ahmad Khatib al-Minangkabawi
Syeh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lahir di Bukittinggi Sumatera Barat tahun 1276
H/1855 M. Ayahnya seorang jaksa di Padang sedangkan ibunya adalah puteri Tuanku nan
Renceh seorang ulama terkenal dari kelompok Paderi. Beliau mendapat pendidikan awal di
SR (Sekolah Rendah) dan sekolah guru di Bukittinggi. Pada tahun 1876 M beliau
melanjutkan pendidikan ke Mekah sampai akhirnya memperoleh kedudukan yang tinggi
dalam mengajarkan agama. Selain itu ia juga diangkat menjadi Imam Besar Masjidil Haram
yang bermazhab Syafi’i.
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi memberikan gagasan pembaharuan Islam
dengan menekankan pentingnya syariat dan menolak tarekat. Terlihat dalam karyanya Izhar
Zugalul Kadzibin, yang menolak praktek tarikat Naqsabandiyah.
Dari murid-murid Syekh Ahmad Khatib di Mekah tercatat empat orang ulama Melayu
Indonesia yang kemudian hari menjadi penerus gagasan pembaharuan di Minangkabau.
Mereka adalah :
1) Syekh Thahir Jalaluddin al-Azhari (1869-1956 M)
2) Syekh Muhammad Jamil Djambek (1860-1947 M)
3) H. Karim Amrullah (1879-1945 M)
4) H. Abdullah Ahmad (1878-1933 M)
Syekh Ahmad Khatib meninggal di Mekah tahun 1334 H/ 1916 M dalam usia 60
tahun.

Jalur penyebaran islam dipulau sumatra

Agama Islam masuk dan berkembang di Indonesia dibawa oleh para pedagang
dari Gujarat, Arab, dan Persia. Agama Islam yang dibawa oleh para pedagang
tersebut untuk pertama kalinya lewat Selat Malaka. Daerah yang pertama
mendapat pengaruh Islam adalah Barusdan Perlak. Setelah munculnya Kerajaan
Samudra Pasai, agama Islam tersebar ke pedalaman Pulau Sumatera, kemudian
menyebar ke arah selatan melalui Siak dan Palembang.

Anda mungkin juga menyukai