Tesis
Oleh:
Larmanto
NIM. S. 2405017
i
Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan
Jaten Kabupaten Karanganyar
Oleh:
Larmanto
NIM. S. 2405017
Mengetahui
ii
Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar
Oleh:
Larmanto
NIM. S. 2405017
Mengetahui
iii
PERNYATAAN
: Larmanto
Nama : S. 2405017
NIM.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia,
menerima sangksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari
tesis tersebut.
Larmanto
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas limpahan
Kasih dan KaruniaNya penulis diberi kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan
tesis dengan judul Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
mencapai derajat Magister pada Program Studi Magister Administrasi Publik dengan
konsentrasi Kebijakan Publik. Tesis ini dapat terselesaikan atas bantuan dan
dukungan banyak pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
1. Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D. Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta beserta staf yang telah memberikan segala fasilitas dan
2. Bapak. Dr. P. Israwan Setyoko, MS. selaku Pembimbing I yang dengan sabar dan
dengan penuh kesabaran memberikan petunjuk dan koreksi dalam penulisan tesis
v
6. Drs. Sugiharto, Selaku Camat Jaten Kabupaten Karanganyar, dan para staf yang
telah dengan sabar memberikan informasi dan data untuk tesis ini.
7. Orang Tua, Istri, dan Anakku yang tak henti-hentinya membangkitkan semangat
kesempurnaan. Karenanya segala sesuatu yang menjadi kekurangan dari tesis ini
dapat dijadikan renungan bagi semua pihak untuk mengadakan penelitian yang lebih
Larmanto
S. 2405017
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul……………………………………………………..…… i.
Halaman Pengesahan Pembimbing ……………………………………. ii.
Halaman Pengesahan Tesis ……………………………………………. iii.
Pernyataan……………………………………………………………... iv.
Persembahan…………………………………………………………… v.
Kata Pengantar………………………………………………………… vi.
Daftar Isi………………………………………………………………. vii.
Daftar Tabel…………………………………………………………… viii.
Daftar Gambar………………………………………………………… ix.
Abstract………………………..……………………………………… x.
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah…………………..…………….. 1
B. Perumusan Masalah……………………………………... 6
C. Tujuan Penelitian………………………………………... 7
D. Manfaat Penelitian……………………………………… 7
vii
Halaman
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 41
A. Hasil Penelitian. .............................………………… 41
B. Implementasi Pemungutan PBB di Kabupaten 44
Karanganyar ……………………………………
I. Isi Kebijakan …………………………………… 46
2. Sumber Daya manusia. …………………………… 55
3. Kepatuhan Pelaksana. . . .…………………………… 59
4. Komunikasi………………………………………… 67
5. Faktor Faktor –Faktor Yang Berpengaruh Terhadap 75
Implementasi Pemungutan PBB ………………
BAB V PENUTUP 86
A. Kesimpulan………………………………………… 86
B. Implikasi…………………………………………… 89
C. Saran………………………………………………… 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
x
ABSTRAK
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Asli Daerah Sendiri (PADS), Dana Alokasi dari Pemerintah Pusat yang
terdiri dari dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
1
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, oleh karena
dari sektor PBB belum dapat mencapai target seperti yang diharapkan.
Tabel 1
masih ada tunggakan tetap saja terjadi kenaikan realisasi PBB. Besarnya
Tabel 2
Data diatas menunjukkan dari tahun ke tahun selalu ada tunggakan PBB
3
Tabel 3
2001 1.327.980.832,00
4.397.408.000,00 30,20
2002 1.396.148.053,00
5.377.052.075,00 25,96
2003 1.680.916.882,00
6.060.879.291,00 27,73
2004 2.435.084.236,00
8.298.622.990,00
29,34
4
Permasalahan yang menyebabkan tidak optimalnya pemungutan
PBB dapat dilihat dari berbagai segi diantaranya dari segi kebijaksanaan
pendataan subyek dan obyak pajak, penetapan besarnya nilai PBB sampai
seharusnya diberikan.
PBB, sehingga pada saat penagihan nama yang tercantum dalam SPPT
tidak mau membayar dengan alasan sudah tidak menguasai tanah yang
pemungutan PBB.
pemungutan PBB Tidak dapat optimal dengan hasil lunas 100 %, tetapi
B. Perumusan Masalah
Karanganyar?”
6
C. Tujuan Penelitian.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
PBB.
2. Secara umum hasil penelitian ini diharapkan akan dapat digunakan oleh
KAJIAN TEORI
beberapa pengertian mengenai apa yang disebut dengan kebijakan publik itu.
dasar yaitu tujuan yang luas, sasaran dan yang terakhir adalah cara mencapai
rinci, dan oleh karena itulah birokrasi harus menerjemahkan sebagai program-
berapa besar dan dari mana dana diperoleh, siapa kelompok sasarannya,
8
komponen ketiga dari suatu kebijakan yaitu cara, merupakan komponen yang
Wibowo,1994: 15).
kebijakan yakni “the execution and steering of policy actions over time”
1994 : 3 )
kebijakan sebagai “those actions by public and private individual (or groups)
that are directed at the achivement of objectives set forth in prior policy
lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang
program aksi, belum tentu implementasi akan berjalan dengan lancar dan ini
tergantung dari kemampuan mengimplementasikan program tersebut
(implementability).
9
1. Model Grindle
(context of policy). Studi ini melihat adanya tiga dimensi analisis dalam suatu
yang telah dibuat dan nilai yang sudah dianut oleh kelompok sasaran
dimplementasikan.
10
4) Kedudukan pembuat kebijakan
implementasi.
tersebut.
Tujuan Kebijakan
Melaksanakan kebijakan dipengaruhi oleh :
a)Isi Kebijakan
(1) Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan
(2) Jenis manfaat yang dihasilkan
(3) Derajad perubahan yang diinginkan
(4) Kedudukan pembuat kebijakan
(5) Siapa pelaksana program
(6) Sumber daya yang dikerahkan.
b). Konteks kebijakan meliputi :
(1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor
yang terlibat
(2) Karakteristik lembaga dan penguasa
(3) Kepatuhan serta daya tanggap pelaksana
Hasil kebijakan:
o Dampak pada
masyarakat, individu
dan kelompok,
o Perubahan dan
penerimaan oleh
masyarakat
Tujuan yang
Ingin dicapai
Mengukur keberhasilan
Sumber : (Grindle, Merilee S,1980)
13
b. Model Implementasi Sabatier dan Mazmanian
pendekatan semacam ini sudah seharusnya tujuan dan sasaran yang akan
dituju hendaknya dituangkan dalam program maupun proyek yang jelas, dan
kemana arah tujuan atau sasaran yang hendak dituju. Sebagai contoh,
diatur dengan secara jelas dan terperinci tidak hanya bersifat teoritis belaka,
dengan cara seperti ini para birokrasi pelaksana akan semakin mudah untuk
menjalankannya.
Karakteristik Masalah
1. Ketersedian tehnologi & teori teknis
2. Keragaman perilaku kelompok sasaran
3. Sifat populasi
4. Derajad perubahan perilaku yg diharapkan
Variabel Non
Daya Dukung Peraturan Peraturan
1. Kejelasan/konsistensi 1. Kondisi sosio ekonomi
tujuan Sasaran dan teknologi
Perhatian pers thd
2. Teori kausal yg 2. masalah
memadai 3. Dukungan public
3. Sumber keuangan yang 4. Sikap & sumber daya
Kelompok sasaran
Memadai 5. utama
Dukungan Komitemen
4. Integrasi organisasi 6. dan
pelaksana kemam puan pejabat
5. Diskresi pelaksana pelaksana kewenangan
6. Rekrutmen
pejabat
pelaksana
7. Akses formal pelaks
Perbaikan
peraturan
Sumber : Samodra Wibawa, 1994
15
c. Model Van Horn dan Van Meter
Model yang dikembangkan oleh Van Horn dan Van Meter ini disebut
kebijaksanaan yang akan dilaksanakan. Van Horn dan Van Meter menegaskan
maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini adalah hambatan-
kebijakan harus dapat secara eksplist menegaskan ada lima faktor yang
2) Sumber Daya
tersedianya Sumber daya baik berupa dana, teknologi maupun sarana dan
16
prasarana. Kinerja kebijakan akan rendah jika dana yang dibutuhkan untuk
pelaksana memiliki enam variabel yaitu (1) kompetensi dan jumlah staf, (2)
rentang kendali, (3) dukungan politik yang dimiliki, (4) kekuatan organisasi,
yang berkaitan dengan publik. Semua variabel diatas dapat membentuk sikap
17
Gambar 3 : Model Implementasi Kebijakan menurut Van Meter &
Van Horn
Komunikasi antar
Organisasi dan
Pengukuhan aktivitas
Standar dan
Sasaran kebijakan
Karakteristik
Organisasi Sikap Kinerja
Komunikasi Pelaksana Kebijakan
Antar orgs.
Sumber daya
Kondisi Sosial
Ekonomi dan politik
Van Meter dan Van Horn, maupun Sabatier dan Mazmanian diambil beberapa
berpengaruh
18
terhadap keberhasilan implementasi pemungutan PBB antara lain : (1) Isi
Kebijakan diadopsi dari model Grindle, (2) Sumber daya manusia. Diadopsi
dari model Van Horn Van Meter (3) Komunikasi Diadopsi dari model Van
Horn Van Meter (4) Kepatuhan petugas pelaksana diadopsi dari model
masyarakat.
kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut
Pajak pada dasarnya merupakan iuran yang berupa uang atau barang
tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara
bagian, yaitu Pajak Negara dan Pajak Daerah (Mardiasmo, 1997). Pajak
Pemerintah Pusat. Termasuk dalam pajak ini antara lain adalah Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atasa barang dan Jasa (PPN) dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak bumi dan bangunan
(PBB) dan Bea Meterai. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang
negara.
keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau
tahun 1957 tentang peraturan Umum Pajak Daerah, PERPU Nomor 11 tahun
IPEDA. Tetapi karena dasar Hukum Ipeda kurang kuat maka penghapusan
hukum
21
barat, dan verponding Indonesia dikenakan atas tanah-tanah yang dimiliki
berdasarkan hukum adat yang ada di kota-kota. Pajak Hasil Bumi dikenakan
atas tanah-tanah yang dimiliki berdasarkan hukum adat yang ada di daerah
membayar dua kali untuk Obyek Pajak yang sama karena tanah dan
hukum dan tidak ada lagi pajak ganda yang menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak obyektif yang dikenakan atas
bumi dan bangunan. Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986,
menjadi obyek pajaknya adalah bumi dan bangunan. Adapun yang dimaksud
dengan Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
rawa dan tambak) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan
atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang
diusahakan. Termasuk dalam pengertian bangunan ini antara lain: (1) Jalan
lingkungan dalam suatu kesatuan dengan komplek bangunan, (2) Jalan tol,
(4) Tempat Olah raga, (5) Galangan kapal, dermaga, (6) Taman mewah, (7)
Tempat penampungan/ kilang minyak, gas, air dan pipa minyak, (8) Fasilitas
dengan: (1) Luas tanah, bumi, bangunan, (2) Kesuburan atau hasil
yang digunakan, (2) Rekayasa, (3) Letak, (4) Kondisi Lingkungan dll.
Subyek pajak dari PBB adalah orang atau badan yang secara nyata
pajak menjadi wajib pajak. Adapun azas dari Pajak Bumi dan Bangunan
kepastian hukum, (3) Mudah dimengerti dan adil, (4) Menghindari pajak
dapat dihindarkan.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tak
bergerak, maka oleh karena itu yang dipentingkan adalah obyeknya dan
keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subyek tidaklah penting,
surat ketetapan pajak yang pada prinsipnya setiap tahun dikeluarkan. Setiap
Untuk saat ini klasifikasi nilai jual obyek pajak untuk bumi dan bangunan
dikurangi dengan nilai jual obyek pajak tak kena pajak (NJOPTKP) yang
adalah 20% dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP. Adapun besarnya tarip
PBB adalah 0,5%. Dengan demikian besarnya pajak yang harus dibayar
tahun oleh kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan setelah ditentukan
NJKPnya atas dasar surat pemberitahuan obyek pajak (SPOP) yang diisi oleh
wajib pajak. Secara teoritis SPOP ini harus diisi oleh wajib pajak dan harus
ditandatangani sendiri. Namun demikian dalam banyak kasus, hal ini jarang
kesenjangan yang menyebabkan tidak selarasnya harga pasar atas nilai jual
tentang Pembagian hasil Pajak Bumi dan Bangunan antara pemerintah pusat
1) 10% dari hasil penerimaan PBB adalah bagian Pemerintah Pusat dan
a) Pemerintah pusat : 10 %
Yang dijadikan subyek PBB adalah orang atau badan yang secara
nyata sebagai pemilik dan atau orang atau badan yang menguasai bumi dan
atau bangunan. (pasal 8 ayat 1). Wajib Pajak adalah orang atau badan yang
memenuhi
25
syarat obyektif, yaitu memiliki atau menguasai dan atau mendapatkan
Pajak PBB. Subyek Pajak baru merupakan wajib pajak PBB kalau memenuhi
Sedangkan obyek pajak PBB adalah Bumi dan atau Bangunan (pasal 2).
258).
Secara lebih luas, masalah penyelenggaraan pemerintahan daerah
26
(1) Belum memadainya dukungan anggaran yang ditopang oleh
adanya pengalaman serta telah dihayatinya etos dan acuan, sikap,
dan etos kerja yang diwariskan oleh sejumlah masa lalu yang
memerlukan pembelajaran, menyebabkan belum dapat
diterapkannya manajemen pelayanan publik dalam konteks total
quality management dalam era reformasi yang berciri
desentralistik;
(2) Dewasa ini masih perlu diseleksi pilihan kiat, metode dan
teknologi pelayanan yang mampu mengubah orientasi manajemen
pelayanan konvensional yang perlu semakin diorientasikan pada
etos dan budaya manajemen pelayanan publik berkualitas;
(3) Masih nampak belum seimbangnya hak dan kewajiban yang
melayani (public server) kepada yang dilayani (public served)
dalam bentuk pemberian kontraprestasi yang sepadan atas
kotribusi/pengorbanan yang diberikan masyarakat;
(4) Masih belum diadakan internalisasi nuansa administrasi politik
yang berkaibat jauh terhadap penerapan konsep local government
productivity yang masih mengandung keretakan dalam
penyelenggaraan manajemen pelayanan umum. Hal ini bahkan
berimplikasi lebih jauh dengan kurangnya pengertian tentang
pergeseran paradigma pemerintahan daerah oleh pelaksana yang
terjadi dalam suasana transisional di era reformasi yang bercorak
desentralistik dan globalisasi;
(5) Belum dapat diterapkannya konsep pelayanan prima sekaligus
dengan adanya sindroma hubungan antara yang melayani dengan
yang dilayanai dalam kedudukan sebagai pelanggan, konstituen
partai, klien, dan kelompok sasaran.
Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting artinya
kemakmuran masyarakat.
Undang Nomor 32 tahun 2004, terdiri dari pendapatan asli daerah yaitu hasil
pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Selain jenis pajak tersebut
pendapatan daerah berasal dari dana perimbangan yang diberikan pusat dan
besar diperoleh dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), suatu jenis pajak yang
untuk memeratakan hasil penerimaan PBB yang berasal dari obyek pajak,
yang letaknya di luar wilayah yang menjadi kewenangan daerah dan untuk
28
pusat, dan pada akhirnya juga akan dibagikan kembali kepada daerah namun
tepat agar wajib pajak tidak dapat lagi menghindari pajak. Dalam proses
segala kekuatan kelemahan peluang dan ancaman yang dimiliki dan dihadapi oleh
29
pemerintah selaku pemegang otoritas dan sebagai implementator dari
loket yang telah ditunjuk. Loket yang ditunjuk untuk ini meliputi berbagai
lembaga keuangan antara lain Bank Central Asia (BCA) dan Badan
yang ditunjuk sebagai petugas pemungut PBB sebagian besar adalah para
diatur oleh tim intensifikasi dibuat berjenjang mulai dari kabupaten hingga ke
tersebut dapat dilihat bahwa ujung tombak dari penerimaan PBB adalah para
wajib pajak. Lebih jelasnya skema Tim Intensifikasi Pemungutan PBB adalah
sebagai berikut.
30
Gambar 4 : Skema Tim Intensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan
KADUS PETUGAS
PEMUNGUT DUSUN
BANK PERSEPSI
WAJIB PAJAK
PENERIMA SPPT
Kebijakan PBB
UU No 12 Tahun Peningkatan
Implementasi
1986 penerimaan PBB
Pemungutan PBB
Disempurnakan sesuai target
dengan UU no 12
tahun 1994
(operasionalisasi :
Kep Men Keu
1007/KMK/
04/1995)
1. Isi Kebijakan
2. SDM
3. Komunikasi
4. Kepatuhan Pelaksana
pendapatan yang cukup besar dari sektor PBB. Data pemungutan PBB di
32
Penelitian ini akan berusaha mendeskripsikan proses implementasi
lain : (1) Isi Kebijakan (2) Sumber daya manusia.(3) Komunikasi (4)
Isi Kebijakan merupakan salah satu fokus kajian yang diadopsi dari
pemungutan PBB .
antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Pajak adalah suatu pungutan
pajak
33
untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi
adalah Wilayah Kecamatan yang sebagian besar obyek pajak PBB nya adalah
pemungutan PBB.
B. Jenis Penelitian
adalah :
35
HB Sutopo ( 2002 : 35 ) mengemukakan bahwa data yang dikumpulkan
berwujud kata – kata dalam kalimat atau gambar yang mempunyai arti
lebih dari sekedar angka atau jumlah. Berisi catatan yang mengambarkan
aspek kajian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Matrik 1
sebagai berikut:
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan, yaitu
(interview).
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui data yang telah
penelitian.
peneliti dengan teknik purposive. Hal ini juga dilakukan untuk melakukan
Kabupaten Karanganyar.
apa yang ingin diukur. Guna menjamin validitas data yang dikumpulkan
dalam
38
penelitian ini maka teknik yang digunakan adalah teknik triangulasi.
informan dengan informan yang lain dalam satu masalah agar didapat
maka peneliti
39
akan dapat mengerti apa yang akan terjadi serta analisis atas tindakan
3. Penarikan Kesimpulan
Gambar 6
Pengumpulan data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
40
BAB IV
A Hasil Penelitian
berbatasan dengan :
1. Desa Suruhkalang
2. Desa Jati
3. Desa Jaten
4. Desa Dagen
5. Desa Ngringo
6. Desa Jetis
7. Desa Sroyo
8. Desa Brujul
sawah 1.277,59 Ha, tanah kering 1.277,22 Ha. Diantara delapan desa
yang ada di
41
Kecamatan Jaten tersebut, Desa Sroyo adalah desa yang paling luas
wilayahnya dan Desa Jetis adalah yang paling kecil wilayahnya. Adapun
berikut:
Tabel 4
1 Suruhkalang 302,58
2 Jati 265,47
3 Jaten 277,37
4 Dagen 283,50
5 Ngringo 420,27
6 Jetis 262,61
7 Sroyo 459,78
8 Brujul 283,23
Jumlah 2.554,81
akhir bulan Desember 2005 sejumlah 68.100 jiwa yang terdiri dari laki-
laki 34.556 jiwa dan perempuan 34.554 jiwa. Dibandingkan dengan tahun
adalah Desa Ngringo yaitu 22.876 Jiwa (33,59 %), disusul Desa Jaten
sebanyak 12.673 Jiwa (18,61%), dan Desa Sroyo Sebanyak 7.495 Jiwa
(11,01%), sedangkan desa yang paling sedikit penduduknya adalah Desa
42
penduduk sebanyak 7.495 Jiwa (6,78%), Desa Dagen sebanyak 4.699
(6,79%).
memiliki kepadatan paling tinggi adalah Desa Ngringo yaitu 5.447 jiwa /
Km², dan yang paling rendah adalah Desa Suruhkalang yaitu 1.526
jiwa/Km².
sektor pertanian sebagai tani dan buruh tani sebanyak 4.936 orang
masih cukup besar. Potensi ini berupa masih banyaknya tunggakan yang
belum terbayar. Tidak terbayarnya PBB ini bisa terjadi karena berbagai
hal karena kesalahan dan belum sadarnya Wajib Pajak sendiri, maupun
karena kesalahan administrasi di KP PBB. Sedangkan kesulitas yang lain
43
yang dimiliki oleh orang-orang diluar daerah dan tidak diserahkan
membayar pajak subyek pajak tersebut tidak jelas domisilinya. Jika hal ini
itu sendiri.
Selama lima tahun terakhir, yaitu sejak tahun 2001 sampai tahun
2005 masih ada tunggakan pajak yang belum dibayar. Adanya tunggakan
diharapkan.
44
Dinas Pendapatan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
Camat Jaten dan menyerahkan Berita Acara penyetotan uang Pajak Bumi
dan Bangunan lembar ketiga dan keempat kepada Camat Jaten. Petugas
Wajib pajak, karena banyak dijumpai SPPT dengan alamat yang tidak
jelas, Jumlah Ketetapan Pajak dalam SPPT tidak sama dengan yang
para Pemungut Pajak kemudian sampai pada para Wajib Pajak merupakan
hal yang wajib dilaksanakan. Setelah SPPT sampai kepada Wajib Pajak
penetapan pajak yang terlalu tinggi, luas tanah yang tidak sesuai dengan
kenyataan dilapangan atau nama Wajib Pajak yang tertulis di SPPT tidak
membuat Daftar Penerimaan Harian (DPH). DPH PBB yang dibuat oleh
45
petugas pemungut di tiap-tiap desa, menjadi surat bukti bahwa para wajib
pajak telah menitipkan uang setoran PBB nya untuk disetorkan kepada
Bank persepsi, serta untuk mengetahui wajib pajak yang telah membayar
secara rutin oleh Camat dan dilaporkan kepada Bupati Karanganyar, serta
langkah apa yang harus dilakukan untuk mengejar target yang telah
ditetapkan.
1. Isi Kebijakan
a).
Kewenangan
(context of policy). Studi ini melihat adanya salah satu aspek penting dari isi
Sehingga perpaduan sumberdaya manusia dan sumber daya lain yang meliputi
memiliki Dirjen Pajak yang menggunakan Kantor Pelayanan PBB (KP PBB)
sebagai tangan panjangnya dan Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur dan
praja yang ada di daerah sebagai pelaksana di lapangan. Instansi lain yang juga
47
terkait dengan PBB adalah badan pertanahan nasional (BPN) sebagi institusi yang
1) Pejabat pembuat Akte Tanah (PPAT) baik dipegang oleh Camat atau
Notaris.
PBB adalah Direktorat Jenderal Pajak. Di daerah tugas Dirjen Pajak dilaksanakan
Nilai PBB. Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB juga
telah ditunjuk. Tentang peran Pemerintah daerah ini Kepala Dinas Pendapatan
kebijakan PBB telah secara jelas mengatur kewenangan masing masing instansi
peran BPN sebagai institusi yang menguasai data dan administrasi pertanahan
49
secara lebih komprehensif belum diatur keterlibatannya secara eksplisit.
negara.
setiap institusi yang terkait dengan pemungutan PBB dan aparat yang ada
warga negara yang bersifat wajib dan harus ditaati oleh setiap warga negara.
memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
orang atau badan yang mempunyai hak atasnya, atau memperoleh manfaat
rewards bagi wajib pajak yang telah membayar pajak dengan baik.
51
mendukung keberhasilan pemungutan PBB. Di Kabupaten Karanganyar rewards
atau bentuk penghargaan yang diberikan kepada wajib pajak yang telah membayar
pajak lebih awal diberikan dalam bentuk pemberian hadiah undian bagi Wajib
pajak yang telah melunasi PBB sebelum bulan Agustus setip tahunnya. Tentang
berikut :
pemasukan PBB (tabel 1 hal 2) sejak tahun 2001 sampai 2003 pemasukan
penghargaan yang diberikan kepada wajib pajak merupakan salah satu faktor
tentunya juga perlu dibarengi dengan adanya hukuman atau punishment bagi
PBB diberikan dalam bentuk sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi
membayar pajak terhutang yang telah jatuh tempo. Sanksi administratif ini
dikenakan dalam bentuk denda, misalnya untuk wajib pajak yang terlambat
Cara perpajakan.)
SPOP yang isinya tidak benar, tidak lengkap, dan atau lampirannya tidak
memberikan
53
keterangan yang benar, tidak mengembalikan SPOP, menunjukkan dokumen
palsu atau yang dipalsukan, dan tidak memperlihatkan dokumen yang dibutuhkan
tersebut dapat dikenai sanksi pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda
dalam UU PBB tersebut Camat Jaten dalam wawancara tanggal 15 Oktober 2006
mengemukakan :
sanksi terhadap para penunggak PBB dan penegakan hukum yang tidak berjalan
a) Kuantitas SDM
Petugas yang terlibat dalam Pemungutan PBB terdiri dari para petugas
Kelurahan sebagai Petugas Administrasi PBB Desa dan Kepala Dusun sebagai
pada pelaporan realisasi pelunasan PBB. Selanjutnya Tim tingkat kecamatan Ini
PBB Tingkat Desa yang terdiri dari Kepala Desa selaku Penanggung jawab,
Pemungut PBB.
dari 5 orang yang masing-masing telah memahami peran dan fungsinya masing-
Kecamatan yang berjumlah lima orang telah cukup berfungsi sebagai pengendali
56
proses pemungutan PBB di Kecamatan jaten. Tolok ukur yang dapat
Kecamatan Jaten tertata dan berjalan dengan Baik disamping itu setiap
terdiri dari 8 desa dan 46 dusun. Maka jumlah tersebut secara umum sudah
penduduk yang sangat besar seperti di Desa Ngringo. Di desa ini ada satu
orang Petugas Pemungut yang harus menangani lebih dari 3.000 Wajib Pajak.
Hal ini terjadi karena lingkungan ngringo adalah kompleks perumahan yang
pemungut PBB khusus untuk desa dengan karakteristik khusus seperti Desa
Ngringo tersebut.
57
b). Kualitas SDM
ditinjau dari aspek tingkat Pendidikan cukup baik. Hal ini terlihat pada
Tabel 5
Jumlah persentase
No Tingkat Pendidikan
(orang) (%)
1 SD 2 4,35
2 SLTP 11 23,91
3 SLTA 30 65,22
Sarjan
4 a 3 6,52
Jumla
h 46 100
cukup baik dan tingkat pendidikan yang baik ini diharapkan juga akan
58
Disamping pendidikan formal juga dibutuhkan pendidikan dan
Karanganyar.
3. Kepatuhan Pelaksana
(SPPT)
Pemerintahan
59
Kecamatan Jaten di mulai dari pencetakan oleh KP PBB kemudian diteruskan
administrasi di desa selesai baru diedarkan oleh para kepala dusun kepada
masyarakat.
diatasi akan merugikan Wajib Pajak karena sebenarnya wajib pajak diberi
diterima. Jika SPPT terlambat diterima maka 6 bulan kedepan setelah SPPT
60
diterima bisa jadi sudah berganti tahun yang berarti jangka waktu
SPPT dan STTS Pajak Bumi dan Bangunan Kepada Kepala Dinas
pajak, karena banyak dijumpai SPPT dengan alamat yang tidak jelas,
Jumlah Ketetapan Pajak dalam SPPT tidak sama dengan yang tertera
para Pemungut Pajak kemudian sampai pada para Wajib Pajak merupakan
hal yang wajib dilaksanakan. Setelah SPPT sampai kepada Wajib Pajak
luas tanah yang tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan atau nama
Wajib Pajak yang tertulis di SPPT tidak sesuai dengan nama yang tertera
wajib pajak.
2. Kepatuhan Pengadministrasian
Desa harus membuat Daftar Penerimaan Harian (DPH). DPH PBB yang
dibuat oleh petugas pemungut di tiap-tiap desa, menjadi surat bukti bahwa
para wajib pajak telah menitipkan uang setoran PBB nya untuk disetorkan
kepada Bank persepsi, serta untuk mengetahui wajib pajak yang telah
secara rutin oleh Camat Jaten dan dilaporkan kepada Bupati Karanganyar,
kepada
62
Bupati Karanganyar, akan berakibat target yang telah ditetapkan dalam bulan
mengambil keputusan.
data obyek pajak dengan wajib pajaknya, hal ini disebabkan oleh tidak
kepada wajib pajak berada di tangan KP PBB sebagai instansi induk yang
menangani PBB. Tetapi data dan informasi untuk keperluan mutasi data
Objek pajak dan wajib pajak berasal dari para Pejabat Pembuat Akte tanah
63
Pengadministrasian PBB juga meliputi penentuan Nilai jual
Obyek Pajak (NJOP) Yang dijadikan Dasar Nilai Jual Kena Pajak
Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang
untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun. Jangka waktu tiga tahun ini
Walaupun nilai jual obyek PBB ditetapkan tiga tahun sekali, namun surat
NJOP ini ditetapkan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Penetapan NJKP
mengemukakan :
64
kemampuan ekonomi masyarakat secara keseluruhan untuk
membayar pajak agar tidak timbul gejolak yang terlalu
memberatkan masyarakat.
faktor yang dapat membedakan besarnya NJOP adalah Luas tanah dan
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar. Mengingat transaksi jual beli tanah dalam suatu kawasan tidak
sering terjadi dan harga suatu bidang tanah belum dapat mewakili harga
tanah untuk bidang lain dalam satu kawasan, maka perlu ada metode lain
klasifikasi tertentu.
65
Pendekatan lain yang digunakan dalam penentuan NJOP adalah metode nilai
perolehan baru, yaitu suatu pendekatan metode penetuan NJOP dengan cara
ada pihak yang merasa tidak puas dan tidak dapat menerima NJOP yang
muaranya muncul dalam SPPT. Hal Ini seperti yang dikemukakan oleh Kepala
Di sini ini kebanyakan rakyatnya petani dan buruh kecil tapi pajak
PBB nya tinggi, mungkin karena lokasinya dekat dengan kawasan
industri, bagi masyarakat ini tentu sangat memberatkan, apalagi
hampir setiap tahun selalu ada peningkatan. Kami sendiri tidak
tahu benar apa yang dijadikan dasar penghitungan, yang jelas jika
pajaknya besar banyak warga kami yang tidak mau membayar.
Untuk memperlancar pembayaran terpaksa kami membantu
mengurus pengurangan ke KP PBB tetapi tahun berikutnya
nilainya selalu kembali ke nilai yang besar.
Hai ini menunjukkan bahwa kriteria dan cara penentuan besarnya PBB
yang diawali dengan penentuan NJOP tidak dipahami secara baik di tingkat
juga tidak mengetahui dasar-dasar pengenaan PBB. Tentang hal ini Petugas
KP PBB mengemukakan :
66
Penentuan besarnya NJOP ini telah melalui tahapan pendataan
yang melibatkan aparat pemerintah di desa dan rata rata nilai jual
yang dijadikan dasar penghitungan PBB masih berada di bawah
harga pasar yang berlaku. Atas dasar ini maka sebenarnya tidak
ada alasan untuk tidak membayar PBB. Bahkan kami juga
memberi kesempatan jika mereka merasa keberatan dengan
besarnya pajak yang harus dibayar, mereka dapat mengajukan
keberatan. Jika alasannya mendasar kami melalui Pimpinan kami
di KP PBB pasti akan mengakomodasi permohonan keberatan
tersebut.
baik kepada masyarakat, tetapi karena tidak semua informasi dapt sampai
3. Komunikasi
Dari sisi wajib pajak salah satu upaya yang dilakukan adalah
pada saat pertemuan tingkat RT maupun tingkat Dusun dan Desa. Dalam
hal ini pihak kecamatan bekerja sama dengan Dinas Pendapatan Daerah
kantor desa maupun bank persepsi dalam hal ini Badan Kredit Kecamatan
(BKK) Hal ini dibenarkan oleh Kepala Desa Jaten yang mengatakan sebagai
berikut:
68
Upaya lain yang dilakukan dalam rangka penyadaran wajib pajak
ditingkat RT maupun Dusun ada masyarakat wajib pajak yang tidak bisa
hadir secara pribadi, atau pada waktu siaran radio lewat RSPD kurang
pajak. Dalam hal ini berkaitan dengan budaya sendiko dawuh. Kalau
hal ini BKK Jaten. Menurut Camat Jaten hal ini dilakukan dengan
berikut :
pajak, dan Kepala Dusun mana yang tidak diusulkan serta diganti
cara jemput bola, walau memerlukan waktu yang cukup lama namun
tersebut secara kolektif dan pada pagi harinya telah mendapatkan Surat
tanda lunas membayar PBB dari Badan Kredit Kecamatan (BKK) Jaten.
sebagai berikut:
kurang jelas yang diterima oleh petugas pemungut pajak. Selama ini upah
pungut yang diberikan pada petugas pemungut PBB lewat Kepala Desa
tidak menjelaskan secara terbuka berapa yang telah diterima. Kepala Desa
oleh seberapa besar realisasi dari target yang diberikan. Hal ini
perolehannya kepada Bank Persepsi dalam hal ini BKK Jaten. Hal ini
Tidak semua Kepala Desa yang ada di Kecamatan Jaten ini nakal
memang ada beberapa yang nakal, yang masih berlaku jujurpun
juga banyak sehingga apa yang semestinya diterima oleh para
petugas pemungut pajak dalam hal ini upah pungut sampai juga
pada
72
alamatnya misalnya di Desa Jaten tidak ada keluhan dan Desa
Jetis karena upah pungut disampaikan kepada yang berhak
menerima.
baik dari kalangan petugas pemungut pajak maupun dari wajib pajak.
berikut :
setelah waktu akan jatuh tempo pembayaran selesai. Hal ini seperti
74
Apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kecamatan Jaten
dari wajib pajak dan pengawasan untuk petugas pemungut pajak untuk
petugas
Kecamatan Jaten Tim ini terdiri dari 5 orang yang masing-masing telah
Sebagai Berikut :
PBB di Kecamatan Jaten tertata dan berjalan dengan Baik disamping itu setiap
tingkat desa di Kecamatan Jaten, jumlah petugas PBB terdiri dari 8 orang
Kecamatan Jaten yang terdiri dari 8 desa dan 46 dusun. Maka jumlah
ketika sebuah dusun memiliki penduduk yang sangat besar seperti di Desa
Ngringo. Di desa ini ada satu orang Petugas Pemungut yang harus
menangani lebih dari 3.000 Wajib Pajak. Hal ini terjadi karena Ngringo
kondisi yang cukup baik dan tingkat pendidikan yang baik ini diharapkan
mengatur rewards bagi wajib pajak yang telah membayar pajak dengan baik.
bentuk penghargaan yang diberikan kepada wajib pajak yang telah membayar
pajak lebih awal diberikan dalam bentuk pembarian hadiah undian bagi Wajib
pajak yang telah melunasi PBB sebelum bulan agustus setip tahunnya.
78
Keberhasilan sebagaimana diungkapkan Kasubdin Penagihan
berdasarkan data pemasukan PBB (tabel 1) sejak tahun 2001 sampai 2003
pajak terlambat membayar pajak terhutang yang telah jatuh tempo. Sanksi
menyampaikan SPOP yang isinya tidak benar, tidak lengkap, dan atau
mengembalikan SPOP,
79
menunjukkan dokumen palsu atau yang dipalsukan, dan tidak memperlihatkan
dokumen yang dibutuhkan oleh Ditjen pajak dalam penetapan PBB. Terhadap
lama satu tahun atau denda paling tinggi Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
mengatur hukuman bagi para Wajib pajak yang tidak taat dalam
PBB tidak mengatur sanksi yang keras terhadap Wajib Pajak yang terlambat
atau tidak membayar PBB. Sanksi yang diatur hanyalah sanksi denda atas
“Permasalahan yang saya alami selama ini adalah selalu saja ada
perangkat Desa yang terlambat menyetor PBB dari masyarakat ke
bank persepsi, sebenarnya kalau bicara sanksi sudah jelas bagi
perangkat desa yang melanggar dapat diproses hukuman disiplin,
bahkan jika petugas ini menggunakan uang PBB bisa dikenakan
pasal KUHP tentang penggelapan atau karena mengakibatkan
kerugian negara dapat dijerat
UU Korupsi, tetapi untuk sejauh itu saya rasanya belum bisa
melaksanakannya karena berbagai pertimbangan terutama
pertimbangan manusiawi. Yang jelas menurut saya akarnya adalah
masalah penegakan hukum yang tidak berjalan seperti tadi yang
saya katakan sayapun belum mampu melakukan itu”.
80
Mencermati pernyataan diatas penerapan sanksi perlu juga
seringkali muncul dari petugas pemungut sendiri. Selama ini masih ada
saja petugas Pemungut yang tidak menyetorkan uang PBB yang mereka
langkah yang sudah rutin dilakukan tetapi mulai tahun 2005 ini
Kerjasama ini bukan barang baru, tetapi tahun ini kami akan
berusaha agar pelaksanaannya lebih efektif, agar menimbulkan
efek jera bagi para petugas yang melanggar ketentuan.
Permasalahannya selama ini
81
laporan yang disampaiakan para camat tidak jelas sehingga sulit
untuk ditindaklanjuti, maka tahun ini kita dorong para camat
untuk membuat laporan yang jelas dan valid untuk dapat
ditindaklanjuti secara tepat oleh PPNS Satpol PP.
antara lain tim tingkat Kecamatan yang terdiri, Camat, Sekretaris Camat,
82
Petugas administrasi Pajak Bumi dan Bangunan, Para Kepala seksi dan
Staf dan Kepala Bank Persepsi dalam hal ini Kepala BKK Kecamatan
pemasukan Pajak Bumi dan Bangunan atau target dan sisa target yang
setiap saat untuk mengetahui apakah hasil pemungutan kepada para wajib
pajak, namun tidak segera disetorkan, bahkan dipakai oleh para pemungut
dijumpai para pemungut pajak dalam hal ini Kepala Dusun menggunakan
Jaten dengan para Kordinator pemungut pajak, dalam hal ini semua
bulan sekali. Kegiatan ini dilaksanakan setiap bulan sekali pada tanggal
17 setelah
83
pelaksanaan Upacara bendera bertempat di ruang rapat Kantor Kecamatan
Jaten.
Dalam pertemuan ini Camat melaporkan jumlah baku Pajak Bumi dan
Bangunan yang ada diwilayahnya, realisasi selama satu bulan, sisa target yang
ada, serta langkah-langkah apa yang telah dilakukan untuk mencapai target
yang telah ditetapkan, sekaligus untuk mengetahui kinerja Camat dalam hal
Wajib Pajak yang tertulis di SPPT. Untuk pengajuan perubahan ini biasa
dilakukan sendiri oleh masyarakat atau di bantu oleh petugas administrasi desa
persyaratan birokrasi yang rumit seperti yang dikemukakan oleh Sekdes Jaten
84
Pernyataan Sekdes Jaten tersebut dikemukakan berkaitan dengan
perubahan data dalam SPPT mengingat wajib pajak tidak mau membayar
pajak selama data yang ada dalam SPPT tidak benar, sedangkan yang
yang seperti itu ada yang berdomisili di luar kota, selama ini SPPT ini
hal ini, menyatakan bahwa tidak ada yang sulit sejauh persyaratan
PBB hal ini sudah ada aturan baku dan prosedur tetapnya.
persyaratan harus lengkap untuk dapat dilayani. Keadaan ini sulit untuk
mendapat titik temu karena masing masing pihak bersikap kaku pada kaca
dapat dipertanggungjawabkan.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
sebagai berikut :
PBB.
wajib pajak dan petugas pemunut yang patuh terhadap ketentuan PBB.
ketentuan, tetapi jenis hukuman yang hanya berupa denda bagi para
4. Peraturan PBB kurang memberi sanksi yang jelas dan tegas terhadap
pemungut
86
seperti tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mendorong agar
Kabupaten Karanganyar.
2. Belum ada shock therapy berupa sanksi berat yang diterapkan terhadap
sama dengan kecamatan lain tanpa melihat besaran target yang menjadi
tanggung jawabnya.
masih kurang hal ini ditandai dengan masih adanya petugas pemungut
87
5. Di Kecamatan Jaten yang sebagian besar merupakan wilayah perkotaan
tidak diikuti dengan mutasi data dalam SPPT sehingga SPPT yang
membayar PBB.
2. Sistem rewards berupa hadiah undian bagi wajib pajak yang membayar
PBB. Tetapi pemberian hadiah lunas awal bagi desa yang lunas PBB
sangat tinggi.
pemungutan PBB sudah cukup memadai dan secara umum tahu kondisi
daerah dari sektor pajak. Penyadaran pada wajib pajak dan para petugas
optimal harus segera dilakukan. Jika hal ini tidak segera dilaksanakan
tahun ke tahun yang tentu saja semakin menjadi beban bagi instansi dan
bahwa tidak membayar PBB tidak ada resikonya, terbukti tunggakan PBB
menerapkan sangsi bagi para pelanggar, baik bagi para wajib pajak
maupun petugas pemungut pajak, dapat dijadikan alasan untuk menunda
membayar pajak.
89
C. Saran
1. Perlu ada shock therapy berupa sanksi yang tegas terhadap wajib pajak
yang menunggak PBB terutama bagi yang menunggak lebih dari 1 tahun.
maskimal.
90
Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar
Tesis
Oleh:
Larmanto
NIM. S. 2405017
91
DAFTAR PUSTAKA
Meter, Donald S. Van, dan Horn, Carl E. Van, 1975, The Policy
Implementation Process, A Conceptual Framework, Ohio, Sage
Publication inc. Ohio State University.
92
Pariata Westra, 1994, manajemen Pembangunan Daerah, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Parkin, M & Bade, R.,1986, Macro Economics and The Australian Economy,
Allen & Unwim.
Ripley, Randall B., & Franklin Grace A.,1986, “Policy Implementation and
Bureaucracy”, The Dorcey Press, Chicago.
Syaukani, Afan Gaffar & Ryaas Rasyid, 2002, ”Otonomi Daerah”, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Sumber Lain :
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1986 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan.
Undang-Undang No 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
93