Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang

disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita atau mold dan yeast.1

Onikomikosis menyebabkan 50% dari semua infeksi pada kuku dan

menyebabkan 30% dari semua infeksi jamur superfisial.1-4 Onikomikosis bukan

hanya masalah kosmetik karena penyakit ini dapat menimbulkan masalah fisik,

psikososial dan pekerjaan.1-5

Angka prevalensi onikomikosis ditentukan menurut usia, faktor

predisposisi, kelas sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan hidup dan frekuensi

bepergian.3,4 Onikomikosis pada pasien dengan gangguan imunitas bisa

menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius.2-4 Onikomikosis menyerang

kira-kira 10% populasi di seluruh dunia.4

Thomas dkk menyatakan pada penelitian di Indonesia menunjukkan

insidensi onikomikosis mengalami peningkatan dari 3,5% kasus pada tahun 1997-

1998 menjadi 4,7% pada tahun 2003.4

Pada penelitian Rizal tahun 2009 menyatakan prevalensi pasien

onikomikosis pada tahun 2009 berkisar 0,9% dari total 3450 pasien yang berobat

ke poliklinik kulit dan kelamin rumah sakit H. Adam Malik Medan.6

Ada tiga kelompok jamur yang terkait dengan onikomikosis: dermatofita,

non-dermatofita / mold dan yeast.1-4 Dermatofita yaitu Trichophyton rubrum,

Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton floccosum.1,2,4,7-12

Universitas Sumatera Utara


Nondermatofita /mold yaitu spesies Acremonium, spesies Alternaria,

spesies Aspergillus, Botryodiplodia theobromae,spesies Fusarium dan lain-lain.4,7-


10
Yeast yang paling sering dijumpai yaitu Candida albicans.1-8

Pada penelitian Nasution M menyatakan di Indonesia, penyebab onikomikosis

terbanyak yang dilaporkan adalah kandida terutama Candida albicans. Hal ini

dari hasil penelitian pada tahun 1994 pada pusat-pusat pendidikan di Medan,

Jakarta, Surabaya dan Bandung. Berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia

dan Singapura, infeksi jamur pada negara tersebut disebabkan oleh golongan

jamur dermatofita terutama spesies Trychophyton rubrum.7

Pada penelitian Kardjeva dkk pada tahun 2004 menyatakan di Eropa

penyebab onikomikosis terbanyak yang dilaporkan adalah Trychophyton rubrum,

insidensinya dijumpai lebih dari 90%.13

Jamur nondermatofita atau mold yang sering menyebabkan onikomikosis

dengan prevalensi sekitar 3,5% yaitu Syctalidium, Geotrichum candidum,

Scopulariopsis, Fusarium dan Aspergillus Spp.1,8,13

Onikomikosis berdasarkan gambaran klinis memiliki 4 tipe yaitu

Onikomikosis Subungual Distal (OSD), Onikomikosis Subungual Proksimal

(OSP), Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT), dan Onikomikosis Kandida (OK).

Pada keadaan lanjut, keempat tipe tersebut akan menunjukkan gambaran distrofik

total.1,2,3,4,8-10

Onikomikosis mempunyai gambaran klinis yang mirip seperti psoriasis,

liken planus, dermatitis kontak, onikodistrofi traumatik, dan onikolisis idiopatik,

twenty nail dystrophy, penyakit darier dan yellow-nail syndrome.1-4

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis

onikomikosis sebelum memulai pengobatan anti jamur. Saat ini dikenal beberapa

metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis antara lain

pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%, pemeriksaan histopatologi dengan

pewarnaan PAS (Periodic Acid Schiff), pemeriksaan mikroskopik imunofloresensi

dengan pewarnaan calcoflour, pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

dan metode kultur.3,4,12-14

Secara umum, dua metode yang paling penting dalam menegakkan

diagnosis infeksi jamur adalah metode pemeriksaan KOH 20% dan kultur jamur,

khusus untuk metode kultur membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu hampir

sekitar 4 minggu untuk dapat mengidentifikasi jamur penyebab onikomikosis.3,15

Metode kultur sendiri menunjukkan sensitivitas yang bervariasi

dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu metode dan tempat pengambilan sampel

yang berbeda-beda, faktor pengaturan jenis medium kultur dan temperatur kultur,

dan adanya kemungkinan kontaminasi oleh bakteri atau mold yang menghambat

pertumbuhan jamur.3,14-17

Teknologi molekuler seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) yang

merupakan tes sangat sensitif dan spesifik, dan dapat digunakan untuk diagnosis

berbagai mikroorganisme termasuk jamur patogen.3,15 PCR adalah suatu tehnik

sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro.18 Tehnik ini pertama kali

dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.18,19 Tehnik PCR dapat

digunakan untuk mengamplifikasi DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam

beberapa jam, ditemukannya tehnik ini telah merevolusi bidang sains dan

teknologi khususnya di bidang diagnosis suatu penyakit.18

Universitas Sumatera Utara


Penggunaan tehnik PCR untuk diagnosis molekuler menghasilkan

identifikasi yang dini dan akurat dari virus atau mikroorganisme patogen dari

suatu penyakit, sehingga dalam penellitian ini saya ingin untuk mengevaluasi

tehnik ini dalam menegakkan diagnosis onikomikosis dan membandingkan

hasilnya dengan hasil kultur sebagai baku emas.15

Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menggunakan PCR untuk

mendiagnosis dermatofitosis. Gutzmer dkk pada tahun 2004, meneliti dan

didapatkan hasilnya adalah bahwa Light Cycler PCR merupakan alat diagnostik

yang cepat untuk mengidentifikasi jamur dibandingkan dengan pemeriksaan

mikroskopis langsung dan kultur.21

Pada penelitian Arca dkk pada tahun 2004 dikatakan bahwa dengan

jumlah spesimen yang cukup maka PCR merupakan suatu metode diagnostik yang

bernilai saat pemeriksaan jamur dengan metode konvensional tidak dapat

ditemukan.22

Pada penelitian oleh Garg dkk pada tahun 2009 dikatakan bahwa PCR

dapat dipertimbangkan sebagai baku emas untuk diagnosis dermatofitosis dan

dapat membantu klinisi untuk memberikan obat antijamur yang tepat. Pada

penelitiannya, membandingkan KOH secara mikroskopis dan kultur jamur dengan

nested PCR, didapati bahwa nested PCR lebih baik.20,23

Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism

(PCR-RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah

amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik.24-25

Universitas Sumatera Utara


Pada penelitian oleh Monod dkk pada tahun 2006 didapati penggunaan

PCR-RFLP sangat cepat dan dapat dipercaya untuk identifikasi nondermatofita

sebagai penyebab onikomikosis 26

Pada penelitian oleh Elavarashi dkk. pada tahun 2013 didapati bahwa

penggunaan PCR-RFLP dengan primer Internal Transcribed Spacer (ITS), enzim

MvaI dan DdeI memiliki hasil yang baik.27

Beberapa standar telah diperkenalkan dan dipergunakan untuk

mendefinisikan kesembuhan pada kasus onikomikosis yaitu clinical cure,

micological cure dan complete cure, yang paling baik dijadikan sebagai standar

kesembuhan dari onikomikosis adalah complete cure, yang mutlak membutuhkan

suatu standar pemeriksaan klinis dan penunjang diagnosis di awal pengobatan dan

di akhir masa pengobatan.12

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan PCR-RFLP dalam

menegakkan diagnosis onikomikosis ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan PCR-RFLP

dalam menegakkan diagnosis onikomikosis.

Universitas Sumatera Utara


1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menilai Positive Predictive Value (PPV), Negative Predictive

Value (NPV), Rasio Kemungkinan Positif (RKP), Rasio Kemungkinan

Negatif (RKN) dan akurasi pemeriksaan PCR-RFLP dalam menegakkan

diagnosis onikomikosis.

2. Untuk mengetahui spesies jamur yang paling banyak menyebabkan

onikomikosis.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk bidang akademik/ilmiah:

Dapat dipertimbangkan sebagai pemeriksaan alternatif dalam

menegakkan diagnosis onikomikosis.

2. Untuk pelayanan masyarakat:

Penegakkan diagnosis onikomikosis yang dini sehingga pengobatan

dapat diberikan lebih cepat.

3. Untuk pengembangan penelitian:

Menjadi landasan teori dan data bagi penelitian selanjutnya dalam hal

pemeriksaan laboratorium pasien onikomikosis.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai