Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

“Hipertropi Pilori Stenosis”

Oleh :

Elma Shari Pagehgiri


H1A 014 020

Pembimbing :

dr. Dewi Anjarwati, M.Kes, Sp. Rad

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSUD PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Segala Rahmat dan Berkah yang
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tinjauan Pustaka mengenai
Hipertropi Pilori Stenosis tepat pada waktunya. Tugas ini merupakan salah satu prasyarat
dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik madya di bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram dan RSUD Provinsi NTB.

Tugas ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik dari dalam
institusi maupun dari luar institus. Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Dewi Anjarwati, M.Kes, Sp.Rad
selaku pembimbing dan juga seluruh pihak yang membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung. Laporan ini tidak luput dari kesalahan, oleh karena itu penulis mohon kritik
serta saran demi kesempurnaan karya-karya selanjutnya. Semoga laporan ini dapat
memberikan pengetahuan dan manfaat positif bagi pembaca.

Mataram, November 2018

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertrofi Pilorus Stenosis (HPS) merupakan salah satu gangguan gastrointestinal


yang menyebabkan obstruksi paling sering pada bayi berusia 2 sampai 8 minggu.1 Insidensi
kelainan ini adalah 1-4 per 1.000 kelahiran dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan (rasio 5:1).1,2 Penyebab dari HPS sampai saat ini masih belum jelas, tetapi
berbagai faktor genetik dan lingkungan diduga berperan dalam patofisiologinya. HPS terjadi
karena adanya hipertrofi dan hiperplasia menyeluruh pada lapisan otot polos sirkular dan
longitudinal pilorus yang meyebabkan saluran pilorus memanjang dan menebal. HPS adalah
kelainan bedah yang sering paling banyak menyebabkan keadaan muntah pada bayi
dimana gejala khas berupa muntah yang non bilious dan proyektil. Keadaan dapat
berlanjut menjadi dehidrasi, penurunan berat badan, hipokalemia, alkalosis hipokloremik,
gagal tumbuh dan menyebabkan kematian pada lebih dari 50% pasien yang terkena.1,2,3

Diagnosis HPS ditegakan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan yang
paling penting adalah modalitas radiologi meliputi pemeriksaan foto polos abdomen,
ultrasonografi (USG) dan upper gastrointestinal imaging (UGI) dengan kontras.1 Diagnosis
primer didapatkan dengan palpasi pilorus yang mengalami hipertropi berupa olive like mass
di kuadran kanan atas.3 Akibat sulitnya pemeriksaan klinis pada bayi karena bayi menangis
dan membutuhkan waktu yang lama, saat ini penggunaan modalitas radiologi untuk
mendeteksi HPS meningkat.3,4

Double track sign pertama kali di sampaikan oleh Haran et al di tahun 1966,
menunjukkan sensitivitas 95% untuk mendeteksi HPS dengan pemeriksaan UGI kontras
barium. Pemeriksaan dengan barium merupakan pemeriksaan penting untuk deteksi HPS
sampai akhir tahun 1970. Pada tahun 1977 Teele dan Smith memperkenalkan USG sebagai
pilihan prosedur diagnostik untuk HPS karena tekniknya cepat dan populer.3 Indeks muskulus
pilorik di perkenalkan di tahun 1988 dan dinyatakan lebih handal dibanding kriteria
pengukuran sebelumnya pada diagnosis menggunakan USG. Tren ini meningkatkan USG
sebagai pemeriksaan rutin pada pasien yang dicurigai HPS. Sensitivitas dan spesifitas USG
mencapai 89% - 100% dan akurasinya 100%. Hal ini merupakan alasan mengapa USG secara
luas digunakan.2 Endoskopi disebutkan sebagai alat diagnostik yang baik untuk mendeteksi

2
HPS pada beberapa tahun terakhir, namun karena endoskopi merupakan tindakan invasif dan
mahal, penggunaan modalitas ini berkurang.2,3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hipertropi pilorus stenosis (HPS) adalah kondisi yang terjadi secara seknder akibat
hipertrofi dan hyperplasia pada lapisan otot polos sirkuler dan longitudinal pilorus yang
menyebabkan saluran pilorus memanjang dan menebal. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran
isi gaster.1,2

B. Etiologi

Etiologi dari HPS belum diketahui secara pasti, diduga multifaktorial yang melibatkan
predisposisi genetik dan faktor lingkungan.1,2,4 Disamping itu, terdapat beberapa teori
mengenai penyebab HPS. Faktor etiologi yang diduga kuat ialah infantile hypergastrinemia
yang disebabkan meningkatnya prostaglandin dan defisiensi nitrat oksida, inervasi abnormal
pada otot, pemberian ASI dan stress pada maternal saat kehamilan trimester ketiga.1
Abnormalitas kromosom yang dilaporkan antara lain adanya translokasi kromosom 8 dan 17
serta trisomi sebagian dari kromosom 9. Kontribusi genetik didukung oleh suatu fakta 19%
laki-laki dan 7% perempuan dengan ibu yang mengalami stenosis pilorus. Stenosis pilorus
terjadi hanya pada 5% laki-laki dan 2,5% perempuan dengan ayah yang mempunyai penyakit
serupa. Sedangkan hubungan HPS dengan bayi kembar monozigot terlihat pada 0,25–0,44
sedangkan kembar dizigot 0,05-0,1.2 Hipotesis lain menyebutkan bahwa beberapa kasus HPS
disebabkan oleh Helicobacter pylori.5 Penelitian terakhir mendukung hipotesis mengenai
imaturitas selektif dari glia enteric pada lapisan otot.5

C. Epidemiologi

HPS lebih banyak ditemukan pada laki-laki, dimana rasio antara laki-laki dan
perempuan adalah 4:1 dengan kisaran antara 2,5:1 hingga 5,5:1. Anak pertama laki-laki
merupakan risiko tertinggi. Angka kejadian HPS infantil sebesar 0,5-3 per 1000 kelahiran
hidup.6 Prevalensi HPS lebih tinggi pada ras kaukasian dibandingkan bayi Afrika-Amerika
dan Asia. Riwayat keluarga diketahui berhubungan, dimana apabila ayah atau ibu memiliki
riwayat HPS, anak laki-laki berisko sebesar 5-20% sedangkan pada anak perempuan hanya 3-

4
7%. Selanjutnya, kembar monozigot lebih mungkin mengalami HPS dibandingkan dengan
kembar dizigot.2

D. Patofisiologi

Perkembangan terbaru patogenesis HPS pada bayi antara lain: (1)adanya bukti yang
menunjukkan sel-sel otot polos pada bayi yang mengalami HPS tidak mempunyai inervasi
yang baik, (2)karena non-adrenergik, saraf non-kolinergik merupakan mediator relaksasi
otot halus, sehingga terdapat kemungkinan tidak adanya saraf ini di otot pilorus
menyebabkan kontraksi berlebihan dan terjadi hipertrofik otot pilorus sirkuler; (3)terdapat
sejumlah protein matriks ekstraseluler yang abnormal dalam otot pilorus hipertrofik. Sel otot
sirkuler pada HPS secara aktif mensintesis kolagen dan hal ini bertanggung jawab tehadap
karakteristik dari tumor pilorus; (4)peningkatan ekspresi insulin-like growth factor-I,
transforming growth factor- beta 1, dan platelet derived growth factor-BB serta reseptor otot
hipertrofi pilorus menunjukkan peningkatan sintesis lokal dari faktor pertumbuhan yang
kemungkinan berperan penting dalam hipertrofi otot polos HPS.7

Teori lain yang menyebabkan terjadinya HPS pada bayi antara lain teori abnormalitas
genetik, teori kausa infeksi dan teori hiperasiditas. Selain itu defisiensi lokal dari neuronal
nitric oxide synthase di pylorus berkaitan terhadap manifestasi klinis dari HPS. Defisiensi
neuronal nitric oxide menyebabkan kurangnya oksidasi nitrat sehingga terjadi relaksasi otot
dan berkembang terjadinya obstruksi pilorus.8

Peningkatan asam akan merangsang saraf kolinergik dan saraf simpatik.


Perangsangan terhadap saraf kolinergik akan meningkatkan motilitas sehingga menimbulkan
rasa nyeri, sedangkan rangsangan terhadap saraf simpatik akan menyebabkan reflek spasme
esophageal sehingga muncul regurgitasi asam dan menyebabkan nyeri. Selain spasme
esophageal juga terjadi spasme pilorus yang berlanjut menjadi stenosis pilorus sehingga
makanan dari gaster tidak dapat masuk ke usus.

Obstruksi pada saluran piloris ini secara sekunder akan menyebabkan hipertrofi dan
hyperplasia otot sirkuler dan longitudinal pilorus gaster.2,6 Saluran pilorus menjadi
memanjang dan seluruh pilorus menebal. Edema dan perubahan-perubahan akibat reaksi
inflamasi pada mukosa dan submukosa akan memperberat penyempitan.6 Respon terhadap
obstruksi dan peningkatan peristaltic seluruh otot gaster menyebabkan hipertrofi dan dilatasi.6

E. Manifestasi Klinis

5
Bayi dengan HPS biasanya menunjukan keluhan antara 2 atau 3 minggu kehidupan
hingga usia 2 tahun. Kasus lebih jarang ditemukan pada usia kanak-kanak dan dewasa.
Keluhan diawali dengan regurgitasi ringan yang secara perlahan progresif menjadi muntah
nonbilius. Semakin lama frekuensi emesis menjadi lebih sering dan proyektil. Pada 3-5%
kasus, muntah berwarna cokelat atau disertai darah bila disertai esofagitis atau gastritis.
Pengeluaran isi gaster menyebabkan bayi menjadi lapar dan rewel setelah episode muntah.2

Pada HPS, dehidrasi, penurunan berat badan, dan gagal tumbuh merupakan akibat
dari kehilangan cairan yang tidak terkoreksi dan nutrisi tidak adekuat. Sekresi gaster
mengandung kalium, ion hidrogen dan klorida. Meskipun ginjal dapat mengkompensasi
kehilangan eletrolit ringan, dengan emesis dan dehidrasi berkepanjangan, pasien dapat
berkembang mengalami hipokalemia, hipokloremia, dan alkalosis metabolik.1
Hiperbilirubinemia indirek ditemukan pada 1-2% pasien dan disebabkan karena penurunan
glukoronil tranferase hepar sebagai konsekuensi kelaparan.1,2

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak kelaparan dengan tanda dehidrasi (mata
cowong, ubun-ubun cekung, membran mukosa pucat, turgor kulit lambat, letargi, hipotonia,
CRT memanjang).1 Inspeksi abdomen dapat terlihat gelombang peristaltik meningkat dari
kiri ke kanan pada abdomen bagian kuadran atas. Pada palpasi teraba massa yang berbentuk
olive di kuadran kanan atas abdomen.2,3,4

F. Diagnosis

Diagnosis HPS ditegakan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan yang
paling penting adalah modalitas radiologi meliputi pemeriksaan foto polos abdomen,
ultrasonografi (USG) dan upper gastrointestinal imaging (UGI). 1,3,5

Radiologi

Pemeriksaan foto polos abdomen merupakan pemeriksaan radiologis awal untuk


melihat gambaran HPS, yaitu distensi gaster diatas stenosis yang melebar sampai lateral
kanan dank e bawah sampai V.L2. Dilatasi gaster yang nyata dengan insisura yang menonjol
akibat peningkatan peristaltik (caterpillar sign), udara gaster tampak prominent dengan
gerakan peristalktik yang meningkat dan hilang serta tampak gambaran gaster seperti busa,
mottled appearance (udara gaster bercampur dengan cairan atau makanan). Udara pada
bagian distal stenosis tampak minimal bahkan tidak ada.1,2,9

6
.

Pemeriksaan UGI digunakan sebagai konfirmasi pemeriksaan USG bila HPS tidak
tervisualisasi dengan jelas. Pemeriksaan UGI dengan kontras peroral merupakan prosedur
diagnostic HPS yang bermanfaat dan efektif, mempunyai sensitifitas kurang dari 90% dan
spesifisitas yang rendah.5,6 Teknik pemeriksaan UGI dengan pemasangan nasogastric tube
(NGT) di anthrum pada posisi pasien pronasi oblique. Kontras diinjeksi melalui NGT dengan
panduan fluoroskopi dan diambil spot film bila dibutuhkan.9 Bahan kontras mengisi
antropilorik selama 1-10 menit dan dapat terlambat 20-25 menit. Beberapa gambaran
radiologi yang dapat ditemukan antara lain:

1. Cephalic orientation: pilorus tampak berbentuk cephal


2. Shouldering: adanya filing defek pada anthrum karena prolaps otot pilorus yang
hipertrofi.

7
3. Mushroom atau umbrella sign: terjadi karena penekanan otot yang menebal pada
bulbus duodeni
4. Double track sign: mukosa yang berlebihan dalam lumen pilorus yang menyempit
sehingga menimbulkan pemisahan barium menjadi dua saluran
5. String sign: barium yang melalui saluran sempit membentuk gambaran lintasan
barium tunggal yang tipis tegas dan memanjang
6. Pyloric tit: penonjolan keluar karena distorsi di kurvatura minor oleh otot pilorus yang
hipertrofi.1

8
Pemeriksaan USG sebagai modalitas utama karena efek radiasi tidak ada, noninvasif
dan secara langsung dapat melihat dilatasi gaster, penebalan otot pilorus, penyempitan canalis
pilorus dan mempunyai akurasi yang tinggi.1,5,10 Teknik pemeriksaan USG menggunakan
probe dengan frekuensi tinggi yaitu 5-7,5 MHz dengan posisi penderita supinasi, left anterior
oblique, dan right decubitus dengan posisi probe tranversal dan longitudinal.1,10 Tampak
saluran pilorus yang echogenic (central atau stellate echo) dengan penebalan otot pilorus
hipoechoic (echolusen ring) yang secara karakteristik member gambaran doughnut sign atau
bull’s eye sign. Lapisan otot pilorus yang hipertrofi akan tampak hipoechoic dibandingkan
hepar, tampak garis dobel pada mukosa yang hiperechoic terlihat di bagian sentral. Pada
potongan longitudinal, saluran pilorus (inner ring) dapat tervisualisasi hiperechoic dan
penebalan otot pilorus (broad ring) yang hipoechoic. Kriteria ukuran yang didapatkan dalam
pemeriksaan USG adalah:1,10

1. Panjang saluran pilorus (normal 11 mm, HPS > 17 mm)


2. Panjang otot pilorus (normal 113-17 mm, HPS > 19 mm)
3. Tebal dinding otot pilorus merupakan lebar otot pilorus dari lapisan serosa ke
submukosa (normal < 2 mm, HPS > 4 mm), diukur pada area hipoechoic antara
submukosa dengan tepi terluar otot, biasanya menebal lebih dari 1,5 kali tebal otot
anthrum

9
4. Diameter pilorus yang diukur dari lapisan serosa ke serosa (normal < 10 mm, HPS >
15 mm)

USG menunjukan gambaran doughnut sign

10
G. Tatalaksana

Penatalaksanaan HPS meliputi:

1. Koreksi elektrolit dan rehidrasi


Pasien dengan HPS biasanya mengalami gangguan elektrolit. Gangguan elektrolit
ringan dapat dikoreksi dengan 0.45% salin dan 5% dextrose sebelum dilakukan
tindakan operasi. Gangguan elektrolit berat dikoreksi dengan 0.9% salin dalam
5% dextrose. Kalium ditambahkan jika diperlukan.11
2. Dekompresi Naso Gastrik
Setelah diagnosis HPS ditegakkan, semua makanan di berhentikan dan dilakukan
aspirasi semua isi lambung melalui pipa NGT. Biasanya isi lambung berupa susu
yang telah menggumpal sehingga dilakukan lavage dengan saline sampai
evakuasi lambung adekuat. Setelah isi lambung kosong, pipa naso gastrik
dikeluarkan untuk mencegah perburukan gangguan elektrolit karena aspirasi dari
isi lambung.11
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan jika sudah tidak didapatkan keadaan darurat. Standart
operasi pada pasien HPS adalah Ramstedt pyloromyotomy. Secara klasik operasi

11
dilakukan dengan insisi di perur kuadran kanan atas atau insisi secara melintang
di daerah supra umbulikal. Insisi secara vertikal di buat di permukaan mid
anterior muskulus superfisial dan serosa, 1- 2 mm dari pyloroduodenal junction
sampai 0.5 cm ke antrum bagian bawah. Serabut dibawahnya dibagi dengan
diseksi tumpul dan penjepit. Dilakukan perawatan untuk mencegah perforsi
mukosa terutama dibagian bawah insisi.Tampak portusio dari mukosa gaster
mengindikasikan adanya obstruksi. Perforasi mukosa biasanya terjadi di duodenal
end dan terindikasi dengan adanya cairan empedu. Namun ketika hal itu terjadi,
perbaikan dilakukan dengan menggunakan sutura monofilamen absorbable
jangka panjang dan ditempatkan melintang serta ditutup dengan omentum.
Selanjutnya udara dimasukkan melalui pipa naso gastrik untuk mengevaluasi
integritas dari mukosa duodenal.11

H. Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi yang dapat terjadi adalah perforasi mukosa yang tidak diketahuin
perdarahan dan muntah persisten akibat pyloromyotomy yang tidak lengkap. Bayi umumnya
mengalami penyembuhan yang cepat setelah koreksi pembedahan HPS.2,4 Pada konsultasi
post operasi dalam 1-2 minggu paska pembedahan menunjukan peningkatan berat badan.
Sekuele jangka panjang dari pyloromyotomy sampai saat ini jarang ditemukan. Penelitian
menunjukan fungsi gaster kembali normal dalam bulan hingga tahun setelah operasi.2

12
Daftar Pustaka

1. Majdawati, A. Hypertrophic Pyloric Stenosis. Mutiara Medika, 2006; 6 (2): 131-137.


Available at: <https://media.neliti.com/media/publications/160085-ID-none.pdf>
2. Arensman, R M, Bambini, D. Pediatric surgery. 2000. USA: Landes Bioscience.
3. Croteau L, Arkovitz M, Berlin R, Josephs M, Kotagal U, Reeves S, et al.Hypertrophic
pyloric stenosis: evidence based clinical practice guideline forhypertrophic pyloric
stenosis. Children's Hospital Medical Center Cincinnati.2007.
4. Katami A, Ghoroubi G, Imanzadeh F, Attaran M, Mehrafarin M, Sohrabi MR.Olive
palpation, sonography and barium study in the diagnosis ofhypertrophic pyloric stenosis:
decline in physicians’ art barium. Iran J Radiol. 2009; 6(2): 87-903.
5. Frkovic, et al. Diagnostic imaging of hypertrophic pyloric stenosis (HPS). Radiol Oncol,
2001; 35(1): 11-6.
6. Arslan, et al. Hypertrophic Pyloric Stenosis MR Findings. Eur J Gen Med. 2006; 3(4):
186-189.
7. Ohshiro K, Puri P. Pathogenesis of infantile hypertrophic pyloric stenosis: recent
progress. Pediatr Surg Int. April, 2008; 13(4): 243-52.
8. Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Maier RV, Simeone DM, Upchurch
R. Greenfield’s surgery: scientific principles and practice, 5th edition. Lippincott
Williams & Wilkins. 2010.
9. Radiopaedia. . Hypertrophic Pyloric Stenosis.
<https://radiopaedia.org/cases/hypertrophic-pyloric-stenosis-12>
10. Dias, et al. Hypertrophic pyloric stenosis: tips and tricks for ultrasound diagnosis. Insights
Imaging, 2012; 3:247-250. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3369120/pdf/13244_2012_Article_168.
pdf>
11. Chirdan LB, Ameh EA, Thomas AH. Infantile hypertrophic pyloric stenosis.J Pediatr
Surg; 2008: 43: 1227-29.

13

Anda mungkin juga menyukai