Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelessaikan makalah ini
yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Penyelenggaraan Jenazah “
Makalah ini berisikan tentang pelaksanaan fardu kifayah terhadap jenazah yaitu,
memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan jenazah. makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang fardu kifayah yang harus kita
laksanakan terhadap jenazah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna , karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, Semoga Allah
SWT. senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin

Padang, 27 September 2018


Penyusun

Kelompok 12
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................


1.2 Tujuan .............................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian jenazah ....................................................................................................................

2.2 Penyelenggaraan jenazah .......................................................................................................

2.3 Adab orang melayat dalam islam ........................................................................................

2.4 Hal-hal yang berkaitan dengan si mayyit ........................................................................

2.5 Talqin ..............................................................................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................

3.2 Saran ................................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam mengajurkan kepada ummatnya agar selalu ingat mati. Islam juga
mengajurkan kepada ummatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit
menghibur dan mendoakannya. Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah
seseorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan
kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah , yaitu memandikan
mengkafani,menembahyangkan, dan menguburkannya.
Menyelenggarakan jenazah adalah suatu perntah agama yang ditunjjukan
kepada ummat muslim, Apabilah perintah itu telah dilaksanakan dengan baik dan benar
oleh sebhagian mereka. Maka kewjiban melksanakan perintah itu sudah terbayar.
Kewjiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan fardhu kifayah.
Karena semua amal ibadah harus dikerjakan dengan ilmu, maka mempelajari
ilmu tentang peraturan-peraturan di sekitar penyelengaraan jenazah itupun merupakan
fardhu kifayah juga.
Akan berdosalah seluruh anggota sesuatu kelompok kaum muslimin apabila
dalam kelompok tersebut tidak terdapat orang yang berilmu cukup untuk
melaksanakan fardhu kifayah di sekitar penyelenggaraan jenazah itu.
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah selanjutnya akan dipaparkan
secara terperinci insya Allah tentang penyelenggaraan jenazah. Di dalam makalah ini
akan dijelaskan hal-hal yang dikerjakan dalam penyelenggaraan jenazah dan juga doa-
doa yang diucapkan dari pemandian hingga pemakaman.
1.2 Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah agama islam. Dan untuk mengetahui cara-cara dan hal-hal apa saja yang
harus dilakukan saat melakukan penyelenggaraan pada jenazah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jenazah


Kata jenazah diambil dari bahasa Arab (‫ )جن ذح‬yang berarti tubuh mayat dan
kata ‫ جن ذ‬yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh
mayat yang tertutup.

Penyelenggaraan jenazah adalah fardu kifayah bagi sebagian kaum muslimin,


khususnya penduduk setempat terhadap jenazah muslim/ muslimah.

Namun, sebelum penyelenggaraan jenazah itu dimulai, maka ada beberapa hal yang
harus dilakukan terhadap jenazah tersebut, yaitu :
1. Dipejamkan matanya, mendo’akan dan meminta ampunkan atas dosanya.
2. Dilemaskan tangannya untuk disedekapkan di dada dan kakinya diluruskan.
3.Mengatupkan rahangnya atau mengikatnya dari puncak kepala sampai ke dagu
supaya mulutnya tidak menganga/terbuka.
4. Jika memungkinkan jenazah diletakkan membujur ke arah utaradan badannya
diselubungi dengan kain.
5. Menyebarluaskan berita kematiannya kepada kerabat- kerabatnya dan handai
tolannya.
6. Lunasilah hutang-hutangnya dengan segera jika ia punya hutang.
7. Segerakanlah fardu kifayahnya.

2.2 Penyelenggaraan Jenazah

Menyelenggarakan jenazah bukan saja setelah seseorang meninggal,


tetapi semenjak orang itu sakit, menjelang ajal, di waktu datangnya ajal, menyiapkannya
sesudah itu, sampai selesai menguburnya semuanya telah dicontohkan dan diajarkan
Rasulullah tentang itu secara terperinci, lengkap dan sempurna.

Walaupun penyelenggaraan jenazah itu merupakan fardhu kifayah, tetapi agama


menganjurkan supaya sebanyak mungkin orang menyertai shalat jenazah,
mengantarnya ke kubur dan menyaksikan penguburannya. Oleh sebab itu, kalau
seseorang tidak menguasai ilmu tentang aturan agamanya mengenai perkara ini, akan
sangat aib baginya.
Apabila seorang muslim meninggal dunia, maka fardhu kifayah atas muslim yang masih
hidup menyelengarakan empat perkara, yaitu:

1. Memandikan Jenazah

Semua jenazah muslim yang wajib dimandikan kecuali muslim yang mati
syahid, yakni yang terbunuh dalam peperangan melawan kaum kafir. Dalil wajibnya
memandikan jenazah ialah hadits Nabi SAW yang berkenaan dengan sahabat yang
meninggal karena jatuh dari ontanya:

Artinya: Dari Ibnu Abbas Ia berkata: Tatkala seorang laki-laki jatuh dari
kendaraannya lalu ia meninggal, sabda Beliau: “Mandikanlah dia dengan air serta
daun bidara” (atau dengan sesuatu yang menghilangkan daki seperti sabun). (H.R
Bukhari dan Muslim).

Memandikan mayat hukumnya adalah fardhu kifayah atas musilmin lain yang
masih hidup. Artinya, apabila diantara mereka ada yang mengerjakannya, maka
kewajiban itu sudah terbayar dan gugur bagi muslimin selebihnya. Karena perintah
memandikan mayat itu adalah kepada umumnya kaum muslimin

Sedangkan muslim yang mati syahid tidaklah dimandikan walau ia dalam


keadaan junub sekalipun, melainkan ia hanya dikafani dengan pakaian yang baik
untuk kain kafan, ditambah jika kurang atau dikurangi jika berlebih dari tuntunan
sunnah, lalu dimakamkan dengan darahnya tanpa dibasuh sedikitpun juga.
Diriwayatkan oleh Ahmad bahwa Raslullah SAW bersabda

Artinya: “Janganlah kamu mandikan mereka, karena setiap luka atau setiap tetes
darah akan semerbak dengan bau yang wangi pada hari kiamat”.

Dan beliau menyuruh agar para syuhada dari perang Uhud dikubukan
dengan darah mereka tanpa dimandikan dan disembahyangkan.

a. Syarat Wajib Memandikan Jenazah


Syarat wajib mandi ialah:
1) Mayat orang Islam,
2) Ada tubuhnya walaupun sedikit, dan
3) Mayat itu bukan mati syahid.

b. Yang Berhak Memandikan Mayat

Jikalau mayat itu laki-laki, yang memandikannya laki-laki pula.


Perempuan tidak boleh memandikan mayat laki-laki, kecuali istri dan
mahramnya. Sebaliknya juga jika mayat itu adalah perempuan. Jika suami dan
mahram sama-sama ada, maka istri lebih berhak memandikan suaminya.

Bila seorang perempuan meninggal dan di tempat itu tidak ada


perempuan, suami atau mahramnya, maka mayat itu hendaklah
“ditayammumkan” saja, tidak boleh dimandikan oleh laki-laki yang lain. Kecuali
kalau mayat itu adalah anak-anak, maka laki-laki boleh memandikanya Begitu
juga kalau yang meninggal adalah seorang laki-laki.

Jika ada beberapa orang ayng berhak memandikan, maka yang lebih
berhak ialah keluarga yang terdekat dengan si mayyit, dengan syarat ia
mengetahui kewajiban mandi serta dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah
hak itu kepadakeluarga jauh yang berpengetahuan serta amanah (dipecaya).

Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: Dari ‘Aisyah Rasul bersabda: “Barang siapa memandikan mayat dan
dijaganya kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang
dilihat pada mayat itu, maka bersihlah ia dari segala dosanya, seperti
keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya”. Kata Beliau lagi: “Yang
memimpinnya hendaklah keluarga yang terdekat kepada maya, t jika ia pandai
memandikan mayat. Jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang dipandang berhak
karena wara’nya atau karena amanhanya. (H.R Ahmad)

c. Cara Memandikan Jenazah

Dalam memandikan jenazah sebaiknya mayat diletakkan di tempat yang


tinggi, seperti ranjang atau balai-balai; di tempat yang sunyi, berarti tidak ada
orang yang masuk ke tempat itu selain orang yang memandikan dan orang yang
menolong mengurus keperluan yang bersangkutan. Pakaian mayat diganti
dengan kain mandi atau basahan, sebaiknya kain sarung supaya auratnya tidak
mudah terlihat.
Mula-mula jenazah didudukkan secara lemah lembut dengan posisi miring ke
belakang, orang yang memandikan meletakkan tangan kanan di bahu jenazah
dengan ibu jarinya pada lekukan tengkuk dan lututnya menahan punggung
jenazah. Lalu perut jenazah diurut dengan tangan kiri untuk mengeluarkan
kotoran yang mungkin keluar. Kemudian jenazah ditelentangkan dan kedua
kemaluannya dibersihkan dengan tangan kiri yang dibalut dengan perca. Setelah
perca pembalut tangan diganti, mulut; gigi dan lubang hidungnya juga
dibersihkan.

Berikutnya, jenazah diwudhukan seperti wudhu orang hidup. Setelah itu


kepalanya, kemudian jenggotnya dibasuh dengan menggunakan sidr, dan
dirapikan dengan sisir, dengan memperhatikan agar rambut yang gugur
dikembalikan. Setelah itu dibasuh bagian kanan kemudian bagian kirinya
badannya, lalu tubuhnya dibaringkan ke kiri dan dibasuh bagian belakang
sebelah kanan. Kemudian dibaringkan ke sebelah kanan dan dibasuh pula bagian
belakang badannya yang sebelah kiri. Untuk semua ini digunakan air bercampur
sidr, setelah itu air bercampur sidr tadi dihilangkan dengan menyiraminya
secara merata dengan air bersih. Kemudian sekali lagi disiram dengan air
bercampur sedikit kapur.

Dengan melakukan rangkaian ini, berarti telah selesai satu kali mandi,
namun masih disunnahkan melakukannya sampai tiga kali. Nabi Muhammad
bersabda kepada para wanita yang memandikan putrinya Ummi Kulsum:

Artinya: “Kamu mandikanlah ia tiga kali, lima kali atau lebih jika kamu pandang
hal itu perlu, dengan air dan sidr; dan taruhlah kapur atau sedikit kapur pada
yang terakhir. Mulailah dengan bagian sebelah kanan dan tempat-tempat
wudhu’nya”. (H.R Bukhari)
Apabila ternyata setelah selesai dimandikan masih ada najis yang keluar,
maka najis itu wajib dibersihkan.

2. Mengkafani Jenazah

Sebagaimana memandikan mayat, maka mengkafaninyapun fardhu kifayah


hukumnya. Karena perintah mengkafani itu ditujukan kepada umumnya kaum
muslimin, sedang pekerjaan itu cukup dilakukan oleh sebahagian mereka saja. Cara
mengkafani jenazah yaitu:

a. Kafanilah Dengan Baik.

Yang diaksud mengkafani dengan baik ialah mengkafani dengan kafan


yang baik dan dengan cara yang baik. Kafan yang baik ialah kafan yang suci,
bersih, cukup tebal, ukurannya mecukupi, kwalitasnya sedang dan tidak
berlebih-lebihan atau terlalu mewah baik dalam kwalisas maupun ukuran.

b. Pakailah Kafan Yang Berwarna Putih

Menggunakan kain kafan berwarna putih adalah sunnah Rasulullah SAW.

c. Kafanilah Mayat Laki-laki Tiga Lapis Dan lima lapis bagi mayat perempuan, atau
tepatnya diawali dengan sarung, lalu baju kurung, kerudung, pembungkus,
kemudian dibungkus satu lapis lagi. Sebagaimana keterangan hadits berikut:

Artinya: “Aku adalah di antara orang-orang yang memandikan Ummu Kulsum,


putri Rasulullah SAW pada waktu wafatnya, dan adalah yang pertama diberikan
kami oleh Rasulullah adalah kain sarung, lalu baju kurung, lalu kerudung, lalu
kafan pembungkus. Kemudian sesudah itu ia dimasukkan ke dalam kain kafan”
dan Laila berkata: “Dan Rasulullah berdiri di pintu membawa kafannya,
memberikannya kepada kami selembar demi selembar”. (H.R Ahmad dan Abu
Daud dari Laila binti Qaanif at-Tsaqafiyah)Tapi ada orang yang mengatakan
bahwa jumlah kain kafan bagi perempuan sama dengan laki-lak, sebab hadits di
atas tidak shahih sanadnya.
d. Lututlah mayat dengan semacam cendana, yaitu wangi-wangian yang bisa untuk
mayat, kecuali mayat yang mati dalam keadaan ihram.

3. Shalat Jenazah

a. Rukun-rukun, yaitu yang harus dilakukan dan termasuk di dalam perbuatan


shalat.

1) Niat melakukan shalat jenazah semata-mata karena Allah


2) Berdiri bagi yang mampu
3) Takbir empat kali
4) Membaca surah al-Fatihah
5) Membaca shalawat atas Rasulullah
6) Berdo’a untuk si mayyit
7) Salam

b. Syarat-syarat

1) syarat-syarat yang berlaku pada shalat lainnya berlaku juga pada shalat
jenazah

2) Mayat harus telebih dahulu dimandikan dan dikafani, sebab begitulah urutan
yang diterangkan dalam hadits mengenai shalat jenazah. Adapun apabila
mayat itu tidak mungkin dimandikan dan dikafani, umpamanya mati karena
tertimpa reruntuhan dan langsung terkubur dan sangat sulit menggalinya,
maka langsung dishalati saja. Sebab, dengan begitu dikerjakan apa yang
masih bisa dikerjakan diantara perintah-perintah itu.

3) Menaruh mayat hadir, artinya bukan mayat ghaib di muka orang yang
menshalatinya. Atau dengan kata lain, menaruh mayat antara orang yang
menshlatinya dan kiblat. Sebab, demikian yang dilakukan sejak dahulu.
Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:

1. Niat shalat jenazah


Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum
shalat jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum hendaknya
berwudhu dan menutup aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar
dengan kepala si mayat, sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di tengah-
tengah sejajar pusat si mayat.

Lafal niat shalat jenazah:


a. Untuk mayat laki-laki
‫ ا ما ما هلل تعا لى‬/‫ا صلى على هذ اا لميت ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما‬
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat takbir fardhu kifayah menjadi
makmun/imam karena Allah ta’ala”
b. Untuk mayat perempuan
‫ ا ما ما هلل تعا لى‬/‫ا صلى على هذ اا لميتة ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما‬
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat takbir fardhu kifayah menjadi
makmun/imam karena Allah ta’ala”
2. Takbir 4 kali
a. Takbir pertama dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.
Artinya:
1 Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
4. Yang menguasai di hari Pembalasan,
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan,
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
b. Takbir kedua dan membaca shalawat
‫ا للهم صل على محمد و على ا ل محمد كما صليت على ا بر ا هيم و على ا ل ا براهيم و با رك على محمد و على ا ل‬
.‫محمد كما با ر كت على ا بر ا هيم و على ا ل ا بر هيم فى ا لعا لمين ا نك حميد مجيد‬
Artinya: “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana
engkau telah memberikan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarganya. Berkatilah
Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberkati Ibrahim dan
keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”
c. Takbir ketiga dan membaca do’a untuk si mayat
‫ا للحم ا غفر له (ها) و ا ر حمه (ها) و عا فه(ها) و ا عف عنه (ها) و ا كر م نز له (ها) ووسع مد خله (ها) و ا غسله‬
‫(ها) بما ء و ثلج و بر د و نقه (ها) من ا لخطا يا كم ينقى ا لثو ب من ا لد نس و ا بد له (ها) دا را خيرا من دا ر ه (ها) و‬
.‫ا هال خيرا من ا هله (ها) و ادخله (ها) ا لجنة و ا عنذ ه (ها) من عذا ب ا لقبر و عذا ب ا لنا ر‬
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan sentosakanlah dia, muliakan
tempatnya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah dia dengan air embun dan es, sucikanlah
dia dari kesalahannya, sebagaimana sucinya kain putih dari kotoran. Gantikanlah
rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan keluarganya
dengan keluarga yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan jauhkan ia dari siksa
kubur dan siksa neraka.”
d. Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a
)‫ا للحم ال تحر منا ا جر ه (ها) وال تفتنا بعد ه (ها) و ا غفر لنا و له (ها‬
Artinya: “ Ya Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan janganlah engkau
tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”

4. Menguburkan Jenazah
Tata Cara Menguburkan Jenazah

a. Waktu Untuk Mengubur Mayat


Mengubur mayat boleh pada siang atau malam hari beberapa sahabat Rasulullah
Saw dan keluarga beliau dikubur pada malam hari.

b. Memperdalam Galian Lubang Kubur


Maksud mengubur mayat ialah supaya tertutup, tidak nampak jasadnya dan
tidak tercium baunya dan juga agar tidak mudah dimakan burung atau binatang
lainnya. Oleh sebab itu, lubang kubur harus cukup dalam sehingga jasad mayat
itu aman dari hal-hal di atas.

c. Tentang Liang Lahad


Cara menaruh mayat dalam kubur ada yang ditaruh di tepi lubang sebelah kiblat,
kemudian di atasnya ditaruh semacam bata dengan posisi agak condong, supaya
nantinya setelah ditimbun mayat tidak langsung tertimpa tanah. Cara ini dalam
bahasa Arab disebut lahad.
Ada juga dengan menggali di tengah-tengah dasar lubang kubur, kemudian
mayat diletakkan di dalamnya, lalu di atasnya diletakkan semacam bata dengan
posisi mendatar untuk penahan tanah timbunan. Cara ini dalam bahasa Arab
disebut syaqqu atau dlarhu.
Cara lain ialah menaruh mayat dalam peti dan menanam bersama peti tersebut
ke dalam kubur. Atau peti tersebut terlebih dahulu diletakkan dalam keadaan
kosong dan terbuka, kemudian setelah mayat dimasukkan ke dalam peti lalu peti
itu ditutup lalu ditimbun dengan tanah.

d. Cara Memasukkan Mayat ke Dalam Lubang Kubur


Cara terbaik ialah dengan mendahulukan memasukkan kepala mayat dari arah
kaki kubur, karena demikian menurut sunnah Rasulullah SAW.

e. Menghadapkan Mayat ke Arah Kiblat


Baik di dalam lahad, syaqqu maupun dikubur di dalam peti, mayat diletakkan
miring ke kanan menghadap kea rah kiblat dengan menyandarkan bagian tubuh
sebelah kiri ke dinding kubur atau dinding peti supaya tidak terlentang kembali.

f. Tentang Mengalas Dasar Kubur


Para ulama mazhab empat berpendapat makruh menaruh hamparan atau bantal
di bawah mayat di dalam kubur. Bahkan para ulama menganjurkan supaya
ditaruh tanah di bawah pipi mayat sebelah kanan setelah dibukakan kain
kafannya dari pipi itu ditempelkan langsung ke tanah.
g. Berdo’a Waktu Menaruh Mayat Dalam Kubur
Pada waktu mayat dimasukkan ke dalam kubur maka dianjurkan supaya
membaca do’a:

Artinya: “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah”.

h. Menutupi Kubur Mayat Perempuan Pada Waktu Ia Dimasukkan Kedalamnya


Bagi mayat perempuan hendaknya dibentangkan kain dan sebagainya di atas
kuburnya pada waktu ia dimasukkan kedalamnya.

i. Mencurah Kubur Dengan Tanah Tiga Kali


Sesudah mayat diletakkan dengan baik, maka masing-masing orang yang
menyaksikan penguburan itu dianjurkan mencurahi lubang kubur itu dengan
tanah tiga kali dengan tangannya dari arah kepalanya. Sesudah itu, dilanjutkan
ditimbun dengan tanah galian kubur itu sampai cukup.

j. Sunat Menyapu Kubur Dengan Telapak Tangan


Disunnatkan bagi orang yang menyaksikan pemakaman mayat, menyapu kubur
dari arah kepala mayat sebanyak tiga kali.

k. Sunat Berdo’a Untuk Mayat Seusai Pemakaman


Disunatkan memohon ampun bagi mayat dan minta dikuatkan pendiriannya
seusai ia dimakamkan, karena pada saat itu ia sedang ditanya di dalam kubur.

2.3 Adab Orang Melayat dalam Islam

Setiap manusia pasti akan merasakan mati. Menghadapinya hanya tingggal


menghitung waktu dan menunggu giliran saja karena berbeda-beda nasib dan
ketentuan waktunya. Untuk itu, mengingat kematian adalah suatu keniscayaan agar kita
segera memperbaiki diri dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok yang
sebenar-benarnya. Tentu hal ini sudah Allah ingatkan sering kali di dalam Al-Quran.

Salah satu cara untuk kita bisa mengingat kematian dan menghayati bahwa
manusia sejatinya hanya hidup sementara di dunia adalah dengan cara melayat orang
yang meninggal atau melakukan tazkiah. Dengan menghadiri pada orang yang
meninggal sebelum dikubur dan juga melihat proses penguburannya, kita akan kembali
teringat bahwa suatu saat kita akan seperti itu.

Hal ini disampaikan juga dalam sebuabh hadist, Dalam sebuah hadist juga
disampaikan, “Sesungguhnya adalah hak Allah untuk mengambil dan memberikan
sesuatu, segala sesuatu di sisi-Nya ada batas waktu yang telah ditentukan, oleh karena itu
bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah (dengan sebab musibah itu)” (HR Bukhari
dan Muslim)

Akan tetapi, ada adab dan tata cara untuk melayat seseorang. Berikut adalah
penjelasannya mengani adab untuk melayat orang meninggal. Hal ini sebagaimana
dalam hal menguburkan jenazah, terdapat aturannya yaitu :

1. Mengucapkan Belasungkawa

Tentunya saat kit amenghadiri acara layatan atau taz kiah ucapan yang kita
sampaikan pad akeluarga dari orang yang meninggal adalah ucapan belasungkawa
atau ucapan yang mampu mengempati keluarga. Kesedihan dan kedukaan pasti
akan dihadapi oleh keluarga, untuk itu mengucapkan kalimat yang memotivasi dan
membuatnya nyaman adalah hal yang harus dilakukan.

Lafaz tazkiah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah, “Bersabarlah


dan berharaplah pahala dari Allah, sesungguhnya adalah hak Allah mengambil dan
memberikan sesuatu, segala sesuatu di sisi-Nya ada batas waktu yang telah
ditentukan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Ucapan tersebut dapat menggambarkan rasa belasungkawa namun juga tidak


membuat orang tersebut kecewa atau bertambah sedih. Ditambah doa dan
keikhlasan kita menghadiri tazkiah tentu bisa membuat keluarga bersyukur.

2. Menyegerakan Mengurus Mayit atau Jenazah

Dalam sebuah hadist disampaikan, “Bersegeralah dalam mengurus


jenazah, karena jika ia baik maka engkau telah melakukan suatu kebaikan dan
jika tidak, maka engkau telah membuang suatu kejelekan dari lehermu.” (HR
Bukhari dan Muslim)
Untuk mengurus jenazah maka lebih baik jangan ditunda-tunda. Dalam
pengurusan jenazah maka lebih baik disegerakan dan jangan sampai
diperlambat. Keluarga bisa menunggu jika memang ada kerabat atau anggota
keluarga lainnya yang belum hadir melihat, akan tetapi jangan terlalu lama.

Dalam sebuah hadist Rasulullah diperbolehkan kita menyolatkan jenazah


di kuburan jika memang terlambat belum hadir dan sudah dikuburkan. Hal ini
sebagaimana yang dilakukan rasulullah SAW saat menyolatkan seorang wanita
di kuburan wanita tersebut. wanita tersebut terbiasa membersihkan masjid
dimana Nabi sering ada disana. Saat itu Nabi tidak mengetahui bahwa Wanita
tersebut meninggal dan barulah Nabi mengetahui setelahnya.

“Tunjukkan padaku makamnya.’ Lalu mereka menunjukkannya kemudian


beliau menyalatkannya di kuburannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

3. Tidak Ada Aturan Khusus Mengenai Pakaian Untuk Melayat

Tidak ada aturan khusus yang Allah berikan kepada umat islam untuk
mengenakan pakaian tertentu saat meninggal. Misalnya saja harus menggunakan
warna hitam atau dilarang menggunakan warna-warna tertentu. Hal itu tidak
disunnahkan juga tidak diwajibakan. Sehingga boleh menggunakan warna
apapun selagi pantas dan tidak mengganggu hadirin yang ikut bertazkiah
lainnya. Hal ini termasuk ke dalam kultur atau budaya, namun bukan pada
sunnah atau syariat islam.

Hal yang Harus Dilakukan oleh Keluarga Mayit

Menjalani kehidupan di dunia untuk mencapai Tujuan Penciptaan Manusia, Proses


Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam
Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama tentu akan ada
masa berakhirnya.
Kematian dan ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi adalah bagian dari cobaan Allah
SWT. Allah mencoba dan menguji manusia sebagaimana yang disampaikan dalam Al-
Quran.

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’ Mereka itulah yang
mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya, dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al Baqarah : 155-157)

1. Perintah Bersabar

Saat ditinggalkan oleh orang yang kita cintai dan sayangi, maka adabnya adalah
perintah Allah untuk bersabar. Tentu dalam kondisi yang mau bersabar adalah kondisi
yang sulit atau tidak mudah. Hal ini sebagaimana juga disampaikan dalam sebuah
riwayat.

“Wanita mana saja yang ditimpa musibah dengan kematian tiga anaknya, niscaya hal
tersebut akan menjadi tabir penghalang baginya masuk ke dalam Neraka.” Seorang
wanita bertanya, “Bagaimana dengan dua orang anak?” Rasulullah menjawab, “Juga dua
orang anak.”

Bagi mereka yang mau bersabar dan jgua mau menahan emosinya, Allah berikan pahala
dan menghindarkannya dari api neraka. Tentunya kita bisa juga berdoa kepada Allah
untuk memohon kesabaran, sebagaimana doa berikut:

“Ya Allah, anugerahkanlah pahala atas kesabaranku menghadapi musibah dan


berikanlah aku pengganti yang lebih baik darinya.”

2. Berpasrah dan Ikhlas Kepada Allah SWT

Jika ada keluarga atau kerbaat sesama muslim yang ia meninggal, maka kita ucapkanlah
Innalillahi. Artinya setiap apa yang kita miliki, menjadi bagian dari kita kelak akan Allah
ambil dan semuanya akan kembali kepada Allah lagi. Tidak ada di dunia yang kekal,
semuanya akan berakhir dan kembali pada Yang Maha Memiliki. Dan kita pun kelak
akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah atas kehidupan di dunia kita.

Hal ini juga seperti yang disampaikan dalam sebuah riwayat. Diriwayatkan dari Ummu
Salamah RA “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa suatu musibah, kemudian ia
mengucapkan seperti yang diperintahkan Allah: ‘Innalillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. (Ya
Allah, anugerahkanlah pahala atas kesabaranku menghadapi musibah dan berikanlah
aku pengganti yang lebih baik darinya, kecuali Allah akan mengganti baginya yang lebih
baik).’” Ummu Salamah berkata, “Ketika Abu Salamah meninggal aku berkata, ‘Siapakah
dari kaum muslimin yang lebih baik dari Abu Salamah? Dia adalah keluarga yang
pertama hijrah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku pun telah
mengucapkannya, kemudian Allah memberiku ganti (seorang suami), yaitu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

3. Tidak Berlebihan

“Abu Burdah bin Abu Musa “Aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berlepas diri dari wanita yang berteriak-teriak ketika tertimpa musibah, wanita
yang mencukur rambutnya dan merobek-robek baju.”

Riwayat di atas menggambarkan bahwa jangan sampai kita berlebihan dan bersikap
yang tidak rasional ketika menghadapi keluarga atau orang yang kita sayangi
meninggal. Bersabar dan bersikap sewajarnya harus dilakukan. Kesedihan tentunya
adalah fitrah, tetapi sampai menangis meraung-raung, merobek baju, histeris bukanlah
hal yang dicontohkan dalam islam

2.4 Hal-hal yang berkaitan dengan si mayyit

Sesungguhnya syariat agama kita (segala puji bagi allah) lengkap dan mencakup
seluruh maslahat manusia, baik untuk kehidupannya didunia maupun setelah
kematiannya. Diantara hal yang disyariatkan dalam agama kita adalah pengurusan
jenazah; sejak seorang sakit, menjemput ajal hingga penguburannya. Allah telah
menetapkan aturan dalam menjenguk orang sakit, mentalqin orang sekarat,
memandikan, mengkafani, menshalati dan menguburkan mayat. Juga hal-hal lain yang
berkaitan dengan pembayaran utang, pelaksanaan wasiat, pembagian warisan, dan
perwakilan bagi anak-anaknya yang masih kecil.
Ibnu Qayyim berkata, “ Tuntunan Rasulullah dalam masalah jenazah adalah
tuntunan yang paling sempurna, berbeda dengan tuntunan umat-umat lainnya.
Pengurusan jenazah yang diajarkan Rasulullah mengandung penghambaan terhadap
allah dalam bentuknya yang paling sempurna. Tuntunan tersebut juga mengandung
kebaikan bagi sang mayat dan membawa manfaat baginya ketika ia berada dialam
kubur serta ketika hari kebangkitan.
Tuntunan Rasulullah mencakup tata cara menjenguk seseorang ketika sakit,
mentalqin ketika ajal menjemput, membersihkannya setelah mati, dan menyiapkannya
untuk menghadap Allah dalam kondisi yang paling baik. Setelah itu. Setelah itu orang –
orang muslim berdiri dalam barisan untuk menshalatinya; memuji Allah, bershalawat
kepada nabi Muhammad saw serta memohonkan ampunan dan rahmat-Nya untuk sang
mayat. Setelah sang mayat dikuburkan, orang-orang muslim berdiri disisi kuburannya
memohon kepada Allah agar ia diteguhkan. Kemudian mereka menziarahinya dan
mengirimkan doa kepadanya sebagaimana ketika ia masih hidup. Mereka juga berbuat
baik kepada keluarga dan kerabat yang ditinggalkannya, disamping melakukan hal-hal
baik lainnya.”
Disunahkan untuk banyak mengingat kematian dan menyiapkan diri untuk menyambut
kedatangannya dengan bertobat dari segala maksiat, mengembalikan segala sesuatu
yang diambil dari orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan, dan segera melakukan
amal saleh sebelum ajal menjemput secara tiba-tiba.
Rasulullah bersabda,
ِ ‫أ َ ْكثِ ُر ْوا ِم ْن ِذ ْك ِر هَا ذ ِِم اللَّذَا‬
‫ت‬
“perbanyaklah mengingat pemotong kenikmatan (maut).” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Ibnu Hibban, al-Hakim, dan sejumlah ulama lainnya juga mengatakan bahwa
hadits diatas adalah sahih. Dan yang dimaksud dengan pemotong kenikmatan adalah
kematian.
Tirmidzi dan muhaddits yang lain meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. bahwa
suatu hari Rasulullah bersabda,
“Malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya.” Lalu para sahabat berkata,
“Alhamdulillah kami malu kepada Allah, wahai Rasulullah. “ Rasulullah bersabda, “ Bukan
hanya begitu. Akan tetapi, barangsiapa yang benar-benar malu kepada Allah, hendaknya
menjaga kepalanya dan apa yang dipikirkannya, menjaga perutnya dan apa yang
dikandungnya, mengingat maut dan bencananya. Orang yang menginginkan akhirat akan
meninggalkan perhiasan dunia. Dan, barangsiapa melakukan semua itu,maka ia telah
mewujudkan rasa malu kepada allah dengan yang sebenar-benarnya.”

Urusan Mayat
Hendaklah diperbanyak mengingat mati dan tobat dari segala dosa, lebih – lebih sakit,
agar lebih giat beramal kebaikan dan menjauhi larangan allah swt.
Firman allah swt.
١٨٥: ‫آل عمرن‬.‫ج ْو َر ُك ْم يَ ْو َم ْال ِق ٰي َم ِة‬ ِ ِؕ ‫ُك ُّل نَ ْف ٍس ذَآ ئِقَةُ ْال َم ْو‬
ُ ُ ‫ت َواِنَّ َما ت ُ َوفَّ ْو نَ ا‬
“Tiap – tiap yang bernyawa itu akan merasakan mati, sesungguhnya pahala kamu akan
disempurnakan pada hari kiamat,” (Al Imron : 185 )

Sabda rasulullah saw :

ِ ‫ت ْال َم ْو‬
‫ت رواه الترمذى وصححه ابن‬ .
ِ ‫ ا َ ْكثِ ُر ْوا ِذ ْك َرهَا ذ ِِم اللَّذَّا‬:‫صلَّى هللاُ عليه وسلم‬ ُّ ِ‫ع ْن اَبِى ُه َري َْرة َ قَا َل النَّب‬
َ ‫ى‬ َ
‫حبان‬
Dari Abu Hurairah, berkata Nabi saw. : “hendaklah kamu perbanyak mengingat mati,”
(Riwayat Tirmidzi dan disahkan oleh Ibnu Hibban)
Melihat orang sakit
Melihat orang sakit hukumnya sunat, guna menghibur kesedihannya, karena
Sabda Rasulullah saw
‫ع‬ ِ ‫سالَ ِم َو ِع َيادَة ُ ْال َم ِر ي‬
ُ ‫ْض َواتِِّبَا‬ َّ ‫س َردُّ ال‬ َ ‫وسلم َحقُّ ْال ُم ْس ِل ِم‬
ٌ ‫علَى اخ َْم‬ َ ‫صلَّى هللاُ عليه‬ َ ‫ى‬ ُّ ‫ع ْن اَبِى ُه َري َْرة َ قَا َل النَّ ِب‬
َ
.‫ رواه البخارى ومسلم‬.‫ط ِش‬ َ ‫ْال َجنَا ِئ ِز َواِ َجا َبةُ الدَّع َْو ِة َوت َ ْش ِميْتُ ْال َعا‬
Dari Abu Hurairah, berkata Nabi saw : “hak seorang islam atas orang islam yang lain
adalah lima, yaitu : (1) Menjawab salam, (2) Menengok orang sakit, (3) mengantarkan
jenazah, (4) mengabulkan undangan, (5) mendoakan orang yang bersin.” (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Orang yang menengok orang sakit hendaklah mendoakan agar sakitnya lekas sembuh
dan menganjurkan supaya dia tobat dari segala dosa, membayar utang jika ada yang
berwasiat. Si sakit hendaklah baik sangka kepada Allah karena ia mengetahui bahwa
allah bersifat pengasih, penyayang, dan pengampun.
Urusan Terhadap Orang Sakit Parah
Orang sakit parah hendaklah diajar membaca kalimat tauhid (la ilaha illallah) artinya :
Tidak Ada Tuhan Melainkan Allah.
Sabda Rasulullah saw.:

‫رواه مسلم واالربعه‬ .‫َع ْن اَبِى ُه َري َْرةَ قَا َل َر ُسو ُل هللاِ َصلَّى هللاُ عليه وسلم لَقَّنُ ْوا َم ْو تَا ُك ْم َال اِله االهللا‬

Dari Abu Hurairah : “ Berkata Rasulullah saw. Ajarlah olehmu orang-orang yang
sakit parah (hampi mati) membaca kalimat La Ilaha illallah.” (Riwayat Muslim dan
Arba’ah)
Berkata ulama fiqih : Sungguhpun kita disuruh mengajarkan kalimat tauhid kepadanya,
akan tetapi jangan sering berturut-turut, karena berturut-turut menjadikan bosan.
Maka apabila telah diajarkan satu kali, jangan diulangi lagi, kecuali sesudah
mengucapkan perkataan yang lain.
Kepada orang sakit payah sebaliknya dibacakan surat Yasin.
Sabda Rasulullah saw.:
‫ رواه أبو داود والنسائ‬.‫ اِ ْق َر ُء ْوا َم ْو ت َا ُك ْم يس‬: ‫ي صلى هللا عليه وسلم‬
ُّ ِ‫ار قَا َل النَّب‬
ٍ ‫س‬َ ‫ع ْن َم ْعقَ ِل اب ِْن َي‬
َ
Dari Ma’qal bin Yasar : “Berkata Nabi saw.: Bacakanlah olehmu surat yasin kepada
orang yang sakit payah (hampir mati).”
(Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i)

2. Mengurus Orang Mati


Jika seorang meninggal, maka dianjurkan untuk ditutup matanya, karena Nabi saw.
Menutup mata Abu Salamah r.a. ketika meniggal dunia dan beliau bersabda.

َ‫ فَالَ تَقُ ْو لُ ْو اإِالَّ َخي ًْرا فَإ ِ َّن ْال َمالَ ئِ َكةَ ي َُؤ ِمنُ ْونَ َما تَقُ ْو لُ ْون‬,‫ص ُر‬
َ َ‫ض تَبِعَهُ ْالب‬
َ ِ‫الر ْو َح إِذَا قُب‬
ُّ ‫إِ َّن‬

“Jika ruh seseorang dicabut, maka matanya mengikuti ruhnya. Maka, janganlah kalian
mengatakan sesuatu kecuali yang baik, karena malaikat mengamini apa yang kalian
katakan. “ (H.R.Muslim)
Dianjurkan untuk menutup tubuh sang mayat. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh muttafaq alaih dari Aisyah r.a. bahwa ketika Rasulullah wafat, tubuh
beliau ditutup dengan kain yang bergaris.
Apabila sang mayat benar-benar telah meninggal, maka dianjurkan untuk segera
dilakukan prosesi penguburannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah.
‫ظ ْه َرانِ ْي أ َ ْه ِل ِه‬ َ َ‫الَ يَ ْمبَ ِغي ِل ِجفَ ٍة ُم ْس ِل ٍم أ َ ْن تُحْ ب‬
ُ َ‫س بَيْن‬

“ Tidak selayaknya tubuh mayat seorang muslim tertahan di tengah – tengah


keluarganya.”(H.R Abu Dawud)
Dan disunahkan melakukan pengurusan terhadap mayat dengan segera agar
baunya tidak terlanjur berubah. Ahmad berkata, “Dibolehkan untuk menunggu
kehadiran wali, kerabat, atau yang lainnya apabila berada disuatu tempat yang dekat
dan tidak dikhawatirkan bau tubuh sang mayat akan berubah terlebih dahulu.
Dibolehkan mengumumkan kematian seorang muslim agar orang-orang muslim dapat
bersiap-siap untuk bertakziyah kepada keluarganya, ikut menshalatinya, dan
mendoakannya. Adapun mengumumkan kematian seseorang dengan tujuan
menimbulkan kesedihan dan menghitung-hitung kebaikannya adalah perbuatan orang-
orang jahiliyah. Hal yang serupa dengannya adalah mengadakan acara untuk memuji-
muji orang yang meninggal dan acara berkabung.
Dianjurkan juga untuk segera menunaikan wasiat sang mayat, karena hal ini
menyegerakan pahala baginya. Allah mendahulukan penyebutan wasiat sang mayat dari
utangnya adalah untuk mengingatkan pentingnya pelaksanaan wasiat dan sebagai
motivasi untuk segera ditunaikan.
Diwajibkan untuk segera menunaikan utang-utang sang mayat, baik utang terhadap
allah (seperti zakat, nazar dalam kebaikan atau pembayaran kafarah) mapun utang-
utang kepada sesama manusia (diantaranya juga mengembalikan amanat orang,
barang-barang yang diambil tanpa seijin pemiliknya, dan pinjaman) baik sang mayat
mewasiatkannya maupun tidak. Rasulullah bersabda,

َ ‫س ْال ُمؤْ ِم ِن ُم َعلَّقَؤة ٌ ِبدَ ْينِ ِه َحتَّى يُ ْقضى‬


ُ‫ع ْنه‬ ُ ‫نَ ْف‬
“Jiwa seorang mukmin tertahan karena utangnya, hingga dibayarkan
untuknya.”(H.R. Ahmad dan Tirmidzi)
Maksudnya bahwa jiwa orang yang meninggal ditahan karena utang yang ia tanggung.
Ini merupakan motivasi bagi orang yang masih hidup untuk segera membayarkan utang
sang mayat. Akan tetapi, hal ini adalah bagi orang yang meninggalkan harta untuk
membayar utangnya. Adapun orang yang tidak meninggalkan harta dan ia mati dengan
keinginan yang kuat untuk membayar utangnya, maka terdapat sejumlah hadits yang
menunjukkan bahwa Allah akan membayarkan untuknya.
3. Beberapa Kewajiban Berhubung Dengan Mayat
Apabila seorang muslim meninggal, maka fardhu kifayah atas orang hidup
menyelenggarakan 4 perkara :

 Memandikan Mayat
Imamiyah : mayat itu wajib dimandikan tiga kali. Pertama, airnya sedikit dan
dicampur dengan daun bidara. Kedua, airnya dicampur kapur. Dan ketiga, dimandikan
dengan air bersih. Dan orang yang memandikan wajib memulai dalam memandikannya
dari kepala, kemudian tubuh bagian kanan, lalu ketubuh bagian kiri. Empat Madzab:
yang diwajibkan itu hanya dimandikan dengan air bersih satu kali. Sedangkan kedua
kalinya itu adalah disunahkan. Dan tidak ada persyaratan tentang tata cara
memandikannya. Sebagaimana mandi junub. Mereka (Empat Madzab) tidak
mewajibkan dengan bidara dan kapur, hanya disunahkan untuk mencampuri airnya itu
dengan kapur dan sejenisnya yang harum.
Disyaratkan tentang sah nya memandikan itu adalah : Niat, airnya adalah air
muthlak, suci,menghilangkan najis yang dibadan mayat, dan tidak ada sesuatu yang
dapat mencegah sampainya air ketubuh mayat secara langsung.
Imamiyah : dimakruhkan memandikan mayat dengan air yang panas. Hanafi :
dengan air panas itu adalah lebih utama. Hambali, Maliki dan Syafi’i : dengan air dingin
adalah disunahkan.
Semua ulama madzab sepakat bahwa orang yang ihram dalam haji tidak perlu
diberi kapur dalam air mandiny, sebagaimana mereka juga sepakat bahwa
menjauhkannya dari bentuk harum-haruman.
Kalau tidak dapat dimandikan karena ada udzur yang disebabkan tidak adanya
air, terbakar, sakit yang sekiranya kalau dimandikan dagingnya (kulitnya) akan rusak,
maka boleh ditayamumkan sebagai pengganti mandi, menurut kesepakatan semua
ulama madzab. Sedangkan cara-cara mentayamumkannya persis seperti orang hidup
bertayamum.
Sekelompok ahli fiqih imamiyah berpendapat : wajib ditayamumkan tiga kali.
Pertama, sebagai pengganti dari air mandi dengan air bidara. Kedua, sebagai pengganti
dari mandi dengan air kapur. Ketiga, sebagai pengganti dari mandi dengan air bersih.
Sedangkan menurut sebagian dari mereka yang termasuk para peneliti (Imamiyah)
cukup tayamum satu kali.
Hanut
Hanut ialah mengusap tempat-tempat sujud mayat yang tujuh dengan kapur
setelah dimandikan. Tempat-tempat sujud itu adalah dahi, kedua telapak tangan, kedua
lutut, dan kedua ujung ibu jari kaki. Imamiyah : mewajibkan hanut ini, sedangkan
madzab-madzab yang lain tidak mewajibkannya. Mereka (Imamiyah) tidak
membedakan antara yang tua, muda, sampai yang bayi karena miskram (keguguran),
juga tidak membedakan antara wanita maupun lelaki, kecuali bagi yang ihram untuk
haji. Mereka menambahkan hidung dari tujuh tempat sujud tersebut, namun ini hanya
sunnah.

Yang Berhak Memandikan Mayat


Kalau mayat itu laki-laki, hendaklah yang memandikannya laki-laki pula ; tidak
boleh perempuan memandikan mayat laki-laki, kecuali istri dan muhrimnya. Sebaliknya
jika mayat perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula; tidak boleh laki-
laki memandikan perempuan kecuali suami atau muhrimnya. Jika suami dan muhrim
sama-sama ada, suami lebih berhak untuk memandikan istriya, begitu juga jika istri dan
muhrim sama-sama ada, maka istri lebih berhak untuk memandikan suaminya.
Bila meninggal seorang perempuan, dan ditempat itu tidak ada perempuan,
suami, atau muhrimnya pun tidak ada, maka mayat itu hendaklah “ditayamumkan” saja,
tidak dimandikan oleh laki-laki yang lain. Begitu juga jika meninggal seorang laki-laki,
sedangkan disana tidak ada laki-laki, istri, atau muhrimnya pun tidak ada, maka mayat
itu hendaklah di tayamumkan saja. Kalau mayat kanak-kanak laki-laki maka boleh
perempuan memandikannya, begitu juga kalau mayat kanak-kanak perempuan,boleh
pula laki-laki memandikannya.
Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah
keluarga yang terdekat kepada mayat kalau ia mengetahui akan kewajiban mandi serta
dipercayai. Kalau tidak, berpindahlah hak kepada yang lebih jauh yang berpengetahuan
serta amanah (dipercayai)
Sabda Rasulullah saw.
Dari ‘Aisyah: “ Berkata Rasulullah saw: Barangsiapa memandikan mayat dan dijaganya
kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu,
maka bersihlah ia dari segala dosanya seperti keadaannya sewaktu dilahirkan oleh
ibunya. Kata beliau lagi: hendaklah yang mengepalainya keluarga yang terdekat kepada
mayat jika pandai memandikan mayat: jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang
dipandang berhak karena wara’nya atau karena amanahnya.”(Riwayat Ahmad)
 Mengafani Mayat
Hukum mengafani (membungkus) mayat itu adalah fardu kifayah atas orang yang
hidup. Kafan diambilkan dari harta si mayat sendiri jika ia meninggalkan harta; kalau ia
tidak meninggalkan harta, maka kafannya wajib atas orang yang wajib memberi
belanjanya ketika ia hidup. Kalau yang wajib memberi belanja itu tidak pula mampu,
hendaklah diambilkan dari baitul-mal bila ada baitul-mal, dan diatur menurut hukum
agama islam. Jika baitul-mal tidak ada atau tidak teratur, maka wajib atas orang muslim
yang mampu. Demikian pula belanja lain-lain yang bersangkutan dengan keperluan
mayat.
Kafan sekurang-kurangnya selapis kain yang menutupi sekalian badan mayat,
baik mayat laki-laki maupun perempuan. Sebaiknya untuk laki-laki tiga lapis kain ; tiap-
tiap lapis menutupi sekalian badannya. Sebagian ulama berpendapat, satu dari tiga lapis
itu hendaklah izar (kain mandi), dua lapis menutupi sekali badannya.
Cara mengafani : dihamparkan sehelai-helai dan ditaburkan diatas tiap – tiap
lapis itu harum-haruman seperti kapur barus dan sebagainya, lantas mayat diletakkan
diatasnya sesudah diberi kapur barus dan sebagainya. Kedua tangan nya diletakkan di
atas dadanya, tangan kanan diatas tangan kiri, atau kedua tangan itu diluruskan
menurut lambungnya (rusuknya).
Diriwayatkan :

َ ‫سفٍ لَي‬
‫ْس فِ ْي َها‬ ُ ‫س ُح ْو ِليَّ ٍة ِم ْن ُك ْر‬
َ ‫ْض‬
ٍ ‫ب ِبي‬ ُ ‫شةَ ُكفِِّنَ َر‬
ٍ ‫سو ُل هللاِ صلى هللا عله وسلم فِ ْى ثَالَث َ ِة ا َ ث َ َوا‬ َ ‫ع ْن‬
َ ِ‫عائ‬ َ
.‫ متفق عليه‬.ٌ‫ع َما َمة‬ ِ َ‫ْص َوال‬ ٌ ‫قَ ِمي‬
Dari ‘Aisyah : “Rasulullah saw. Dikafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang terbikin
dari kapas, tidak ada didalamnya baju dan tiada pula serban.” (Sepakat ahli hadits)
Adapun mayat perempuan sebaiknya dikafani dengan lima lembar yaitu basahan (kain
bawah), baju, tutup kepala, kerudung (cadar), dan kain yang menutupi sekalian
badannya.
Cara mengafani : dipakaikan kain basahan, baju, tutup kepala, lalu kerudung,
kemudian dimasukkan kedalam kain yang meliputi sekalian badannya. Diantara
beberapa lapisan kain tadi sebaiknya diberi harum-haruman seperti kapur barus.
Kecuali itu, orang yang mati sedang dalam ihram haji atau umrah, tidak boleh diberi
harum-haruman dan jangan pula ditutup kepalanya.
Sabda Rasulullah saw.
Dari Ibnu ‘Abbas, katanya : “ Ketika seorang laki-laki sedang wukuf/mengerjakan haji
bersama-sama Rasulullah saw. Di padang arafah tiba-tiba laki-laki itu terjatuh dari
kendaraannya, lalu meninggal. Maka dikabarkan orang kejadian itu kepada Nabi saw.
Beliau berkata : “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dia dengan
dua kain ihramnya. Jangan kamu beri dia harum-haruman, dan jangan ditutup
kepalanya. Maka sesungguhnya Allah akan membangkitkan dia nanti pada hari kiamat
seperti keadaannya sewaktu berihram.” (Riwayat jama’ah ahli hadis)
Untuk kafan itu sebaiknya kain putih bersih.
Sabda Rasulullah saw. :
“Pakailah olehmu kain kamu yang putih, karena sesungguhnya kain putih itu kain yang
sebaik-sebaiknya, dan kafanilah mayat kamu dengan kain putih.” (Riwayat Tirmidzi dan
lain-lain)

 Menshalati Mayat
Setelah mayat dimandikan dan dikafani, mayat seorang muslim harus dishalati.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw, bersabda
“ Barangsiapa menghadiri jenazah dan menshalatinya, maka ia mendapatkan satu qirath.
Dan barangsiapa menghadiri jenazah dan mengiringinya sampai dikuburkan, maka ia
mendapatkan dua qirath.”(Muttafaq Alaih)
Menshalati mayat adalah fardhu kifayah. Apabila dilaksanakan oleh sebagian orang,
maka mereka yang tidak ikut menshalatinya tidak berdosa. Dan, jika mereka ikut
menshalatinya, maka hukumnya adalah sunnah. Namun, apabila tidak ada yang
menshalatinya sama sekali, maka mereka semua berdosa.
Dalam shalat jenazah disyaratkan beberapa hal, yaitu niat, menghadap kiblat, menutup
aurat, dalam keadaan suci baik yang menshalati maupun yang mayatnya, menghindari
najis, orang muslim baik yang shalat maupun mayatnya. Apabila mayatnya berada tidak
jauh dari orang-orang, maka shalat mayat dilaksanakan didekatnya. Disyaratkan juga
orang yang menshalatinya adalah mukallaf.
Adapun rukun shalat jenazah adalah berdiri, empat kali takbir, membaca surat al-
fatihah, membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw, mendoakan mayat, tertib
(melakukan semua rukun secara berurutan) dan salam.
Disunnahkan dalam shalat jenazah mengangkat kedua tangan dalam setiap takbir,
membaca ta’awudz sebelum membaca surah al-fatihah, mendoakan dirinya sendiri dan
orang-orang muslim secara umum, membaca dengan sirr (tidak bersuara), berhenti
sejenak sebelum takbir keempat dan sebelum salam, meletakkan kedua tangan didepan
dada dengan telapak tangan kanan berada diatas tangan kiri, serta menengok ke kanan
ketika salam.
Apabila mayat adalah laki-laki, maka posisi imam dalam shalat jenazah atau orang yang
shalat sendirian adalah orang sejajar dengan dadanya. Sedangkan jika mayatnya wanita,
maka posisi imam sejajar dengan perutnya (tengah-tengah tubuhnya). Para makmum
berdiri dibelakang imam, disunnahkan bagi mereka untuk membuat tiga shaf. Setelah
takbiratul ihram, berta’awudz tanpa perlu membaca doa iftitah, lalu membaca basmalah
dan membaca surat al-fatihah. Kemudian bertakbir yang kedua kali dan membaca
shalawat atas Nabi saw, sebagaimana bacaan shalawat dalam duduk tasyahhud.
Kemudian bertakbir yang ketiga kali dan mendoakan sang mayat dengan doa yang
berasal dari Rasulullah. Kemudian melakukan takbir yang keempat dan berhenti
sejenak kemudian mengucapkan salam sekali seraya menoleh kekanan.

 Mengangkut dan Menguburkan Jenazah


Mengangkat dan menguburkan jenazah adalah fardhu kifayah bagi orang-orang
muslim yang mengetahui akan meninggalnya seorang muslim. Penguburan mayat
disyariatkan disyariatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah berfirman :
“Bukankah kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orang-orang hidup dan orang-
orang mati.”(Al Mursalaat: 25-26)
“Kemudian mematikannya dan memasukkannya kedalam kubur.”
(abasa: 21)
Maksudnya, membuatnya terkubur. Hadis-hadis tentang disyariatkan penguburan
mayat sangatlah banyak. Dan penguburan ini merupakan penghormatan dan
kepedulian terhadap sang mayat.
Disunnahkan untuk mengiringi jenazah hingga sampai kekuburnya. Dalam shahih
Bukhari dan Muslim disebutkan sabda Rasulullah.
‫ان‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ِهدَ هَا َحتَّى ت ُ ْد فَنَ فَلَهُ قِي َْر‬ ٌ ‫علَ ْي َها فَلَهُ قِي َْرا‬
َ ‫ط َو َم ْن‬ َ ِّ‫ص ِل‬
َ ‫ي‬ َ ُ‫ش ِهدَ َجنَا زَ ة ً َحتَّى ي‬
َ ‫َم ْن‬
“ Barangsiapa menghadiri (menyaksikan) jenazah hingga melakukan shalat jenazah
atasnya, maka ia mendapatkan dua qirath. Dan barangsiapa menghadirinya hingga
dikuburkan, maka ia mendapatkan dua qirath.”
Lalu Rasulullah ditanya, “Apakah dua qirath itu,?”
Rasulullah menjawab,
‫ِمثْ ُل ْال َج َبلَي ِْن ْال َع ِظ ْي َمتَي ِْن‬

“seperti dua gunung yang besar?”


Disunahkan bagi orang yang mengikutinya untuk ikut mengangkutnya apabila hal
itu dimungkinkan. Boleh juga mengangkutnya dengan mobil atau binatang tunggangan,
terlebih lagi jika letak tanah kuburnya jauh dari tempat jenazah.
Dalam mengangkut jenazah disunahkan untuk berjalan dengan cepat. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi saw.
“cepat-cepatlah dalam mengankut jenazah, karena apabila ketika hidup jenazah tersebut
adalah orang saleh, maka bercepat-cepat dalam mengangkutnya merupakan kebaikan
yang kalian berikan kepadanya. Dan, apabila ia bukan orang saleh, maka ia adalah hal
yang buruk yang kalian letakkan diatas pundak kalian.”(Muttafaq Alaih)

Disunahkan untuk memperdalam dan melebarkan lubang kubur. Hal ini berdasarkan
sabda Nabi saw.

َ ‫احْ ِف ُر ْوا َوأ َ ْو ِسعُ ْوا َو‬


‫ع ِ ِّمقُ ْوا‬
“Galilah, lebarkanlah dan perdalamlah.”
Tirmidzi berkata bahwa derajat hadis diatas adalah hasan sahih
Disunahkan bagi oarang yang menurunkan jenazah kedalam kubur untuk
mengucapkan.
ُ ‫علَى ِملَّ ِة َر‬
ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ‫بِس ِْم هللاِ َو‬
“dengan nama allah dan berdasarkan ajaran rasulullah.”
Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw.
ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ‫ض ْعت ُ ْم َم ْو ت َا ُك ْم فِي ْالقُبُ ْو ِر فَقُ ْو لُ ْوا ِبس ِْم هللاِ َو‬
ُ ‫علَى ِملَّ ِة َر‬ َ ‫إذَا َو‬
“Jika kalian meletakkan jenazah ke dalam kubur, maka ucapkanlah, ‘dengan nama Allah
dan berdasarkan ajaran Rasulullah.” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majjah)

Ketika diletakkan didalam kubur, kepala jenazah disandarkan pada batu bata,
batu biasa, atau gundukan tanah. Tubuh nya didekatkan pada dinding kubur sebelah
depan dan dibelakang punggungnya dibuat gundukan tanah untuk menyandarkan
tubuhnya agar tidak jatuh tertengkup, serta tidak terlentang menghadap ke atas.
Kemudian bagian atas liang kubur ditutup dengan batu bata dan tanah liat agar
menyatu. Lalu ditutup dengan tanah dan tidak ditambah apa-apa selain tanah tersebut.
Setelah liang kubur ditutup, di atasnya di buat gundukan tanah setinggi satu
jengkal seperti punuk unta, agar air yang jatuh diatasnya dapat mengalir kebawah.
Diatas gundukan tersebut diletakkan batu-batu kerikil kemudian diperciki air agar
tanahnya tidak berterbangan ketika tertiup angin. Adapun hikmah dibuatnya gundukan
setinggi satu jengkal di atas liang kubur adalah agar dapat diketahui bahwa itu adalah
kuburan sehingga tidak diinjak dibolehkan meletakkan papan yang tidak ditulis apa-apa
dipermukaan dikedua ujungnya. Papan tersebut adalah sebagai tanda agar diketahui
ujungnya serta agar diketahui bahwa itu adalah kuburan.
Setelah selesai menguburkan mayat, disunahkan untuk berdiri disisi kuburan
untuk mendoakan dan memohonkan ampunan bagi sang mayat. Karena Rasulullah
setelah selesai menguburkan mayat selalu berdiri disisi tanah kubur dan bersabda.
“mohonlah pengampunan bagi saudaramu dan mintakanlah ketegaran untuknya, karena
sesungguhnya sekarang ia sedang ditanya.” (H.R Abu Dawud)

Takziyah dan Ziarah Kubur


Rasulullah saw mengajarkan kepada kita untuk melakukan ziarah kubur. Setelah
sebelumnya beliau melarang perbuatan tersebut.
Dari Buraidah bin Hashib r.a, ia menuturkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda;

.ِ‫ع ْن ِزيَا َرةِ ْالقُب ُْو ِر فَ ُز ْو ُر ْوهَا فَإِنَّ َها تُذَ ِ ِّك ُر ُك ُم اآل ِخ َرة‬
َ ‫إ َ ِنِّي ُك ْنتُ نَ َه ْيت ُ ُك ْم‬
“Sesungguhnyan aku telah melarang kalian untuk melakukan ziarah kubur. Akan tetapi,
sekarang, berziarahlah. Karena; perbuatan tersebut akan mengingatkan kalian pada hari
akhirat.”
Dalam sebuah riwayat dikatakan,

.‫ب‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫ط‬ُ ‫ورو هَا فَإ ِ َّن فِ ْي َها ِعب َْرة ً َوالَ تَقُ ْولُ ْوا َما يَ ْس َخ‬
ُ ‫فَ ُز‬
“ Maka sekarang berziarahlah. Karena, didalamnya terdapat pelajaran berharga. Akan
tetapi, janganlah kalian mengucapkan kata-kata yang dapat membuat murka Tuhanmu.”

Perkataan Rasulullah SAW, “Maka berziarahlah” memiliki konsekuensi hukum


umum, untuk laki-laki dan perempuan. Yang menguatkan masuknya kebolehan untuk
berziarah bagi perempuan adalah tujuan ziarah ini yang tidak lain adalah mengambil
pelajaran dan mengingat akhirat.

Takziyah (melawat)

Melawat kepada ahli mayat itu sunat dalam tiga hari sesudah ia meninggal dunia, yang
lebih baik ialah sebelum dikuburkan. Yang dimaksud dalam perlawatan itu ialah untuk
menganjurkan ahli mayat supaya sabar, jangan keluh kesah, mendoakan mayat supaya
mendapat ampunan, dan juga terhadap ahli mayat supaya malapetakanya itu berganti
dengan kebaikan.

2.5 Talqin

A. Definisi dan tujuan Talqin.

Talqin berasal dari kata ‫لقن‬ yang secara bahasa berarti pengajaran, sedangkan

menurut istilah bermakna ajaran atau mengajarkan seseorang yang sedang dalam
perjalanan menuju maut atau kematian, dalam kitab Mu’jam Lughatil Fuqaha’ juz 1
halaman 145 yakni memahamkan dengan ucapan sedangkan di dalam kamus Al-
Marbawi halaman 225 adalah mengajar dan memberi ingat.
Talqin juga dapat diartikan menuntun mayit yang telah dikubur dengan dua
kalimat syahadat, hal ini senada dengan apa yang termaktub dalam kitab I’anah Ath-
Thalibin dari perkataan Sayyed Al-Bakrie Al-Damyati bahwa “Aku telah melihat
dalam Hasyiah Barmawi ala Sinmim: disunatkan talqin mayat sesudah dikebumikan dan
meratakan tanah”.1[1]
Adapun tujuan dari sunnahnya talqin dalam islam adalah :

.‫سا ِئ َل لَ ُه ْم‬ ِ ‫صود ُ ِم ْن الت َّ ْل ِق‬


ُ ‫ين ت َ ْذ ِك‬
َّ ‫ير ُه ْم بِ َما ي ُِجيبُونَ بِ ِه ال‬ ُ ‫َو ْال َم ْق‬
Tujuan dari pada talqin adalah mengingatkan mereka akan jawaban pertanyaan
yang diajukan penanya terhadap mereka.2[2]

Dari kedua definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa talqin di dalam
islam terdapat dua macam talqin yakni talqin kepada seseorang yang sedang sakaratul
maut dan talqin kepada mayit yang telah dikuburkan, yang masih menjadi problematika
ummat islam Indonesia adalah talqin yang ke dua yakni talqin terhadap mayit yang
telah dikuburkan, karena dasar yang di pakai adalah hujjah para ulama meski tidak
dengan hadits shahih. Dalam pembahasan berikutnya akan diuraikan talqin dalam
pandangan Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama.

B. Talqin sunnah menurut Muhammadiyah.


Talqin Sunnah.
Talqin dikalangan Muhammadiyah merupakan sunnah, menurut penuturan
Syafruddin Edi Wibowo. Lc. M.ag. talqin dilakukan kepada orang yang akan menghadapi
kematian atau sedang dalam sakaratul maut sebagaimana disebutkan dalam beberapa
hadits Nabi Saw bahwa Beliau Saw bersabda :
َّ ‫سلَّ َم لَ ِقِّنُوا َم ْوت َا ُك ْم َال إلَهَ َّإال‬
ُ‫َّللاُ َر َواهُ ُم ْس ِل ٌم َو ْاْل َ ْر َب َعة‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
ِ َّ ‫سو ُل‬
Dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara
kalian ucapan laa ilah illallah”.3[3](Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no 501
mengatakan, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim dan kitab hadits yang empat
[Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah,”).
Dari Mu’adz bin Jabal r.a. juga meriwayatkan bahwa rasulullah Saw. bersabda,

.َ‫آخ ُر َكالَ ِم ِه الَ ِإلَهَ ِإالَّهللاُ دَ َخ َل ْال َجنَّة‬


ِ َ‫َم ْن كاَن‬
“Barang siapa yang akhir perkataannya (sebelum meninggal) adalah ucapan tiada
tuhan selain Allah, maka ia akan masuk surga.”
Talqin dilakukan ketika orang yang mengalami sakratulmaut tidak melafalkan
kalimat syahadat. Jika ia telah melafalkan kalimat syahadat, maka talqin tidak perlu
dilakukan. Talqin juga ditujukan kepada orang yang sadar dan mampu berbicara;
karena orang yang akalnya hilang tidak mungkin ditalqin. Sementara itu, orang yang
tidak mampu berkata, hendaknya mengulang-ulang kalimat syahadat di dalam
hatinya.4[4]
Ibnu Utsaimin pernah ditanya, “Apa yang perlu dilakukan oleh orang yang duduk
di dekat orang yang hendak meninggal dunia? Apakah membaca surat Yasin di dekat
orang yang hendak meninggal dunia adalah amal yang berdasar hadits yang shahih atau
tidak?”.
Jawaban beliau, “Membesuk orang yang sakit adalah salah satu hak sesama
muslim, satu dengan yang lainnya. Orang yang menjenguk orang yang sakit hendaknya
mengingatkan si sakit untuk bertaubat dan menulis wasiat serta memenuhi waktunya
dengan berdzikir karena orang yang sedang sakit membutuhkan untuk diingatkan
dengan hal-hal ini.
Jika si sakit dalam keadaan sekarat dan orang-orang di sekelilingnya merasa yakin
bahwa si sakit hendak meninggal dunia maka sepatutnya orang tersebut ditalqin laa
ilaha illallah sebagaimana perintah Nabi.
Orang yang berada di dekat orang yang sedang sakaratul maut hendaknya
menyebut nama Allah (baca: laa ilaha illallah) di dekatnya dengan suara yang bisa
didengar oleh orang yang sedang sekarat sehingga dia menjadi ingat. Para ulama
mengatakan dia sepatutnya menggunakan kalimat perintah untuk keperluan tersebut
karena boleh jadi dikarenakan sedang susah dan sempit dada orang yang sekarat tadi
malah tidak mau mengucapkan laa ilaha illallah sehingga yang terjadi malah suul
khatimah. Jadi orang yang sedang sekarat tersebut diingatkan dengan perbuatan
dengan adanya orang yang membaca laa ilaha illallah di dekatnya.
Sampai-sampai para ulama mengatakan bahwa jika setelah diingatkan untuk
mengucapkan laa ilaha illallah orang tersebut mengucapkannya maka hendaknya orang
yang mentalqin itu diam dan tidak mengajaknya berbicara supaya kalimat terakhir yang
dia ucapkan adalah laa ilaha illallah. Jika orang yang sedang sekarat tersebut
mengucapkan sesuatu maka talqin hendaknya diulangi sehingga kalimat terakhir yang
dia ucapkan adalah laa ilaha illallah. (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 215/40, Asy
Syamilah).
Muhammadiyah mengamalkan suatu hadits shahih yakni mentalqin orang yang
hendak meninggal dunia, bukan yang telah meninggal dunia. Adapun talqin kepada
mayit yang telah meninggal dunia yang telah usai dikuburkan maka diartikan bukan
dengan talqin, namun hanya cukup sekedar do’a, Yang disyari'atkan ketika
menguburkan mayat adalah mengucapkan: Bismillah wa 'ala millati rasulillah atau
bismillah wa 'ala sunnati rasulillah (HR Abu Dawud, At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah dari
Ibnu 'Umar dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Dan setelah menguburkan mayit adalah mendoakan dengan ampunan dan
penetapan dalam menjawab pertanyaan, sebagaimana dalam hadist, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam jika selesai menguburkan orang beliau berdiri dan
mengatakan :

‫التثبيت فإنه اآلن يُسْأَل‬


َ ‫استغ ِفروا ْلخيكم واسألوا له‬

"Mohonkanlah ampun untuk saudara kalian dan mintalah ketetapan untuknya karena
sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya" (HR.Abu Dawud, dari 'Utsman bin Affan, dan
dishahihkan Syeikh Al-Albany.
Adapun pandangan terhadap suatu perkataan Taabi’in tentang hadits yang berlafal :
ُ‫ع ْنه‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ب َر‬ َ ‫ع ْن‬
ٍ ‫ض ْم َرة َ ب ِْن َح ِبي‬ َ ‫ع َلى – َو‬ َ ‫ي‬ ُ ‫ َكانُوا َي ْست َ ِحبُّونَ إذَا‬: ‫أ َ َح ِد التَّا ِب ِعينَ – قَا َل‬
َ ‫س ِّ ِو‬
‫ث‬ َّ ‫ َال إ َلهَ َّإال‬: ‫ قُ ْل‬، ‫ يَا فُ َال ُن‬: ‫أ َ ْن يُقَا َل ِع ْندَ َقب ِْر ِه‬. ُ‫ع ْنه‬
َ ‫ ث َ َال‬، ُ‫َّللا‬ َ ‫اس‬ ُ َّ‫ف الن‬ َ ‫ َوا ْن‬، ُ‫ت قَب ُْره‬
َ ‫ص َر‬ ِ ِّ‫ْال َم ِي‬
‫ور‬
ٍ ‫ص‬ُ ‫س ِعيدُ ب ُْن َم ْن‬ ِ ْ ‫ َودِي ِني‬، ُ‫َّللا‬
َ ُ‫ َر َواه‬، ٌ ‫ َو َن ِب ِيِّي ُم َح َّمد‬، ‫اْلس َْال ُم‬ َّ ‫ قُ ْل َر ِبِّي‬: ‫ يَا فُ َال ُن‬، ‫ت‬ ٍ ‫َم َّرا‬
‫ط َّو ًال – َم ْوقُوفًا‬ ً ‫ث أ َ ِبي أ ُ َما َمةَ َم ْرفُو‬
َ ‫عا ُم‬ ِ ‫ي ِ ن َْح ُوهُ ِم ْن َحدِي‬ َّ ‫ َو ِل‬.
ِّ ‫لطبَ َرا ِن‬
Dari Dhamrah bin Habib, seorang tabiin, “Mereka (yaitu para shahabat yang
beliau jumpai) menganjurkan jika kubur seorang mayit sudah diratakan dan para
pengantar jenazah sudah bubar supaya dikatakan di dekat kuburnya, ‘Wahai fulan
katakanlah laa ilaha illallah 3x. Wahai fulan, katakanlah ‘Tuhanku adalah Allah.
Agamaku adalah Islam dan Nabiku adalah Muhammad” Dalam Bulughul Maram no
hadits 546, Ibnu Hajar mengatakan, “Diriwayatkan oleh Said bin Manshur secara
mauquf (dinisbatkan kepada shahabat). Thabrani meriwayatkan hadits di atas dari Abu
Umamah dengan redaksi yang panjang dan semisal riwayat Said bin Manshur namun
secara marfu’ (dinisbatkan kepada Nabi).
Muhammad Amir ash Shan’ani mengatakan, “Setelah membawakan redaksi
hadits di atas al Haitsami berkata, ‘Hadits tersebut diriwayatkan oleh ath Thabrani
dalam al Mu’jam al Kabir dan dalam sanadnya terdapat sejumlah perawi yang tidak
kukenal’. Dalam catatan kaki Majma’uz Zawaid disebutkan bahwa dalam sanad hadits
tersebut terdapat seorang perawi yang bernama ‘Ashim bin Abdullah dan dia adalah
seorang perawi yang lemah…. Al Atsram mengatakan, ‘Aku bertanya kepada Ahmad bin
Hanbal tentang apa yang dilakukan oleh banyak orang ketika jenazah telah
dimakamkan ada seorang yang berdiri dan berkata, ‘Wahai fulan bin fulanah’. Ahmad
bin Hanbal berkata, “Aku tidak mengetahui ada seorang pun yang melakukannya
melainkan para penduduk daerah Syam ketika Abul Mughirah meninggal dunia.
Tentang masalah tersebut diriwayatkan dari Abu Bakr bin Abi Maryam dari guru-guru
mereka bahwa mereka, para guru, melakukannya”. Menganjurkan talqin semacam ini
adalah pendapat para ulama bermazhab Syafii.
Dalam Al Manar Al Munif, Ibnul Qoyyim mengatakan, “Sesungguhnya hadits
tentang talqin ini adalah hadits yang tidak diragukan oleh para ulama hadits sebagai
hadits palsu. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam sunannya dari
Hamzah bin Habib dari para gurunya yang berasal dari daerah Himsh (di Suriah, Syam).
Jadi perbuatan ini hanya dilakukan oleh orang-orang Himsh.
Dalam Zaadul Ma’ad, Ibnul Qoyyim juga berkata tegas sebagaimana perkataan
beliau di Al Manar Al Munif. Sedangkan di kitab Ar Ruuh, Ibnul Qoyyim menjadikan
hadits talqin di atas sebagai salah satu dalil bahwa mayit itu mendengar perkataan
orang yang hidup di dekatnya. Terus-menerusnya talqin semacam ini dilakukan dari
masa ke masa tanpa ada orang yang mengingkarinya, menurut Ibnul Qoyyim, sudah
cukup untuk dijadikan dalil untuk mengamalkannya. Akan tetapi di kitab Ar Ruuh,
beliau sendiri tidak menilai hadits talqin di atas sebagai hadits yang shahih bahkan
beliau dengan tegas mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits yang lemah.
Syeikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang kapankah waktu talqin. Jawaban
beliau,“Talqin itu dilakukan ketika hendak meninggal dunia yaitu pada saat proses
pencabutan nyawa. Orang yang hendak meninggal ditalqin laa ilaha illallah
sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ketika pamannya, Abu Thalib hendak meninggal
dunia. Nabi mendatangi pamanya lantas berkata, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaha
illallah, sebuah kalimat kalimat yang bisa kugunakan untuk membelamu di hadapan
Allah’. Akan tetapi paman beliau tidak mau mengucapkannya sehingga mati dalam
keadaan musyrik.
Sedangkan talqin setelah pemakaman maka itu adalah amal yang bid’ah karena
tidak ada hadits yang shahih dari Nabi tentang hal tersebut. Yang sepatutnya dilakukan
adalah kandungan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Nabi jika telah selesai
memakamkan jenazah berdiri di dekatnya lalu berkata, ‘Mohonkanlah ampunan untuk
saudaramu dan mintakanlah agar dia diberi keteguhan dalam memberikan jawaban.
Sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya’. Adapun membaca Al Qur’an, demikian pula
talqin di dekat kubur maka keduanya adalah amal yang bid’ah karena tidak ada dalil
yang mendasarinya” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 215/42, Asy Syamilah).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah meyakini talqin
kepada seorang yang hendak meninggal dunia dengan hujjah dan pendekatan dari
aspek hadits shahih dan hujjah beberapa pendapat Ulama salaf. Dan mengapa tidak
mentalqin seorang mayit atau seorang yang telah meninggal dunia atau yang telah
dikuburkan, disebabkan karena memiliki hujjah yang mendasar pada pendapat
sebagian ulama bukan kepada hadits-hadits shahih.
C. Talqin sunnah menurut Nahdhatul Ulama.
Talqin sunnah dikalangan Nahdhatul Ulama sama halnya dengan talqin sunnah
dikalangan Muhammadiyah, yakni mentalqin seseorang yang hendak meninggal dunia
atau sedang mengalami sakratulmaut. Namun ada suatu hal yang menarik dikalangann
Nahdiyyin tentang masalah talqin yakni talqin terhadap mayit yang telah dikuburkan,
hal ini tidak hanya dianggap tradisi baik dikalangan NU bahkan disunnahkan atau
dianjurkan oleh beberapa ulam fiqh yang masih menjadi perdebatan dikalangan Ulama
salaf ataupun Ulama khalaf, dikarenakan hadits yang diamalkan dalam talqin tradisi
adalah hadits dha’if yang derajatnya sampai pada hadits hasan li ghairihi yang dapat
dijadikan fadha’il dalam beramal.
Berikut teks hadits tentang talqin yang menjadi kebiasaan masyarakat syam dan
Indonesia khususnya, dan kesunnahan ini berdasarkan sabda Nabi Saw yang
diriwayatkan oleh Abi Umamah r.a. :

‫عن ابي أمامة رضي هللا عنه قال اذا انا مت فاصنعوا بي كما امرنا رسول هللا صلى هللا عليه‬
‫ امرنا رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال اذا مات احد من اخوانكم‬.‫وسلم ان نصنع بموتانا‬
‫ يا فالن ابن فالنة فانه يسمعه وال‬: ‫فسويتم التراب على قبره فليقم احد على رأس قبره ثم ليقل‬
‫ ارشدنا‬:‫ ثم يقول يافالن بن فالنة فانه يقول‬.‫يجيب ثم يقول يا فالن بن فالنة فانه يستوى قاعدا‬
‫يرحمك هللا ولكن ال تشعرون فليقل اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة ان الإله االهللا وان‬
‫محمدا عبده ورسوله وانك رضيت باهلل ربا وباْلسالم دينا وبمحمد نبيا وبالقرأن إماما فإن‬
‫ ويقول انطلق بنا ما يقعدنا عند من قد لقن‬.‫منكرا ونكيرا يأخد كل واحد منهما بيد صاحبه‬
‫ يا فالن بن‬: ‫ فقال رجل يا رسول هللا فان لم يعرف امه؟ قال ينسبه الى امه حواء‬.‫حجته‬
)‫ (رواه الطبراني‬,‫حواء‬

“dari Abi Umamah ra, beliau berkata, jika aku kelak telah meninggal dunia, maka
perlakukanlah aku sebagimana Rasulullah SAW memperlakukan orang-orang yang wafat
diantara kita. Rasulullah SAW memerintahkan kita, seraya bersabda, “ketika diantara
kamu ada yang menunggal dunia, lalu kamu meratakan debu di atas kuburannya, maka
hendaklah salah satu diantara kamu berdiri pada bagian kepala kuburan itu seraya
berkata, “wahai fulan bin fulanah”. Orang yang berada dalam kubur pasti mendebngar
apa yang kamu ucapakan, namun mereka tidak ddapat menjawabnya. Kemudian (orang
yang berdiri dikuburan) berkata lagi, “wahai fulan bin fulana”, maka simayyit berucap,
“berilah kami petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi rahmat kepadamu”.
Namun kamu tidak merasakan apa yang aku rasakn di sisni”. Karna itu hendaklah orang
yang berdiri di atas kuburan itu berkata, “ingatlah suatu engkau keluar kedalam dunia,
engkau telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad hamba
serta Rasul Allah. Kamu juga telah bersaksi bahwa engkau akan selalu ridha menjadikan
Allah sebagai tuhanmu, Islam sebagai agamu, Muhammad sebagai Nabimu, dan Al-Qur’an
sebagai menuntun jalanmu.setelah dibacakan talqin ini malaikaikat MUnkar dan Nakir
saling berpegangan tangan sambil berkata, “marilah kita kembali, apa gunanya kita
duduk dimuka orang yang dibackan talqin”. Abu Umamah kemudian berkata, “setelah itu
ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW. “wahai Rasullulah, bagaiman
kalau kita tidak mengenal ibunay? “Rasulullah menjawab, “kalau seperti itu dinisbatkan
saja kepada ibu Hawa, “wahai fulan bin Hawa”. (HR. Thabrani)5[5]
Memang, mayoritas Ulama’ mengatkan bahwa Hadits ini termasuk Hadits Dha’if,
karna ada seorang perowinya yang tidak cukup syarat untuk meriwayatkan Hadits.
Namun dalam rangka fadh’ilul al-a’mal, hadits ini dapat digunakan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Sayyid ‘Alawi bin ‘Abbas al-Maliki al-Hasani:

ِ ِّ‫َوا َ َّما ت َ ْل ِقي ُْن ْال َم ِي‬


‫ت بعد الدفن فقد قال جماعة وكثبر من اصحابنا باستحبابه وممن نص‬
‫على استحبابه القاضى حسين في تعليقه بوصاحبه أبو سعد المتولى في كتابه التتمة والشيخ‬
‫اْلمام أبو الفتح نصر بن إبراهيم المقدسي واْلمام أبو القاسم الرافعي وغيرهم ونقله القاضي‬
)206 ,‫حسين عن اْلصحاب ( اْلذكار النووية‬
“sekalipun hadits tentang talqin itu merupakan hadits dha’if, namun dapat
diamalkan dalam rangka fadhail al-a’mal. Lebih-lebih karena hadits itu masuk pada
katagori prinsip yang universal, yakni usaha seorang mukmin untuk member (dan
membantu) saudaranya,serta untuk memperingatkannya karna peringatan itu akan
dapat bermanfaat kepada orang mukmin”. (Majmu’ Fatawi Wa Rasa’il)
kesunnahan talqin yang dilaksanakan ketika mayyit baru dikuburkan juga
disebutkan oleh penuturan Imam Nawawi dalam al-Adzkar:
“membaca talqin untuk mayyit setelah dimakamkam adalah perbuatan sunnah. Ini
adalah pendapat sekelompok Ulama’ serta mayoritas Ulama’ Syafi’iyah. Ulama’ yang
mengatakan kesunnahan ini diantaranya adalah Qadli Husain dalam kitab Ta’liq-nya,
sahabt beliau yang bernama Abu Sa’d al-Mutawali dalam kitabnya al-Tanimmah, Syekh
Imam Abu al-Fath Nashr bin Ibrahim Al-Maqdisi, Imam Abu al-Qosim al-Rifa’I, dan
lainnya. Al-Qadhi Husain menyitir pendapat ini dari para Sahabat”. (Al-Adzkar, al-
Nawayiyah, 206)
Dari paparan ini, maka pelaksaaan talqin itu tidak bertentangan dengan ajaran
Agama bahakn sangat dianjurkan bahkan Sunnah. Baik dilakukan pada saat seseorang
menjempu ajalnya, atau pada saat mayyit dimakamkan.
Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa Nahdhatul
Ulama’ meyakini talqin sunnah tetap terdapat dua macam, diantaranya yakni mentalqin
seseorang yang sedang dalam keadaaan sakratulmaut dan mentalqin mayyit yang telah
dikuburkan. Dengan Hujjah Hadits-hadits Shahih dan Hadits Hasan li ghairihi yang
disepakati oleh sebagian Ulama’ Syafi’iyyah.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan penyelesaian makalah ini kami berharap dapat menambah ilmu


pengetahuan kita,serta tidak terlena atas apa yang ada di dunia kita hidup di dunia ini
pada akhirnya akan meninggal juga. Untuk itu sebelum kita menghampiri yang namanya
kematian, baiknya kalau ada persiapan terlebih dahulu. Seperti amal perbuatan baik
tentunya.
Adapun kewajiban terhadap jenazahnya ada empat macam, yaitu
1). memandikannya,
2). mengkafaninya,
3). menshalatinya,
4). menguburkannya.
Setelah itu manusia sudah tidak mempunyai urusan di dunia lagi kecuali amal
ibadahnya selama hidup di dunia dan orang-orang yang selalu mendoakannya.

3.2 Saran

Hidup di dunia tidaklah abadi, semua yang hidup akan mati. Persiapan yang
baiklah yang akan menjamin kita kedepannya. Sebelum urusan di dunia kita selesai
maka gunakanlah waktu yang sebaik-baiknya. Orang yang juga meninggal memerlukan
bantuan kita untuk menyelesaikan urusannya di dunia seperti pengkafanan hingga
waktu takziyah. Jadi, betapa pentingnya kita harus mengetahui tata cara tersebut secara
tertib dan baik.
DAFTAR PUSTAKA

https://Fadhlihsan.wordpress.com/2011/08/01/tata-cara-pengurusan-jenazah-
disertai-gambar .
http://Salafiyunm.blogspot.com/2009/01/tata-cara-pengurusan-jenazah.html.
Aswin yunan, Platinum.KTSP.2006. Teladan Sempurna Pendidikan Aagama Islam
XI: Permendiknas.
Syamsuri, Erlangga.KTSP.2006. Pendidikan Aagama Islam XI.

http://fadilmahmud.blogspot.com/2014/12/makalah-talqin-mayyit.html

http://makalah85.blogspot.com/2009/12/penyelenggaraan-zenajah.html

Anda mungkin juga menyukai