Anda di halaman 1dari 64

REFERAT MINOR

PERAWATAN FRAKTUR KONDILUS

Disusun oleh:
Riki Indra Kusuma
160121150001

Dosen Pembimbing:
Dr. Endang Syamsudin, drg., Sp.BM(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018

1
ANATOMI DAN FISIOLOGI TEMPOROMANDIBULAR JOINT

Pendahuluan

Sendi temporomandibula (temporomandibular joint/TMJ) merupakan salah satu

komponen dari sistem pengunyahan, terdiri dari sepasang sendi kiri dan kanan yang

masing – masing dapat bergerak bebas dalam batas tertentu. Berbeda dengan persendian

lain yang selalu berada pada tempatnya dan tiap penyimpangan gerak keluar dari

tempatnya menyebabkan dislokasi, tidak demikian pada sendi temporomandibula. Pada

TMJ kedua kondilus tidak harus selalu dalam fossanya selama pergerakan, masing –

masing sisi dapat bergerak ke depan – belakang , kiri – kanan, maupun atas dan bawah.

Gerakan ini terikat, bergantung serta ditentukan oleh adanya koordinasi neuromuscular,

otot – otot mastikasi dan ligament sendi. Oleh karena itu untuk memahami biomekanika

TMJ, perlu dipahami terlebih dahulu tentang anatomi dan fisiologi system

persendiannya, termasuk interaksi fungsionalnya dengan otot – otot penggerak

mandibular serta mekanisme oklusi gigi geligi rahang atas dan bawah.1

Anatomi Temporomandibular Joint (TMJ)

TMJ merupakan area dimana mandibula berartikulasi dengan kranium,

merupakan salah satu sendi paling kompleks pada tubuh manusia. TMJ memberikan

pergerakan hinging pada satu sisi sehingga disebut sendi ginglymoid. Namun pada saat

bersamaan juga memberikan pergerakan gliding, sehingga mengklasifikasikannya

menjadi sendi arthrodial. Oleh karena itu, secara teknis TMJ termasuk sendi

ginglymoarthrodial.1

2
TMJ dibentuk oleh kondilus mandibula yang berada pada fossa mandibular pada

tulang temporal. Kedua tulang ini dipisahkan oleh diskus artikularis. Secara fungsional

diskus ini sebagai tulang yang tidak mengalami osifikasi sehingga sendi dapat bergerak

ke beberapa bidang, melindungi sendi dari kekuatan yang dapat merusak. Diskus

artikularis terdiri dari jaringan ikat fibrous dengan sedikit pembuluh darah dan

persarafan. TMJ diklasifikasikan sebagai compound joint, yang secara definisi

compound joint adalah sendi yang tersusun atas hubungan dari tiga tulang. Pada TMJ

walaupun tulang sebenarnya hanya menghubungakan dua tulang yaitu mandibula dan

temporal, namun dengan adanya diskus artikularis yang berfungsi sebagai non-ossified

bone sehingga dianggap sebagai tulang ketiga yang membentuk compound joint.1

Komponen penyusun TMJ, terdiri dari: fossa mandibular atau fossa glenoidalis,

eminensia artikularis atau tuberkel, kondilus, diskus, kapsula fibrosa, ligament ekstra

kapsular, zona bilaminar atau jaringan retrodiskal.2

1. Kondilus mandibula

Kondilus mandibula berbentuk oval memanjang pada arah medio lateral

dan bagian anteroposterior lebih konveks daripada mediolateral. Permukaan atas

kondilus yang berbentuk konveks dilapisi oleh lapisan fibrokartilago yang tebal

yang berlanjut menjadi lapisan tipis jaringan fibrous yang lebih datar pada

bagian posterior.2

Bentuk kondilus pada manusia bervariasi baik dari segi bentuk dan

dimensinya. Dari masa kelahiran hingga dewasa, dimensi medial-lateral dari

kondilus meningkat dengan faktor 2 hingga 2,5, sedangkan pada dimensi sagittal

meningkat hanya sedikit saja. Sehingga kondilus lebih konveks arah sagittal

daripada arah frontal.3

3
Permukaan artikulasi pada sendi diselubungi oleh jaringan ikat yang padat,

yang terdiri dari sejumlah kondrosit, proteoglikan, serat elastik dan serat

oxytalan yang bervariasi. Penataan komposisi dan geometrik dari protein

matriks ekstraselular di dalam kartilago fibrous menunjukkan ciri-cirinya.

Kartilago yang dapat menyerap dan mendistribusikan beban kompresif

disebabkan oleh sebuah matriks dengan kandungan air yang tinggi dan berat

molekul kondroitin sulfat yang tinggi di dalam jaringan kolagen tipe II.

Kebutuhan fungsional yang sedikit dalam sendi meningkatkan jumlah kolagen

tipe I dan reduksi dari tipe II. Interleukin 1a menghambat sintesa matriks dari

kondrosit, sedangkan TGF (transforming growth factor) beta meningkatkannya.

Serat kolaten dari permukaan sendi fibrokartilago sebagian besar terorientasi

pada sisi sagittal.3

Gambar 1. Dimensi Kondilus. Kiri: Lebar kondilus pada sisi frontal. Tengah: Dimensi anteroposterior
dari porsi tengah pada sisi sagittal. Kanan: Dimensi anteroposterior pada sisi horisontal 3

Gambar 2. Variasi bentuk dari kondilus dari sisi frontal.3

A. Datar. B. Konveks. C. Berangulasi. D. Bulat. Frekuensi dari bentuk kondilus ini berdasarkan
penelitian dari Yale et al (1963), Solberg et al (1985) dan Christiansen et al (1987)

4
Kondilus merupakan bagian dari mandibula yang berartikulasi terhadap

kranium, sehingga terjadi pergerakan di sekitarnya. Dari sisi anterior, terdapat

bagian medial dan lateral, yang disebut kutub/poles (Gambar 3).1

Gambar 3. Kutub medial lebih menonjol daripada kutub lateral.1

Kutub medial pada umumnya lebih menonjol daripada kutub lateral. Dari

sisi atas, dapat digambarkan sebuah garis yang menyusuri bagian tengah dari

kutub kondilus dan akan diperluas ke arah medial dan posterior ke arah batas

anterior dari foramen magnum (Gambar 4).1

Gambar 4. Kondilus tampak sedikit terotasi sehingga bila ditarik garis imajiner yang
melalui kutub lateral dan medial, diperluas ke arah medial dan posterior akan berakhir
pada batas anterior dari foramen magnum.1

5
Gambar 5. Jarak interkondilus. Kiri: Data spesifik berdasarkan jenis kelamin, jarak
antara sepasang kutub medial dan kutub lateral dari kondilus. Nilai di atas merupakan
nilai rerata. Kanan: Gambaran ilustratif skematik dari sudut interkondilus.3

Total panjang mediolateral dari kondilus berkisar antara 18-23mm, dan

lebar anteroposterior berkisar antara 8-10 mm. Luas permukaan artikulasi

sebenarnya pada kondilus terhampar baik ke arah anterior dan posterior hingga

aspek paling superior dari kondilus (Gambar 6). Permukaan artikulasi bagian

posterior lebih luas daripada permukaan bagian anterior. Permukaan artikulasi

dari kondilus memiliki permukaan yang cembung secara anteroposterior dan

sedikit cembung secara mediolateral.1

Gambar 6. A. Sisi anterior. B. Sisi posterior. Garis titik-titik


menandai batas dari permukaan artikulasi. Permukaan artikulasi pada
aspek posterior dari kondilus lebih luas daripada aspek anterior.1

6
2. Diskus artikularis

Diskus artikularis terdiri dari dua bagian yaitu ruang sendi atas dan ruang

sendi bawah. Ruang atas besar dan meluas ke dalam bidang sagital dari posterior

fosa glenoidalis dan ke depan menuju anterior tuberkel artikularis. Ruang sendi

bawah yang melapisi kondilus memiliki cekungan posterior yang relatif besar

dan cekungan anterior yang relatif lebih kecil. Diskus artikularis berbentuk oval

dan bagian central tampak lebih tipis daripada bagian perifer.2

Diskus artikularis terdiri jaringat ikat fibrous yang padat, sehingga

memiliki sedikit pembuluh darah ataupun serat saraf. Namun pada bagian perifer

dari diskus memiliki sedikit inervasi. Dari sisi sagittal, diskus artikularis dapat

terbagi menjadi 3 regio berdasarkan pada ketebalannya (Gambar 7).1,3 Area

sentral merupakan bagian yang paling tipis dan disebut dengan zona intermediat.

Diskus artikularis menjadi lebih tebal pada bagian anterior dan posterior dari

zona intermediat. Batas posterior pada umumnya lebih tebal daripada bagian

anterior. Pada sendi yang normal, permukaan artikularis pada kondilus terletak

pada zona intermediat dari diskus, dibatasi oleh bagian anterior dan posterior

yang lebih tebal.1

Gambar 7. Kondilus normalnya berada pada zona intermediat (IZ) yang lebih
tipis. Batas anterior (AB) dari diskus lebih tebal daripada zona intermediat,
dan bagian posterior (PB) lebih tebal daripada batas anterior.1

7
Dari sisi anterior, diskus artikularis secara umum lebih tebal pada sisi

medial daripada sisi lateral, sebagai respon dari peningkatan ruang antara

kondilus dan fossa artikularis ke bagian medial dari sendi (Gambar 8). Bentuk

tepatnya dari diskus bergantung pada morfologi dari kondilus dan fossa

mandibularis. Pada saat pergerakan, diskus artikularis bersifat fleksibel dan

dapat beradaptasi sesuai kebutuhan fungsional dari permukaan artikularis.

Namun fleksibilitas dan adaptibilitas tidak membuat morfologi dari diskus

merubahnya secara reversibel selama berfungsi. Diskus artikularis tetap

mempertahankan morfologinya kecuali terdapat gaya destruktif atau perubahan

struktural pada sendi. Jika perubahan terjadi, morfologi dari diskus dapat

berubah secara irreversibel, menghasilkan perubahan biomekanika selama

fungsi.

Gambar 8. Diskus artikularis


sedikit lebih tebal pada sisi medial
daripada sisi lateral. (LP) kutub
lateral, (MP) kutub medial.

Fungsi utama dari diskus adalah untuk mengurangi friksi sliding dan untuk

meredakan beban tekanan. Matriks ekstraselular dari diskus fibrokargilago

terdiri dari kolagen tipe I dan tipe II. Orientasi dari serat kolagen dari diskus

menunjukkan pola tertentu. Pada bagian intermediat, serat padat dari kolagen

secara umum terorientasi arah sagittal. Serat ini saling menjalin dengan serat

8
transverse pada bagian anterior dan posterior. Serat elastik dapat ditemukan pada

seluruh bagian dari diskus, namun lebih banyak pada bagian anterior dan medial

dari sendi. Reduksi dari ketebalan diskus mengakibatkan peningkatan

eksponensial dari beban yang dialami. Semakin cepat beban diaplikasikan,

diskus akan menjadi lebih kaku. Stratum inferior dan konveksitas dari bagian

posterior membantu menstabilkan diskus artikularis pada kondilus.3

Pada kondisi fisiologis dari sendi temporomandibular, bagian posterior dari

diskus terletak pada bagian superior dari kondilus. Dalam posisi sentris

kondilus, bagian paling tipis dari diskus, bagian intermedia, terletak diantara

konveksitas anterosuperior dari kondilus dan protuberans artikularis. Bagian

anterior terletak pada sisi depan dari kondilus. Diskus artikularis melekat pada

kutub medial dan lateral dari kondilus oleh karena susunan transverse dari serat

kolagen dari bagian anterior dan posterior.3

Gambar 9. Anatomi makroskopis dari


sendi temporomandibula kiri dengan
setengah bagian dari diskus telah
dibuang. Atas: Batas dorsal dari bagian
posterior diskus terletak dekat dengan
apeks dari kondilus. Bawah: tampak
bagian posterior (1), intermediat (3) dan
anterior (2) yang dapat dengan mudah
dibedakan. Bagian intermediat terletak
di depan konveksitas anterosuperior
dari kondilus (tanda panah). Bagian
anterior memiliki ketebalan 2.0 mm,
bagian intermediat 1.0 mm, dan bagian
posterior 2.7 mm.3

9
3. Eminensia artikularis dan fossa glenoidalis tulang temporal

Eminentia artikularis merupakan bagian transversal dari arkus

zigomatikus dan merupakan dinding anterior dari fosa glenoidalis. Bentuk dari

eminensia artikularis tampak seperti sadel, bila dilihat dari samping berbentuk

konkaf. Komposisi eminentia artikularis terdiri dari lapisan tebal tulang padat

yang dilapisi oleh jaringan fibrous.2

Fosa glenoidalis berbentuk konkaf dan merupakan tempat terpasangnya

kondilus pada tulang temporal. Dinding anterior fosa dibatasi oleh eminentia

artikularis sedangkan dinding posterior dibatasi oleh plat timpani dan dinding

anterior meatus arkustikus eksternal. Pada bagian medial dibatasi oleh sutura

antara skuamosa dengan sayap besar tulang sphenoid yang dilapisi oleh lapisan

fibrokartilago.2

Kondilus mandibula berartikulasi dengan basis kranium dengan bagian

squamous dari tulang temporal. Bagian dari tulang temporal ini terdiri dari fossa

mandibular yang konkaf, di mana terdapat kondilus (Gambar 10) dan disebut

juga fosa artikular atau glenoid. Posterior dari fossa mandibularis adalah fissura

squamotimpanik, yang melas ke arah mediolateral. Fisura ini meluas ke arah

medial dan terbagi menjadi fisura petrosquamous di bagian anterior dan fisura

petrotimpanik di bagian posterior. Sedangkan pada sisi anterior dari fossa adalah

tonjolan tulang konveks yang disebut dengan eminensia artikularis. Derajat

konveksitas dari eminensia artikularis sangat bervariasi, namun penting karena

keterjalan dari permukaan ini sangat menentukan arah kondilus ketika

mandibula diposisikan ke arah anterior. Bagian puncak posterior dari fossa

mandibula relatif tipis, menunjukkan bahwa area tulang temporal ini tidak

10
didesain untuk menampung gaya yang besar. Namun di sisi lain, eminensia

artikularis terdiri dari tulang yang tebal dan padat, yang lebih toleransi terhadap

gaya yang besar.

Gambar 10. A. Struktur tulang dari sendi temporomandibular (tampak


sisi lateral). B. Fossa artikularis (tampak sisi inferior). AE, Eminensia
artikularis; MF, Fossa mandibularis; STF, Fissura squamotimpanik.1

4. Kapsul artikularis dan membran sinovial

Bagian tulang dari sendi temporomandibular dibungkus oleh kapsul

fibrous tipis. Sebagai tambahan dari dinding kapsul sisi lateral, medial, dan

posterior, terdapat dinding anterior yang dapat dibagi menjadi bagian atas dan

bawah. Dinding medial dan lateral diperkuat dengan ligamen medial dan lateral.

Perlekatan dari diskus pada sisi kutub lateral dan medial dari kondilus

bergantung pada struktur kapsul.3

Kapsul fibrous ini melekat di atas sisi anterior dari fissura

squamotimpanik dan tulang squamous di sekeliling tepi dari permukaan

artikularis atas dan di bawah dari leher mandibula sedikit di bawah dari batas

permukaan artikularis bawah. Sebagian dari otot pterygoid lateralis berinsersi

dengan permukaan anterior dari kapsul. Kapsul diperkuat pada sisi lateral oleh

ligamen lateral temporomandibular, sebuah pita tebal jaringan fibrous yang

memanjang secara oblique ke arah bawah dan belakang dari tuberkel artikularis

11
hingga permukaan lateral dari leher mandibula untuk mencegah pergerakan

berlebihan ke arah posterior dari TMJ.4

Diskus artikularis tidak hanya melekat pada ligamen kapsul pada bagian

anterior dan posterior saja namun juga pada bagian medial dan lateral. Sehingga

sendi dapat terbagi menjadi 2 rongga yang berbeda. Rongga bagian atas atau

rongga superior dibatasi oleh fossa mandibular dan permukaan superior dari

diskus. Rongga inferior dibatasi oleh kondilus mandibula dan permukaan

inferior dari diskus. Permukaan dalam dari rongga dikelilingi oleh sel-sel

endotelial yang terspesialisasi yang dapat membentuk dinding sinovial. Dinding

ini bersama dengan tepi sinovial yang terspesialisasi pada batas anterior dari

jaringan retrodiscal, menghasilkan cairan sinovial yang mengisi kedua rongga

(Gambar 11).1

Gambar 11. Sendi temporomandibular kanan4 A. Potongan sagittal yang menunjukkan


struktur internal; B. Tampak sisi lateral

Oleh karena struktur jaringan ikat yang longgar, dinding anterior kapsul

tidak dapat menahan beban yang sama dengan bagian lain dari kapsul.

Masuknya kapsul pada kondilus bersifat superfisial dan terletak pada tingkat

yang berbeda pada sisi lain dari kondilus (Gambar 12).

12
Gambar 12. Skematik perlekatan kapsul sendi pada tulang kondilus.3
A. Tampak sisi lateral. B. Tampak sisi frontal

Fungsi penting lainnya dari kapsul sendi adalah proprioseptif. Reseptor

terbagi menjadi 4 tipe: Tipe 1 memiliki ambang yang rendah, adaptasinya

lambat, memberikan informasi postur, dan memiliki efek hambatan refeleks

pada otot antagonis. Tipe 2 memiliki ambang yang rendah, namun beradaptasi

cepat dan memberikan informasi tentang pergerakan. Tipe 3 memiliki ambang

yang tinggi namun adaptasinya lambat. Dan reseptor tipe 4 selalu siap untuk

persepsi sensoris nyeri dan tidak aktif dalam kondisi normal.

Cairan sinovial memiliki 2 fungsi, karena permukaan artikularis dari

sendi bersifat non vaskular, maka cairan sinovial berfungsi sebagai medium

untuk menyediakan kebutuhan metabolisme dari jaringan ini. Pertukaran yang

bebas dan cepat terjadi diantara pembuluh darah dari kapsul, cairan sinovial, dan

jaringan artikularis. Cairan sinovial juga berperan sebagai lubrikan diantara

permukaan artikularis selama berfungsi. Permukaan artikularis dari diskus,

kondilus, dan fossa sangatlah halus, sehingga friksi selama pergerakan dapat

diminimalisir. Cairan sinovial juga dapat membantu meminimalkan friksi.1

Cairan sinovial melubrikasi permukaan artikularis dengan 2 mekanisme.

Yang pertama disebut dengan boundary lubrication yang terjadi ketika sendi

digerakkan dan cairan sinovial akan terdorong dari satu area dari rongga ke area

13
lainnya. Cairan sinovial yang terletak pada batas atau area sisa dari gaya pada

permukaan artikularis akan mendapatkan lubrikasi. Lubrikasi batas mencegah

friksi pada sendi yang bergerak dan merupakan mekanisme primer dari lubrikasi

sendi. Mekanisme kedua adalah weeping lubrication, yakni kemampuan

permukaan artikularis untuk menyerap sebagian kecil dari cairan sinovial.

Ketika sendi berfungsi, gaya terjadi diantara permukaan artikularis. Gaya ini

membuat sejumlah kecil cairan sinovial keluar dan masuk pada jaringan

artikularis. Mekanisme ini membuat terjadinya pertukaran metabolik. Sehingga

pada saat terjadi tekanan kompresif, sejumlah kecil cairan sinovial akan

dilepaskan. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai lubrikan diantara jaringan

artikular untuk mencegah perlekatan. Weeping lubrication dapat membantu

menghilangkan friksi pada sendi yang terkompresi, bukan sendi yang bergerak.

Hanya sebagian kecil dari friksi yang tereliminasi sebagai hasil dari weeping

lubrication; sehingga gaya kompresif yang panjang pada permukaan artikularis

akan menghabiskan suplainya.

5. Zona Bilaminar

Bagian posterior dari sendi temporomandibular dikenal dengan berbagai

sebutan yakni zona bilaminar, retroarticular plastic pad, retroarticular pad,

retrodiscal fat pad, atau zona trilaminar. Struktur ini terdiri dari lapisan atas

(stratum superior) dan lapisan bawah (stratum inferior). Diantara kedua lapisan

ini terdapat genu vasculosum dengan sejumlah pembuluh darah, saraf, dan sel-

sel lemak. Stratum superior terdiri dari jaringan longgar dari serat elastik dan

kolagen, lemak, dan pembuluh darah. Sedangkan stratum inferior terdiri dari

serat pada kolagen. Pada zona bilaminar serat kolagen tersusun lebih longgar

14
dan menyusuri sisi sagittal. Serat-serat pada kedua stratum terbujur pada bagian

posterior dari diskus dan saling menjalin dengan serat transversum dari bagian

posterior dan serat sagital pada zona intermediat. Serat elastik di dalam zona

bilaminar memiliki diameter yang lebih besar daripada serat pada diskus dan

terkonsentrasi dalam stratum superior. Stratum superior melekat pada posterior

dari meatus tulang auditorik, bagian kartilago dari meatus auditorik, dan fascia

dari glandula parotis. Stratum inferior masuk ke dalam sisi posterior dari

kondilus di bawah permukaan artikulasi fibrokartilago dan bertanggung jawab

atas stabilisasi dari diskus pada kondilus. (Gambar 13)

Gambar 13. Anatomi makroskopis. Kiri: Pada saat rahang tertutup. (1) Zona bilaminar, (2)
Bagian posterior dari diskus artikularis, (3) Kondilus; Kanan: Pada saat rahang terbuka. (1)
Zona Bilaminar, (2) Stratum Superior, (3) Stratum Inferior

6. Ligamentum TMJ

Ligamen pada sistem mastikasi, seperti pada sendi gerak bebas lainnya,

memiliki 3 fungsi utama: stabilisasi, memandu pergerakan, dan membatasi

pergerakan. Dari sisi fungsional, pembatasan gerakan merupakan fungsi yang

paling penting. Ligamen tidak secara aktif terlibat dalam fungsi, namun

berperan sebagai alat yang menahan untuk memberikan batasan pergerakan.1

Terdapat interpretasi yang berbeda terhadap jumlah dan nomenklatur dari

ligamen yang ditemukan pada sistem mastikasi.1,3,4 Namun secara umum

15
terdapat ligamen-ligamen berikut yang memberikan dukungan terhadap

TMJ:1,3,4

1. Ligamen Kolateral

Ligamen ini melekat pada batas medial dan lateral dari diskus

artikularis hingga kutub dari kondilus. Ligamen ini juga biasa disebut

ligamen diskal, dan terdapat 2 ligamen. Ligamen diskal medial melekat pada

tepi medial dari diskus hingga kutub medial dari kondilus. Sedangkan

ligamen diskal lateral melekat pada tepi lateral dari diskus hingga kutub

lateral dari kondilus (Gambar 14).

Ligamen ini bertanggung jawab untuk membagi sendi secara

mediolateral menjadi rongga sendi superior dan inferior. Ligamen diskal

adalah ligamen nyata, terdiri dari serat jaringan ikat kolagen; sehingga

ligamen ini tidak dapat memanjang. Ligamen ini berfungsi untuk membatasi

gerakan diskus menjauh dari kondilus ketika gliding ke arah anterior dan

posterior. Perlekatan dari ligamen diskal ini memberikan kemampuan

permukaan artikularis dari kondilus untuk berotasi ke arah anterior dan

posterior. Sehingga ligamen ini juga bertanggung jawab terhadap

pergerakan hinging dari TMJ, yang terjadi diantara kondilus dan diskus

artikularis. Ligamen diskal memiliki suplai vaskular dan terinervasi.

Inervasi ini memberikan informasi posisi dan pergerakan sendi. Tahanan

pada ligamen ini dapat memberikan rasa nyeri.1

16
Gambar 14. Sendi TMJ (tampak anterior)

AD, Diskus Artikularis; CL, ligamen


kapsular; IC, Rongga sendi inferior; LDL,
ligamen diskal lateral; MDL, ligamen
diskal medial; SC, Rongga sendi superior

2. Ligamen Kapsular

Ligamen kapsular mengelilingi seluruh bagian dari TMJ (Gambar 15).

Serat dari ligamen kapsular melekat di atas dari tulang temporal di sepanjang

perbatasan dari permukaan artikularis dari fossa mandibularis dan eminensia

artikularis. Pada bagian inferior, serat dari ligamen kapsular melekat pada

leher dari kondilus. Ligamen kapsular berperan untuk menahan gaya medial,

lateral, atau inferior yang memiliki kecenderungan untuk memisahkan atau

mendislokasikan permukaan artikularis. Fungsi signifikan dari ligamen

kapsular adalah untuk mengarahkan sendi, sehingga mempertahankan cairan

sinovial. Ligamen kapsular terinervasi baik dan memberikan umpan balik

proprioseptif atas posisi dan pergerakan dari sendi (Gambar 15).1

Gambar 15. Ligamen kapsular. Ligamen ini meluas ke arah anterior hingga
eminensia artikularis dan menyelimuti keseluruhan permukaan artikularis dari sendi

17
3. Ligamen Lateral atau Ligamen Temporomandibular

Ligamen lateral atau ligamen temporomandibular terdiri dari 2 bagian:

bagian dalam, yang lebih horisontal, dan bagian superfisial yang lebih

beriorientasi vertikal. (Gambar 16) Bagian horisontal memberikan hambatan

atas gerakan retrusi dan laterotrusi sehingga melindungi zona bilaminar yang

sensitif dari cedera. Sedangkan bagian yang vertikal dari ligamen lateral ini

memberikan batasan terhadap pembukaan rahang. Bagian superfisial dari

ligamen lateral ini terdiri dari organ tendon Golgi.1,3,4

Gambar 16. Ligamen temporomandibular. OOP, the outer oblique portion; IHP, the
inner horizontal portion. OOP membatasi pergerakan membuka rotasional; IHP
membatasi pergerakan posterior dari kondilus dan diskus

4. Ligamen Stylomandibula

Ligamen stylomandibula adalah bagian dari fascia dalam leher dan

memanjang dari prosesus styloideus ke tepi posterior dari angulus

mandibula. Di satu sisi ligamen ini masuk ke dalam mandibula, namun

sebagian besarnya menyebar ke fascia dari otot pterygoid medialis. (Gambar

17,18) Meskipun ligamen stylomandibular ini relaksasi saat pembukaan

mulut, ligamen ini membatasi pergerakan protrusif dan mediotrusif.

Meskipun demikian, hal ini dapat mencegah rotasi ke atas yang berlebihan

18
dari mandibula, yang terkadang dapat memberikan permasalahan pada

pasien dengan pengurangan dimensi vertikal yang signifikan.1,3,4

5. Ligamen Sphenomandibula

Ligamen sphenomandibula berasal dari spina sphenoidal dan hanya

ada pada 1/3 pasien. Ligamen ini juga disebut ligamen diskomalleolar

(=Pinto’s Ligament).3 Pada sebagian besar dari individu ligamen ini juga

masuk ke dalam dinding medial dari kapsul sendi, di dalam fissura

petrotimpanik atau pada ligamen anterior dari malleus (Gambar 18). Oleh

karena insersinya pada lingula dari mandibula, ligamen sphenomandibular

membatasi pergerakan protrusif dan mediotrusif serta pembukaan rahang

secara pasif. Ligamen sphenomandibula kurang memiliki kepentingan

dalam pergerakan fisiologis bila dibandingkan dengan ligamen-ligamen

sebelumnya, karena kurang memiliki kaitan dengan gejala klinis.1,3,4

6. Ligamen Tanaka

Ligamen tanaka berupa penguatan seperti kawat pada dinding medial

kapsul, seperti yang ada pada ligamen lateral.3

Gambar 17. Ligamen pada TMJ

Kiri: Tampak lateral dari ligamen penyusun TMJ,


Kanan: Tampak medial dari ligamen penyusun TMJ

19
Histologi Permukaan Artikulasi

Permukaan artikulasi kondilus dan fossa mandibular terdiri dari empat lapisan

atau daerah berbeda. Lapisan paling superfisial disebut daerah artikulasi (articular

zone). Lapisan artikular ini tersusun dari jaringan ikat fibrous. Lapisan kedua disebut

daerah proliferatif (proliferative zone), pada daerah ini dijumpai adanya jaringan

mesenkim yang tidak berdiferensiasi. Jaringan ini berguna untuk proliferasi kartilago

artikular untuk merespon keseimbangan fungsional pada permukaan artikular selama

menerima beban. Daerah lapisan ke tiga adalah daerah fibrokartilago

(fibrocartilaginous zone). Pada adaerah ini fibril kolagen tersusun dalam bundle dengan

pola saling menyilang. Lapisan terdalam atau lapisan ke empat merupakan lapisan

kartilago terkalsifikasi (calcified cartilage zone). Daerah ini terdiri dari kondrosit dan

kondroblast yang tersebar pada kartilago artikular.1

Gambar 18. Gambaran histologi TMJ, menunjukkan empat zona kondilus; (1) zona artikular,
(2) zona proliferatif; (3) zona fibrokartilago; dan (4) zona kartilago terkalsifikasi.5

Vaskularisasi dan Inervasi dari TMJ

Suplai darah arterial dari sendi temporomandibular didapat secara utama dari

arteri maksilaris dan arteri superficial temporalis. Kedua arteri ini juga merupakan

penyedia utama dari otot-otot mastikasi. Terlepas dari adanya jaringan arteri di

sekitarnya, kondilus juga mendapatkan suplai dari arteri alveolaris inferior melalui

20
sumsum tulang. Drainase venosa melalui vena temporalis superficial, pleksus

maksilaris, dan pleksus pterygoid.

Gambar 19. Suplai arteri. Diagram suplai arteri pada sendi TMJ kiri. Kondilus tersuplai
dari dari semua 4 sisi. Sebagai tambahan, terdapat anastomosis dengan arteri alveolaris
inferior di dalam sumsum tulang.

Sendi temporomandibular sebagian besar diinervasi oleh nervus

auriculotemporal, masseter, dan temporalis. Proprioseptif terjadi melalui 4 macam

reseptor: Ruggini mekanoreseptor (Tipe 1), Pacinian corpuscles (Tipe 2), Golgi tendon

organ (Tipe 3), dan free nerve endings (Tipe 4). Reseptor-reseptor ini terletak di dalam

kapsul sendi, ligamen lateral, dan zona bilaminar dan genu vasculosum. Bagian

anteromedial dari kapsul memiliki reseptor yang relatif sedikit, dari tipe 4.

Gambar 20. Inervasi sensoris dari TMJ kiri. Serat saraf afferen dari cabang mandibula dari
nervus trigeminal dan mengeluarkan 4 tipe cabang nerve ending.

21
Gambar 21. Diagram skematik dari berbagai area inervasi pada TMJ

Pergerakan Sendi Temporomandibula

Fitur unik dari TMJ adalah sendi bagian kiri dan kanan terhubung oleh tulang

mandibula yang sangat tebal dan kuat; Oleh karena itu, salah satu sendi tidak dapat

digerakkan sendiri dan akan memberikan gerakan kompensasi pada sendi yang lain.

Kedua sendi TMJ harus melakukan pergerakan secara simultan karena kedua sendi ini

tidak dapat beroperasi secara independen; namun pergerakan ini tidak selalu identik

pada kedua sendi. Setiap TMJ dapat berotasi dengan sumbu pada kepala kondilus dan

dapat slide ke arah anterior dari fossa mandibular ke eminensia artikularis. Gerakan

rotasi saja hanya akan memberikan hasil bukaan mulut yang kecil, dalam kenyataannya,

gerakan slide dan rotasi terjadi secara simultan. Gerakan mundur dari arah slide akan

menarik rahang dan merotasinya pada arah yang berlawanan dan menutup rahang. Maka

pergerakan yang mungkin pada sendi adalah: 1. Rotasi dari kepala kondilus di dalam

fossa mandibularis, 2. Gerakan slide menyusuri eminensia artikularis.4

22
Gambar 22. Pergerakan dasar mandibula.4 A) Gerakan Rotasi; B) Gerakan Slide

Kedua gerakan dasar ini berkombinasi sehingga menimbulkan berbagai gerakan

fungsional yakni: Depresi, Elevasi, Protrusi, Retraksi, dan Deviasi lateral dari

mandibula. Gerakan fungsional ini kemudian akan secara kombinasi menimbulkan pola

yang kompleks dari gerakan mengunyah dan memotong makanan.4

Perlu diketahui bahwa otot pengunyahan sangat jarang dalam kondisi yang

relaksasi total, kecuali pada kondisi tidur dalam atau tidak sadarkan diri. Otot-otot

mastikasi tetap berada pada aktivitas yang rendah (tonus otot) untuk melawan gravitasi,

cukup kuat untuk menjaga mulut dalam kondisi tertutup tanpa kontak antara geligi

rahang atas dan rahang bawah. Hal ini dikenal dengan posisi istirahat mandibula atau

posisi postural. Kebanyakan gerakan dari mandibula, dimulai pada posisi istirahat

bukan pada posisi oklusi.4

Gerakan Fungsional Mandibula4

1. Depresi

Gerakan depresi pada mandibula meliputi kombinasi yang lembut dan

progresif dari rotasi dan sliding dengan kepala mandibular berotasi terhadap

permukaan bawah dari diskus ketika sendi slide ke depan menuju ke eminensia

23
artikularis. Foramen mandibula adalah bagian dari mandibula yang paling

sedikit bergerak dari keseluruhan jarak dari gerak depresi. Gerakan ini mungkin

menjadi hal yang penting bagi mayoritas nervus dan pembuluh darah untuk

masuk ke dalam mandibula. Otot pterygoid lateralis keduanya aktif dan

melakukan gerakan slide pada kondilus ke depan selama gerakan depresi pada

mandibula. Bagian bawah dari kepala merupakan penggerak utama dari

kondilus dan bagian atas kepala melakukan gerakan slide pada diskus artikularis

pada setiap TMJ ke depan pada saat yang bersamaan. Aktivitas ini disertai

dengan tahap akhir dari aktifitas digastrik dan otot-otot suprahyoid lainnya

untuk menghasilkan dorongan ke bawah pada mandibula; otot-otot suprahyoid

ini dapat bergerak demikian jika tulang hyoid terfiksir oleh kekuatan otot

infrahyoid pada saat yang bersamaan.4

2. Elevasi

Gerakan elevasi dari mandibula adalah kebalikan gerakan dari depresi.

Gerakan ini melibatkan kontraksi koordinatif dari otot-otot temporalis,

masseter, dan pterygoid medialis pada kedua sisi. Otot pterygoid medialis yang

memulai gerakan penutupan mulut. Sejumlah elevasi dapat tercapai dengan

kekuatan pasif yang dihasilkan oleh otot-otot elevator dan ligamen selama

membuka mulut; sehingga, diperlukan aktifitas elektrik yang sedikit pada otot

di saat fase awal penutupan mulut.4

24
Gambar 23. Gerakan Rotasi pada mandibula6

3. Protrusi dan Retrusi

Protrusi dihasilkan oleh gerakan slide ke depan yang simetris pada kedua

TMJ dan retrusi adalah kebalikannya. Kedua gerakan ini jarang terjadi secara

sendiri namun biasanya disertai dengan depresi ataupun elevasi. Kontraksi

bilateral dari otot pterygoid medialis dan lateralis akan mengakibatkan protrusi

mandibula. Sedangkan retrusi ditimbulkan dari kontraksi bilateral dari serat

posterior dari otot temporalis.4

Gambar 24. Gerakan Translasi pada mandibula6

25
4. Ekskursi Lateral

Kepala dari mandibula pada sisi di mana gerakan dilakukan, tetap berada

pada fossa mandibula, sedangkan kepala kontralateral melakukan translasi ke

depan menuju ke eminensia artikularis. Mandibula berotasi terhadap aksis

vertikal tepat di belakang kepala ipsilateral. Sehingga, kepala ipsilateral

melakukan gerakan kecil kompensasi ke arah lateral yang disebut dengan

gerakan Bennet. Gerakan ke arah lateral dihasilkan dari kontraksi dari pterygoid

medial dan lateralis kontralateral, sementara serat posterior dari otot temporalis

ipsilateral mencegah kondilus ipsilateral untuk bergerak ke depan. Sisi di mana

geligi kontak maksimal selama ekskursi lateral adalah sisi kerja di mana

mastikasi terjadi; sedangkan sisi lain adalah sisi keseimbangan.4

Gambar 24. Gerakan Grinding pada TMJ6 C. Pada sisi kiri; D. Pada sisi kanan

26
Adanya gangguan pada salah satu komponen di atas akan mempengaruhi

komponen lain yang mengakibatkan gangguan pada fungsi pengunyahan. Kasus

kehilangan gigi, terutama yang melibatkan gigi belakang dapat merupakan salah satu

penyebab terjadinya gangguan pada gerakan penguyahan yang akan berlanjut pada

gangguan sendi rahang yang disebut TMJ disorder. TMJ disorder disebut juga TMD

sering ditemukan dalam praktek dokter gigi sehari-hari. TMD merupakan istilah yang

digunakan untuk mengenali sejumlah masalah klinis yang meliputi otot-otot mastikasi,

TMJ atau keduanya. Istilah ini sama dengan gangguan/kelainan kraniomandibula

(craniomandibular disorder). TMD dikenal sebagai penyebab utama nyeri nondental

pada daerah orofasial dan dianggap sebagai subklasifikasi dari kelainan

muskuloskeletal.2 Penderita dengan gangguan ini akan merasa tidak nyaman walaupun

gangguan ini jarang disertai dengan rasa sakit yang hebat. Pada zaman modern ini

dimana kita sudah memasuki era globalisasi, semakin banyak penyakit yang dihadapi

para dokter gigi salah satu diantaranya yaitu TMD. Menurut jurnal American Dental

Association pada tahun 1990, trauma merupakan penyebab utama kelainan TMJ.

Didapatkan 40% dari 90% kasus kelainan TMJ merupakan akibat trauma. Trauma yang

sederhana seperti pukulan pada rahang atau sesuatu yang lebih kompleks seperti yang

mengenai kepala, leher, dan rahang. Penelitian terbaru juga menunjukkan benturan

terhadap pengaman airbag dalam kendaraan dapat menyebabkan kelainan TMJ.3

Faktor lainnya yang mendukung antara lain tekanan psikologik, sering kali sulit

diidentifikasi karena penderita bukan suatu kelompok homogen dalam segi

karakteristiknya, adanya kebiasaan parafungsional seperti bruxism. Semua itu dapat

menyebabkan spasme otot kunyah yang memicu terjadinya kelainan TMJ.4,5

27
KELAINAN PADA TMJ
Selama bertahun-tahun gangguan fungsional sistem pengunyahan telah

diidentifikasi dengan berbagai istilah. TMJ dysfunction syndrome mendatangkan istilah

functional TMJ Disturbances. Beberapa istilah mendeskripsikan sebab - sebab yang

dikemukakan seperti occlusomandibular disturbance dan myoarthropathy of the TMJ.

Yang lain menekankan rasa sakit seperti pain - dysfunction syndrom, myofascial pain -

dysfunction syndrome dan temporomandibular pain disfunction syndrome. Karena

gejala - gejala tersebut tidak selalu terbatas pada TMJ, maka digunakan istilah yang

lebih luas seperti craniomandibular disorder. TMD (Temporomandibular Disorder ini

tidak hanya

mengemukakan masalah-masalah yang terbatas pada joint tetapi meliputi semua

gangguan yang berkaitan dengan fungsi sistem pengunyahan.8

2.3.1 Tanda dan gejala TMD

Tanda dan gejala klinis tentang TMD dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori

menurut struktur yang terpengaruhi, yaitu: otot, TMJ dan gigi geligi.

a. Gangguan fungsional pada otot

Gangguan fungsional pada otot pengunyah mungkin merupakan keluhan TMD

yang paling umum. Umumnya gangguan fungsional pada otot dikelompokkan dalam

kategori besar yang disebut masticatory muscle disorder, berupa dua gejala utama yang

dapat diamati yaitu rasa sakit dan disfungsi. Keluhan yang paling umum dari pasien

masticatory muscle disorder adalah rasa sakit pada otot, yang berkisar dari

ketidaknyamanan ringan hingga berat. Rasa sakit yang dirasakan pada jaringan otot

disebut myalgia. Myalgia dapat diakibatkan oleh meningkatnya penggunaan otot.

Gejala sering berkaitan dengan perasaan lelah otot dan ketegangan otot, yang dikaitkan

dengan vasokontriksi arteri nutrien yang relevan dan akumulasi produk-produk limbah
28
metabolic dalam jaringan otot (muscle). Di daerah iskemik otot melepaskan zat

algogenic (bradykinin, prostaglandin) yang menyebabkan sakit pada otot.4

Disfungsi adalah gejala klinis umum yang berkaitan dengan masticatory muscle

disorder biasanya disfungsi dianggap sebagai berkurangnya kisaran gerakan mandibula.

Jika jaringan otot digunakan secara berlebihan, maka kontraksi akan meningkatkan rasa

sakit. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kenyamanan pasien membatasi gerakan

dalam kisaran yang tidak meningkatkan rasa sakit. Secara klinis ini disebut sebagai

ketidakmampuan untuk membuka lebar. Pada beberapa penyakit myalgia, pasien masih

dapat membuka lebar secara perlahan, rasa sakit masih terjadi dan mungkin menjadi

semakin memburuk.4,5

Keseluruhan masticatory muscle disorder secara klinis memberikan gambaran

yang tidak sama, perawatan pada masingmasing jenis juga berbeda. Kebanyakan

gangguan otot ini terjadi dan berkembang dalam waktu relatif pendek. Jika kondisi-

kondisi itu tidak diatasi, bisa banyak terjadi gangguan sakit kronis. Masticatory muscle

disorder kronis menjadi lebih rumit, dan perawatannya berbeda dibanding yang akut.

Oleh karena itu, penting untuk mampu mengidentifikasi gangguan otot akut dan

gangguan otot kronis sehingga dapat dilakukan terapi dengan tepat. Fibromyalgia

adalah salah satu contoh gangguan myalgic cronics yang terjadi sebagai masalah

penyakit muskuloskeletal sistemik, ini perlu diketahui oleh dokter gigi dan ditangani

dengan baik melalui rujukan ke staf medis yang ahli.

b. Gangguan Fungsional pada TMJ

Gangguan fungsional TMJ mungkin merupakan temuan yang paling banyak

ketika melakukan pemeriksaan pasien atas disfungsi otot pengunyahan. Kebanyakan

gangguan fungsional TMJ tidak menimbulkan rasa sakit, sehingga pasien

membiarkannya. Dua gejala utama masalah TMJ adalah nyeri dan disfungsi.1

29
Timbulnya bunyi pada sendi merupakan disfungsi TMJ yang dapat dibagi atas dua jenis,

yaitu rubbing sound, dan clicking sound. Pada kebanyakan kasus suara kliking pada

TMJ 70-80 % disebabkan oleh disk displacement dengan berbagai tingkatan dan arah,

tetapi sebagian besar pada arah anteromedial.8

Fenomena ini dapat digambarkan sebagai suatu interferensi terhadap gerak

translatori kondilus dan meniscus (diskus) selama gerakan menutup dan membuka

mandibula. Lingir superior pada kondilus memungkinkan terjadinya interfensi antara

kondilus dan meniscus sewaktu keduanya bergerak. Normalnya , aktifitas otot adalah

sedemikian sehingga meniscus yang fleksibel bergerak mulus antara kondilus dan

eminentia. Jika posisi awal kondilus berubah (misal akibat perubahan pola oklusi), arah

gerakannya bisa berubah dan zona posterior yang lebih tebal sementara terjebak antara

kondilus dan eminentia. Respon neuromuskular biasanya menghasilkan gerak adaptasi

yang dibutuhkan untuk menyempurnakan gerak membuka mulut. Penyimpangan gerak

untuk menghindari kliking akan terjadi dan muncul rentetan lebih lanjut dari kliking

dan gerak adaptasi, pada kelompok yang mengalami kliking terdapat penyimpangan

pola gerakan disbanding pada kelompok sehat. Tidak adanya serabut nyeri pada

meniskus, membuat kliking jarang sekali menimbulkan nyeri, tetapi jika resistensi

meningkat (misalnya viskositas cairan sinovial), melanjutkan gerak membuka bisa

mengakibatkan robeknya serabut otot (pterigoideus lateralis), sehingga timbul nyeri

dan kekakuan sebagai gejala yang menyertainya.5

Kliking umumnya terjadi selama gerak membuka mulut, tetapi juga bisa terjadi

sesaat sebelum menutup mulut ketika diskus bergerak kebelakang pada arah yang sudah

berubah. Kliking dapat dihilangkan dengan membuka atau menutup mandibula pada

sumbu retrusi atau dengan meletakkan bidang gigit (bite plane) berkontak dengan gigi

incisivus bawah tepat sebelum gerak menutup. Perubahan pola oklusi adalah salah satu

30
penyebab terjadinya kliking. Penyebab lainnya adalah gerak mandibula yang berlebihan

dan mendadak yang mengakibatkan pergerseran diskus atau clenching pada gigi yang

berkepanjangan sehingga pembukaan berubah akibat kelelahan otot. Kliking juga bisa

terjadi secara intermiten pada remaja akibat gerak adaptasi waktu pertumbuhan sedang

berlangsung, keadaan ini bisa dihindari dengan menutup dan membuka pada sumbu

retrusi.

Watt mengklasifikasikan bunyi sendi menjadi kliking dan krepitus, kemudian

keduanya dikelompokkan menjadi lunak dan keras tergantung kualitasnya. Selanjutnya

juga diklasifikasikan menjadi initial, intermediate dan terminal, tergantung posisi

rahang pada saat terjadinya kliking. Kliking keras mungkin mengindikasikan adanya

kelainan sendi yang biasa diikuti dengan krepitus keras yang menunjukkan adanya cacat

spesifik pada permukaan sendi.6

Berdasarkan penyebab terjadinya kliking menurut dapat

dibedakan/diklasifikasikan menjadi :7

1. Kelompok 1 :

a) Lateral dan/atau medial ligament

b) Hipermobilitas diskus.

2. Kelompok 2 :

a) Partial disk displacement.

b) Total disk displacement

3. Kelompok 3 :

a) Disk displacement dengan perlengketan.

b) Hipertropi cartilage

4. Kelompok 4 :

a) Disk displacement dengan reposisi terminal.

31
b) Hipermobilitas kondilus

c. Gangguan fungsional pada gigi - geligi

Seperti halnya otot dan sendi, gigi geligi juga dapat menunjukkan tanda dan

gejala gangguan fungsional. Salah satunya adalah kerusakan pada struktur pendukung

gigi geligi. Tanda yang timbul berupa mobilitas gigi yang terlihat secara klinis sebagai

gerakan tidak biasa dari gigi terhadap soketnya. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya

tulang pendukung dan tekanan oklusal yang tidak wajar.7

Hingga saat ini tanda yang paling umum berhubungan dengan gangguan

fungsional gigi adalah tooth wear. Ditandai dengan area mendatar yang mengkilat pada

gigi yang tidak sesuai dengan bentuk alami oklusal gigi. Area ini disebut wear facet.

Meskipun wear facet sering ditemukan pada pasien, tetapi jarang dilaporkan. Tooth

wear merupakan bentuk predominan dari aktivitas parafungsional, dapat ditentukan

dengan observasi lokasi terbanyak wear facet. Jika tooth wear dihubungkan dengan

aktivitas parafungsional, maka secara logika akan ditemukan pada permukaan gigi

fungsional (seperti cusp lingual maxilla, cusp buccal mandibula). Melalui pemeriksaan

pada pasien ditemukan bahwa kebanyakan tooth wear berasal dari kontak eksentrik gigi

yang dihasilkan oleh tipe bruxing.1

2.4. ANAMNESA, PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS TMD

Tanda dan gejala Temporomandibular Disorders (TMD) sangat umum

ditemukan. Beberapa diantaranya muncul sebagai gejala yang signifikan sehingga

pasien berusaha untuk mencari pengobatan. Namun banyak juga yang tidak

memberikan gejala yang jelas sehingga diabaikan oleh pasien. Oleh karena itu perlu

diketahui pemeriksaan TMJ dengan tepat. Pemeriksaan TMJ dapat dilakukan dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (gambaran radiograf). Pemeriksaan fisik

32
pada TMJ adalah mengukur jarak perpindahan mandibula, palpasi, dan deteksi bunyi

sendi (auskultasi TMJ).

Pemeriksaan jarak perpindahan mandibular tersebut dilakukan untuk

mengetahui apakah ada kesulitan/keterbatasan saat mandibular digerakkan. Sementara

itu, pemeriksaan palpasi dilakukan untuk mengetahui kesimetrisan pergerakan sendi

dan ada atau tidaknya rasa nyeri saat dilakukan palpasi. Sedangkan, pemeriksaan

auskultasi bertujuan untuk mengetahui bunyi sendi yang ditimbulkan akibat adanya

kelainan TMJ. Pemeriksaan auskultasi TMJ ini dapat menggunakan light digital

palpation atau menggunakan stetoskop. Pada pemeriksaan standar TMJ dokter gigi

menggunakan stetoskop untuk mendeteksi adanya bunyi TMJ.3,4

Tujuan dari anamnesa dan pemeriksaan adalah untuk mengidentifikasi daerah

atau struktur dari sistem mastikasi yang menunjukkan adanya kerusakan atau perubahan

patologis. Kerusakan atau perubahan patologis dari sistem mastikasi ditunjukkan

dengan adanya nyeri dan dapat juga disertai disfungsi. Temporomandibular Joint (TMJ)

merupakan salah satu bagian dari sistem mastikasi, bersama dengan gigi, periodontal,

jaringan pendukung gigi dan otot-otot pengunyahan.

a. Anamnesis

Tujuan anamnesis dan pemeriksaan penyaring adalah untuk identifikasi pasien

dengan tanda dan gejala subklinis dimana pasien mungkin tidak berhubungan dengan

gangguan yang diderita, namun umumnya terkait dengan gangguan fungsional system

pengunyahan (contohnya sakit kepala, telinga). Anamnesis penyaring terdiri dari

beberapa pertanyaan yang akan membantu orientasi klinisi pada TMD. Selain itu juga

untuk mengidentifikasi daerah atau struktur dari sistem mastikasi yang menunjukkan

adanya kerusakan atau perubahan patologis. Kerusakan atau perubahan patologis dari

sistem mastikasi ditunjukkan dengan adanya nyeri dan dapat juga disertai disfungsi.

33
Temporomandibular Joint (TMJ) merupakan salah satu bagian dari sistem mastikasi,

bersama dengan gigi, periodontal, jaringan pendukung gigi dan otot-otot pengunyahan.

Beberapa pertanyaan dapat ditanyakan secara langsung oleh klinisi atau dapat

dimasukkan sebagai pelengkap dalam kuesioner kesehatan umum dan gigi pasien

sebelum masuk ke ruang periksa dokter gigi.

Klinisi dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut pada pasien

untuk mengidentifikasi gangguan fungsional:5

1. Apakah ada keluhan sulit dan/atau nyeri pada saar membuka mulut, misalnya

pada saat menguap?

2. Apakah ada keluhan rahang yang terasa "terkunci" atau "tidak bisa digerakkan"

atau "tidak diposisinya" ?

3. Apakah terdapat kesulitan dan/ atau nyeri saat mengunyah, berbicara atau saat

menggunakan rahang?

4. Apakah ada suara pada daerah sendi rahang?

5. Apakah rahang terasa kaku, kencang atau pegal?

6. Apakah terdapat rasa nyeri pada daerah telinga, pelipis atau pipi?

7. Apakah sering terasa nyeri kepala, nyeri leher atau nyeri gigi?

8. Apakah terdapat cedera yang baru terjadi pada kepala, leher atau rahang?

9. Apakah terdapat perubahan pada oklusi?

10. Apakah terdapat riwayat pengobatan atau adanya nyeri daerah wajah yang tidak

tahu penyebabnya atau adanya masalah pada sendi rahang?

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan singkat, yang dapat mengidentifikasi

adanya variasi normal anatomi dan fungsi. Dimulai dari asimetri wajah, bila terdapat

variasi dari simetris wajah merupakan indikasi diperlukan adanya pemeriksaan lebih

34
lanjut berupa pergerakan rahang, adanya restriksi atau iregularitas dari pergerakan

mandibula.

Bila anamnesa dan pemeriksaan klinis menunjukkan hasil yang positif, maka

pemeriksaan dan anamesa lebih detail akan diperlukan. Tiga struktur penting yang harus

diperiksa adalah nyeri dan/atau disfungsi dari: otot, TMJ dan gigi geligi.

Apabila pasien merasakan nyeri, dievaluasi berdasarkan deskripsi pasien akan

keluhan utamanya; lokasi, onset, karakteristik, faktor yang memperberat dan

memperingan, riwayat perawatan sebelumnya.

Anamnesa dan pemeriksaan tentang nyeri adalah:

1. Keluhan utama:

a. Lokasi nyeri

b. Onset nyeri ( Faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri, Progresifitas)

c. Karakteristik nyeri

- Kualitas nyeri

- Sifat nyeri ( sementara, durasi, lokalisasi)

- Intensitas nyeri

- Gejala penyerta

- Arah aliran nyeri

d. Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

- Fungsi dan parafungsi

- Modalitas

- Medikamentosa

- Emosional

- Gangguan tidur

e. Riwayat perawatan sebelumnya

35
f. Hubungan dengan nyeri daerah lain

2. Riwayat penyakit terdahulu

3. Review

4. Penilaian psikologis.

Gambar 3. Pasien diminta untuk menggambarkan lokasi dan arah nyeri

b. Pemeriksaan klinis

Setelah riwayat diperoleh melalui diskusi mendalam dengan pasien, maka

dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis melalui pemeriksaan TMJ. Pemeriksaan akan

mengidentifikasi berbagai variasi dari system mastikasi yang normal, sehat beserta

fungsinya. Pemeriksaan klinis dilakukan bila anamnesa telah lengkap, bertujuan untuk

mengidentifikasi variasi normal dan fungsi dari sistem mastikasi.

i. Inspeksi

Pada inspeksi, harus diperhatikan bila ada pembengkakan local, deformitas, deviasi

dagu dan gigi geligi. Pembengkakan dapat terjadi akibat bakteri atau arthritis inflamasi.

Pada anak-anak bisa dikarenakan inflamasi glandula parotis. Kondisi gigi geligi yang

abnormal bisa menjadi tanda bruxism atau grinding. Maloklusi atau missing teeth dapat

36
mengakibatkan masalah TMJ problem. Hubungan bilateral antara gigi dan TMJ yan g

tidak normal mengakibatkan adaptasi TMJ.

ii. Pemeriksaan fungsional

Gerakan aktif

Perhatikan bila lima gerakan aktif TMJ menyebabkan nyeri, cakupan pergerakan,

deviasi, suara abnormal dan krepitasi.

 Pembukaan aktif mulut ; gunakan jarak interinsisal pada pembukaan maksimum

yaitu sekitar 36–38 mm pada dewasa dan dapat bervariasi antara 30 and 67 mm,

tergantung usia dan jenis kelamin. Cara termudah untuk mengukur nya adalah

dengan meminta pasien memasukkan buku jari antara gigi depan (Gambar 4, 5).

Gambar 4. Gerakan aktif membuka mulut

Gambar 5. Memeriksa pembukaan mulut

37
 Penutupan mulut aktif ; pasien diminta menutup mulut (Gambar 6)

Gambar 6. Gerakan aktif menutup mulut

 Deviasi mandibular ke kiri dan kekanan (Gambar 7) ; saat mandibula deviasi ke

samping, terjadi rotasi diseputar sumbu melalui ipsilateral ramus mandibular.

Kepala mandibular pada kontralateral akan bergerak ke anterior pada saat

bersamaan

Gambar 7. Deviasi rahang kekanan dan kekiri

 Protrusi aktif dagu kedepan (gambar 8) ; dilakukan oleh otot pterygoid medial

dan lateral, masseter, geniohyoid dan digastric. Bila terganggu maka biasanya

ada masalah pada otot

38
Gambar 8. Protrusi dagu

Tolakan Gerakan

 Tolakan Pembukaan mulut ; pemeriksa menempatkan tangan dibawah dagu

dan tangan satunya di vertex. Dengan pembukaan mulu 1 cm, pasien diminta

membuka mulut samb il ditahan oleh pemeriksa dengan resistensi kuat untuk

mencegah pergerakan. Ini untuk mengetes kekuatan lateral pterygoid (Gambar

9)

Gambar 9. Pembukaan mulut yang tertahan

 Tolakan penutupan mulut ; Rubber pad setebal 1 cm ditempatkan di antara

gigi. Pasien lalu diminta untuk menggigit sekeras mungkin. Ini untuk mengetes

semua otot penutupan mulut : masseter, temporal dan medial pterygoid.

(gambar 10)

39
Gambar 10. Penutupan mulut yang tertahan

 Deviasi mandibular yang tertahan (gambar 11) ; pemeriksa menempatkan satu

tangan pada sisi kiri dagu pasien dan menahan kepala se-stabil mungkin dengan

menempatkan tangan lain pada daerah temporal. Pasien lalu diminta

mendediasikan dagu ke kiri melawan tenaga resistensi pemeriksa. Hal ini

diulangi untuk sisi yang berlawananan. Maneuver ini untuk mengetes

kontralateral lateral pterygoid

Gambar 11. Deviasi mandibular yang tertahan

iii. Palpasi

Sendi dipalpasi selama pembukaan aktif, penutupan aktif serta deviasi rahang

kekanan dan kekiri Saat pembukaan, TMJ dipalpasi menggunakan jari sibawah tulang

zygoma pada anterior kondil atau saat menutup dengan ujung jari ditempatkan pada

anterior tragus (gambar 12a) dibelakang kondil atau auditory meatus eksterna (gambar

12b), lakukan tekanan kearah anterior melawan aspek posterior sendi. Umumnya

40
pemeriksa akan merasa ada depresi pada pembukaan. Bila ada efusi berat, dapat terasa

ada buldging. Perhatikan bila ada suara abnormal dan krepitasi pada pergerakan

anteropesterior kondil.

Prosesus koronoid dapat dipalpasi pada pembukaan dan penutupan mulut saat

jari ditempatkan di lengkung zygomatik untuk meraba otot masseter. Lakukan juga

palpasi untuk menemukan bila ada struktur local yang lebih lunak pada otot

pengunyahan, kapsul sendi, dan tulang sekitar soket. Palpasi pada temporal dengan cara

mengepalkan gigi

Gambar 12. Palpasi TMJ. (a) anterior tragus (b) external auditory meatus

Pemeriksaan klinis lain meliputi pemeriksaan fungsi dari nervus kranialis, mata,

telinga dan leher.

1. Pemeriksaan nervus kranial

Nervus Olfaktori

Merupakan saraf sensorik yang berasal dari mukosa membran nasal dan

berfungsi pada sensai penghidu. Diperiksa dengan meminta pasien untuk menghidu bau

yang berbeda seperti peppermint, vanila dan coklat.

Nervus Optikus

Merupakan saraf sensorik yang berasal dari retina, berfungsi untuk penglihatan.

Diperiksa dengan cara meminta pasien menutup sebelah mata dengan tangan, lalu

41
pasien diminta membaca dan begitu juga sebaliknya. Pemeriksaan lapang pandang juga

diperlukan untuk melihat perbandingan lapang pandang kedua sisi mata.

Gambar 13. Pemeriksaan lapang pandang

Nervus oculomotor, trochlear dan abduscens (III, IV, VI)

Merupakan saraf motorik yang menyuplai otot ekstraokular,diperiksa dengan

meminta pasien mengikuti gerakan tangan berupa huruf X.

Gambar 14. Pemeriksaan motorik ekstraokular (X)

Terapi TMD

Terapi oklusal (Occlusal Appliance Therapy)

Occlusal appliancetherapy disebut juga sebagai a bite guard, a night guard, an

interocclusal appliance atau alat orthopedic, merupakan alat lepasan yang iasanya

dibuat dari akrilik keras dapat dipasang pas pada pemukaan oklusal dan incisal gigi pada

42
salah satu lengkung, menciptakan kontak oklusal yang tepat dengan gigi-gigi

antagonisnya . Alat-alat akrilik lepasan yang menutupi gigi ini dipakai untuk

penatalaksanaan TMD dengan cara mengubah hubungan oklusal dan menata kembali

distribusi gaya-gaya oklusal.6

Terapi oklusal terdiri dari banyak model yang telah digunakan untuk

perawatan kelainan-kelainan TMJ. Dua yang paling sering dipakai adalah ;

(1) stabilization appliance (Alat stabilisasi)

(2) anterior positioning appliance (Alat reposisi).

Alat stabilisasi kadang-kadang disebut muscle relaxation appliance karena

pemakaian utamanya adalah untuk mereduksi / mengurangi rasa sakit pada otot. The

anterior positioning appliance kadang-kadang disebut sebagai orthopedic-

repositioning appliance karena tujuannya adalah untuk merubah posisi dari andibula

dalam hubungannya dengan kranium. Tipe lain dari alat-alat oklusal adalah anterior

bite plane, the posterior bite plane, the pivoting appliance, dan the soft or resilient

appliance. Pemilihan alat disesuaikan dengan jenis penanganan yang diarahkan

terhadap perubahan posisi mandibular, pola oklusi, atau keduanya.7

Terapi oklusal dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu : (1) reversibel, dan (2)

ireversibel. Terapi oklusal reversibel secara temporer mengubah kondisi oklusal pasien

dan paling baik di lakukan dengan alat oklusal, yang dipakai untuk menciptakan

perubahan posisi mandibula dan pola oklusi. Posisi mandibula dan pola oklusi akan

bergantung pada penyebab dari kelainan. Ketika dilakukan penanganan aktivitas

parafungsional, maka alat oklusal akan menjadikan posisi mandibula dan oklusi dalam

hubungan yang optimum sesuai dengan kriteria. Maka ketika alat itu dikenakan, pola

kontak oklusal dibuat sesuai dengan hubungan kondile-diskus-fossa pasien. Dengan

demikian alat oklusal memberikan stabilitas ortopedik. Tipe alat ini telah digunakan

43
untuk menurunkan berbagai gejala TMD dan menurunkan aktivitas parafungsional.

Tentu saja stabilitas ortopedik dipertahankan hanya ketika alat itu dikenakan, sehingga

dengan demikian ini dianggap penanganan reversibel. Ketika alat dilepas maka kondisi

akan kembali seperti sebelumnya.

Terapi oklusal ireversibel adalah penanganan yang mengubah secara permanen

kondisi oklusal, posisi mandibular atau keduanya. Contohnya adalah menggertakan

selektif dari gigi dan prosedur restoratif yang memodifikasi kondisi oklusal. Contoh lain

adalah penanganan ortodontik dan prosedur bedah yang bertujuan mengubah oklusi,

posisi mandibular, atau keduanya. Alat yang dirancang untuk mengubah pertumbuhan

atau reposisi permanen mandibula juga dipandang terapi oklusal ireversibel.

Penanganan TMD harus mempertimbangkan kompleksitas dari banyak TMD.

Khususnya ketika berhadapan dengan hiperaktivitas otot, maka mustahil untuk pasti

menangani sebab utama. Dengan demikian terapi reversibel selalu diindikasikan

sebagai penanganan awal untuk pasien dengan TMD. Keberhasilan atau kegagalan dari

penanganan ini bisa membantu menentukan kebutuhan untuk terapi oklusal ireversibel

lanjut. Ketika seorang pasien merespon dengan berhasil pada terapi oklusal reversibel ,

ini mengindikasikan bahwa terapi oklusal ireversibel bisa berguna.1

Karena sangat kompleks di daerah kepala dan leher, pemeriksaan umum perlu

dilakukan dan penting dilakukan untuk menentukan kemungkinan gangguan lainnya.

Bahkan sebelum suatu pemeriksaan struktur mastikasi dilakukan , perlu evaluasi fungsi

nervus kranialis, mata, telinga, dan leher. Pada masa lampau, sangat sedikit informasi

tentang kelainan temporomandibular dan relevansinya dengan perawatan. Informasi

didapatkan dari test gerakan-gerakan aktif dan palpasi otot-otot mastikasi.1

Suatu prosedur pemeriksaan seperti yang dilakukan oleh Kaltenborn (1974),

Maitland (1967), dan Menell (1970) direkomendasikan pertama kali oleh Hansson dkk

44
(1980) untuk. Pada akhir 1980-an dengan melihat keuntungan-keuntungan yang

didapatkan setelah diaplikasikan lebih dari 10 tahun, prosedur ini mengalami modifikasi

menjadi lebih sistematis, dan optimal dengan maksud untuk meningkatkan relevansi

klinis. Hasil pemeriksaan digunakan untuk mendokumentasikan kerusakan jaringan,

setelah dilakukan pemeriksaan singkat

intraoral dan extraoral. Gerakan-gerakan aktif dicatat dan pada kasus-kasus tertentu

dilengkapi catatan gerakan-gerakan pasif.

Setiap struktur sistim mastikasi diuji secara sistematis dan berurutan seperti

berikut :

1. Tekanan-tekanan dan tranlasi dinamis dengan tes tekanan terhadap permukaan

sendi.

2. Tes terhadap area bilaminar dengan cara tekanan pasif.

3. Tranlasi dan traksi menggunakan beban tertentu pada kapsul dan ligament.

4. Pengujian fungsional otot-otot pengunyahan paling baik menggunakan

isometri kontraksi dibanding palpasi.

5. Teknik menggerakkan sendi dan isometric kontraksi digunakan untuk

membantu membedakan antara permasalahan miogenic dan arthrogenic.

Test-test dinamis digunakan untuk membedakan suara kliking pada sendi. Dengan

demikian diagnosis dilakukan dengan evaluasi secara seksama. Informasi diperoleh

melalui anamnesis dan prosedur pemeriksaan yang akan mengarah pada satu kelainan

spesifik. Jika pasien memiliki satu kelainan tunggal, maka diagnosis menjadi suatu

proedur rutin. Bagaimanapun harus disadari bahwa pasien dapat memiliki lebih dari

satu kelainan pada saat yang bersamaan. Bahkan kenyataannya banyak orang yang telah

menderita selama beberapa bulan yang mungkin telah memiliki lebih dari satu kelainan.

Diperlukan kecermatan untuk dapat mengidentifikasi setiap kelainan, sehingga mampu

45
membuat prioritas dalam penanganannya. Pada gangguan yang memiliki gejala primer

berupa nyeri, maka sangat perlu dilakukan identifikasi sumber nyeri. Identifikasi pada

kondisi nyeri primer tidak sulit karena asal dan titik penyebab nyeri berada pada lokasi

yang sama. Pada nyeri primer pasien dapat menunjukkan langsung lokasi sumber nyeri.

Tetapi jika nyeri bersifat heterotopik pasien hanya dapat menjelaskan lokasi nyeri yang

dapat berada cukup jauh dari sumber penyebab nyeri yang sebenarnya. Perlu diingat

bahwa penanganan hanya menjadi efektif jika dilakukan pada sumber penyebab nyeri

dan bukan pada lokasi nyerinya. TMJ karena sangat spesifik dan kompleks perlu

kecermatan didalam diagnosa dan perawatan awal atau lanjutan. Kecuali penanganan

dengan cermat diperlukan pula spesialisasi yang tepat.1

PROSEDUR PEMBEDAHAN TEMPOROMANDIBULAR JOINT

Keluhan gangguan atau disfungsi TMJ saat ini telah banyak ditemukan hampir

diatas 30% dari populasi dan sebagian besar terjadi pada wanita. Penatalaksanaan

disfungsi TMJ biasanya diawali dengan perawatan konservatif non bedah, yaitu dengan

istirahat, pemberian NSAID dan aplikasi splint oklusal selama periode minimal 6

minggu. Pasien yang tidak sembuh dengan perawatan konservatif dapat

dipertimbangkan untuk perawatan dengan pembedahan. 3

Kondisi-kondisi yang mempengaruhi TMJ yang mungkin membutuhkan

pembedahan tertulis dalam tabel 1. Sedangkan tabel 2 menyajikan prosedur-prosedur

untuk pembedahan pada kelainan TMJ.1

46
Tabel 1. Kondisi-kondisi untuk pembedahan TMJ

Tabel 2. Prosedur pembedahan TMJ

Untuk keberhasilan pembedahan TMJ, intervensi operasi harus

mempertimbangkan sumber nyeri dan / atau disfungs serta anatomi dari TMJ itu sendiri

dan, di samping itu, tetap memperhatiakan pengobatan konservatif atau non-bedah.

Perbedaan antara patologi myofascial dan intracapsular sangat penting. Kondisi

neurologis dan kejiwaan harus ditangani secara adekuat juga. intervensi bedah tidak

harus selalu dianggap sebagai pilihan terakhir, seperti pada kondisi seperti ankilosis

berat, tumor, dan dislokasi berulang. Kemajuan dalam pemahaman tentang mekanisme

molekuler, seluler, dan biokimia telah memberikan kemampuan ahli bedah untuk lebih

memilih intervensi bedah yang tepat.4

PROSEDUR PEMBEDAHAN

1) Arthrocentesis

Arthrocentesis didefinisikan sebagai prosedur minimal invasif di mana cairan

dalam rongga sendi disedot dengan jarum diikuti dengan suntikan zat terapeutik.

47
Prosedur ini biasanya dilakukan di bawah anestesi lokal dengan atau tanpa sedasi, dalam

kondisi steril. Karena teknik ini mudah, maka memungkinkan pengulangan prosedur. 5

Metode untuk pembilasan keluar TMJ dengan cara menempatkan jarum ke

bagian atas kompartemen sendi menggunakan anestesi local atau general. Ringer lactate

(RL) disuntikkan ke dalam sendi. Kompartemen ini akan menampung 5 ml cairan.

Dengan pengisian dibawah tekanan, setiap adhesi minor akan dihancurkan/ lisis. Jarum

kedua ditempatkan didalam kompartemen yang sama agar cairan dapat mengalir. Proses

ini ditujukan untuk memperoleh ‘lisis dan pembilasan’ dan dapat memberikan hasil

akhir terapeutik yang baik. Pembilasan akan mengeluarkan produk-produk inflamasi,

menghasilkan lingkungan yang lebih baik untuk penyembuhan. Sodium hyaluronate

bias disuntikkan pada akhir dari prosedur untuk meningkatkan lubrikasi.5

Nitzan dkk pertama kali menjelaskan arthrocentesis sebagai terapi untuk

membebaskan diskus artikularis serta menghilangkan adhesi antara permukaan diskus

dan fossa mandibula dengan tekanan hidrolik melalui irigasi ruang sendi superior.

Kegunaan dari prosedur ini adalah untuk Diagnostik: Analisis biokimia dan mikroba

dari cairan sinovial. • Memfasilitasi ruang sendi untuk membersihkan mediator kimia

peradangan yang terakumulasi, sehingga mengurangi rasa sakit dan peradangan. •

Instilasi atau pemberian obat (asam hyalauronic, Steroid)2

Indikasi

1. Nyeri berulang pada otot-otot TMJ, sakit kepala, atau sakit telinga yang

mempengaruhi kualitas hidup pasien.

2. Mekanisme rahang yang berubah seperti closed lock, hipomobilitas sendi, dan

pergerakan terbatas pada saat membuka mulut

3. Perubahan oklusi

4. Adanya bunyi sendi yang disertai nyeri

48
Kontraindikasi

1. Adanya nyeri wajah yang terpisah

2. Gangguan nyeri kronis

3. Adanya deformitas atau patologi TMJ

4. Adanya kondisi lokal atau sistemik yang dapat mengganggu proses

penyembuhan normal dan homeostasis jaringan.

Teknik
1. Pasien duduk miring pada sudut 45 °, dengan kepala menghadap ke sisi yang

normal, sehingga memberikan akses ke sendi yang bermasalah.

2. Dokumentasi pra-operasi pembukaan insisal maksimal (MIO), gerakan-gerakan

eksraktif, dan rincian subjektif dari rasa sakit dan disfungsi diukur dan dicatat.

3. prosedur diawali dengan anestesi lokal (untuk n.aurikulotemporal) dan sedasi

intravena.

4. Setelah persiapan yang tepat, meatus auditori eksternal diblokir dengan kapas yang

dibasahi dengan minyak mineral. Sebuah garis ditarik dari tengah tragus ke kantus

luar. Titik masuk posterior terletak di sepanjang garis canthotragal, 10 mm dari

tengah tragus dan 2 mm di bawah garis. Titik masuk anterior ditempatkan 10 mm

lebih jauh di sepanjang garis dan 10 mm di bawahnya. Tanda-tanda di atas kulit

menunjukkan lokasi fosa artikular dan keunggulan TMJ. Anestesi lokal disuntikkan

pada titik masuk yang direncanakan, menghindari penetrasi ke dalam sendi dan

injeksi ke dalam cairan sinovial.

5. Sebuah 19-gauge-needle yang diisi dengan larutan Ringer laktat kemudian

dimasukkan ke dalam kompartemen superior pada fosa artikular (titik posterior)

dibantu oleh palpasi. Cairannya disuntikkan dan segera disedot. Cairan dalam jarum

suntik sering tersedot ke ruang sendi, yang biasanya memiliki tekanan negatif.

49
Kemudian 2 hingga 3 mL larutan Ringer laktat atau bupivakain, 0,5 persen,

disuntikkan untuk membesarkan ruang sendi bagian atas dan membius jaringan yang

berdekatan.

6. Jarum 19-gauge-needle kedua kemudian dimasukkan ke dalam kompartemen di area

eminensia artikular untuk memungkinkan aliran bebas Ringer laktat melalui

kompartemen superior.

7. Pada akhir prosedur, 1 mL betametason disuntikkan dengan 1 mL Marcaine 0,5%

dengan epinefrin ke dalam ruang sendi superior

8. Selama prosedur pasien diminta untuk membuka-menutup mulutnya.. Prosedur

berakhir bila MMO (maximal mouth opening) normal sudah tercapai.5,6

Gambar 2. Teknik Arthrocentesis

2) TMJ arthroscopy

Arthroscopy adalah suatu teknik untuk mendapatkan akses visual secara

langsung pada struktur internal sendi termasuk TMJ dengan bantuan perangkat kamera,

digunakan untuk prosedur diagnosis maupun perawatan bedah. Tahun 1918, Takagi

pertama kali memperkenalkan arthroscopy untuk pemeriksaan sendi lutut

menggunakan cystoscope. Onishi merupakan yang pertama kali melaporkan

penggunaan arthroscopy untuk TMJ pada tahun 1970. Kemajuan dalam penelitian dan

50
aplikasi arthroscopy untuk penyakit sendi TMJ telah menjadikan arthroscopy diterima

sebagai salah satu prosedur operasi yang aman, minimal invasivf, dan efektif dalam

penatalaksanaaan masalah – masalah intra-articular dan degeneratif TMJ. Bedah

artroskopi telah menjadi metode perawatan yang efektif terhadap kelainan sendi yang

tidak dapat ditangani secara non bedah.2

TMJ arthroscopy dapat digunakan baik untuk alat diagnosis maupun sebagai

modalitas terapi. Sinovial, sendi, dan kartilago meniscal dapat dilihat menggunakan

TMJ arthroscopy.

Teknik standart untuk TMJ arthroscopy adalah melalui pendekatan dari lateral.

Sendi kompartemen bagian atas, dimana sebagian besar gerakan translasi terjadi,

dimasukkan jarum ukuran 21 gauge kearah posterior. Setelah pengisian sendi dengan

cairan RL, pengaliran dilakukan dengan penempatan jarum kedua dengan ukuran 19

gauge di arah anterior dari rongga sendi. Trochar dan kanula kemudian dimasukkan

kedalam rongga sendi yang dibuat oleh aliran cairan didalam sendi. Trochar kemudian

dikeluarkan dan diganti dengan arthroscope. Kanula dimasukkan menggantikan jarum

19 gauge kearah anterior dari sendi untuk instrumentasi. Kompartemen sendi bagian

atas kemudian dapat diperiksa akan adanya synovitis, perubahan posisi meniscus,

adhesi antara meniscus dan fossa, dana keadaan patologi lainnya.

Jika terlihat adanya adhesi, maka dapat dipisahkan dengan menggunakan gunting

yang sangat kecil yang dimasukkan melalui posisi kanula tadi. Pada beberapa kasus hal

ini memungkinkan untuk mengurangi perubahan letak meniscus, biopsy kartilago atau

synovial, pengambilan fragmen atau bagian kartilago yang mengapung didalam sendi,

dan mengurangi eminensia sendi dengan instrumen putar. Obat-obatan seperti

kortikosteroid atau sodium hyaluronate dapat disuntikkan ke dalam sendi untuk

mengurangi inflamasi dan meningkatkan lubrikasi. Terapi splint, diet lunak, dan

51
pemberian analgesic digunakan sebagai bagian terapi postoperative. Pasien juga

diinstruksikan untuk latihan pergerakan sendi secara perlahan-lahan.7

The American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons (AAOMS)

menetapkan indikasi utama berikut untuk artroskopi TMJ : gangguan internal TMJ,

terutama Wilkes tahap II, III, dan IV; penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis, OA);

sinovitis; hipermobilitas yang menyakitkan; hipomobilitas yang disebabkan oleh

kelainan intra-artikular; artropati inflamasi (artritis sistemik); dan gejala artikular untuk

bedah ortognatik.5

Kontraindikasi absolut meliputi:• ankilosis tulang; • resorpsi lanjutan dari fossa

glenoid; • infeksi di area sendi; • tumor ganas.

Kontraindikasi relatif meliputi:• pasien yang berisiko tinggi mengalami

perdarahan; • pasien dengan peningkatan risiko infeksi; • fibrous ankilosis. ( esensial )

Instrument yang digunakan dalam prosedur arthroscopy terdiri dari instrument

inti yaitu: telescope dengan variasi diameter. Sebagian besar telescope memiliki

diameter 2 mm namun saat ini telah dikembangkan telescope dengan diameter ultrathin

yaitu 0,7 mm, namun kerugian dari pengurangan diameter ini adalah penurunan kualitas

optic serta resiko instrument lebih mudah patah. Telescope harus memiliki sudut

pandangan 30o untuk mendapatkan akses lapang pandang yang luas. Instrument

berikutnya adalah arthroscopy sheath sebagai akses untuk telescope, ukuran arthoscopy

sheath harus benar – benar pas tapi sedikit lebih panjang untuk melindungi lensa

telescope. Instrument inti lainnya adalah trocar yang berfungsi untuk menembus kulit

dan membawa arthoscopy sheath kedalam ruang sendi. Telescope dihubungkan dengan

kamera dan monitor dengan kabel khusus. Untuk penerangan dibutuhkan sumber

cahaya yang cukup kuat biasanya dari lampu xenon.

52
Gambar 3. Instrument inti Artroskopi TMJ8

Teknik :
Penempatan suatu kanula kecil ke dalam ruang sendi superior. kemudian suatu

arthroscope dengan sumber cahaya dimasukkan melalui kanula ke dalam ruang sendi

superior. arthroscope dihubungkan ke suatu kamera video dan monitor, yang akan

memperlihatkan secara sempurna seluruh aspek dari fossa glenoid dan aspek superior

diskus. Tteknik bedah yang digunakan kini melibatkan penempatan minimal dua

kanula ke dalam ruang sendi superior. Satu kanula digunakan untuk visualisasi

prosedur dengan arthroscope, sementara itu instrumen-instrumen dimasukkan

melewati kanula satunya lagi untuk memungkinkan instrumentasi di dalam sendi. sama

seperti perawatan bedah TMJ lainnya, pasien diberikan terapi fisik pasca bedah.

53
Gambar 4. Teknik TMJ arthroscopy

Komplikasi Intra dan Paska Operasi8

Seperti halnya prosedur bedah lain, bedah artroskopi juga dapat disertai dengan

beberapa komplikasi, anatara lain:

 Vascular injury, sebenarnya jarang terjadi jika prosedur dilakukan dengan tepat

dan hati – hati, perdarahan biasanya terjadi pada saat insersi trocar dan outflow

canule. Perdarahan kecil cukup ditekan tampon sedangkan jika mengenai arteri

atau vena yang cukup besar bisa di kauter atau ligasi. Perdarahan intra capsular

bisa juga terjadi selama intra operasi, untuk mengatasinya keluarkan dulu semua

instrument artroskopi kemudian kondilus kembalikan ke posisi awal tunggu

sampai perdarahan berhenti, jika perdarahan tidak berhenti maka

dipertimbangkan untuk open surgery.

 Ekstravasasi cairan irigasi, biasanya terjadi jika terdapat sumbatan pada outflow

canule sehingga cairan irigasi terkumpul dalam ruang sendi kemudian

menyebar/ekstravasasi ke jaringan sekitarnya.

54
 Scuffing, adalah terkelupasnya lapisan kartilago sendi pada saat insersi trocar

tajam. Untuk menghindarinya adalah pada saat insersi trocar arahnya harus

benar – benar tepat kea rah crest dari fossa glenoid setalah terasa menyentuh

kemudian trocar diganti dengan yang tumpul.

 Instrument patah, instrument untuk prosedur artroskopi TMJ umumnya

berukuran sangat kecil sehingga resiko terjadinya patah sangat besar, oleh

karena itu operator harus benar – benar terlatih dalam penggunaannya. Istrumen

yang patah harus dikeluarkan dengan open surgery.

 Komplikasi otology, beberapa komplikasi pada daerah telinga yang pernah

dilaporkan adalah perforasi membrane timpani dan dislokasi maleus. Sedangkan

efek artroskopi terhadap gangguan pendengaran pernah diteliti dan tidak

menunjukkan hasil yang signifikan.

 Perforasi intracranial, kemungkinan bisa terjadi melalui perforasi dari fossa

glenoid jika mengalami penekanan dengan daya yang cukup kuat. Resiko akan

bertambah pada penyakit rheumatoid artritis dimana sering terjadi destruksi

tulang yang parah.

 Infeksi, dapat disebabkan oleh tindakan yang kurang asepsis selama operasi,

sehingga dapat dipertimbangkan pemberian antibiotk profilaksis terutama pada

pasien – pasien yang memiliki resiko tinggi terjadi infeksi.

 Nerve injury, saraf yang biasanya mengalami trauma pada saat prosedur

artroskopi TMJ adalah n. auriculotemporal dan n. fasialis. Ekstravasasi

berlebihan dari cairan irigasi juga dapat menyebabkan cedera temporer pada n

infraorbital , n alveolaris inferior, dan n. lingualis. Namun dari berbagai

penelitian sangat jarang ditemukan cedera saraf pada prosedur artroskopi.

55
3) Condylotomy

Teknik ini untuk mengatasi nyeri TMJ menggunakan pendekatan eksternal

dengan gergaji Gigli. Teknik ini sekarang dilakukan dari intra oral. Aspek lateral dari

ramus mandibular diekspos dan dibuat potongan dibawah condyle dengan

menggunakan gergaji oscillating. Pemotongan dapat dilakukan pada subcondyle atau

subsigmoid.

Gambar 5. Dua tipe insisi (subcondylar dan subsigmoid) pada vertical ramus
mandibular untuk condylotomy.

Gambar 6. Osteotomy subsigmoid vertical intraoral

Hal ini mengurangi tekanan pada meniscus dan pergerakan kepala condyle

kearah anterior sehingga mengurangi nyeri dan seringkali mengurangi pergeseran dari

meniscus.

56
Metode lain dalam perawatan internal derangement, yang telah dipopulerkan oleh

Hall dan lainnya, adalah condylotomy modifikasi. Metode ini dapat digunakan untuk

internal derangement daripada teknik konvensional. Kuncinya dengan melakukan

osteotomy subsigmoid vertical intraoral. Terjadinya reposisi anterior dan inferior dari

segmen proksimal menyebabkan condyle bereposisi dengan sendirinya pada hubungan

yang lebih normal terhadap disk yang bergeser. Pergerakan condylar ini akibat dari

pemendekan otot pterygoid lateral, dan mereposisikan condylar secara khusus

mengurangi tabrakan terhadap jaringan retrodiskal. Diperlukan pemasangan

intermaxillary fixation (IMF) dalam periode singkat disertai rubber untuk

memungkinkan latihan pergerakan fungsional.9

4) Condylectomy

Condylectomy biasanya dilakukan apabila terdapat ankyloses atau patologi pada

TMJ. Digunakan pendekatan preaurikular, dan apabila condyles telah terekspos dengan

baik, dilakukan pemotongan pada leher sendi dan dibuang. Teknik ini biasanya

digabungkan dengan rekonstruksi sendi.1,9

Gambar 7. Condylectomy dilakukan melalui pendekatan standar endaural. Condyle


dipotongsambil dilakukan preservasi untuk menghindari cedera
arteri interior maksila yang berada disebelah medial leher condyle.

57
Gambar 8. Retraktor Dunn-Dautrey untuk melindungi arteri maksila interna selama
prosedur condilectomy.

5) Rekonstruksi TMJ

Pada kejadian yang jarang TMJ perlu dilakukan rekonstruksi. Sampai saat ini

tidak ada penggantian yang dapat menggantikan TMJ normal secara adekuat. Indikasi

untuk dilakukan rekonstruksi TMJ terdapat dalam tabel 3.

Tabel 3. Indikasi rekonstruksi TMJ

Tujuan perawatan adalah untuk mengembalikan mandibula dan TMJ keposisi

hampir normal dan anatomis. Rekonstruksi TMJ parsial ataupun total mungkin

diperlukan. Terdapat protesa untuk fossa tetapi biasanya digunakan bersama dengan

penggantian condyle.

Berbagai material sintetis atau alloplast telah digunakan untuk mengganti

meniscus (contoh Teflon®). Material ini dapat menyebabkan reaksi giant cell terhadap

benda asing, dimana terjadi kerusakan tanpa henti terhadap jaringan sekitarnya. Oleh

sebab itu, material ini sekarang sudah tidak digunakan. Graft autogenus seperti kartilago

58
aurikuler dan dermis terkadang digunakan. Komplikasi potensial dari graft ini adalah

gangguan atau displacement, pembentukan kista dengan graft dermal dan fibrous

ankyloses.

Ankylosis dapat diterapi dengan flap otot temporalis, gap arthroplasty atau

rekonsruksi total sendi.

Metode yang biasa digunakan dalam gap arthroplasty adalah pemotongan parallel

sekitar 1 cm dari sigmoid notch ke ramus posterior (Gambar 9). Gap arthroplasty

digunakan untuk pengelolaan ankilosis TMJ. Pelepasn Ankylosis melibatkan

pengambilan blok tulang: baik semua kondilus (kondilektomi) atau bagian yang tebal

dari leher condylar yang disebut sebagai gap artroplasti . Ruang sendi baru dibuat di

bawah ruang sendi asli (Gambar 10) dan graft dimasukkan ke dalam ruang sendi baru

untuk mencegah penyatuan tulang atau reankilosis. Karena kehilangan ramus yang

cukup besar, beberapa gangguan oklusal pasca operasi terjadi dan jika dilakukan secara

bilateral, menghasilkan gigitan terbuka.11

Gambar 9. Gap arthroplasty. Area didalam garis putus-putus adalah area


pemotongan tulang.

59
Gambar 10. Gap arthroplasty.

6. Coronoidektomy

Coronoidectomy direkomendasikan dalam kondisi di mana ada kemungkinan

menimbulkan trismus karena spasme otot temporalis. Koronoidektomi memainkan

peran penting dalam meningkatkan pembukaan mulut. Canniff et al.,

Merekomendasikan temporal myotomy atau coronoidectomy untuk melepaskan trismus

berat yang disebabkan oleh perubahan atrofi pada tendon otot temporalis sekunder

akibat penyakit.

Pada ankilosis TMJ, terdapat proses koronoid ipsilateral atau kontralateral

hiperplastik yang cenderung menyerang permukaan medial dari lengkungan zigomatik

dan permukaan posterior dari tulang zygomatik yang mengakibatkan hambatan mekanis

yang tidak nyeri pada pembukaan mulut. Dengan demikian, koronoidektomi memegang

peranan penting dalam pengelolaan ankylosis TMJ dengan meningkatkan pembukaan

mulut. Terlepas dari ini, jika flap otot / fasia temporalis digunakan dalam artroplasti

interposisi, ada jaringan parut pada otot, membatasi pembukaan mulut kecuali

dilakukan koronoidektomi ipsilateral atau bilateral. 12

60
Gambar 11. Coronoidektomy

PERAWATAN POSTOPERATIVE

Perawatan postoperative jelas merupakan aspek yang sangat penting pada setiap

pembedahan intracapsuler. Mobilisasi dini dan agresif dari sendi sama memegang

peranan untuk suksesnya perawatan. Mobilisasi progresif dengan latihan gerakan aktif

adekuat untuk mendapatkan pembukaan interinsisal sebesar 35 mm dalam 4-6 minggu

setelah operasi. Pada pasien dengan operasi multiple atau masalah yang berlanjut

dengan adhesi dan pembentukan tulang heterotopic dapat dibantu dengan alat

pergerakan pasif kontinyu, bersamaan dengan fisioterapi aktif. Secara umum,

pergerakan tanpa beban pengunyahan yang mempengaruhi sendi dibutuhkan pada

beberapa minggu pertama setelah operasi. Disarankan untuk diet lunak pada 4-6 minggu

pertama setelah pembedahan. Apabila nyeri telah hilang dan didapatkan pembukaan

mulut yang adekuat, diet dapat diganti.

61
DAFTAR PUSTAKA

1. Okeson JP. Management of temporomandibular disorders and occlusion. sixth

ed: Elsevier Health Sciences; 2008.

2. Malik, Neelima Anil, ed. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 3rd ed.,

Jaypee Brothers Publishers, 2012.

3. Bumann A., Lotzmann U. TMJ Disorders and Orofacial Pain, The Role of

Dentistry in a Multidisciplinary Diagnostic Approach. Color Atlas of Dental

Medicine. 2002. p.16-31.

4. Atkinson M. Anatomy for Dental Students. 4th edition. Oxford University Press.

2013. p.241-256.

5. Robin J.M. Gray, Temporomandibular Disorders: A problem-based approach,

Wiley-Blackwell, 2011.

6. Baker E.W., et al. Anatomy for Dental Medicine, Latin Nomenclature. Thieme.

2016. p.164-167.

7. Suryonegoro, H. Pencitraan Temporomandibular Disorder: Clicking.

http://hapynfun.blogspot.com/2008/02/p encitraan-temporomandibular -

discorder.html. 2008.

8. Clinical examination of the Temporomandibular joint. Elsevier 2013,p e202-207

9. Neill, Mc. Kelainan Kraniomandibula Pedoman bagi Evaluasi, Diagnosisi dan

Penatalaksanaan. Alih Bahasa : Haryanto A. G. 1993. Jakarta : Widya Medika

10. Geocities. TMJ Sound. http://www.geocities.com/capecanaver

al/8462/TMJ03.HTM?200817/Detailed analysis of TMJ sounds. 2008.

11. Bell WE, 1982, Clinical Management of Temporomandibular Disorders, Year Book

Medical Pub.Chicago.

12. Bumann and Lotzman, TMJ Disorders and Orofacial Pain : The Role of Dentistry in

Multidisciplinary Diagnostic Approach, 2002, New York: Thieme Stuttgart.

62
13. Celic, Robert; Jerolimov, Vjekoslav; Zlataric, Dubravka Knezovic dan Klaic, Boris.

Measurement of Mandibular Movements in Patients with Temporomandibular

Disorders and in Asymptomatic Subjects. Original scientific paper. Coll Antropol.

2003: (27 Suppl 2).

14. Dipoyono, HM. Gambaran Umum Problema TMJ. Seminar All About TMJ. 2010.

FKG UGM. Yogyakarta

15. Charles Mc Neill, 1990, Craniomandibular Disorders Guidelines for Evaluation,

Diagnosis, and Management. Quintessence Publising Co, Inc, Chicago

16. Quinn PD, Granquist EJ. Atlas of Temporomandibular Joint Surgery. Second

Edition. Wiley Blackwell. India. 2015.

17. Malik NA. Textbook Of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd Edition. Jaypee

LTD. India. 2015

18. Sidebottom, Andrew James, and Nabeela Ahmed. "The Role of Arthroscopy and

Arthrocentesis in TMJ management." Face Mouth & Jaw Surgery 2.1 2012

19. Helen EG, DDS, MD David CS, DMD, MD. Management of complication

Temporomandibular Joint Surgery. Wiley Blackwell. UK. 2012

20. Nahlieli O. Minimally Invasive Oral and Maxillofacial Surgery. Springer.

Germany. 2018

21. Christopher JH and Robert M. Atlas of Operative Oral and Maxillofacial

Surgery, First Edition.John Wiley & Sons, Inc. Published. Oxford. 2015

22. Miloro M. Antonia K. Management of Complications in Oral and Maxillofacial

Surgery. Wiley Blackwell. USA. 2012

23. Kademani D. Tiwana P. Atlas Of Oral & Maxillofacial Surgery. Elsevier.

Missouri. 2016

24. Langdon J. Patel M. etc. Operative Oral and Maxillofacial Surgery. Hodder &

Stoughton Limited. London. 2011

63
25. Fonseca RJ.etc. Oral And Maxillofacial Surgery. 3rd Edition. Elsevier.

Missouri. Vol 2. 2018

26. Andersen L. etc. Essentials of Oral and Maxillofacial Surgery. Wiley Blackwell.

USA. 2014

27. Gupta H etc,. Role Of Coronoidectomy In Increasing Mouth Opening. National

Journal of Maxillofacial Surgery | Vol 5 | Issue 1 | Jan-Jun 2014

64

Anda mungkin juga menyukai