Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Pengamatan Lapangan

4.1.1. Inventarisasi Jalan

Dari hasil inventori jalan yang dilakukan, dapat dilihat kondisi existing jalan pada ruas
Solong – Tipar Pojok Kecamatan Jambe Kecenderungan arus lalu lintas di Kecamatan Jambe
semakin meningkat, dikarenakan semakin tumbuh dan berkembangnya kawasan perumahan, dan
seiring dengan maju dan berkembangnya wilayah, memerlukan layanan infrastruktur jalan yang
baik dalam artian kuat, lebar, dan berkualitas. Salah satu ruas jalan yang prioritas untuk
direncanakan pada tahun anggaran 2018 ini adalah Jalan Solong – Tipar Pojok, dimana jalan
tersebut merupakan salah satu jalan penghubung yang strategis. Perencanaan perkerasan kaku
(rigid pavement) pada ruas jalan Solong – Tipar Pojok Kecamatan Tigaraksa panjang total
perkerasan yang direncanakan adalah 1.8 KM.

Gambar 4.1.1 Lokasi Kegiatan Pembangunan

62
63

4.1.2 Kondisi Tanah ( Nilai CBR )

Kondisi tanah pada ruas jalan Solong – Tipar Pojok Kecamatan Jambe ini cenderung
datar dan berada pada area persawahan. Adapun data CBR tanah dasar, penentuan CBR
desain, dan grafik CBR 90% dapat dilihat masing – masing pada Tabel 3.1, dan Grafik 3.1.
dibawah ini. Dimana Log(CBR) = 2,48 – 1,057 log (DCP), CBR (%) = Anti Log = 10^log
(CBR)

REKAPITULASI DATA
DINAMIC CONE PENETRATION TEST
JALAN SOLONG - TIPAR POJOK

Jarak Pengujian Titik Pengujian CBR Rata - rata/ Titik CBR Rata - rata
0 STA 0 + 000 5.68
200 STA 0 + 200 8.14
400 STA 0 + 400 4.22
600 STA 0 + 600 4.28
800 STA 0 + 800 6.22
5.63
1000 STA 1 + 000 5.92
1200 STA 1 + 200 5.72
1400 STA 1 + 400 5.38
1600 STA 1 + 600 5.45
1800 STA 1 + 700 5.32
Tabel.4.1Rekapitulasi Perhitungan CBR

Distribusi Nilai CBR (%)


9.00
8.50
8.00
7.50
7.00
6.50
Nilai CBR (%)

6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

Jarak Pengujian ( m)

Gambar 4.2 Distribusi Nilai CBR


64

PERHITUNGAN CBR RENCANA


CBR Jumlah angka yg sama atau lebih besar % yg sama atau lebih besar
4.22 9 100.00
4.28 8 88.89
5.32 7 77.78
5.38 6 66.67
5.45 5 55.56
5.68 4 44.44
5.72 3 33.33
5.92 2 22.22
6.22 1 11.11
8.14 0 0.00

Tabel 4.2 Perhitungan Rencana Nilai CBR


100
90 y = -3.511x2 - 22.73x + 150.6
R² = 0.956
80
70
60
50
40
30
20
10
0
5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

CBR Rencana

Gambar 4.3 Grafik Rencana 90%

Dari grafik penentuan CBR desain diatas, diperoleh CBR 90% adalah 5.6% dilakukan pembulatan,
sehingga digunakan CBR 5 %

CBR Rata ² = 5.6 %

CBR Max = 8.14 %

CBR Min = 4.22 %

CBR Lap = 7.20 %

CBR Rencana = 5%
65

4.1.3 Data Volume Lalu Lintas Perencana

Perhitungan selanjutnya dilakukan guna mendapatkan berapa jumlah kendaraan yang

diprokyeksikan akan melewati ruas jalan Solong – Tipar Pojok Kecamatan Jambe Perhitungan

dilakukan dengan cara mencari jumlah jenis kendaraan menurut jenisnya, berdasarkan komposisi

lalu lintas yang sudah diketahui dari kondisi eksisting,kemudian volume kendaraan tiap jenis

kendaraan mencari rata – rata jumlah kendaraan per hari yang akan melewati jalan rencana. Dapat

di liat pada table 4.3.

REKAPITULASI LALU LINTAS


Nama Propinsi : Banten
:
Nama Kabupaten
Tangerang

1 2 3 4 5 6
Mobil Penumpang

Truk 2 As Besar
Truk 2 As Kecil

Truk Gandeng
NO POS Truk 3 As TOTAL
NO.
NAMA RUAS LALU
Bus

RUAS
LINTAS

1 Jln SOLONG 1 3,003 53


90 168 37 4 3,355
2 Jln Tipar Pojok 2 2,712
51 84 154 35 4 2,712
'Rata - rata 2,858 52 87 161 36 4 3,034

Tabel.4.3 Rekapitulasi Lalu Lintas

1. Mobil Penumpang

2. Bus

3. Truck 2As Kecil

4. Truck 2As Besar

5. Truck 3As

6. Truck Berat (3As/Gandeng)


66

Dalam table diatas kolom volume rata rata kendaraan sepedah motor,skuter, dan kendaraan roda

tiga nilai jumlah kendaraan menjadi Nol. Nilai dari hasil yang di dapat dari table diatas di gunakan

untuk menentukan nilai ESA dan CESA untuk kondisi jalan rencana.

4.3. Perhitungan Tebal Pelat Beton Dengan Metode Manual Desain Kementrian Pekerjaan

Umum Direktoral Jenderal Bina Marga Nomor 04/SE/Db/2017

4.3.1 Data Parameter Perencanaan :

1. CBR tanah dasar : 5 %

2. Kuat tarik lentur (fcf) = 3,8 MPa (F’c = 38,0 kg/cm2 )

Kuat Tekan Beton : K 350 = Fc : 29,05 MPA,

SNI 03-2847-2002 f’cf = 0,70 √ f’c

f’cf = 0,7√29,05

= 3,77 MPa ~ 3,8 MPa

3. Bahan pondasi bawah : Beton kurus 10 cm

4. Mutu baja tulangan = BJTU 24 ( Fy : tegangan leleh : 2400 kg/cm2) untuk BBDT.

5. Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi (μ) : 1,5

6. Bahu jalan : Tidak menggunakan beton

7. Ruji (dowel) : Ya

8. Data lalu-lintas Harian rata-rata :

a) Mobil penumpang = 2858 kendaraan

b) Bus = 52 kendaraan

c) Truck 2As Kecil = 87 kendaraan

d) Truck 2As Besar = 161 kendaraan


67

e) Truck 3 As = 36 kendaraan

f) Truck Berat (3As/Gandeng) =4 kendaraan

9. Pertumbuhan lalu-lintas (i) : 3.5 %

10. Umur rencana (UR) : 40 Tahun

Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 1 Jalur 2 Lajur arah untuk jalan

Kolektor. Dengan perencanaan PBS (Perkerasan Beton Semen) Bersambung Dengan Tulangan

(Jointed Reinforced Concrete Pavement).

4.3.2. Umur Rencana

Umur rencana perkerasan baru pada Manual Desain Kementrian Pekerjaan Umum

Direktoral Jenderal Bina Marga Nomor 04/SE/Db/2017 terdapat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Umur rencana perkerasan baru

Berdasarkan umur rencana pada Tabel 4.4, jenis perkerasan kaku umur rencana yang digunakan

40 tahun.
68

4.3.3 Analisis Lalu Lintas

A. Beban Sumbu Standar Kumulatif

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA)

merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur

rencana, yang ditentukan sebagai :

ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x VDF x Faktor Distribusi)

CESA = ESA x 365 x R

Dimana ESA : Lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle)


untuk 1 (satu) hari
LHRT : Lintas harian rata – rata tahunan untuk jenis kendaraan
tertentu
CESA : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur
rencana
R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

Tabel 4.5. Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar


69

B. Karakteristik Nilai Rata – Rata Faktor Ekivalen Beban (VDF)

Karakteristik nilai rata – rata faktor ekivalen beban (VDF) berdasarkan Tabel 4.5.

Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar

1. Mobil Penumpang =

2. Bus = 0.3

3. Truk 2 sumbu- ringan = 0.3

4. Truk 2 sumbu- berat = 0,9

5. Truk 3 sumbu- ringan = 7,6

6. Truk gandeng = 28,9

Lalu-lintas harian rata-rata

1. Mobil Penumpang = 2858 kendaraan

2. Bus = 52 kendaraan

3. Truk 2 sumbu- ringan = 87 kendaraan

4. Truk 2 sumbu- berat = 161 kendaraan

5. Truk 3 sumbu- ringan = 36 kendaraan

6. Truk gandeng =4 kendaraan

C. Faktor Distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur

Jalan yang direncankan memiliki jumlah lajur untuk setiap arahnya 2, berdasarkan tabel

Faktor Distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur, distribusi lajur kendaraan niaga pada lajur desain

adalah 80% terhadap populasi kendaraan niaga


70

Tabel 4.6. Faktor Distribusi Lajur (DL)

D. Menghitung CESA (Cumulative Equivalent Single Axle Load)

. Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%)

Jawa Sumatera Kalimantan Rata-rata


Indonesia

Arteri dan perkotaan 4,80 4,83 5,14 4,75

Kolektor rural 3,50 3,50 3,50 3,50

Jalan desa 1,00 1,00 1,00 1,00

Tabel 4.7. Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%)

Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai berikut:

Dimana R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

i = tingkat pertumbuhan tahunan (%) = 3.5%

UR = umur rencana (tahun) = 40 tahun

ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x VDF x Faktor Distribusi)

CESA = ESA x 365 x R

1. R = (1 + (0,01*3.5))^⁴⁰-1
0,01*3.5

R = 84.55028
71

2. CESA Bus = 52 x 80 x 0,3 x 84.55028

= 385,143

3. CESA Truk 2 sumbu- ringan = 87 x 80 x 0,3 x 84.55028

= 644,375

4. CESA Truk 2 sumbu- berat = 161 x 80 x 0,9 x 84.55028

= 3.577.390

5. CESA Truk 3 sumbu- ringan = 3 x 80 x 7,6 x 84.55028

= 6.754.823

6. CESA Truk gandeng = 1 x 80 x 26,9 x 84.55028

= 2.854,012

CESA TOTAL = 14.215.743

NO JENIS KENDARAAN LHRT DL VDF4 ESA4 R CESA4

1 Mobil Penumpang 2,858 80% 84.55028


-
2 Bus 52 80% 0.3 12 84.55028
385,143
3 Truk 2 As Kecil 87 80% 0.3 21 84.55028
644,375
4 Truk 2 As Besar 161 80% 0.9 116 84.55028
3,577,390
5 Truk 3 As 36 80% 7.6 219 84.55028
6,754,823
6 Truk Gandeng 4 80% 28.9 92 84.55028
2,854,012
TOTAL 461
14,215,743

Tabel 4.8. Hasil perhiungan ESA & CESA


72

4.3.4. Pemilihan Jenis Perkerasan

Pemilihan jenis perkerasan didasarkan pada tabel 4.9,

Tabel 4.9. Pemilihan Jenis Perkerasan

4.3.5. Pemilihan Struktur Pondasi Jalan

Pemilihan Struktur Pondasi Jalan didasarkan pada tabel 4.9. dimana,

1. Karena nilai CBR = 5, kelas kekuatan tanah dasar menggunakan SG5,

2. Deskripsi struktur pondasi jalan Perbaikan tanah dasar meliputi bahan timbunan

pilihan (pemadatan berlapis ≤200 mm tebal lepas).


73

Perkera
Perkerasan Lentur
san
Kaku
CBR Tanah Kelas Beban lalu lintas pada lajur rencana
Uraian Struktur Fondasi
dasar Kekuatan dengan umur rencana 40 tahun
(%) Tanah (juta ESA5) Stabilis
Dasar <2 2-4 >4 asi
Seme
Tebal minimum perbaikan tanah
n (6)
dasar
≥ SG Perbaikan tanah dasar dapat Tidak diperlukan perbaikan
6 6 berupa stabilassi semen atau
5 SG material timbunan pilihan - - 100 300
5 (sesuai persyaratan
4 SG Spesifikasi Umum, Devisi 3 – 100 150 200
4 Pekerjaan Tanah)
3 SG (pemadatan lapisan ≤ 200 150 200 300
3 mm tebal gembur)
2 SG 175 250 350
, 2.5
5
Tanah ekspansif (potensi pemuaian 400 500 600 Berlaku
> 5%)
Lapis penopang(4)(5) 1000 1100 1200 ketentuan
Perkerasan di yang
SG -atau- lapis penopang dan
atas tanah 650 750 850 sama
1 (3) geogrid (4) (5)
lunak(2) dengan
Tanah gambut dengan HRS atau fondasi
DBST Lapis penopang berbutir(4) (5) 1000 1250 1500 jalan
untuk perkerasan untuk jalan perkeras
raya minor (nilai minimum – an lentur
ketentuan lain berlaku)

(1) Desain harus mempertimbangkan semua hal yang kritikal; syarat tambahan mungkin berlaku.
(2) Ditandai dengan kepadatan dan CBR lapangan yang rendah.
(3) Menggunakan nilai CBR insitu, karena nilai CBR rendaman tidak relevan.
(4) Permukaan lapis penopang di atas tanah SG1 dan gambut diasumsikan mempunyai daya dukung setara nilai CBR 2.5%, dengan demikian ket
SG2.5 berlaku. Contoh: untuk lalu lintas rencana > 4 jt ESA, tanah SG1 memerlukan lapis penopang setebal 1200 mm untuk mencapai daya d
selanjutnya perlu ditambah lagi setebal 350 mm untuk meningkatkan menjadi setara SG6.
(5) Tebal lapis penopang dapat dikurangi 300 mm jika tanah asal dipadatkan pada kondisi kering.

(6) Untuk perkerasan kaku, material perbaikan tanah dasar berbutir halus (klasifikasi A4 sampai dengan A6) harus berupa stabilisasi semen.

Tabel 4.10. Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum


74

4.3.6. Menentukan Lapisan Subbase dan Tebal Pelat Beton

1. Berdasarkan bagan desain 4 didapat tebal perkerasan kaku nya adalah 285 mm (untuk

CESA4< 25,8 juta )

2. Lapis Pondasi LMC = 150 mm

3. Lapis Pondasi Agregat Kelas A = 150 mm

Struktur Perkerasan R1 R2 R3 R4 R5
Kelompok sumbu kendaraan
< 4.3 < 8.6 < 25.8 < 43 < 86
berat (overloaded) (10E6)
Dowel dan bahu beton Ya
STRUKTUR PERKERASAN (mm)
Tebal pelat beton 265 275 285 295 305
Lapis Fondasi LMC 100
Lapis Drainase
150
(dapat mengalir dengan baik)

Tabel 4.11. Bagan Tebal Lapisan Perkerasan Kaku

4.3.7 Perhitungan Tulangan

1. Tebal pelat (h) = 28,5 cm

2. Lebar pelat (L) = 7 m (untuk 2 lajur)

3. Panjang pelat (P) (jarak antar sambungan) = 10 m

4. Koefisien gesek antar pelat beton dengan

pondasi bawah (F) = 1,5

5. Kuat tarik ijin baja = 240 MPa

6. Berat isi beton = 2400 kg/m3

7. Gravitasi (g) = 9,81 m/dt2


75

4.3.7.1 Tulangan Memanjang

a) As = F . P . M . g . h
2.ƒs

As = 1,5 x 10 x 2400 x 9,81 x 0,285


2 x 240

As = 209,68 mm²/m

b) As min = 0,1% x 285 x 1000 = 285 mm²/m > As perlu

c) Untuk mencari diameter tulangan memanjang yang digunakan dapat menggunakan

rumus berikut :

As = ¼ π d2

28,50 = ¼ x 3,14 x d2

28,50 = 0,785 x d2

d = √28,50 ÷ 0,785

d = 6,025 ~ 6 mm

d) Kontrol

As = ¼ π d2

As = ¼ x 3,14 x 6²

As = 28,26 x 10

As = 282,6 mm2/m > As perlu = 209,68 mm2/m

Dipergunakan tulangan diameter 6 mm, jarak 200 mm (berdasarkan tabel ukuran

dan berat tulangan polos anyaman las)


76

Tabel 4.12. Ukuran dan berat tulangan polos anyaman las

4.3.7.2 Tulangan Melintang

1. As = F . L . M . g . h
2.ƒs

As = 1,5 x 7 x 2400 x 9,81 x 0,285


2 x 240

As = 146.7824 mm²/m

2. As min = 0,1% x 285 x 1000 = 285 mm²/m > As perlu

3. Untuk mencari diameter tulangan memanjang yang digunakan dapat menggunakan

rumus berikut :

As = ¼ π d2

28,50 = ¼ x 3,14 x d2

28,50 = 0,785 x d2

d = √28,50 ÷ 0,785

d = 6,025 ~ 6 mm

4. Kontrol

As = ¼ π d2
77

As = ¼ x 3,14 x 6²

As = 28,26 x 10

As = 282,6 mm2/m > As perlu = 209,68 mm2/m

Dipergunakan tulangan diameter 6 mm, jarak 250 mm (berdasarkan tabel ukuran dan

berat tulangan polos anyaman las)

4.3.7.3 Dowel (Ruji)

Dowel merupakan sambungan berupa baja polos lurus yang dipasang pada setiap

sambungan melintang dalam perkerasan kaku. Fungsinya untuk menyalurkan beban

sehingga pelat beton yang berdampingan tidak mengalami penurunan yang berbeda.

Ketentuan penggunaan dowel sebagai penyambung/pengikat pada sambungan pelat

beton, dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Dowel
Tebal pelat
perkerasan
Diameter Panjang Jarak

inci mm inci mm inci mm inci mm


6 150 0,75 19 18 450 12 300
7 175 1 25 18 450 12 300
8 200 1 25 18 450 12 300
9 225 1,25 32 18 450 12 300
10 250 1,25 32 18 450 12 300
11 275 1,25 32 18 450 12 300
12 300 1,5 38 18 450 12 300
13 325 1,5 38 18 450 12 300
14 350 1,5 38 18 450 12 300
Sumber : Principles of Pavement Design by Yoder & Witczak, 1975
Tabel 4.13. Ukuran dan jarak batang besi dowel (ruji) yang disarankan
78

Berdasarkan tabel diatas, dapat digunakan dowel dengan ukuran sebagai berikut :

a) Diameter : 32 mm

b) Panjang : 450 mm

c) Jarak : 300 mm

4.3.7.4 Batang Pengikat (Tie Bar)

Tie bar merupakan sambungan berupa baja ulir yang dipasang pada setiap

sambungan memanjang dalam perkerasan kaku. Fungsinya untuk mengunci

pergerakan plat beton, sehingga pelat tidak bergerak horizontal. Departemen

Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pd T-14-2003 mensyaratkan tie bar dari baja ulir

BJTU-24 dan berdiameter minimum 16 mm.

Mencari Jumlah tulangan per satuan lebar dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut :

As = W.D.F.L
fs

Dimana ;

As = Jumlah tulangan per satuan lebar

F = Koefisien gesek antara dasar pelat dan permukaan lapis

pondasi bawah atau tanah dasar

W = Berat volume pelat beton

fs = Tegangan ijin tulangan baja

L = Lebar lajur

D = Tebal pelat beton


79

As = W.D.F.L
fs

= 24 x 0,285 x 1,5 x 3,5


240000

= 0,000149 m2 / meter

Jika digunakan satu tie bar per meter, maka luas tulangan yang dibutuhkan untuk

setiap tie bar adalah :

0,000149 x (10.000 ÷ 1) = 1,49 cm2

Jadi harus disediakan baja tulangan berdiameter :

As = ¼ π d2

1,49 = 0,785 x d2

d = √1,49 ÷ 0,785

d = 1,89 cm = 18,9 mm ~ 19 mm

Dikarenakan diameter tie bar minimum yang disarankan dalam

Pd T-14-2003 adalah d = 16mm, maka tetap digunakan tulangan ulir D19 mm.

Diketahui :

Jarak ke pinggir terdekat : 3,5 m (12 ft)

Tebal perkerasan : 28,5 cm (11,2in ~ 12 in)

*1 in = 2,54 cm

Menggunakan grafik AASHTO, 1993 didapat :


80

Grafik 4.14. Jarak maksimum tie bar diameter (AASHTO, 1993)

Tabel 4.15. Ukuran dan jarak batang Tie Bar yang disarankan
81

Berdasarkan Tabel 4.15, besi Tie bar yang diperoleh :

1. Tebal perkerasan = 28,5 cm (*1 in = 2,54 cm)

= 28,5 / 2,54

= 11,2 in ~ 12 in

2. Jarak ke pinggir terdekat = 3,5 m (*1 ft = 0,3048 m )

= 3,5 / 0,3048

= 11,48 ~ 12 ft

3. Jarak Maksimum Tie bar = 26 in (dari grafik 4.4 ) (*1 in = 2,54 cm)

= 26 x 2,54

= 66,04 cm = 660,4 mm ~ 650 mm

4. Panjang Besi = 25 in (dari tabel 3.21 ) (*1 in = 2,54 cm)

= 25 x 2,54

= 63,5 cm = 635 mm ~ 650 mm

Anda mungkin juga menyukai