KTR
KTR
BAB I
PENDAHULUAN
Rokok merupakan salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap
asapnya termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan
dari tanaman nicotiana rustica, nicotiana tabacumdan spesies lainnya yang asapnya
mengandung nikotin dan tar dengan atau bahan tambahan.
Rokok merupakan salah satu masalah publik yang mengemuka di masyarakat. Bagi
perokok aktif tentu paparan asap rokok sama sekali tidak menjadi masalah dalam
kehidupannya. Asap rokok sangat merugikan kesehatan perokok pasif seperti menyebabkan
berbagai penyakit seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, asma, dan juga akan
mengganggu masyarakat lainnya yang ingin menjalani kehidupan dengan pola hidup sehat.
Seharusnya kebebasan kita akan sesuatu hal dibatasi dengan kebebasan orang lain. Untuk
mengatasi permasalahan bahaya rokok bagi masyarakat tidak hanya menjadi tugas dinas
kesehatan saja tetapi juga memerlukan campur tangan dari lembaga pendidikan, penegak
hukum, LSM dan kelompok kepentingan lainnya
Lebih dari sepertiga atau 36,3% penduduk di indonesia saat ini menjadi perokok bahkan 20%
remaja usia 13-15 tahun adalah perokok , kata mentri kesehatan nila moeloek saat membuka
indonesian conference on tobacco or health di balai kartini , jakarta,senin,15 mei 2017, Dasar
hukum Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia yaitu Undang- Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan dalam upaya menciptakan
lingkungan yang sehat, Lingkungan yang sehat dapat terwujud antara lain dengan
menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses
belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan
tempat umum serta tempat-tempat lain yang ditetapkan.
1
Kawasan Tanpa Rokok adalah tempat atau ruangan yang dinyatakan dilarang untuk
merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan rokok. Tujuan
penerapan KTR secara khusus adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat rokok, sedangkan secara umum penerapan KTR dapat membantu terwujudnya
lingkungan yang bersih, sehat, aman dan nyaman; memberikan perlindungan bagi
masyarakat bukan perokok; menurunkan angka perokok; mencegah perokok pemula dan
melindungi generasi muda dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
(NAPZA).
Kawasan Tanpa Rokok merupakan landasan hukum untuk setiap orang atau badan
guna mendapatkan hak yang sama untuk kawasan tanpa rokok yang sehat, dan setiap orang
atau badan melaksanakan kewajiban untuk memelihara, dan menjalankan peraturan yang
telah dibuat guna menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Dalam rangka peningkatan upaya penanggulangan bahaya akibat merokok dan juga
implementasi pelaksanannya di lapangan lebih efektif, efisien, dan terpadu, diperlukan
peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun
2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Namun pada kenyataannya berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada tanggal
10januari 2017 masih ada pengunjung yang merokok di area Puskesmas banjarsari . Hal ini
dikarenakan tidak semua pengunjung Puskesmas mempedulikan dan mau mematuhi aturan
tersebut. Padahal Puskesmas banjarsari sebagai fasilitas pelayanan kesehatan seharusnya
2
tidak tercemari oleh asap rokok yang dapat mengganggu orang yang bukan perokok terutama
pasien.Hal ini menunjukkan belum adanya tindak tegas dari pihak Puskesmas untuk
menindak tegas pengunjung yang merokok di Puskesmas banjarsari Kota metro .
Kebijakan penerapan Kawasan Tanpa Rokok juga mesti didukung dengan kepatuhan dan
kepedulian masyarakat mengenai kebijakan tersebut, sehingga Kebijakan pemerintah tentang
area bebas rokok nantinya akan mampu menyelamatkan nasib perokok pasif melihat
banyaknya jumlah perokok aktif yang ada. Maka peneliti disini mengambil judul
“Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Puskesmas banjarsari Kota metro
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
b. Untuk mengetahui aspek apa sajakah yang menjadi faktor penghambat Implementasi
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Puskesmas banjarsari Kota metro
D.Manfaat Penelitian
2) Bagi mahasiswa dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitian berikutnya
3
BAB II
ACUAN TEORI
2.1. Pengertian
2.1.1 implementasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Penerapan adalah proses, cara, perbuatan
melaksanakan (rancangan, keputusan, dan sebagainya). Implementasi secara etimologis dapat
disamakan dengan kata “Penerapan”. Pengertian implementasi secara etimologis menurut
kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah sebagai berikut, bahwa
konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu “to implement”, yang dalam kamus
besar Webster, “to implement” (mengimplementasikan) berarti to provide the means for
carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), dan to give practical effect
to (untukmenimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sesuatu tersebut dilakukan untuk
menimbulkan dampak atau akibat itu dapatberupa Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah,keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga
pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.
Penerapan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah
disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan
sudah dianggap siap. Secara sederhana penerapan bisa diartikan pelaksanaan. Majone dan
Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne Wildavsky
mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan.
4
Model implementasi kebijakan menurut pandangan Edwards III (Subarsono,
Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan
merokok atau kegitan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan
produk tembakau. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan
yang efektif dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan
sehat bagi masyarakat serta melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari
dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung. Terdapat empat alasan dalam
mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok yaitu untuk melindungi anak-anak dan bukan
perokok dari resiko terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari
ruang rokok, untuk mengembangkan opini bahwa tidak merokok adalah perilaku yang lebih
sehat, dan Kawasan Tanpa Rokok dapat mengurangi konsumsi rokok dengan menciptakan
lingkungan yang mendorong perokok untuk berhenti atau yang terus merokok untuk
mengurangi konsumsi rokoknya.
Secara umum, terdapat beberapa prinsip dasar kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, yaitu:
2) Tidak ada batas aman bagi paparan asap rokok orang lain
3) Setiap warga negara wajib dilindungi secara hukum dari paparan asap rokok orang
lain
4) Setiap pekerja berhak atas lingkungan kerja yang bebas dari asap rokok orang lain.
5) Hanya lingkungan tanpa asap rokok 100% yang dapat memberi perlindungan
penuh bagi masyarakat.
5
2.3 Tipe Perokok dan Faktor Perilaku Merokok
1) Tipe perokok yang berhubungan dengan udara atau asap yang dihirup.
a) Perokok aktif adalah orang yang menghisap atau mengkonsumsi rokok secara
langsung,
b) Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tetapi menghisap atau menghirup asap
rokok yang dikeluarkan oleh perokok.
a) Perokok sangat berat adalah orang yang mengonsumsi rokok lebih dari 31 batang
perhari.
b) Perokok berat adalah orang yang mengonsumsi rokok sekitar 21-30 batabf perhari.
c) Perokok ringan adalah orang yang mengonsumsi rokok sekitar 10 batang perhari.
Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas banjarsari Kota metro telah
berjalan selama beberapa tahun terakhir atau lebih tepatnya setelah Peraturan Daerah Kota
metro nomor 4 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok diterbitkan. Sebagai tempat
pelayanan kesehatan yang ditetapkan dalam Perda tersebut maka Puskesmas banjarsari
dinyatakan Kawasan yang dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/
atau penggunaan rokok
Pengimplementasian Peraturan daerah Kota metro nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan
Tanpa Rokok telah disosialisasikan oleh Dinas Kesehatan Kota metro kepada masing-
masing pengelola Kawasan Tanpa Rokok. Setelah disosialisasikannya Perda tersebut maka
setiap tempat yang telah ditetapkan harus menjalankan kebijakan.
6
Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas banjarsari Kota metro telah
berjalan tetapi dalam implementasinya masih banyak orang yang kurang disiplin dengan
melanggar atau tidak mempedulikan peraturan tersebut. Masih ada pengunjung yang kurang
mengetahui tentang Kawasan Tanpa Rokok dimana batasan-batasan tempat merokok,
tidaknya adanya smoking area, dan tidak mengetahui sanksi tegas dari peraturan tersebut.
Menurut perda metro no 4 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan Tanpa
Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi,
penjualan, iklan, promosi dan/atau penggunaan rokok. Dengan adanya peraturan tersebut
maka tempat pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas Pandanaran termasuk dalam Kawasan
Tanpa Rokok
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas banjarsari telah berjalan, namun dalam
implementasinya kebijakan tersebut masih terdapat oknum maupun pengunjung yang masih
melakukan kegiatan merokok di dalam Kawasan Puskesmas banjarsari. Sehingga membuat
permasalahan masih adanya perokok dalam Kawasan Tanpa Rokok masih belum
terselesaikan.
1. Komunikasi
Pengetahuan masyarakat tentang adanya peraturan tersebut dapat dengan mudah diketahui,
tetapi tidak semua pengunjung paham mengenai batasan-batasan dalam area Kawasan Tanpa
Rokok dan sanksi keras apa yang akan diberikan bila melanggar. Karena ketidaktahuan
tersebut masih ada perokok yang berani melanggar peraturan tersebut meskipun sudah
terpasang.
7
2. Sumberdaya
Puskesmas banjarsari yaitu kekurangan pegawai sehingga saat semua pegawai sibuk
tidak ada yang bertugas untuk menjaga atau mengawasi Kawasan Tanpa Rokok. kesibukan
setiap pegawai di Puskesmas banjarsari yang harus selalu melayani pasien yang butuh
berobat dan tugas lainnya yang juga tidak dapat ditinggalkan sehingga membuat tidak
adanya orang yang bersiap untuk mengawasi Kawasan Tanpa Rokok, hal ini karena
Puskesmas banjarsari juga kekurangan pegawai untuk menjadi pengawas baik siang maupun
malam.
8
BAB III
KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu
dengan konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dari
masalah yang di teliti .
Implementasi KTR di
PERDA KTR DI METRO puskesmas banjar sari
9
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4. Metode Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah adalah implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di
Puskesmas banjarsari Kota metro. Lokasi penelitian di Puskesmas banjarsari Kota metro
Dalam pemilihan informasn dilakukan secara purposive. Informan dalam penelitian ini
adalah Kepala Puskesmas banjarsari , Sanitarian Puskesmas banjarsari, Kepala Seksi
Promosi Kesehatan dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota metro, dan
Pengunjung Puskesmas banjarsari.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Data Primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan
responden. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka terhadap
bahan-bahan hukum yang terdiri :
1.Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan peraturan- peraturan lainnya Beberapa
dasar hukum yang berkaitan dengan Kawasan Tanpa Rokok adalah sebagai berikut:
10
b. Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah
Daerah
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur
sebagai berikut:
Studi kepustakaan adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara membaca,
mengutip, mencatat dan memahami berbagai literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti dengan berbagai sumber.
2. studi lapangan
Mengumpulkan data dengan mengadakan penelitian langsung pada tempat atau objek
penelitian yaitu menggunakan teknik wawancara kepada narasumber
Proses analisis data adalah merupakan usaha untuk menjawab atas pertanyaan perihal
rumusan dan hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian pendahuluan. Dalam proses analisis
yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yakni rangkaian data yang telah
disusun secara sistematik menurut klasifikasinya dengan memberi arti terhadap data
tersebut menurut kenyataan yang diperoleh dilapangan dan disusun dalam uraian kalimat-
kalimat sehingga menjadi benar- benar merupakan jawaban dari permasalahan yang ada.
Kemudian disusun suatu kesimpulan atas dasar jawaban dari hasil penelitian tersebut dan
selanjutnya disusun saran-saran dari peneliti untuk perbaikan atas permasalahan yang
dihadapi
Stretegi validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi.
11
Daftar Pustaka
1. Skripsi (Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Metro
Nomor 4 Tahun 2014) Oleh Ade Retsy Ambar Wati
3. PerdaTahun2014TentangKawasanTanpaRokok(KTRdiPuskesmasBanjarsariKotaMetroP
rovinsiLampungDirektoratP2PTM.htm
12