Anda di halaman 1dari 2

Korupsi adalah tindakan pelanggaran yang merugikan Negara dan uang Negara.

Korupsi di
Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu
pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian
perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Keadaan ini
bisa menyebabkan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin ditingkatkan oleh pihak yang
berwenang.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun
hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat
dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari
banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia. Sebenarnya pihak yang berwenang, seperti KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) telah berusaha melakukan kerja maksimal. Tetapi antara kerja
yang harus digarap jauh lebih banyak dibandingkan dengan tenaga dan waktu yang dimiliki KPK.
Indonesia adalah masuk kedalam daftar Negara terbesar yang memiliki kasus korupsi, hukum di Negara
ini tidak tegas dalam menangani masalah korupsi sehingga para koruptor tidak jera dengan hukuman
yang diberikan. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Para pelaku korupsi adalah
pejabat Negara, mereka memanfaatkan jabatannya untuk kepuasan sendiri tanpa memikirkan nasib
bangsanya.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang memvonis mantan Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Pemkab Lebak, Kosim Ansori dengan hukuman 1 tahun penjara. Kosim dinilai
terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan bibit kakao.

"Menyatakan terdakwa bersalah dan divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2
bulan penjara," kata hakim ketua Yusriansyah di PN Serang, Jl Serang-Pandeglang, Banten,
Senin (17/6/2019).

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut agar Kosim divonis
penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider kurungan penjara 3
bulan.

Sedangkan terdakwa kedua, Edeng Heryamin selaku Kabid Pengembangan dan Perkebunan
divonis 2 tahun 3 bulan dan denda Rp 50 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan. Vonis ini lebih
ringan dari tuntutan JPU yang meminta terdakwa dihukum 2 tahun dan 6 bulan penjara. Atas
keputusan hakim, kedua terdakwa dan JPU masih pikir-pikir.

Sementara, terdakwa ketiga di kasus yang sama, Indra Evo Kurdiawan selaku bendahara di
Dishutbun divonis 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan penjara.

Perkara ini bermula pada tahun 2016. Saat itu, terdakwa Kosim mendatangi mendiang Sumantri
Jayabaya selaku ketua Kadin Lebak. Dia meminta Sumantri untuk menyiapkan perusahan ikut
lelang pengadaan 100 ribu bibit kakao.

Pengadan bibit ini dibagi dalam 2 pagu anggaran, yaitu pengadaan 100 ribu bibit kakao dengan
anggaran Rp 725 juta dari APBN dan pengadaan 55 ribu bibit kakao serta 11 ribu bibit cengkeh
dengan anggaran Rp 452 juta dari APBD Lebak.
Dalam perjalanannya, ada empat perusahaan ikut lelang di bawah naungan Kadin Lebak.
Lelang kemudian dimenangkan oleh CV Karya Patriot namun tidak dikerjakan pengadaannya.
Pekerjaan malah dilakukan oleh terdakwa dengan imbalan pada perusahaan sebesar 2,5
persen dari nilai proyek.

Akibat perbuatan terdakwa, pengadaan bibit yang didanai APBN rugi Rp 397 juta. Sedangkan
pengadaan dengan pendanaan APBD Lebak mengalami kerugian Rp 200 juta.

Anda mungkin juga menyukai