Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

A DENGAN
DIAGNOSA MEDIS PERITONITIS, PERFORASI ILEUM DI RUANG ICU
RSPAU Dr. S HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas individu

Disusun Oleh :

Noviana Mulianingsih 24.18.1278

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2019

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXIII

HALAMAN PENGESAHAN

Telah Disahkan “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. A


Dengan Diagnosa Medis Peritonitis, Perforasi Ileum Di Ruang ICU RSPAU Dr. S
Hardjolukito Yogyakarta“ Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Gawat Darurat Program
Profesi Ners Stikes Surya Global Yogyakarta Tahun 2019.

Yogyakarta, Agustus 2019


Mahasiswa

Noviana Mulianingsih

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Muskab Eko S.kep., Ns., M.kep Retno S.kep., Ns.,

PERITONITIS, PERFORASI ILEUM


A. Definisi Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi
rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit akut,
dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum,
melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung
pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada
wanita peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium.
B. Klasifikasi Peritonitis
Peritonitis diklasifikasikan menjadi:
1. Menurut agens
a. Peritonitis kimia, misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam
lambung, cairan empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga abdomen
akibat perforasi.
b. Peritonitis septik, merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya
karena ada perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke
peritonium dan menimbulkan peradangan
2. Menurut sumber kuman
a. Peritonitis primer merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari
penyebaran secara hematogen. Sering disebut juga sebagai Spontaneous
Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk yang paling sering
ditemukan dan disebabkan oleh perforasi atau nekrose (infeksi transmural)
dari kelainan organ visera dengan inokulasi bakterial pada rongga
peritoneum. Kasus SBP disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama oleh
bakteri gram negatif (E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus) ,
bakteri gram positif (streptococcus pneumonia, staphylococcus). Peritonitis
primer dibedakan menjadi:
 Spesifik : Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik,
misalnya kuman tuberkulosa.
 Non- spesifik : Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non
spesifik, misalnya kuman penyebab pneumonia yang tidak spesifik.
b. Peritonitis sekunder Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab
utama, diantaranya adalah:
 Invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus gastrointestinal atau
raktus genitourinarius ke dalam rongga abdomen, misalnya pada :
perforasi appendiks, perforasi gaster, perforasi kolon oleh divertikulitis,
volvulus, kanker, strangulasi usus, dan luka tusuk.
 Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreas ke peritoneum saat
terjadi pankreatitis, atau keluarnya asam empedu akibat trauma pada
traktus biliaris.
 Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters
C. Etiologi Peritonitis
Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam hal, antara lain:
1. Perdarahan, misalnya pada ruptur lien, ruptur hepatoma, kehamilan ektopik
terganggu
2. Asites, yaitu adanya timbunan cairan dalam rongga peritoneal sebab obstruksi
vena porta pada sirosis hati, malignitas.
3. Adhesi, yaitu adanya perlekatan yang dapat disebabkan oleh corpus alienum,
misalnya kain kassa yang tertinggal saat operasi, perforasi, radang, trauma
4. Radang, yaitu pada peritonitis
D. Manifestasi Klinis Peritonitis
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat
dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun
tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita
bergerak. Gejala lainnya meliputi:
1. Demam temperatur lebih dari 380 C, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia
2. Mual dan muntah timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau
akibat iritasi peritoneum
3. Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma mengakibatkan
kesulitan bernafas.
4. Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan
hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi,
penurunan output urin dan syok.
5. Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar bising
usus
6. Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat kontraksi otot
dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap penekanan
pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi
peritoneum
7. Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
8. Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
9. Tidak dapat BAB/buang angin.
E. Patofisiologi Peritonitis
Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ
abdomen, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum
terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong
nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sehingga menimbulkan obstruksi usus. Dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau
generalisata. Pada peritonitis lokal dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang
kuat serta mekanisme pertahanan tubuh dengan melokalisir sumber peritonitis dengan
omentum dan usus. Pada peritonitis yang tidak terlokalisir dapat terjadi peritonitis
difus, kemudian menjadi peritonitis generalisata dan terjadi perlengketan organ-organ
intra abdominal dan lapisan peritoneum viseral dan parietal. Timbulnya perlengketan
ini menyebabkan aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik. Cairan
dan elektrolit hilang ke dalam usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat bakteri masuk
ke dalam pembuluh darah
F. Komplikasi Peritonitis
Komplikasi yang dapat terjadi pada peritonitis sekunder antara lain adalah
syok septik, abses, perlengketan intraperitoneal. Sedangkan pada peritonitis tersier
komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah peritonitis berulang, abses
intraabdominal. Bila terjadi peritonitis tersier ini sebaiknya kateter dialisis
dilepaskan
G. Penatalaksanaan Peritonitis
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan
pengobatan medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen
adalah:
1. mengkontrol sumber infeksi
2. mengeliminasi bakteri dan toksin
3. mempertahankan fungsi sistem organ
4. mengontrol proses inflamasi
Terapi terbagi menjadi:
1. Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk mengontrol infeksi,
perawatan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya pemberian
cairan intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi dan ikkeadaan
metabolik, pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi
respiratorik atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi. Pada SBP
(Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik terutama adalah dengan
Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil kultur.
Penggunaan aminolikosida sebaiknya dihindarkan terutama pada pasien dengan
gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian terapi
biasanya 5-10 hari. Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik
sistemik ada pada urutan ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik
sistemik tidak efektif lagi, namun lebih berguna pada infeksi akut. Pada infeksi
inta-abdominal berat, pemberian imipenem, piperacilin/tazobactam dan
kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida
2. Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses percutaneus dan
percutaneus and endoscopic stent placement. Dapat dilakukan drainase
percutaneus abses abdominal dan ekstraperitoneal. Keefektifan teknik ini dapat
menunda pembedahan sampai proses akut dan sepsis telah teratasi, sehingga
pembedahan dapat dilakukan secara elektif. Hal-hal yang menjadi alasan
ketidakberhasilan intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris,
keterlibatan pankreas, abses multipel. Terapi intervensi non-operatif ini umumnya
berhasil pada pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus
(misalnya apendisitis, divertikulitis). Teknik ini merupakan terapi tambahan.
Bila suatu abses dapat di akses melalui drainase percutaneus dan tidak ada
gangguan patologis dari organ intraabdomen lain yang memerlukan pembedahan,
maka drainase perkutaneus ini dapat digunakan dengan aman dan efektif sebagai
terapi utama. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan
erosi, fistula.
3. Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber infeksi,
misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen. Cara ini adalah yang paling
efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua cara, pertama, bedah terbuka, dan
kedua, laparoskopi.
Bila semua langkah-langkah terapi di atas telah dilaksanakan, pemberian
suplemen, antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-3 dan omega-6, vitamin
A, E dan C, Zinc dapat digunakan sebagai tambahan untuk mempercepat proses
penyembuhan.
H. Pemeriksaan Penunjang Peritonitis
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
1. lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri pada hitung
jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjasi
lekopenia.
2. Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.
Pada foto polos abdomen didapatkan:
1. Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
2. Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan gambaran
ileus obstruksi
3. Penebalan dinding usus akibat edema
4. Tampak gambaran udara bebas
5. Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu dikoreksi
cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok hipovolemik
Pemeriksaan Khusus : Dialisis Peritoneal Lavage Sangat berguna untuk
mengetahui perdarahan intraperitoneal atau peritonitis akibat rudapaksa (tapi tak
menembus peritoneum).
Pemeriksaan Fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
1. Inspeksi
 pasien tampak dalam mimik menderita tulang pipi tampak menonjol dengan
pipi yang cekung, mata cekung
 lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih kecoklatan
 pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak tampak
karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat perangsangan
peritoneum.
 Distensi perut
2. Palpasi
 nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif
3. Auskultasi
 suara bising usus berkurang sampai hilang
4. Perkusi
 nyeri ketok positif
 hipertimpani akibat dari perut yang kembung
 redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga udara
akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi perubahan suara
redup menjadi timpani Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah,
dengan tonus muskulus sfingter ani menurun dan ampula recti berisi udara.

PERFORASI ILEUM

A. Definisi Perforasi Ileum


Perforasi ileus merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding
usus halus akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari
usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam
rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).
B. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat
dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas
(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus
setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi
jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam
usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Pada perforasi ileus, maka feses cair dan kuman-kuman segera mengkontaminir
peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam) baru menimbulkan
gejala peritonitis. Tetapi ileus sebenarnya memiliki sifat ”protective mechanism” yaitu
sifat bila suatu segemen ileus mengalami perforasi maka akan segera segemen tadi
kaan berkontraksi sedemikian rupa sehingga menutup lubang perforasi.
Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung keadaan umum dan juga
keadaan usus itu sendiri. Misalkan penderita dengan keadaan umum jelek (KP,
kakeksia) maka sifat ini berlangsung 1 jam atau kurang bahakan tak ada sama sekali.
Juga pada usus yang sakit misalkan pada tifus abdominalis maka mekanisme ini juga
akan berkurang.
Secara ringkas disimpulkan bila ileus mengalami perforasi maka gejala
peritonitis timbul sesudah 8-12 jam kemudian. Penderita harus diobservasi ketat
selama minimal 24 jam pertama pada kasus trauma tumpul abdomen.
C. Tanda Dan Gejala
Gejala Utama:
1. Nyeri-Kolik
 Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus
 Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
2. Muntah
 Stenosis Pilorus : Encer dan asam
 Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
 Obstruksi kolon : onset muntah lama.
3. Perut Kembung (distensi)
4. Konstipasi
 Tidak ada defekasi
 Tidak ada flatus
Pemeriksaan Fisik
1. Strangulasi
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti:
 Takikardia
 Pireksia (demam)
 Lokal tenderness dan guarding
 Rebound tenderness
 Nyeri local
 Hilangnya suara usus local
Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi.
2. Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio
inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
3. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
4. Perkusi
Hipertimpani
5. Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
6. Rectal Toucher
 Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
 Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
 Feses yang mengeras : skibala
 Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
 Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
 Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Foto Polos: Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran
anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan
endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.
2. Paralitik
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen
berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos
abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar tanpaair-fluid level
E. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan
1. Agen cidera fisik
2. Agen cidera biologis
3. Agen cidera kimia
b. Resiko infeksi berhubungan dengan
1. Imunosupresi
2. Procedure invasif
3. Supresi respons inflamasi
4. Perubahan PH sekresi
c. Hambatan ventilasi spontan berhubungan dengan
1. Keletihan otot pernafasan
2. Gangguan metabolism
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
1. Ansietas
2. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
3. Keletihan
4. Hiperventilasi
5. Obesitas
6. Nyeri
7. Keletihan otot pernapasan
F. Rencana keperawatan
a. Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil
Kontrol nyeri (1605)
- (160502) mengenali kapan nyeri terjadi
- (160509) mengenali apa yang terjadi dengan gejala nyeri
- (160509) melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada professional
kesehatan
- (160505) menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik
Tingkat nyeri (2102)
- (210206) Ekspresi nyeri wajah berkurang
- (210209) Ketegangan otot berkurang
- (210224) Mengerinyit berkurang

Tindakan keperawatan
Managemen nyeri (1400)
- Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi dan non farmakologi)
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
- Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik untuk mengurangi
rasa nyeri
- evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tindakan keperawatan
Pemberian analgesik (2210)
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
- Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis dan frekuensi obat analgesic
yang diresepkan
- Cek adanya riwayat alergi obat
- Susun harapan yang posistif mengenai keefektifan analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien
- Tentukan pilihan obat analgesik narkotika, non narkotika NSAID
- Kolaborasikan dengan dokter apakah obat, dosis, rute pemberian atau
perubahan interval dibutuhkan, buat rekomendasi khusus berdasarkan prinsip
analgesik
- Ajarkan tentang penggunaan analgesik, strategi untuk menurunkan efek
samping, dan harapan terkait dengan keterlibatan dalam keputusan
pengurangan nyeri
- Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penurunan nyeri
- Berikan analgesik tambahan jika diperlukan untuk meningkatkan efek
pengurangan nyeri
- Evaluasi keefektifan analgesik dengan interval yang teratur pada setiap
setelah pemberian khususnya setelah pemberian pertama kali, juga observasi
adanya tanda dan gejala efek samping misalnya depresi pernafasan, mual
muntah

b. Resiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko infeksi dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
Pemulihan pembedahan : segera setelah operasi (2305)
- (230513) tingkat kesadaran
- (230518) integritas jaringan
- (230520) cairan merembes dari drain luka
- (230526) tidak ada mual
- (230527) tidak ada muntah
Tindakan keperawatan:
Perlindungan infeksi (6550)
- Periksa kondisi setiap sayatan bedah
- Anjurkan asupan cairan dengan tepat
- Anjurkan istirahat
- Batasi jumlah pengunjung yang sesuai
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga cara menghindari infeksi
- Jaga penggunaan antibiotik dengan bijaksana
c. Hambatan ventilasi spontan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Hambatan ventilasi spontan
dapat teratasi dengan
Status pernafasan: ventilasi (0403)
- (040324) Volume tidal dalam batas normal
- (040326) Hasil rontgen dada
- (040303) Kedalaman inspirasi
- (040301) Frekuensi pernafasan
Tindakan keperawatan
Manajemen ventilasi mekanik: invasif. (3300)
- Monitor kondisi yang mengindikasi perlunya dukungan ventilasi
- Monitor apakah terdapat gagal nafas
- Konsultasikan dengan petugas kesehatan yang lain dalam pemilihan jenis
ventilator, biasanya kontrol volume sesuai dengan frekuensi pernafasan nilai
FiO2 dan volume tidal yang ingin dicapai
- Mulai mempersiapkan dan mengaplikasikan ventilator
- Pastikan bahwa alarm ventilator menyala
- Gunakan perekat selang tabung komersial untuk memfiksasi jalan nafas buatan
untuk mencegah ekstubasi yang tidak direncanakan.
- Cek secara teratur sambungan ventilator
- Berikan agen paralisis otot, sedasi dan analgesic narkotika, sesuai kebutuhan
- Monitor aktivitas yang meningkatkan konsumsi oksigen (misalnya demam,
menggigil, kejang, nyeri, dan aktivitas dasar lainnya)
- Gunakan teknik aseptik pada semua prosedur suksion, sesuai kebutuhan
- Berikan perawatan mulut secara rutin dengan mengusapkan yang lembab dan
lembut
- Dokumentasi semua respon pasien terhadap ventilator dan perubahan
ventilator (misalnya observasi gerakan dada, perubahan x-ray, perubahan
AGD)
- Kolaborasikan dengan dokter dalam rangka menggunakan dukungan tekanan
atau PEEP untuk meminimalkan hipoventilasi sesuai kebutuhan.
- Pastikan peralatan emergensi tersedia disisi tempat tidur sepanjang waktu
(misalnya tas resusitasi manual yang tersambung ke oksigen, masker, peralatan
suction) termasuk juga persiapan jika listrik mati
d. Ketidakefektifan pola napas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola napas
dapat teratasi dengan
Status pernafasan (0415)
- (041501) Frekuensi pernafasan dalam rentang normal
- (041508) Saturasi oksigen dalam batas normal
- (041528) Pernafasan cuping hidung
- (041510) Penggunaan otot bantu nafas
Tindakan keperawatan
Managemen jalan nafas 3140
- Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust sebagai mana mestinya
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial pasien untuk memasukan alat
membuka jalan
- Masukan alat nasopharyngeal airway (NPA) atau oropharingeal airway (OPA)
- Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan
suara tambahan.
- Posisikan untuk meringankan sesak nafas
- Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot
lender
- Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

Anda mungkin juga menyukai