Keputusan Kelmpok
Keputusan Kelmpok
KEPUTUSAN DALAM KELOMPOK
Rachmadi Triono
Rachmadi Triono Page 1
7
Pengambilan Keputusan Dalam Kelompok
Formatted: Font: (Default) Candara, 11 pt,
Bold, Font color: Auto, Complex Script Font:
Arial, 11 pt, Bold, Ligatures: None
It is the group that makes you able to relax while you watch
someone who cares do all te works
(Anonymous)
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah membaca bab ini pembaca akan mampu dan memahami:
1. Mampu kekuatan dan kelemahan dari Pengambilan Keputusan dalam kelompok
(Group Decision Making)
2. Mampu mengambil keputusan dalam kelompok
TOPIK YANG DIBAHAS
1. Metode Delphy
2. Framming dan Groupthink
3. Metode Delphy dalam Keputusan Pemasaran
4. Kualitas pengambilan keputusan dalam kelompok
Rachmadi Triono Page 2
ejauh ini telah dibahas berbagai dimensi keputusan dari sudut pandang satu orang
S pengambil keputusan saja. Namun demikian, dalam banyak hal, keputusan manajerial jarang
sekali bersifat individual, bahkan untuk pengambilan keputusan pada tingkatan manajemen
puncak (top management level) sekalipun.
Manajer yang duduk di manajemen puncak (misal: manajer divisi) dalam mengambil
keputusan‐keputusan yang bersifat strategis hampir selalu bersifat antardivisi dalam sebuah
forum penyusun perencanaan strategis. Para direktur pada waktu merumuskan visi/misi dan
arah perusahaan hampir dapat dipastikan berada dalam forum dewan direksi (board of
director). Demikian juga, manajer yang lebih bawah—seperti manajer pelatihan pada divisi
HRD (human resource department)—ketika merumuskan jadwal pelatihan yang akan
dijalankan pada tahun‐tahun tertentu selalu mengundang manajer dari bagian lain untuk ikut
menentukan pelatihan‐pelatihan apa saja yang akan dijadwalkan.
Pengambilan keputusan dalam kelompok menjadi penting mengingat:
1. Tidak ada satu orang manajer pun pada berbagai tingkatan yang memahami
keseluruhan aspek‐aspek operasional perusahaan.
2. Risiko atas keputusan yang diambil biasanya sedikit banyak bersifat multidivisi.
Kegagalan di satu divisi akan berimbas pada divisi lain.
3. Dampak sebuah keputusan terhadap alokasi sumber daya perusahaan akan dirasakan
sebagai keterbatasan atau kesempatan bagi berbagai divisi.
4. Dibutuhkan pengumpulan berbagai keahlian dalam memutuskan sebuah keputusan
yang bersifat strategis.
Perbedaan pengambilan keputusan dalam kelompok dengan individual bukan pada
situasi yang dihadapi, melainkan pada perbedaan sudut pandang di antara berbagai peserta
panel keputusan tentang sebuah persoalan. Apabila dilihat dari sudut situasinya,
pengambilan keputusan berkelompok atau individual relatif tidak berbeda. Artinya, keduanya
dapat bersifat melawan alam, melawan pihak lain, atau bersifat banyak tujuan/sasaran.
Perbedaan pendapat berbagai peserta panel ini harus dibuat konvergen. Secara
sederhana, konvergensi pendapat biasa dilakukan dengan cara pemungutan suara (voting).
Namun demikian, cara ini bukanlah cara yang baik dalam mengompromikan berbagai
pendapat yang berseberangan, karena voting mengeliminasi pendapat minoritas yang boleh
jadi justru merupakan pendapat yang benar.
Rachmadi Triono Page 3
Brain Storming
Brain Storming merupakan sebuah proses pengembilan keputusan dalam kelompok yang
telah dikenal secara luas. Sekelompok orang berkisar antara 4‐8 orang dibekali dengan
persoalan secara detil.
Kemudian kelompok ini merumuskan tujuan yang harus dicapai dalam keputusan, alternatif‐
alternatif apa saja yang mungkin tersedia untuk menjawab persoalan, dan mengevaluasi
alternatif‐alternatif tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai.
Pada tahap awal, setiap anggota kelompok memberikan pemikirannya secara mandiri
mengenai tiga issue keputusan tersebut: tujuan, alternatif dan evaluasi alternatif satu demi
satu. Koordinator kelompok atau fasilitator mencatat share peserta issue demi issue. Dalam
tahap ini tidak ada anggota kelompok yang boleh mengevaluasi share dari anggota kelompok
lain, sampai hasilnya lengkap tersaji. Misalkan seperti yang terlihat pada box 7.1 yang
memperlihatkan berbagai tujuan yang harus dipenuhi dalam memecahkan persoalan.
Hal yang sama dilakukan pada pengembangan alternatif keputusan, yang dalam hal ini adalah
berbagai perusahaan yang layak menjadi target akuisisi. Sejumlah list perusahaan dihasilkan
oleh anggota kelompok dan dicatat oleh fasilitator. Hasil keduanya didiskusikan satu persatu,
mana yang masuk dalam list dan mana yang keluar dari daftar.
Dalam membahas hal tersebut, Vroom (2003) mengemukakan adanya lima proses
pengambilan keputusan: Memutuskan (decides), Konsultasi Individu (Individual
Consultative), Konsultasi Kelompok (Group Consultative), Fasilitasi, dan Delegasi. Buku ini
mengambil posisi bahwa pada umumnya orang akan menempuh salah satu dari empat cara
di bawah ini dalam brain storming:
Rachmadi Triono Page 4
1. Konsensus
2. Keputusan secara demokratis
3. Keputusan secara diktatorial
4. Keputusan secara konsultatif
Konsensus adalah kesepakatan mengenai apa yang akan dipilih dan apa yang tidak dalam
kerangka kepentingan kelompok. Secara ilmiyah konsensus bisa didefinisikan sebagai pilihan
yang didukung oleh semua anggota kelompok, walaupun hal tersebut bukanlah merupakan
pilihan terbaik masing‐masing anggota. Konsensus mungkin merupakan cara pengambilan
keputusan yang paling baik secara brain storming karena dalam konsensus diakomodasikan
kepentingan semua pihak melalui proses yang kooperatif, egaliter, dan inklusif sehingga
hasilnya akan didukung oleh seluruh anggota kelompok, yang jika mereka mewakili
kelompok yang lebih besar, berarti dukungan dari kelompok dimana mereka berasal. Namun
kelemahan konsensus adalah pada waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan yang
cenderung berlarut larut akibat adanya perdebatan yang sebetulnya bersifat trivial namun
terpaksa dilakukan demi memuaskan semua anggota kelompok.
Keputusan secara demokratis diambil apabila proses menuju konsensus menemui jalan
buntu. Dalam keputusan model demokratis, voting merupakan metode yang sering
dilakukan. Keputusan dilakukan dengan suara terbanyak. Tentu saja keputusan semacam itu
mengandung kelemahan, yaitu hilangnya faktor koperatif, egaliter dan inklusifitas sehingga
akan mengecewakan anggota yang pilihannya tidak terwakili. Sebagai sebuah jalan keluar
dari kebuntuan dalam proses konsensus, keputusan secara demokratis umumnya lebih dapat
diterima dibanding keputusan dengan cara diktatorial dimana satu atau beberapa anggota
kelompok yang dianggap memiliki kekuasaan lebih, atau keahlian lebih, mengambil dan
memaksakan keputusan pada anggota lainnya.
Keputusan yang sebanding dengan konsensus adalah keputusan konsultatif dimana tiap
anggota kelompok membahas issue issue keputusan orang demi orang untuk saling
mengajarkan dan belajar. Hasil dari keputusan konsultatif umumnya adalah “komit walaupun
tidak sependapat”.
Metode Delphy
Metode Delphy pertama kali diperkenalkan oleh Parente dan Anderson (1987) dalam
persoalan pendugaan kans situasi masa depan oleh panelis. Mereka menyarankan agar:
Rachmadi Triono Page 5
1. Panelis memberikan pandangan mengenai kondisi alam (state of nature) yang akan
terjadi pada masa depan dan membahasnya tanpa melakukan pemungutan suara hingga
disepakatinya kondisi alam yang diperkirakan akan terjadi pada masa mendatang.
2. Panelis diminta untuk memberi pandangan mengenai kemungkinan terjadinya masing‐
masing kondisi alam.
3. Hasilnya dilakukan penghitungan dan umpan balik (feedback) dalam bentuk median atau
rata‐rata hitung yang disampaikan kepada para panelis.
4. Hasil rata‐rata hitung atau median merupakan konsensus kelompok atas nilai
kemungkinan terjadinya masing‐masing kondisi alam.
Secara statistik, logikanya persimpangan pendapat para panelis terhadap median/rata‐
rata hitung seharusnya merupakan bilangan yang tidak kecil. Hal ini disebabkan oleh latar
belakang para panelis yang berbeda sehingga kemungkinan untuk memperoleh konvergensi
tinggi sangat sulit untuk dilakukan. Secara praktis, angka simpangan tersebut dapat
diperoleh dengan menghitung koefisien variasi yang merupakan hasil bagi antara standar
deviasi dan rata‐rata hitung panelis.
s
CV =
rata-rata hitung
Rachmadi Triono Page 6
Tabel 7.1 Hasil panelis Delphy
Probabilitas Subjektivitas dari Partisipan
Perkiraan Berat 1 2 3 4 5 6 Rata-rata STD CV * Prob **
3–5 kg 0,6 0,5 0,7 0,5 0,6 0,7 0,60 0,08 13,6% 0,59
6–8 kg 0,2 0,2 0,1 0,3 0,2 0,1 0,18 0,07 37,5% 0,18
9–12 kg 0,0 0,1 0,0 0,1 0,2 0,1 0,23 0,35 149,8% 0,23
1,01
*Koefisien Variasi (CV) diperoleh dengan membagi STD terhadap rata‐rata
** Probabilita (Prob) adalah rata‐rata disesuaikan dengan total rata‐rata
Jajak pendapat dianggap memenuhi syarat ketika CV (coefficient variation) tidak melebih
10% (0,1). Pendapat‐pendapat dengan nilai CV melebihi angka 10% seharusnya diulang kembali
dengan mendiskusikan mengapa masing‐masingnya memberi penilaian seperti itu, hingga
tercapai sebuah kesepahaman (bukan kesepakatan) mengenai pendapat masing‐masing. Hal
ini dilakukan terhadap pendugaan berat dalam kisaran 6–8 kg dan 9–12 kg.
Ketika proses ini mencapai konvergensi maksimal yang ditunjukkan oleh semakin
mengecilnya nilai CV, probabilitas setiap kisaran berat dapat dihitung, yaitu dengan membagi
masing‐masing rata‐rata probabilitas panel dengan jumlah rata‐rata probabilitas panel. Jadi,
probabilitas kisaran berat meja antara 3–5 kg adalah sebesar 0,59 yaitu (0,6/1,01); probabilitas
berat meja pada kisaran 6–8 kg adalah 0,18 yaitu (0,18/1,01); dan probabilitas berat meja pada
kisaran 9–12kg adalah 0,23 yaitu (0,23/1,01). Dengan disepakatinya probabilitas masing‐
masing kisaran berat, panelis dengan manipulasi statistik akan mampu menduga berat meja.
(Perhatikan Tabel 7.2.)
Tabel 7.2 Pendugaan berat meja oleh panelis
MP x P
i i
Rachmadi Triono Page 7
Dialektika Inkuiri
Dialektika berarti mengemukakan dua sisi pendapat dari sesuatu yang diperbincangkan.
Pada metode ini, anggota kelompok dibagi menjadi dua dan masing‐masing membahas
kelemahan alternatif atau kelebihannya secara terpisah. Pada pertemuan pleno dua
kelompok masing‐masing menyajikan hasil diskusinya mengenai kelemahan atau kelebihan
masing masing alternatif dan atas dasar itu diambil keputusan tentang alternatif yang dipilih.
Dengan mengemukakan kedua sisi baik dan buruk dari alternatif maka kelompok akan
sampai pada keputusan yang rasional. Keputusan yang tidak hanya menerima keunggulan
dari sebuah alternatif, sehingga menolak alternatif lain namun dengan konsekuensi terbebani
dengan kerugian alternatif tersebut, yang barangkali lebih besar daripada alternatif yang
ditolak.
Teknik lain yang mirip dengan dialektika inkuiri adalah teknik Devil’s advocate. Pada teknik ini
satu kelompok memfokuskan diri pada pengembangan kritik atas sejumlah alternatif yang
terpilih. Alternatif yang bisa membebaskan diri dari sejumlah kritik akan menjadi alternatif
yang dipilih.
Figur 7.1 Teknik Keputusan Dialektika Inkuiri
Grup 1: Kelebihan Grup 2: Kri k
Ronde 1 Ronde 1
Presentasi kelebihan Presentasi kri k
Ronde 2 Ronde 3
Presentasi kelebihan Kri k rekomendasi
Teknik keputusan Dialektika Inkuiri atau Devil’s Advocate bisa dilakukan dalam beberapa
ronde untuk menjamin bahwa konsekuensi yang melekat pada sebuah pilihan benar‐benar
disadari keberadaannya dan telah dipikirkan jalan keluarnya. Secara garis besar teknik ini
digambarkan dalam Figur 7.1
Rachmadi Triono Page 8
Framming dan Groupthink
Framming adalah kecenderungan untuk menggunakan cara berpikir berdasarkan pola lama.
Kahneman dan Tversky (1982) mendefinisikan framming sebagai evaluasi subjektif yang
didasari oleh frame of refference pengambil keputusan. Menurut Svenson (1983), framming
menyebabkan penyederhanaan persoalan ketika sebuah keputusan dihasilkan. Misalnya,
ketika sejumlah panelis diminta untuk memikirkan bagaimana strategi terbaik mengalahkan
lawan yang memiliki pangsa pasar yang kuat. Jawaban yang diperoleh mayoritas
memberikan jawaban agar perusahaan melakukan analisis SWOT. Hampir dapat dipastikan
bahwa para panelis dalam hal ini telah melakukan framming, yaitu berpikir berdasarkan pola
yang secara tradisional telah dilakukan dari waktu ke waktu.
Figur 7.2 Mengembangkan pengambilan keputusan dalam kelompok
Sumber: http://visionarymarketing.wordpress.com/.
Groupthink merupakan cara berpikir kelompok yang telah sukses hidup dalam beberapa
masa dengan tingkat kohesivitas kelompok sangat tinggi. Dalam kelompok seperti itu,
biasanya telah terbentuk sebuah pemahaman yang masif tentang berbagai hal. Itulah
sebabnya, menurut Janis (1972), groupthink merupakan tekanan terhadap ide‐ide yang akan
membawa arah sebuah kelompok. Misalnya, ketika ditanyakan pada sebuah kelompok
pemasaran mengenai bagaimana seharusnya meningkatkan marketshare, diperoleh jawaban
Rachmadi Triono Page 9
yang homogen tentang perlunya memberikan diskon dan meningkatkan biaya periklanan
atau melakukan pengembangan produk. Jawaban tipikal seperti itu hampir dapat dipastikan
merupakan groupthink kelompok pemasaran. Fenomena groupthink menjadi semakin parah
ketika anggota kelompok yang sama berusaha untuk membela pendapat kawannya dan
bersama‐sama saling menguatkan pendapat tersebut. Pada akhirnya, groupthink
menyebabkan tertutupnya jalan pemikiran ke arah alternatif‐alternatif lain yang mungkin
lebih baik.
Kecenderungan penggunaan framming dan groupthink dalam pengambilan keputusan
dalam kelompok menyebabkan tertutupnya kebenaran dan mengabaikan kemampuan
kreatif secara mutlak. Yang terjadi kemudian adalah pernyataan “usual business in different
situation” yang tentu saja akan menghasilkan pengguanan sumber daya ke arah yang salah.
Polaroid pernah mengalami permasalahan seperti ini. Pada masanya (era 1970–1980),
Polaroid adalah penghasil foto instan yang tidak ada duanya. Oleh karena itu, manajemen
puncak di perusahaan itu menjadi sangat percaya diri bahwa pada tahun‐tahun mendatang,
fotografi instan adalah Polaroid bahkan ketika fotokopi memasuki dunia digital pada awal
1980.
Figur 7.3 Polaroid, industri foto instan
Namun demikian, kemudian, terjadi sebuah lompatan teknologi pada saat terjadi
konvergesi antara dunia fotografi dan teknologi digital yang dipicu oleh perkembangan
teknologi telepon seluler yang menggabungkan fungsi komunikasi dan fotografi secara
integral dalam sebuah gadget. Canon muncul sebagai pelopor fotografi digital yang
mengalahkan polaroid di sektor ini. Walaupun saat ini Polaroid memutuskan untuk memasuki
fotografi digital, tetapi keputusan tersebut terlambat beberapa tahun.
Rachmadi Triono Page 10
Metode Delphy dalam praktik
Menurut Jolson dan Rossow (1971), aplikasi metode Delphy terdahulu digunakan secara luas
dalam peramalan perkembangan teknologi dan lingkungan. Rand Corporation pada 1954
menggunakannya untuk memprediksi keadaan dunia dalam 25 tahun setelahnya melalui
sejumlah panel ahli.
Dalam bidang pemasaran, The Pace Computering Corporation (The Pace), salah sebuah
pesaing IBM yang terbesar pada era 1970‐an menggunakan metode ini dalam
mempertimbangkan pembukaan cabangnya di Kota New York. Pembukaan cabang ini hanya
akan dipertimbangkan apabila tersedia permintaan (demand) dalam jumlah yang cukup pada
sektor pendidikan. Untuk tujuan peramalan permintaan, sebuah sesi panel ahli didesain
dalam tiga ronde untuk menjawab persoalan. (Perhatikan Tabel 7.3.)
Tabel 7.3 Perkiraan probabilitas permintaan di sektor pendidikan
Rata-rata Probabilitas untuk Setiap Tingkat Permintaan
Ronde 0 1–3 4–6 7–9 10–12 Total
Ronde 1 0,08 0,25 0,4 0,27 0,18 1,18
Ronde 2 0,05 0,19 0,35 0,35 0,15 1,09
Ronde 3 0,04 0,17 0,36 0,36 0,13 1,02
Rata-rata 0,1 0,2 0,4 0,3 0,20 1,118333
Rata-rata yang disesuaikan 0,06 0,18 0,33 0,29 0,14 1
Sumber: Perhitungan Jolson dan Rossow (1971) dengan penyesuaian.
Jolson dan Rossow melaporkan bahwa validitas pendekatan Delphy ketika diaplikasikan
pada The Pace dapat dianggap baik. Dengan adanya sistem umpan balik, peserta panel
menjadi semakin realistik dengan perkiraannya. Dalam studi yang lain, mereka berdua
menunjukkan bahwa validitas ini menjadi semakin baik ketika peserta panel Delphy adalah
orang‐orang yang memahami bidang yang sedang dipermasalahkan. (Secara konsisten, tidak
baik ketika peserta panel adalah orang yang tidak memahami bidang yang dipermasalahkan.)
Pendekatan yang sama seperti yang digunakan Jolson dan Rossow bisa bermanfaat
dalam menduga besarnya pangsa pasar merek kompetitor melalui panel Delphy. Peserta
panel yang dipilih dari kelompok penjual/grosir berbagai merek diminta untuk memberikan
perbadingan penjualan per hari beberapa merek yang bersaing. Apabila pangsa pasar sebuah
merek yang telah diketahui digunakan sebagai titik benchmark maka pangsa pasar lain yang
bersaing dapat diduga dari hasil panelis Delphy.
Rachmadi Triono Page 11
Kualitas Pengambilan Keputusan Kelompok
Pengambilan keputusan kelompok merupakan upaya untuk menyatukan pemikiran‐
pemikiran anggota kelompok terhadap persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu, kualitas
pengambilan keputusan kelompok sangat dipengaruhi oleh kualitas individual dalam
kelompok, kreativitas kelompok, dan kesediaan kelompok dalam menerima ide‐ide baru.
Artinya, untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan kelompok, intervensi pada
ketiga hal tersebut dibutuhkan.
kreativitas individual selain ditentukan oleh bakat dasar individu, dipengaruhi juga oleh
sikap organisasi terhadap kreativitas. Organisasi yang memiliki kecenderungan memanipulasi
kreativitas individual akan menekan tumbuhnya ide‐ide kreatif. Hal ini terjadi karena para
eksekutif dalam organisasi tersebut menyukai bersikap seperi halnya “old receipe even on
new environment” sehingga ketika ada usulan baru untuk memandang sebuah persoalan,
usulan tersebut dipandang secara skeptis dan dengan serta‐merta ditolak. Dapat juga terjadi
ketika organisasi tidak bersedia untuk menanggung risiko akibat ketidakpastian nilai hasil
(outcome) dari usulan baru tersebut. Bagaimanapun, kepastian—walaupun bersifat maya—
tetaplah hal yang disukai, sehingga bagaimana mungkin menghargai sebuah ketidakpastian
yang berasal dari sebuah usulan baru?
kreativitas dalam kelompok merupakan hal lain. Bahkan, apabila individu dalam
kelompok tersebut merupakan individu‐individu yang kreatif sekalipun, mereka harus belajar
untuk bekerja sama menyatukan kreativitasnya sebagai kreativitas kelompok. Hal ini tidaklah
mudah. Kreativitas individu bertumpu pada dialog internal seseorang yang menyebabkan
lompatan‐lompatan elektron pada otak belahan kanan, sedangkan kreativitas kelompok
bertumpu pada “brainstorming”, sebuah dialog eksternal di antara anggota kelompok.
Perdebatan, skeptisisme, bahkan kritikan dilontarkan bukan terhadap diri sendiri,
melainkan terhadap orang lain. Pada budaya simbolis yang bersifat konteks yang tinggi,
seperti Indonesia, diskusi eksternal yang diharapkan menghasilkan hal yang lebih baik
menghadapi dua kendala, yaitu (1) kritikan adalah menyakitkan dan tidak sesuai budaya,
dengan akibat orang merasa enggan melakukan kritikan yang membangun, (2) individu
merasa tidak tahan dengan kritikan. Untuk menghindari hal tersebut, langkah yang mungkin
ditempuh adalah sebagai berikut.
1. Individu dilarang melakukan kritikan.
Rachmadi Triono Page 12
2. Individu dipaksa untuk menyajikan alternatif yang berbeda.
3. Evaluasi dilakukan dengan membahas kekuatan dan kelemahan setiap alternatif.
Penolakan kelompok dalam menerima ide‐ide baru pada umumnya terjadi karena tidak
adanya budaya/norma yang mendukung untuk berpikir kreatif dan inovatif. Apabila hal ini
ditarik ke akar permasalahannya maka akan muncul sejumlah penyebab. Pertama, tidak
terbiasa dengan perbedaan. Kedua, tidak adanya iklim pengambilan keputusan yang
mendukung. Ketiga, tidak adanya fasilitas terhadap kolaborasi, terlebih ketika terjadi situasi
konflik. Keempat, disebabkan oleh tidak terbiasa melakukan active listening, di mana individu
berusaha untuk memahami apa yang dikatakan orang lain dan kemudian berusaha untuk
membuat perbaikan atas usulan yang dibuat orang lain.
1. Ketatan pada norma kelompok. Tanpa ketaatan pada norma kelompok, kelompok/grup tidak akan
dapat berfungsi. Akan tetapi, ketaatan itu membuat hambatan pada kreativitas dan menumbuhkan
groupthink. Ketika anggota kelompok menjadi sangat berlebihan dengan aturan-aturan kelompok,
inovasi menjadi sulit dilakukan. Terlebih jika anggota kelompok lebih menyukai kediaman daripada
merangsang anggota untuk menunjukkan perspektif yang berbeda. Dengan demikian, ide-ide baru akan
sulit untuk mengemuka.
2. Ketiadaan kolaborasi. Persaingan di antara anggota kelompok jarang menumbuhkan ide baru karena
anggota kelompok akan cenderung menyembunyikan informasi bagi dirinya sendiri. Sering kali,
ditemukan bahwa anggota kelompok memang tidak memiliki keahlian (skill) kolaborasi. Dengan
memfokuskan diri pada kooperasi, anggota kelompok akan lebih mudah mengemukakan gagasan dan
menumbuhkan sesuatu yang kreatif.
3. Iklim komunikasi yang defensif. Ketika karekteristik komunikasi kelompok melibatkan evaluasi,
kontrol, intrik (agenda tersembunyi), dan superioritas, anggota kelompok akan berinteraksi secara
defensif. Komunikasi semacam itu tidak memberi ruang pada ide-ide baru. Contoh ketika anggota A
berkata, “Mari kita gabung ide B dan C,” dan anggota D berkata, “Percuma saja deh ….” Sebuah ide
yang berguna akan menguap. Ini juga akan membuat anggota berani menawarkan ide-ide baru.
4. Perbedaan gaya komunikasi di antara anggota. Beberapa anggota cenderung banyak mengeluarkan
pendapat (banyak omong), extrovert, dan vokal dalam berpendapat, sedangkan anggota yang lain lebih
bersifat introvert dan tidak suka menunjukkan pendapatnya. Anggota yang vokal sering mendominasi
pertemuan,sehingga ide-idenya diperhatikan. Padahal, anggota lain mungkin memiliki informasi yang
berguna, namun diintimidasi dengan gaya anggota yang lebih dominan.
5. Norma kultural. Kreativitas dan inovasi muncul ketika orang melihat sesuatu dengan cara yang unik.
Norma kultural, nilai-nilai, dan keyakinan yang demikian agung sehingga sulit untuk ditembus. Orang-
orang yang berusaha melihat dari sudut pandang berbeda dianggap non-conformist (tidak patuh pada
norma-norma sosial). Jadi, ide-ide inovator cenderung didiskreditkan. Untuk memfasilitasi kreativitas,
keseimbangan antara norma kultural dan penghargaan atas inovasi serta kebebasan berekspresi
dibutuhkan.
Rachmadi Triono Page 13
TINJAUAN DAN DISKUSI
1. Anda dihadapkan pada persoalan yang sangat serius bagi perusahaan anda.
Perusahaan anda bergerak dalam bidang ekspedisi barang. Permintan terhadap jasa
ekspedisi anda meningkat pesat dalam dua tahun terakhir sehingga anda menambah
dua unit truk untuk mengantisipasi hal tersebut. Namun karena sesuatu hal cash flow
perusahaan anda menunjukkan defisit yang luar biasa sehingga mengalami gagal
bayar dalam cicilan dua unit truk tersebut. Direktur marketing anda meminta jawaban
atas permintaannya menambah 3 unit truck lagi untuk merespons meningkatnya
permintaan jasa ekspedisi pada perusahaan anda.
Lakukanlah sebuah group decision making untuk menjawab persoalan yang anda
hadapi, dengan salah satu teknik yang telah diajarkan pada buku ini.
2. Bacalah bagian yang membahas mengenai framming dan groupthink. Bisakah anda
membedakannya? Diskusikan dalam kelompok
Rachmadi Triono Page 14
Referensi
Hinsz, V.B. dan G.S. Nickell, “Positive Reactions to Working in Groups in a Study of Group and
Individual Goal Decision‐Making.” Group Dynamics 8: 253–264 (2004).
Janis, I. Victims of Groupthink (Houghton Mifflin: Boston, 1972).
Luthans, F., Organizational Behavior Edisi ke‐10 (McGraw Hill Irwin: Boston, 2005).
Maznevski, M.L. “Understanding Our Differences: Performance in Decision‐Making Groups
with Diverse Members”. Human Relations 47: 531–542.
Nelson, D.L. dan J.C. Quick. Organizational Behavior Edisi ke‐3 (Southwestern College
Publishing: Australia, 2000).
Thomas‐Hunt, M.C. dan K.W. Phillips, “When What You Know is Not Enough: Expertise and
Gender Dynamics in Task Groups.” Personality & Social Psychology Bulletin 30: 1585–1598
(2004).
van de Ven, A. Dan A. Delbecq, “The Effectiveness of Nominal, Delphi, and Interacting Group
Decision‐Making Processes.” Academy of Management Journal 17: 147–178 (1974).
van Knippenberg, D., C.K.W. De Dreu, dan A.C. Homan, “Work Group Diversity and Group
Performance: An Integrative Model and Research Agenda.” Journal of Applied
Psychology 89: 1008–1022 (2004).
Vroom, Victor H (2003), Educating Managers in Decision Making and Leadership,
Management Decision (10): 968‐978
Rachmadi Triono Page 15