Anda di halaman 1dari 4

Nama : NUR AFIFAH NABILA SARAGIH

NIM : 1173351043
Kelas : BK REGULER C 2017
Kelompok :7

Pertanyaan :
1. Anda diminta untuk menggali informasi penyebaran agama pada masa zaman dahulu?
Misalnya, bagaimana penyebaran agama pada zaman kerajaan Majapahit, Sriwijaya,
Mataram, dan seterusnya? Kemudian, mendiskusikan dengan teman sekelompok Anda
untuk mendapatkan informasi tentang suasana kehidupan bertoleransi antarumat
beragama pada masa itu, dan menyusun laporan secara tertulis.
2. Anda dipersilakan untuk menggali informasi dan mengkritisi cara-cara pengambilan
keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat dalam kehidupan masyarakat di
sekitar Anda atau dalam organisasi yang ada di sekitar Anda? Apa bentuk kearifan yang
timbul ketika musyawarah itu berlangsung? Apa bentuk kendala yang timbul ketika
musyawarah itu berlangsung? Diskusikan dengan teman sekelompok Anda dan disusun
dalam laporan tertulis.
3. Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dengan teman sekelompok, apakah nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan masyarakat tersebut mengalami kemunduran atau tidak,
kemudian rumuskan kesimpulan hasil diskusi tersebut untuk diserahkan kepada dosen.
4. Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dan menelusuri bukti-bukti dalam kehidupan
politik tentang perilaku politik para politisi yang telah dijiwai nilai-nilai
Pancasila.(kondisi saat ini).
5. Berdasarkan uraian di atas, Anda dipersilakan untuk menyimpulkan mengapa terjadi
dinamika atau pasang surut wibawa Pancasila sebagai dasar negara.(kondisi saat ini)

Jawaban :
1. - Pada masa kerajaan majapahit, berdasarkan sumber tertulis raja-raja majapahit pada
umumnya beragama siswa kecuali tribuwanattungadewi(ibunda hayam wuruk) yang
beragama buddha mahayan. Pembaharuan /pertemuan pada agawa siwa dan agama
buddha terjadi pada masa pemerintahan raja kartanegara. Apa maksudnya yang belum
jelas. Mungkin sifatnya yang toleransi yang sangat besar, karta negara mempertemukan
agama itu dengan membuat candi siwa-buddha yaitu candi jawi di prigen dan candi
singasari didekat kota. Kemudian bergantila tahta maka berkembang pula berbagai
agama salah satunya waisnawa. Pada masa itu ketiga agama yaitu siwa, budha dan
waisnawa hidup berdampingan. Hal ini terlihat dari kitab negarakertagama peninggalan
kerajaaan hindu-budha yang banyak menceritakan bagaimana raja hayam wuruk sangat
menginginkan terciptanya kerukunan dan kedamaian serta sikap toleransi antar umat
beragama diwilayah kerajaannya.
- Agama di kerajaan Sriwijaya, Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana,
Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara
lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam
perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing
melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi
pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang
dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta yang belajar
agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya. Pengunjung
yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir
kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana
juga turut berkembang di Sriwijaya. Menjelang akhir abad ke-10, Atiśa, seorang
sarjana Buddha asal Benggala yang berperan dalam mengembangkan Buddha
Vajrayana di Tibet dalam kertas kerjanya Durbodhāloka menyebutkan ditulis pada
masa pemerintahan Sri Cudamani Warmadewa penguasa Sriwijayanagara di
Malayagiri di Suvarnadvipa. Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India,
pertama oleh budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Raja-raja
Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari
kurun abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta
mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara. Sangat
dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat perdagangan
di Asia Tenggara, tentunya menarik minat para pedagang dan ulama muslim dari
Timur Tengah, sehingga beberapa kerajaan yang semula merupakan bagian dari
Sriwijaya, kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di
Sumatera kelak, disaat melemahnya pengaruh Sriwijaya. Ada sumber yang
menyebutkan, karena pengaruh orang muslim Arab yang banyak berkunjung dan
berdagang di Sriwijaya, maka seorang raja Sriwijaya yang bernama Sri Indrawarman
pada tahun 718 diduga masuk Islam atau setidaknya tertarik untuk mempelajari
Islam dan kebudayaan Arab, sehingga mungkin kehidupan sosial Sriwijaya adalah
masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat masyarakat Budha dan Muslim
sekaligus. Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya berkirim surat ke khalifah Islam di
Damaskus, Suriah. Pada salah satu naskah surat yang ditujukan kepada khalifah
Umar bin Abdul Aziz (717-720) berisi permintaan agar khalifah sudi mengirimkan
ulama ke istana Sriwijaya
- Kerajaan mataram, Raja Mataram Menjaga Keberagaman Raja beragama Hindu
ini memperistri perempuan Muslim. Dia membangun masjid dan membiayai
rakyatnya naik haji. Anak Agung Anglurah Gede Ngurah Karangasem, raja terakhir
Mataram Lombok, diasingkan ke Batavia sampai meninggal tahun 1894.
(Tropenmuseum). Pada 1740, seluruh wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat,
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Karangasem dari Bali. Raja terakhirnya adalah
Anak Agung Anglurah Gede Ngurah Karangasem (1870-1894). Dia dikenal sebagai
raja yang toleran dan menjaga keberagaman. Penduduknya sebagian besar dari suku
Sasak yang beragama Islam, disusul orang Bali beragama Hindu, Makassar,
Tionghoa, Arab, dan Eropa.Menyadari penduduknya beragam dalam suku, budaya,
dan agama, raja berusaha mengatur dan menjaganya dengan baik. Raja mengadakan
pendekatan kepada tokoh-tokoh Sasak. Bahkan, dia mengambil istri dari suku Sasak,
yaitu Dinda Aminah. Menurut I Gde Parimartha, guru besar sejarah Fakultas Sastra
Universitas Udayana, Bali, lewat hubungan perkawinan, raja menerapkan sistem
keseimbangan dalam masyarakatnya. Raja memandang bahwa budaya dan agama
Islam perlu hidup berdampingan dengan budaya dan agama lain. “Meskipun raja dan
keluarga menganut agama Hindu, namun raja juga mengizinkan masyarakat Sasak
untuk mengembangkan agamanya. Raja juga memberikan istrinya tetap menganut
agamanya (Islam) dan berhubungan dengan masyarakat asalnya (Sasak),” tulis
Parimartha, “Otonomi Daerah dan Multikulturalisme (Studi Mengenai Masyarakat
Nusa Tenggara Barat),” termuat dalam Pendidikan Multikultural dan Revitalisasi
Hukum Adat dalam Perspektif Sejarah. Selain itu, raja mengangkat Said Abdullah,
seorang keturunan Arab sebagai penasihat politik kerajaan sekaligus kepala
pelabuhan Ampenan. Raja juga membantu membangun masjid di Ampenan dan
memberikan bantuan kepada orang-orang Sasak yang naik haji ke Mekkah. Raja
membuka perwakilan di Jedah yang dipimpin oleh Haji Majid untuk mempermudah
rakyatnya menunaikan ibadah haji.“Contoh luar biasa dari Raja Bali di Lombok,
seorang beragama Hindu yang mempunyai istri Sasak Muslim, menurut kesaksian
tahun 1874 pernah membangun sebuah rumah di Mekkah untuk rakyatnya yang mau
naik haji,” tulis Henri Chambert-Loir dalam Naik Haji di Masa Silam tahun 1482-
1890. Raja mengangkat mereka yang telah kembali dari Mekkah sebagai penghulu
agama deng
- an imbalan tanah pecatu (tanah jabatan). Salah satunya Haji Mohamad Ali yang juga
berperan sebagai guru agama dari tokoh-tokoh adat (guru bangkol). “Dengan
kebijakan raja seperti itu masyarakat Lombok menjadi harmonis, saling mengerti
satu sama lain. Ini menjadi cerminan masyarakat multikultural yang didasari
kebijakan politik penguasa, dan kesadaran masyarakatnya tanpa memandang
perbedaan suku, agama, dan kepercayaan,” tulis Parimartha. Pada akhir abad 19,
kerajaan mengalami kemunduran, selain karena intervensi kolonial Belanda, putra
raja yang memegang kebijakan kurang memperhatikan keseimbangan dalam
kehidupan rakyat. Akibatnya, muncul perlawanan dari masyarakat Sasak yang
menolak membayar pajak yang semakin berat. “Pada 1891, keadaan itu
dimanfaatkan oleh kelompok yang memiliki keyakinan keras dengan
mengembuskan semangat menentang raja dengan semboyan perang sabil melawan
raja kafir. Timbulah pemberontakan melawan Raja Mataram,” tulis Parimartha. Raja
meminta penghulu agama, Haji Mohamad Ali untuk mengatasinya, namun tidak
dapat berbuat banyak. Belanda mengasingkan raja ke Batavia sampai meninggal
pada 1894.
Dari sejarah ketiga kerajaan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada saat itu
penyebaran agama begitu berkembang dengan pesat. Terdapat beberapa agama yang
pada setiap kerajaan berbeda. Dilihat dari perkembangan agama berikut dapat
disimpulkan bahwa pada zaman dulu,kehidupan bertoloransi beragama masih sangat
tinggi nilainya. Dimana pemerintahnya, raja”nya dan masyarakatnya sangat
menghargai sebuah agama yang dianut pada dirinya maupun pada masyarakat yang
beragama lain sehingga terciptanya suasana tentram dan damai.

2. Dari pengalaman yang saya miliki adalah saya sebagai anggota pramuka pada gugus
depan 10611-10612 di SMA NEGERI 10 MEDAN. Bentuk musyawarah dan mufakat
diorganisasi pramuka, dimana sebelum melakukan sebuah musyawarah keesokan
harinya, Kami anggota merencanakan untuk melakukan sebuah rapat pada esok hari.
Keesokan harinya, rapat dimulai. Pada saat itu pembahasan mengenai program kerja
yang akan dilaksanakan sebulan kedepan pada setiap seminggu sekalinya tepatnya
dikerjakan pada hari jumat. Bentuk kearifan dalam musyawarah mufakat pada setiap
anggota begitu sangat terpimpin. Dimana diberikan kesempatan pada setiap anggota
untuk mengungkapkan isi pemikiran ide atau gagasan pada setiap anggota. Kendala
yang timbul adalah timbulnya sebuah adu mulut antara anggota yang satu dengan yang
lain, nemun tidak begitu sampai terjadi keributan. Hingga akhirnya tersusunlah program
kerja yang akan dilaksanakan berdasarkan hasil keputusan bersama secara musyawarah
serta mufakat.

3. Menurut saya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan masyarakat mengalami


kemunduran. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran diri masyarakat dalam
mengamalkan nilai-nilai pancasila, seperti contoh rasa toleransi yang kian menurun,
pembunuhan, korupsi.

4. Bukti-bukti dalam kehidupan politik tentang perilaku politik para politisi yang telah
dijiwai nilai-nilai Pancasila pada kondisi saat ini seperti, debat capres dan cawapres,
dimana masing-masing capres dan cawapres saling menghargai antara pendapat yang
satu dengan yang lain, tidak saling menjatuhkan. Kemudian terlihat pada selesai debat
kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden bersalaman dan berpelukan, yang
menandakan bahwa saling bersaing tapi tetap satu tujuan yaitu untuk bangsa indonesia.

5. Mengapa terjadi dinamika atau pasang surut wibawa Pancasila sebagai dasar negara
pada kondisi saat ini? Menurut saya hal ini terjadi dinamika dan pasang surut wibawa
pancasila karena masyarakat atau individu dalam memahami makna pancasila,
kurangnya kesadaran didalam diri masing-masing menjadikan pancasila sebagai dasar
negara, ideologi negara serta acuan dan pedoman dalam berkehidupan berbangsa dan
bernegara. Serta telah masuknya budaya-budaya asing yang setiap jaman berubah dan
bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Seperti tidak adanya rasa toleransi oleh
beberapa individu, ingin terkenal namun dengan cara yang melampaui batas atau tidak
sesuai dengan nilai pancasila, mengikuti tren budaya asing.

Anda mungkin juga menyukai