Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam dua dekade terakhir ini, kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran
telah banyak berperan dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan
neonatal. Demikian pula kejadian asfiksia neonatus mengalami perubahan dalam
pengelolaan secara nyata. Walaupun demikian perubahan ini tampaknya belum
dapat memecahkan masalah asfiksia secara tuntas, karena masih sangat
berpengaruh terhadap kualitas bayi dikemudian hari, karena itu perlu
pemantauan jangka panjang baik dari segi fisik / neurologik, maupun segi
kongnitif yang tinggi, termasuk kebutuhan oksigen oleh bayi.
Pada saat bayi dalam kandungan kebutuhan oksigen dipenuhi dari ibu
melaluai sirkulasi darah dari plasenta, namun begitu bayi lahir bayi harus dapat
menghasilkan sendiri oksigen melalui pernafasan. Pernafasan pertama sangat
menentukan karena oksigen sangat dibutuhkan oleh organ vital seperti otak,
jantung, paru dan ginjal, sehingga bayi dapat melangsungkan kehidupannya.
Apabila bayi tidak menangis pada saat lahir disebut asfiksia, dan ini berarti bayi
gagal bernafas secara spontan.
Asfiksia adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan
pertukaran gas dan transpor O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2. Keadaan ini
disertai dengan asidosis, hiperkapnia dan hipoksia. Nilai APGAR yang rendah
sebagai manifestasi pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian
yang tinggi. Hipoksia yang terdapat pada neonatus asfiksia merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan
ektra uterin, disamping itu juga didapatkan bahwa sindroma gangguan nafas,
infeksi dan kejang merupakan keadaan yang sering terjadi pada neonatus dengan
asfiksia. Berdasarkan penelitian dan pengalaman klinis menunjukkan penyebab
utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir adalah asfiksia.
Angka kematian tertinggi terjadi selama 24 jam pertama masa kehidupan
neonatus, pada masa ini terjadi sekitar 40 % dari seluruh kematian dibawah usia

1
satu tahun. Dalam dua dekade terakir ini, angka kesakitan dan kematian pada
neonatus mulai menurun, perubahan tersebut tampak pada asfiksia neonatorum.
Meskipun demikian perubahan ini nampaknya belum dapat memecahkan
permasalahan asfiksia, karena asfiksia ini akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembamgan di kemudian hari. Sehingga di sini diperlukan
pemantauan jangka panjang dengan menstimulasi mental secara dini dan
memeriksanya dengan DDST.
Apabila penanganan asfiksia tidak efektif atau tidak sempurna maka
akibatnya akan lebih buruk dan kemungkinan timbul sekuele. Tindakan yang
ditujukan / diberikan kepada neonatus bertujuan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan mencegah gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul. Untuk itu diagnosis dini dan antisipasi penderita asfiksia mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pelaksanaannya, sehingga bayi mendapatkan
penatalaksanaan dan perawatan yang betul, cepat dan adekuat.
Untuk mencegah / menurunkan kejadian asfiksia, petugas kesehatan
sangatlah penting peranannya, yaitu bertanggung jawab untuk meningkatkan
pengetahuan kepada para ibu-ibu yang sedang mengandung untuk selalu
menjaga kehamilannya dan diajarkan cara untuk mendeteksi secara dini
kelainan-kelainan yang ada, sehingga apabila terdapat masalah dapat cepat
diatasi. Oleh karena pentingnya pengelolaan terhadap asfiksia sehingga penulis
perlu memahami bagaimana penatalaksanaan pasien dengan asfiksia
Kebutuhan nutrisi bayi hanya berasal dari cairan. Mengingat 60 % tubuh
terdiri dari cairan, sehingga apabila terjadi ketidak seimbangan pada cairan maka
akibatnya akan menganggu perfusi jaringan. Begitu pentingnya cairan tubuh
pada bayi maka memerlukan pemantauan yang intensif terhadap cairan tubuh,
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa perlu untuk mempelajari jauh
tentang cairan pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia.

2
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah menyelesaikan kontrak belajar, mampu memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Asfiksia

2. Tujuan khusus
Setelah menyelesaikan kontrak belajar ini
 Saya mampu menjelaskan tujuan pemberian cairan untuk bayi baru lahir
dengan asfiksia.
 Saya mampu menjelaskan keuntungan dan kerugian therapy cairan
untuk pasien asfiksia
 Saya mampu menjelaskan peran perawat terhadap therapy cairan pada
bayi dengan Asfiksia.
 Saya mampu menjelaskan teknik pemasangan infuse.
 Saya mampu melakukan fiksasi/mempertahankan kepatenan IV kateter
kepada bayi asfiksia.
 Saya mampu memberikan cairan dengan menggunakan NGT.
 Saya mampu menjelaskan komplikasi therapy cairan intra vena
 Saya mampu menghitung jumlah kebutuhan cairan untuk bayi asfiksia
 Saya mampu memberikan macam cairan yang diperlukan untuk bayi
baru lahir.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai
keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur
setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir
mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan
mengeluarkan CO2 (A.H Markum, 2002).

B. Etiologi
Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir.
1. Faktor ibu
 Hipoksi ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat
hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal
pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang
rendah.
 Penyakit pembuluh darah yang menganggu aliran darah uterus, kompresi
vena kava dan aorta saat hamil, gangguan kontraksi uterus, hipotensi
mendadak akibat perdarahan, hipertensi pada penyakit eklampsia.
 Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
 Gravida empat atau lebih
 Sosial ekonomi rendah
2. Faktor plasenta
 Plasenta tipis
 Plasenta kecil
 Plasenta tak menempel
 Solusio plasenta

4
 Perdarahan plasenta
3. Faktor janin / neonatus
 Kompresi umbilikus
 Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
 Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
 Prematur
 Gemeli
 Kelainan congenital
 Pemakaian obat anestesi
 Trauma yang terjadi akibat persalinan
4. Faktor persalinan
 Partus lama
 Partus tindakan

C. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan
dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat dan lamanya
asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnoe,
disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukkan usaha
nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat
usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode apnoe yang
kedua., dan ditemukan pula bradikardia dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan
keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan
asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang
berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung
berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan
gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di

5
otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala
sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

D. PATHWAYS

E. Manifestasi klinik
1. Pernafasan cuping hidung
2. Pernafasan cepat
3. Tidak bernafas
4. Nadi cepat
5. Cyanosis
6. Nilai APGAR kurang dari 6

Untuk menilai tingkat asfiksia: asfiksia berat, sedang atau ringan bahkan normal
dapat dipakai penilaian dengan APGAR score sebagaimana tertera pada table
berikut.

Tabel untuk menentukan tingkat/ derajat asfiksia yang dialami bayi

TANDA 0 1 2
Warna Kulit Pucat kebiruan Tubuh kemerahan Seluruh tubuh
ektremitas biru kemerahan
Denyut Nadi Tidak teraba Kurang dari 100 Lebih dari 100
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Tonus Otot Tidak ada gerakan Gerakan fleksi pada Bergerak aktif
ektremitas
Pernafasan Tidak ada Lambat tidak teratur Menangis kuat/
keras

Klasifikasi klinik nilai APGAR:

1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)


Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen
terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus

6
bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose
40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.

2. Asfeksia sedang (nilai APGAR 4-6).


Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas
kembali.

3. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10


Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung
menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia
berat.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )
2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi
jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek)
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
4. Pengkajian spesifik

Gradasi Hipoksi Iskemia Ensepalopati pada bayi

Tanda klinis Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3

Tingkat kesadaran Iritabel Letargi Stupor, koma


Tonus otot Normal Hipotonus Flaksit
Postur Normal Fleksi Deserebrasi
Reflek tendon / Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
klonus
Reflek Moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Medriasis Miosis Tidak bereflek
cahaya
Kejang Tidak ada Sering terjadi Deserebrasi
EEG Normal Voltase rendah, Isoelektrik
berubah dengan

7
kejang
Durasi <24 jam 24jam - 14 hari Beberapa minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian berat

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan
hidup dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian
hari.Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa:
1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia,
pertumbuhan homeostasis yang timbul makin berat. Resusitasi akan semakin
sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/ hipoksia antenatal tidak
dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia
paska natal harus dicegah dan diatasi.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan akan memberikan keterangan yang jelas
tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan
dapat dipilih dan ditentukan secara cepat dan tepat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah:


1. Membersihkan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar
oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan
usaha pernafasan lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

8
Tindakan Umum:
1. Pengawasan suhu tubuh
Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan
memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak
kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu
tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen
meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat
segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi
dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering,
jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau
baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau
topi kepala yang terbuat dari plastik

2. Pembersihan jalan nafas


Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan
pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa-
gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul
penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan
nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.

3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan


Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah
lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan
terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam
mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive
dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat
dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua
telapak kaki bayi.

9
4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi
a. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia
1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan
2. Memberikan obat- obatan
3. Memberikan nutrisi parenteral
b. Keuntungan dan kerugian therapy Cairan
Keuntungan :
1. Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat
target berlangsung cepat
2. Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy
lebih dapat diandalkan.
3. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat
dipertahankan maupun dimodifikasi.
4. Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular
dan subkutan dapat dihindari.
5. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain
karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus
gastrointestinal.

Kerugian :
1. Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi
2. Komplikasi tambahan dapat timbul :
 Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi
 Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )
 Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

c. Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan
asfiksia
1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse
maupun kemasannya.

10
2. Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis
cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)
3. Memeriksa kepatenan tempat insersi
4. Monitor daerah insersi terhadap kelainan
5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program
6. Monitor kondisi dan reaksi pasien

d. Teknik pemasangan infuse


 Siapkan alat-alat
 Cuci tangan lalu gunakan sarung tangan tangan
 Pilih vena yang terbaik, jika perlu bersihkan area insersi dengan
gerakan melingkar dari pusat keluar dengan larutan anti septic dan
biarkan mengering.
 Pasang tourniquet 4-5 inchi di atas tempat insersi.
 Fiksasi vena, letakkan ibu jari di atas vena untuk mencegah
pergerakan dan untuk meregangkan kulit melawan arah penusukan.
 Tusuk vena, pegang tabung bening kateter, tempatkan posisi jarum
dengan sudut 30-400. Tusukkan searah dengan aliran vena
menembus vena rasakan letupan dan lihat adanya aliran balik darah.
 Rendahkan jarum sampai sejajar dengan kulit. Dorong kateter ke
dalam vena kira-kira ¼ - ½ inchi sebelum melepas jarum penuntun
dan dorong kateter.
 Lepas tourniquet, tarik jarum penuntun.
 Pasang ujung selang infuse.
 Fiksasi kateter.
 Atur kecepatan tetesan sesuai dengan program.
 Pasang balutan steril.
 Berikan label pada dressing (tanggal, jam, ukuran kateter, initial
nama pemasang).
 Lepaskan sarung tangan, alat-alat dibersihkan.

11
e. Tehnik memfiksasi / mempertahankan kepatenan dari alat kepada bayi
asfiksia yang terpasang infuse
Metode Chevron
 Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan di bawah hubungan kateter
dengan bagian yang berperekat menghadap ke atas.
 Silangkan kedua ujung plester melalui hubungan kateter dan
rekatkan pada kulit pasien.
 Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan
sayap infuse untuk memperkuat kemudian berikan label.

f. Memberikan cairan dengan menggunakan NGT


Adalah memasukkan cairan kedalam lambung bayi dengan
menggunakan NGT. Dengan tujuan memenuhi kebutuhan tubuh akan
makanan dan cairan, yang dilakukan pada bayi yang mengalami
kesulitan mengisap dan bayi dengan kelainan bawaan misalnya
labiopalatoskisis atau atresia esophagus.

Persiapan:
Alat:
 Susu atau cairan sesuai dengan kebutuhan
 Corong
 NGT apabila belum terpasang
 Air matang pada tempatnya
 Alas dada bayi
 Spuit ukuran sesuai dengan kebutuhan
 Plester
 Kasa steril
 Pada tempatnya
 Gunting verban
 Bengkok

12
Pasien:
1. Pasang alas pada dada bayi.
2. Bayi disiapkan dengan kepala lebih tinggi dari badan, misalnya dengan
menggunakan bantal.
3. Bila pemberian cairan dilakukan melalui hidung maka lubang hidung
harus dibersihkan dahulu.
4. Pipa diukur dari epigastrium sampai ke hidung kemudian belok ke
telinga, selanjutnya pipa diberi tanda.
5. Ujung pipa dilicinkan dengan air atau pelican lainnya.
6. Bagian pangkal pipa diklem atau dilipat, tutup dengan jari dan ujung
dimasukkan melalui hidung dengan hati-hati sampai batas yang diberi
tanda. Perhatikan keadaan umum bayi, apakah ada tanda-tanda sesak
napas atau tidak.
7. Periksa apakah pipa betul-betul masuk ke dalam lambung, caranya
dengan mengisap cairan lambung menggunakan sepuit. Kemudian
pastikan bahwa betul-betul yang keluar cairan lambung, caranya
dengan menggunakan lakmus biru atau warna cairan.
8. Corong atau spuit dipasang pada pangkal pipa.
9. Tuangkan sedikit air matang, klem dibuka kemudian cairan
dimasukkan melalui corong, selama pemberian cairan corong ditutup
dengan kasa steril untuk mencegah kontaminasi.
10. Bila cairan sudah hampir habis tuangkan sedikit air matang untuk
membilas.
11. Bila pipa dipasang secara menetap, pangkal pipa diklem atau dilipat
dan diikat setelah itu difiksasi pada dahi dengan plester.

g. Komplikasi therapy cairan intravena


 Infeksi
 Emboli Udara

13
h. Jumlah kebutuhan cairan pada bayi baru lahir

Kebutuhan Cairan Pada Neonatus

BERAT LAHIR UMUR DALAM HARI


1_- 2 3-7 7 – 30
< 750 100- 250 150 - 300 120 – 180
750 -1000 80 - 150 100 - 150 120 – 180
1000 - 1500 60 - 100 80 -150 120 -180
!500 - 2500 60- 80 100 - 150 120 – 180
TERM 60 -80 100 - 150 120 - 180

i. Macam cairan yang diperlukan untuk bayi baru lahir

MACAM OSMOLARITAS KARBOHIDRAT ( G/ l ) KALORI KEMASAN


CAIRAN DEKTROSE MALTOSE ( ML)
D5 % 278 50 200 250,500
D 10 % 506 100 400 500
MARTOS- 284 100 400 500
10 %

14
BAB III
RESUME

A. Studi Kasus
Bayi A jenis kelamin laki-laki umur 5 jam lahir dengan vacuum ekstrasi
atas indikasi pre eklampsia berat. Pada tanggal 04 Oktober 2004 jam 03.30 WIB
dari seorang ibu G1P0A0. Kehamilan 38 minggu dengan BB 2500 gram,
panjang badan 48 cm, APGAR score 4-5-6.
Keadaan umum bayi setelah lahir tampak lemah menagis kurang kuat,
kulit kemerahan, kurang aktif, akral dingin, capillary refill 3 detik. Bayi A
ditempatkan pada couve. Terpasang O2 60% head box, terpasang infuse
umbilical D10% 192/8/8 tetes per menit (mikro drip).
Keadaan bayi saat dikaji, kesadaran kurang aktif, menangis kurang kuat,
reflek menelan negative, suhu 370C, RR 40 kali / menit, HR 140x per menit,
denyut nadi isi penuh tekanan kuat. Pasien terpasang 02 head box 60 %.
Hasil pemeriksaan laborat meliputi Hb 15,1 gr/ dl, HT 46,5 %,
Leukosit: 12.800 ribu/ mmk, Natrium: 135 mmol/ l, Kalium: 4,0 mmol/ l,
Chlorida: 111, Trombosit: 168.000. BGA: PH: 7,379, PCO2: 22,7 mmhg,
Po2: 196 mmhg, HCO3 13,6 mmol/ L, BE: -9,2 mmol/ L, SaO2 : 99,7 %,
AaDO2: 63,2 mmhg.
Dari pengkajian bayi A ditemukan 3 masalah keperawatan yaitu: Resti
gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan, Resti komplikasi hipotermi,
Resti infeksi.

B. Hasil diskusi dengan expert


1. Expert 1 (Siti Aminah, AMk., Perawat anak)
Pengertian asfiksia adalah gangguan pernafasan yang terjadi pada bayi baru
lahir, bayi tidak dapat mendapatkan kebutuhan oksigen serta mengeluarkan
CO2.

15
Penyebab dari asfeksia adalah persalinan tindakan dimana ibu menderita pre
eklamsi ataupun persalinan macet dan anak mengalami fetal distress, DTA
(Deep Tranverse Arrest), sutura sagitalis menempati ruang panggul yang
sempit dimana kepala bayi tidak dapat melakukan putaran paksi dalam, ibu
kelelahan oleh karena ibu sudah kehabisan tenaga sehingga ibu tidak
mampu mengejan akhirnya dilakukan vacuum ekstraksi yang beresiko
terjadinya asfiksia.
Tanda dan gejala dari asfiksia anak tidak menangis kuat / tangisannya
merintih, anak terlihat sianosis, pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung.
Penentuan kriteria asfiksia ringan, sedang, dan berat dapat digunakan
penilaian APGAR score. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dengan
pemerikasaan BGA, darah rutin, urin rutin.
Penatalaksanaan bayi dengan asfiksia adalah dengan memberikan oksigen
sesuai dengan kebutuhan. Biasanya 24 jam pertama dengan menggunakan
O2 head box dengan konsentrasi 60%. Kemudian diperhatikan pula
pengaturan suhu tetap stabil agar tidak terjadi hipotermia, monitor tanda
vital terutama pernafasan, penundaan pemberian minum pada anak oleh
karena fungsi pencernaan masih terganggu, kebutuhan cairan dipenuhi
dengan infuse D 10%. Anak ditunda minum sampai ada reflek menghisap,
atau kurang lebih 24 jam. Menurut expert 1 meskipun pasien dipuasakan/
tunda minum, namun tidak akan kekurangan cairan oleh karena sudah
mendapat cairan sesuai program. Dan pemberian cairan bertujuan untuk
memberikan nutrisi, mempertahankan keseimbangan cairan dan
memberikan obat-obatan. Sedang keuntungan dari therapy cairan adalah
absorbsi obat lebih cepat.

2. Expert II (dr. Sulistyo, residen anak)


Bayi A mengalami asfiksia sedang. Dari hasil pemeriksaan terakhir sudah
ada perbaikan kondisi, akan tetapi bayi A masih harus dirawat di ruang
PBRT untuk diobservasi keadaannya, karena bayi sewaktu-waktu dapat
berubah. Adapun perawatannya setelah bayi tidak sesak nafas tidak perlu

16
diberikan head box oksigen cukup diberikan nasal 28%. Selain itu perlu
menjaga kehangatan bayi masih dalam kondisi adaptasi sehingga pusat
termoregulasi belum berkembang sepenuhnya. Yang terpenting perawatan
bayi baru lahir adalah kepekaan perawat terhadap tangisan bayi, karena
tangisan bayi dapat disebabkan oleh bermacam-macam. Untuk pemberian
ASI sudah bisa diberikan karena reflek menghisap sudah ada, tetapi harus
memperhatikan kondisi pasien juga, setiap mau memasukkan sonde harus
dicek residu terlebih dahulu, sehingga cairan yang masuk sesuai dengan
toleransi pencernaan. Untuk pemberian cairan pada hqri ke 90 ml per kg BB
per 24 jam, ini sudah termasuk sonde dan infuse. Kalau hari pertama nutrisi
enteral tunda dulu. Pemberian cairan lewat vena ini kerugiannya terjadi
flebitis. Adapun jenis cairan yang digunakan untuk neonatus berdasarkan
protap yang ada adalah D10 %, oleh karena cairan ini masuk jenis isotonik
dan kalorinya besar, sehingga mampu memenuhi kebutuhan neonatus.

3. Expert III (dr. Wisnu, residen anak)


Pemeriksaan yang dilakukan pada anak asfiksia adalah analisa gas darah
untuk mengetahui konsentrasi oksigen dalam darah dan sejauhmana
kebutuhan oksigen diperlukan. Dilakukan pemeriksaan darah rutin dan jika
anak diare dilakukan pemerikasaan feses dan urin. Apabila terjadi asidosis
perlu dilakukan koreksi untuk menjaga agar sirkualsi darah tetap baik,
memberikan lingkungan yang baik sangat diperlukan, menjaga saluran nafas
tetap bebas, serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi
dan pengeluaran CO2 lancar, dengan memberikan bantuan pernafasan secara
aktif apabila bayi menunjukkan pernafasan yang lemah. Program cairan
yang diberikan adalah dekstrose 10% oleh karena cairan ini banyak
mengandung kalori sehingga sangat dibutuhkan oleh bayi. Sedangkan
program tetesan yang diberikan adalah mikro drip (1 cc = 60 tetes).
Disamping itu penetalaksanaan yang tidak kalah penting yaitu pencegahan
terjadinya infeksi oleh karena bayi masih sangat rentan / daya imunnya
masih rendah, untuk itu tindakan invasif sangat diminimalkan,

17
misalkan dalam pengambilan darah tidak perlu mengambil dari vena yang
lain cukup mengambil dari vena umbilikalis yang telah dipasang infuse.
Disamping hal tersebut di atas setelah bayi bisa menetek perlu diberikan
pengawasan yang ketat baik kepada bayi maupun ibu jangan sampai terjadi
aspirasi. Hal ini juga perlu disampaikan apabila pasien sudah diijinkan
pulang sehingga setelah di rumah ibu dapat merawat bayi dengan baik.

C. Permasalahan
1. Apakah tujuan dan kapan waktu pemberian cairan
2. Apakah peran perawat terhadap terapi cairan?
3. Bagaimana tehnik memfiksasi/ mempertahankan kepatenan IV kateter pada
bayi lahir dengan asfiksia?
4. Bagaimana cara memberikan cairan lewat NGT?
5. Berapa jumlah kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir dengan asfiksia?

18
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Tujuan dan waktu pemberian cairan


PT Otsuka Indonesia (2003) menyebutkan bahwa tujuan pemberian
therapy cairan yaitu mempertahankan keseimbangan cairan, memberikan obat-
obatan dan memberikan nutrisi. Pada bayi ny A oleh karena terjadi asfiksia, hari
pertama reflek menelan masih negative sehingga ditunda untuk diet enteral.
Selain itu ditakutkan kerja pernafasan bayi A meningkat. Sehingga untuk
memenuhi kebutuhan cairan bayi A diberikan infuse D10 %. Hal ini bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan cairan, dan untuk memasukkan obat, oleh karena
pasien mendapat obat Amoxicilin 2x 125 mg dan vit K 1x1mg intravena.
Hanya saja pemberian cairan D 10% diberikan setelah bayi dipuasakan
selama 24 jam. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
pemberian cairan seharusnya diberikan sesegera mungkin setelah
gastrointestinal bayi berfungsi dengan baik. Penundaan pemberian cairan
tersebut memberikan dampak negative pada bayi berupa asidosis metabolik.
Masalah lain yang ditemukan adalah pemantauan fungsi pencernaan bayi yang
tidak dilakukan secara kontinu sehingga menjadikan penundaan diit enteral
berlangsung lebih lama. Kondisi demikian memungkinkan kurang adekuatnya
kebutuhan cairan / diit enteral bayi. Oleh sebab itu penulis mengadakan diskusi
kepada expert dalam hal ini residen anak, apakh keuntungan yang diperoleh
sebanding dengan kerugiannya apabila anak dipuasakan, sementara kita
perhatikan bersama bahwa kenyataannya pasien jatuh dalam kondisi asidosis,
walupun sudah terkompensasi. Hal ini perlu dihindarkan demi keselamatan
pasien. Dokter mengatakan betul sekali apa yang di utarakan, namun
kenyataanya kita sebagai dokter, masih sangat sulit untuk mendapatkan
kemitraan dengan keperawatan, karena sebagian besar perawat disini
pengetahuan tentang cairan sangat kurang.

19
B. Peran perawat dalam dalam pemberian terapi cairan
Salah satu peran perawat yang dibutuhkan dalam pengelolaan bayi dengan
asfiksia adalah peran sebagai pelaksana asuhan akeperawatan secara optimal
(health providers). Peran ini memungkinkan perawat melakukan kegiatan
pengkajian dan perencanaan secara matang mengenai masalah dan hal-hal yang
dibutuhkan oleh pasien asfiksia, misalnya tentang kebutuhan cairan yang tepat
dan adekuat untuk bayi yang mengalami gangguan berupa asfiksia.
Namun kenyataannya perawat tidak memahami secara substansial tentang
jumlah cairan yang dibutuhkan oleh bayi asfiksia. Kebanyakan perawat
beranggapan bahwa masalah kebutuhan cairan adalah tanggungjawab
sepenuhnya oleh pihak medis / dokter, dan mereka beranggapan bahwa perawat
hanya bertanggungjawab dalam cara pemberian cairan. Kondisi ini
menyebabkan perawat tidak segera mengetahui bila terjadi kekurangan cairan
pada bayi atau kondisi lain yang berhubungan dengan masalah kebutuhan
cairan, yang diperparah dengan adanya ketidakmampuan perawat dalam
membaca hasil laboratorium yang terkait dengan analisis gas darah. Akibatnya
perawat tidak mengetahui kalau bayi yang sedang dikelolanya mengalami
asidosis metabolik terkompensasi penuh.

C. Tehnik memfiksasi/ mempertahankan kepatenan IV kateterpada bayi baru lahir


dengan asfiksia
Berbagai macam cara memfiksasi/ mempertahankan IV kateter
diantaranya: metode Chevron, metode U, metode H. Ini semua dilakukan untuk
memudahkan dan mengefektifkan dalam perawatan IV kateter. Perawatan IV
kateter dilakukan setiap hari sekali yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yaitu infeksi/ phlebitis. Namun tehnik tersebut hanya dilakukan
untuk pemasangan infuse dibagian distal. Pada an A infuse dipasang di
umbilikel sehingga tehnik dalam memfiksasinyapun berbeda dengan cara
diaatas, sampai laporan ini dibuat penulis belum mendapatkan sumber tentang
cara fiksasi IV kateter yang terpasang di umbilikel. Sehingga penulis lebih
mengacu kepada prosedur tetap yang ada di ruangan, yaitu setiap hari IV kateter

20
pada umbilikel di balut dengan kasa betadi dengan tehnik steril, serta cara
memasang plester melingkar pada daerah umbilikel kemudian di tempelkan
pada abdomen. (plester dipotong 10-12 cm, lalu bagian tengah plester dililitkan
pada IV kateter yang telah terbungkus kasa betadin, sedangkan ujung- ujungnya
dilekatkan pada kanan kiri abdomena). Namun kenyataan pada pengamatan
sekitar satu minggu meskipun IV dipasang pada vena besar/ umbilikel jarang
terjadi infeksi oleh karena perawatan setiap hari dilakukan, dan pencegahan
infeksi cukup baik, terbukti tersedianya wastavel alat cuci tangan alternative
disetiap ruangan di PBRT.

D. Pemberian cairan dengan NGT


Pemberian cairan dengan NGT ini ada dua tehnik yaitu : yang pertama
NGT dipasang tidak menetap/ setelah cairan sonde masuk kemudian NGT lalu
dicabut ini dilakukan apabila tidak diperlukan terus menerus, tetapi apabila
dibutuhkan cairan susu/ sonde yang terus menerus NGT dipasang menetap
namun harus diganti setelah 5 hari, hal ini untuk mencegah infeksi dan
perubahan posisi NGT, hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh expert
1 dari keperawatan. Prinsip pemberian susu/ cairan lewat NGT adalah , posisi
kepala lebih tinggi dan mencegah adanya udara masuk saluran pencernaan, oleh
karena hal ini dapat mengakibatkan distensi pada abdomen dan akan
menganggu fungsi gastro intestinal. Sehingga setelah diberikan sonde perlu
dilakukan sendawa untuk mencegah adanya udara masuk ke saluran intestinal,
walupun pada saat memberikan sonde sudah diminimalkan adanya udara yang
masuk. Pada studi kasus apabila sonde diberikan oleh perawat ruangan setelah
memberikan sonde tidak dilakukan sendawa, Tetapi penulis memberikan contoh
dengan cara setelah memberikan sonde dilakukan sendawa. Namun hal ini
sepertinya tidak ada yang merespon dari perawat ruangan, Sehingga penulis
mengadakn diskusi kepada salah satu perawat ruangan tentang perlunya
dilakukan sendawa setelah memberikan sonde dan perawat mengatakan bahwa
hal ini tidak diketahui oleh perawat ruangan. Meskipun pasien mendapat sonde,
namun oleh karena reflek menelan pada hari kedua mulai ada, maka sebelum

21
diberikan sonde ditetekkan dulu keibunya, kemudian kalu kurang baru diberi
sonde.

E. Jumlah cairan yang diberikan pada bayi asfiksia


Jumlah pemberian cairan pada bayi dengan asfiksia didasarkan pada BB
yaitu BB antara 1500 – 2500 gram pada hari pertama – hari kedua diberikan
cairan sebanyak 60 – 80 cc per Kg BB per 24 jam. Pada hari ketiga – hari ke
tujuh diberikan cairan sebanyak 100 -150 cc per Kg BB per 24 jam.
Pada kenyataannya pemberian cairan didasarkan atas aspek kemudahan
yaitu pada hari pertama diberikan cairan sebanyak 192 cc / 24 jam yang
seharusnya berdasarkan formulasi cairan yang diberikan adalah sebesar 200 cc.
Aspek kemudahan yang dimaksudkan adalah 192 cc habis dibagi 24 jam yaitu
sebesar 8 tetes / menit atau 8 cc / jam. Dengan perhitungan ini menyebabkan
cairan yang diberikan tidak memenuhi jumlah cairan sesuai dengan
penghitungan yang berlaku, sehingga bayi masih kekurangan cairan sebanyak 8
cc dalam 24 jam. Jumlah cairan ini sangat berarti bagi bayi terutama pada hari
pertama kehidupannya. Dampak tidak adekuatnya pemberian cairan tersebut
memungkinkan terjadinya gangguan perfusi yang mana perfusi ini akan
mempengaruhi oksigenasi, termasuk oksigenasi ke jaringan ginjal, akibatnya
menyebabkan asidosis metabolik, namun By A masih bisa mengkompensasi hal
itu sehingga kompensasi dari ginjal adalah tidak mengeluarkan cairan secara
optimal sehingga menyebabkan retensi HC03. Yang mana keadaan ini
menunjukkan asidosis metabolic terkompensasi penuh, sehingga pasien tidak
perlu diberi tindakan a

22
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Asfiksia adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan
pertukaran O2 dan Co2 yang dapat disebabkan oleh faktor ibu, janin,
plasenta, dan faktor persalinan.
2. Prinsip penatalaksanaan pada pasien asfiksia adalah: pengawasan suhu,
Pembersihan jalan nafas dan rangsangan untuk menimbulkan pernafasan,
serta pemberian cairan yang adekuat.
3. Tujuan pemberian cairan pada bayi asfiksia adalah untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan nutrisi.
4. Permasalahan yang dijumpai pada saat pengelolaan bayi dengan asfiksia
adalah pada tujuan pemberian cairan, jumlah cairan yang harus diberikan,
dan peran perawat dalam pengelolaan bayi dengan asfiksia.
5. Tujuan pemberian cairan adalah untuk pemenuhan cairan dan nutrisi bayi,
namun waktu pemberiannya adalah setelah bayi dipuasakan selama 24 jam.
Jumlah cairan yang diberikan tidak sesuai dengan teori karena terjadi
pengurangan sebesar 8cc dalam 24 jam. Peran perawat lebih banyak pada
cara pemberian cairan bukan pada berapa cairan yang dibutuhkan bayi.

B. Saran
1. Seharusnya cairan yang diberikan pada bayi asfiksia tidak ditunda hingga 24
jam, namun perlu diberikan sesegera mungkin terutama setelah diketahui
system gastrointestinal berfungsi dengan baik.
2. Seharusnya kebutuhan cairan pada bayi tidak didasarkan pada kemudahan
membaginya untuk keperluan selama 24 jam, namun lebih pada berapa cc
yang seharusnya bayi (dengan asfiksia) butuhkan. Hal ini dapat dilakukan
dengan berpedoman pada formula yang telah ada.

23
3. Perlu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perawat mengenai
pemberian cairan bagi bayi asfiksia sehingga keputusan yang diambil tidak
didasarkan pada bagaimana cara cairan diberikan, namun juga harus
diketahui mengenai berapa banyak kebutuhan cairan bagi bayi asfiksia.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. A.H Markum, (2002). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: FKUI.

2. Arif Ridwan & Iman Fathurrohman W. (1997). Referensi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
ke-2. Bandung.

3. Berhman, Kliegman & Arvin, (1996), Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Alih Bahasa
Samik Wahab. Jilid I, Jakarta: EGC.

4. http: // www.pediatrik.com/kanal.Php?pg=karyailmiah&id=03.

5. http : //www.Suaramerdeka.Com/harian/0308/11/ragam5.htm.

6. Mochtar, Rustam, (1998), Sinopsis Obstetri: Obstetri Patologi, Edisi 2, Jakarta: EGC.

7. Persis Mary Halminton, (1999), Dasar- dasar Keperawatan Maternitas Edisi 2,


Jakarta: EGC

8. Staf Pengajar IKA FKUI, (1995), Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3, Jakarta: IKA FKUI.

9. Purnawan, J dkk, (1998) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi2, Jakarta: Media


Aeusculapius FKUI.

10. PT Otsuka Indonesia. (2003). Pemberian Cairan Infus. Edisi revisi VIII.

11. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, (2002), Ilmu Kebidanan, Jakarta:
JNPKKR-POGI

12. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, (2002), Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR- POGI

13. Arif Ridwan & Iman Fathurrohman W. (1998). Referensi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
ke-2. Bandung.

25
Pathway Asfeksia

Faktor ibu Faktor plasenta Faktor janin Faktor persalinan

Asfeksia

SSP Kardiovaskuler
Pulmonal

Penurunan Hipoksemia
suplai Oksigen Gangguan
ke otak vaskularisasi
Penurunan COP pulmonal

Iskemia
Penurunan perfusi Hipertensi pulmonal
oksigen
Hiperkapnia
Hipoksia jaringan
Odema otak Kerusakan sel
otak
Penurunan saturasi
oksigen
Kejang

Gangguan perfusi Gangguan pola


jaringan nafas
Resiko tinggi injury

26
PANDUAN RENCANA AKTIVITAS BELAJAR HARIAN

Nama : Sri Hidayati


Nim : G2B604031
Tanggal : 04/10/04

OBJEKTIV SUMBER BELAJAR STRATEGI KET


BELAJAR
1. Melakuka 1. A.H Markum, (2002). 1. Membaca referensi
n orientasi ruangan dan Ilmu Kesehatan 2. Melakukan diskusi
kasus Anak,Jakarta: FKUI. dengan expert
2. Diskusi 3. Melakukan
kontrak belajar 2. Yayasan Bina Pustaka pemeriksaan
3. Melakuka Sarwono Prawiroharjo, APGAR Score
n pengkajian pada anak (2002), Buku Acuan dengan expert
dengan asfeksia yang Nasional Pelayanan 4. Melakukan
meliputi: Kesehatan Maternal dan pengkajian kepada
 Warna kulit Neonatal, Jakarta: ibu dan keluarga
 Denyut nadi/ denyut JNPKKR- POGI
jantung
 Reflek 3. Berhman, Kliegman &
 Tonus otot Arvin, (1996), Ilmu
 Pernafasan Kesehatan Anak Nelson,
Alih Bahasa Samik
4. Melakuka Wahab. Jilid I, Jakarta:
n Pengkajian kepada ibu EGC
meliputi:
 Riwayat kesehatan 4. Joyce Engel, 1999,
masa lampau Pengkajian Pediatrik,
 Riwayat kehamilan Jakarta, EGC.
 Riwayat sosial
 Riwayat nutrisi 5. Diskusi dengan expert

Semarang, 04/10/04

Pembimbing Mahasis

PANDUAN RENCANA AKTIVITAS BELAJAR HARIAN

27
Nama : Sri Hidayati
Nim : G2B604031
Tanggal : 05/10/04

OBJEKTIV SUMBER BELAJAR STRATEGI KET


BELAJAR
1. Melakukan 1. Mochtar, Rustam (1998), 1. Membaca
pemeriksaan fisik pada Sinopsis Obstetri: Obstetri referensi
anak dengan asfeksia, Patologi, Edisi 2,Jakarta: 2. Melakukan
meliputi: EGC. diskusi dengan
 Warna kulit expert
 Denyut nadi/ denyut 2. Persis Mary Halminton, 3. Melakukan
jantung (1999), Dasar- dasar pemeriksaan
 Reflek Keperawatan Maternitas fisik pada
 Tonus otot Edisi 2, Jakarta: EGC neonatus dengan
 Pernafasan asfeksia bersama
2. Melakukan tindakan 3. Staf Pengajar IKA FKUI, dengan expert
keperawatan yang (1995), Ilmu Kesehatan 4. Melakukan
sudah direncanakan Anak Jilid 3, Jakarta: IKA tindakan
 Menganti oksigen nasa FKUI. keperawatan
28%.l yang sudah
 Menjaga kehangatan 4. Purnawan, J dkk (1998) direncanakan dan
bayi maupun Kapita Selekta sesuai dengan
lingkungan Kedokteran, Edisi2, program yang
 Memberikan nutrisi Jakarta: Media ditentukan
parenteral dan enteral Aeusculapius FKUI.

5. PT Otsuka Indonesia.
Pemberian Cairan Infus.
Edisi revisi VIII, 2003.

Semarang, 05/10/04

Pembimbing Mahasiswa

( ) ( Sri Hidayati )

PANDUAN RENCANA AKTIVITAS BELAJAR HARIAN

28
Nama : Sri Hidayati
Nim : G2B604031
Tanggal : 06/10/04

OBJEKTIV SUMBER BELAJAR STRATEGI KET


BELAJAR
Melakukan tindakan 1. Memb
keperawatan yang sudah 1. Yayasan Bina Pustaka aca referensi
direncanakan: Sarwono Prawiroharjo, 2. Melak
 Mnitor suhu tubuh (2002), Ilmu Kebidanan, ukan diskusi
 Memberikan O2 nasal Jakarta: JNPKKR-POGI dengan expert
28% 3. Melak
 Memberikan nutrisi 2. Yayasan Bina Pustaka ukan
personde sesuai Sarwono Prawiroharjo, pemeriksaan
kebutuhan (2002), Buku Acuan fisik pada
 Monitor tanda joundis Nasional Pelayanan neonatus dengan
 Memberikan cairan Kesehatan Maternal dan asfeksia bersama
per infuse Neonatal, Jakarta: dengan expert
( menghitung jumlah JNPKKR- POGI yang berfokus
cairan yang pada joundis
dibutuhkan, 3. Arif 4. Melak
mendiskusikan dengan Ridwan & Iman ukan tindakan
dokter alasan Fathurrohman W. keperawatan
pemilihan infuse Referensi Ilmu Kesehatan yang sudah
D10%) Anak. Edisi ke-2. direncanakan dan
 Monitor balance cairan Bandung. 1998 sesuai dengan
 Melatih bayi untuk program yang
menetek ditentukan
5. Melati
h menetek
bersama dengan
expert

Semarang, 06/10/04

Pembimbing Mahasiswa

29
PANDUAN JURNAL PRAKTEK HARIAN

Nama : Sri Hidayati


Nim : G6B204031
Tanggal : 04/010/04

Hari pertama dinas diruang PBRT adalah kami diorientasikan oleh pembimbing
klinik. Kemudian melakukan Pengkajian kepada pasien asfiksia sedang, kebetulan ada
pasien baru.Pada pengkajian bayi kami temukan tonus otot lemah, warna kulit pucat pada
daerah ektremitas, geral kurang aktif dan menangis masih merintih serta pernafasan
40x/menit, denyut nadi isi penuh tekanan kuat. Mendapatkan oksigen headbox 60 %,
terpasang infuse talipusat D10% 192/24/8/8tts/m.
Pada pengkajian ibu pasien didapatkan ibu preeklampsia berat, post vakum
ektraksi,Selama kehamilan muda ibu mutah terus, tidak ada nafsu makan, ibu tampak
sedih karena belum melihat anaknya.
Pada hari pertama ini belum dapat diskusi dengan expert oleh karena kami perlu
mempelajari dulu tentang pasien, sedangkan expert tampak sibuk sekali oleh karena ada
pasien yang perlu pengawasan intensif yang harusnya dirawat di picu namun orang tua
keberatan, sehingga diskusi dengan expert belum dapat dilakukan. Dalam pelaksanaan
untuk mencapai kontrak belajar sangat difasilitasi oleh semua perawat yang ada di ruang
PBRT.
Melakukan kontrak belajar dengan pembimbing akademik, ternyata dari
pembimbing akademik yang dikehendaki adalah kontrak belajar yang spesifik dari bagian
ASKEP sehingga mendapat pemahaman yang lebih detail dan matang.

Semarang 04/10/04

Pembimbing Mahasiswa

30
PANDUAN JURNAL PRAKTEK HARIAN

Nama : Sri Hidayati


Nim : G6B204031
Tanggal : 05/010/04

Pada hari kedua praktek saya merencanakan pemeriksaan pada bayi kelolaan
terhadap tanda-tanda asfiksia secara mandiri tanpa harus didampingi oleh expert
sehingga dapat belajar.Pemeriksaan ini meliputi : warna kulit, denyut jantung , reflek,
tonus otot dan pernafasan. Hal ini saya lakukan karena untuk membandingkan dengan
keadaan pada hari senin/ tgl 04/10/04. Dari pemeriksaan ini didapatkan : warna kulit
kemerahan, denyut jantung 120x/ m, menangis lebih keras daripada tgl 04/10/04, tonus
otot aktif dan pernafasan 40x/m. Selain melakukan pengkajian kami mengawasi infuse
dan belajar tentang cara menghitung cairan dengan rumus 90ml/kg bb/24 jam, serta
menghitung cairan dalam mikrodrip, didapatkan hasil 200/24 jam, namun pemberian
kepasien 192/8/8tts/m. Hal ini untuk memudahkan penghitunngan. Untuk melakukan
rencana selanjutnya sesuai dengan perencanaan yaitu memberikan O2 nasal 28% oleh
karena pasien keadaannya sudah semakin membaik, dan pasien rewel diberikan O2
headbox. Pasien menangis dengan O2 headbox ini sebagai tanda bahwa pasien sudah
tidak nyaman dengan O2 headbox, berarti sudah siap diganti O2 nasal.
Menjaga kehangatan bayi dengan menganti pakaian bayi apabila bayi ngompol.
Dan menjaga suhu bayi diatas 36,50C serta dibawah 37,50C, dengan cara menjaga
lingkungan Couves bayi tetap dalam pemberian balon lampu 100W.
Memberikan diet personde 5 cc dengan melakukan residu sebelum pemberian
sonde, oleh karena residu negative sehingga cairan sonde 5 cc diberikan semua, ini
mengindikasikan bahwa fungsi pencernaan sudah mulai berfungsi dengan baik.
Melakukan diskusi dengan expert tentang pemberian cairan pada bayi asfiksia,
macam, jumlah dan tetesan serta alasan pasien ditunda minum. Expert menjawab dengan
baik dan jelas serta bersedia untuk memberikan informasi setiap saat apabila dibutuhkan.

31
Selanjutnya bedside teaching dengan pembimbing dari akademik serta diskusi tentang
keadan pasien saat ini dan harapan untuk kesembuhan pasien.

Semarang 05/10/04

Pembimbing Mahasiswa

32
PANDUAN JURNAL PRAKTEK HARIAN

Nama : Sri Hidayati


Nim : G6B204031
Tanggal : 06/010/04

Pada hari ketiga praktek, sesuai dengan panduan aktifitas yaitu kami Monitor
suhu tubuh dengan melakukan pengukuran suhu tubuh lewat aksila, serta menjaga
kehangatan bayi dengan mnganti alat tenun yang basah.
Selanjutnya memberikan oksigen nasal 28% dan memperhatikan keadaan pasien.
Kemudian memberi diet personde 10 cc. dengan melakukan residu dulu sebelum sonde
diberikan. Ternyata tidak ada residu berarti pencernaan sudah berfungsi dengan baik.
Bersama dengan pembimbing melakukan pemeriksaan joundis dengan berpedoman
mengunakan krimer, ternyata hasil pemeriksaan krimer satu yaitu warna kulit kuning
pada daerah muka sampai bahu. Dan untuk mencegah terjadinya joundis yang patologis
bayi diberi ekstra foto terapi 6 jam.
Memberikan dan memonitor cairan infuse D10% 192/8/8tts/m. Serta monitor
balance cairan dengan menampung urin pada plastik oleh karena bayi laki-laki, kemudian
mengukurnya pada gelas pengukur.
Oleh karena asfiksia sudah tertangani dan reflek menelan sudah bagus maka kami
melatih ibu untuk meneteki, ibu sangat senang meneteki bayinya dan bayi aktif dalam
menghisap.Ibu mengatakan ini merupakan hal yang ditunggu.
Selanjutnya diskusi dengan expert tentang kebutuhan oksigen untuk bayi serta
keadaan asidosis yang terjadi pada bayi A. Namun oleh karena sudah terkompensasi
penuh maka tidak perlu dikoreksi. Selain itu diskusi pula tentang pentingnya meneteki
pada by A segera setelah keadaan membaik.
Semarang 06/10/04
Pembimbing Mahasiswa

33
Semarang 23 /10/04
Hal : Diskusi dengan Ahli / Expert

Kepada Yth
………………………….

Di tempat

Dengan Hormat,
Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan ( PSIK ) Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang tahun ajaran 2004/ 2005 (pada tahap
Program Pendidikan Profesi NERS).
Nama : Sri Hidayati
NIM : G6B204031
Bersama surat ini perkenankanlah saya mengajukan permohonan untuk dapat
berdiskusi dengan Bapak / Ibu : Dokter / Perawat Anak / Ahli Gizi tentang perawatan
anak, pada :
Hari / tanggal :
Waktu :
Tempat :
Tema :
Saya sangat berharap kiranya dengan hasil diskusi ini saya dapat:
Mengetahui penyebab, patofisiologi dan penatalksanaan kekurangan cairan pada diare.
Demikian permohonan saya, atas bantuan dan kerjasamanya, saya mengucapkan
terima kasih.

Hormat saya,

Ahli / Expert Mahasiswa

( )
( Sri Hidayati)

Mengetahui Dosen Pembimbing

34
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI A
DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RUANG PBRT RSDK SEMARANG

Nama Mahasiswa : Sri Hidayati


Tempat Praktek : PBRT
Tanggal : 04 Oktober 2004

Pengkajian dilakukan Tanggal : 04/10/04

I. IDENTITAS DATA
Nama Bayi : By. Ny A
TTL : 06/10/04
Umur : 5 jam
Nama Ayah/ Ibu : Tn. S/ Ny.A
Pekerjaan ayah : Swasta
Pekerjaan Ibu : Swasta
Alamat : Gunungpati, Semarang
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan ayah : SD
Pendidikan Ibu : SD

II. KELUHAN UTAMA


Pasien tampak kurang aktif, menangis merintih, Suhu 37 0C, RR 40x/m, Denyut Nadi
120x/m penuh/ kuat, pasien terpasang O2 headbox 60%, masih dipuasakan.

III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LAMPAU


Pasien adalah bayi berusia lima jam yang lahir dengan tindakan Vacum Ektraksi oleh
karena ibu mengalami Pre Eklampsia berat. APGAR Score 4- 5- 6, dan didiagnosa

35
oleh dokter asfeksia sedangkemudian dirawat diruang PBRT untuk pengawasan yang
lebih intensif dan untuk pemberian oksigenasi.

IV. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


1. Prenatal
Ibu mengatakan selama kehamilan trimester pertama merasa mual dan muntah
serta tidak ada nafsu makan. Ibu mengatakan berobat kerumah sakit dokter
Kariadi secara rutin sebulan sekali. Ibu mengatakan setelah hamil tujuh bulan kaki
bengkak dan diperiksakan keRumah Sakit Dokter Kariadi tekanan darahnya
tinggi.

2. Intranatal
Pada tanggal 03/10/04 jam 14.00 pasien merasakan kenceng pertama kali, gerak
anak positif, pengeluaran pervaginam lender. Jam 18.00 mengeluarkan air lewat
jalan llahir, kenceng semakin sering, gerak anak masih dirasakan, kemudian
pasien pergi ke UGD Rumah Sakit Dokter Kariadi.
Tanggal 03/10/04 Jam 18.30 pasien diperiksa di UGD di diagnosa G1P0A0 hamil
aterm anak satu hidup intra uterin KPA, PE Berat.
Tanggal 04/10/04 Jam 03.00 pasien dierjakan Vacum Ektraksi atas indikasi PE
Berat.
Tanggal 04/10/04 Jam 03.30 pasien melahirkan secara Vakum Ektraksi anak laki-
laki, Berat badan 2500gram, Panjang badan 49 Cm, Lingkar dada 31 Cm, Lingkar
kepala 32 CM APGAR Score 4, 5, 6, (asfeksia sedang). Dengan tanda vital Suhu :
36,8 0 C, RR 32x/m, Nadi 120x/m. Plasenta lahir spontan ukuran 20 X 20 X 1,5
Cm, kotiledon lengkap, tak ada infak. Program bayi rawat PBRT

NO ASPEK PENILAIAN MENIT 1 MENIT 5 MENIT 10


1 Denyut Jantung 2 2
2
2 Pernafasan 1 1
1
3 Tonus otot 0 0
1
4 Peka rangsang 1 1 1

36
5 Warna 0 1 1

Total 4 5 6

Tanggal 04/10/04 Jam 05.00 pasien dirawat diruang PBRT dengan asfeksia
sedang dengan terpasang infuse D10 % 192/ 8/8 tts/ m. Dengan pemberian O2 40
% headbox
.
3. Postnatal
Pasien kondisi lemah, pasien dirawat diruang PBRT ditempatkan di couve,
dengan diberikan O2 Head box 40 %, Infus D10 % 192/ 8/ 8 tts/ m. Dengan
memberikan kehangatan, kenyamanan pasien pemberian nutrisi dan O2.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Keterangan:
: laki-laki

: wanita

: klien

Status kesehatan keluarga


Keluarga tidak ada yang mempunyai sakit seperti ini, tidak mempunyai penyakit
keturunan dan tidak mempunyai penyakit menular. Anggota keluarga dalam
setahun terakhir tidak ada yang sakit sampai dirawat di rumah sakit, meskipun
selama hamil pasien lemah dan tidak ada nafsu makan namuntidak sampai
dirawat di rumah sakit.

37
VI. RIWAYAT SOSIAL
 Yang mengasuh : Ayah dan ibu
 Hubungan dengan anggota keluarga : antar anggota keluarga saling
interaksi dan memperhatikan satu sama lain, dan saling mencurahkan
kasih saying.
 Hubungan teman sebaya : oleh karena pasiennya bayi , jadi belum
dapat berhubungan dengan teman sebaya.
 Pembawaan secara umum : pasien sadar, kurang aktif, tonus otot
kurang dan menangis kurang kuat.
 Lingkungan rumah : Ibu pasien mengatakan tinggal bersama
dengan suami dan orang tua. Rumah yang ditempati permanent dengan
ukuran 6 X 9 m2, dengan jendela dikamar tamu, kamar tidur, dapur dan
terdapat genting kaca, tidak ada eternity, dengan MCK mengunakan WC
jongkok dan kamar mandi. Sumber air yang digunakan air PAM.
Mempunyai halaman dengan ukuran 3 X 9 m2, dengan lingkungan yang
bersih dan rapi.

VII. PENGKAJIAN NUTRISI


Berat badan bayi 2500 gram, Panjang badan 49 Cm.

Kebutuhan diet selama 24 jam

Tanggal jam Jenis diet Dosis Keterangan


04 /10/ 04 08.00 - - Tunda sampai reflek
menelan positif, untuk
mengistirahatkan
pernafsan.
05/ 10/ 04 14.00 ASI / SGM 8 X 5 CC Tidak ada residumaupun
refluk

06/ 10/ 04 08.00 ASI/ SGM 8 X 10 CC Tidak ada residu maupun


refluk

38
Kebutuhan cairan selama 24 jam
Tanggal 04/ 10/ 04

Kebutuhan / 24 jam Cairan


192 / 8 / 8 tts/ m D 10 %

Tanggal 05/ 10/ 04

Kebutuhan / 24 jam Cairan


192 / 8/ 8 tts/ m D10 %

Tanggal 06/ 10/ 04

Kebutuhan / 24 jam Cairan


192 /8 / 8 tts / m D10 %

Tanda fisik kecukupan nutrisi : setelah dirawat tiga hari di ruang PBRT
pasien terjadi kenaikan berat badan 100mg, sehingga berat badan sekarang
menjadi 2600 gram.

VIII. POLA SEHARI-HARI


 Pola istirahat/ tidur : By A lebih banyak tidur, terbangun hanya saat
haus/ lapar, BAK/ ngompol dan BAB, Suhu kepanasan atau gerah
 Pola kebersihan : By A kulit bersih, kemerahan mengkilat, mandi
sehari stu kali dengan air hangat pada waktu pagi hari.
 Pola aktifitas bermain : By A oleh karena masih umur lima jam belum bisa
diajak aktivitas bermain.
 Pola eleminasi : By A dalam beraktifitas masih sangat terbatas,
hanya menggerakkan kepala ,tangan dan kaki.

39
IX. DATA PENUNJANG
Laboratorium
Tanggal 04/ 10/ 04
HB : 15,1 gr/ dl
HT : 46,5 %
Leukosit : 12.800 ribu/ mmk
Natrium : 135 mmol/ l
Kalium : 4,0 mmol/ l
Chlorida : 111
Trombosit : 168.000

BGA
PH : 7,379
PCO2 : 22,7 mmhg
Po2 : 196 mmhg
HCO3 13,6 mmol/ L
BE : -9,2 mmol/ L
SaO2 : 99,7 %
AaDO2 : 63,2 mmhg

X. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : By A sadar, kurang aktif, tangis kurang kuat, tidak anemis dan
tidak ikterik/ joundis yang patologis
Tinggi badan : 48 Cm
Berat badan : 2500 gram
LILA : 10 Cm
Lingkar kepala : 32 Cm
Lingkar dada : 31 Cm

40
Tanda-tanda vital
HR : 140 X/ M
RR : 40 X/ m
Nadi : I / t cukup
Suhu : 37 0 C

Kepala : Mesosephal, UUB datar, rambut hitam lebat, tak ada luka bekas
tekanan vacuum, terpasang O2 head box.
Mata : Bulat, bersih, konjungtiva tidak anemis, sclera tak ikterik, tidak
ada secret, hasil konsul bagian mata tidak ada perdarahan.
Hidung : Bersih, tidak ada discharge, tak ada nafas cuping hidung.
Mulut : Bersih mukosa bibir lembab, lidah bersihtidak ada sianosis, reflek
suching belum ada.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen.
Tengkuk : Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Dada : Simetris, tak ada retraksi otot dada, pengembangan dada simetris.
Jantung
I : Ictus kordis tak tampak
Pa : ictus kordis teraba di SIC IV mid klavikula
Pe : Pekak, tak ada pembesaran jantung
A : Bunyi jantung murni BJ I-II
Paru :
I : Pengembangan kanan dan kiri simetris
Pa : Sulit dikaji
Pe : Sonor di seluruh lapang paru
A : Vesikuler, tak ada suara tambahan.
Abdomen :
Au ; Bising usus 3 X/ m
I : Datar, supel, , tidak asites, terpasang infuse umbilikel
Pa : tidak ada distensi, tak ada pembesaran hati dan limfa.
Pe : timpani

41
Genetalia : Bersih, jenis kelamin laki- laki, testis sudah masuk ke sekrotum.
Ektremitas : Normal, gerak aktif, tidak sianosis, kapilery refill dua detik, tidak
ada oeden.
Kulit : Bersih, warna merah jambu, tidak ada luka, turgor kembali cepat,
akral dingin.

XI. TINGKAT PERKEMBANGAN


Kemandirian dan bergaul : Reflek mengisap belum ada, Reflek morro ( ektensi
lateraldari ektremitas atas dengan membuka tangan).
Motorik halus : Menoleh
Kognitif dan Bahasa : Menangis
Motorik kasar : Fleksi anterior

XII. INFORMASI LAIN


Diagnosa medis : Asfiksia sedang
Program therapy : Infus D10 % 192 / 9 / 9 tts/m
Amoksisilin inj 2X125 mg
Vit K 1 X1 mg
O2 headbox 60 %

XIII. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : - Penurunan fungsi Resti gangguan
DO : pencernakan volume cairan
 By A tampak kurang aktif kurang dari
 Reflek suching belum ada kebutuhan
 HR 140 X/ m
 RR 40 X/ m
 APGAR Score 4, 5, 6
 Diet enteral masih ditunda

42
 Program cairan 192/ 8/8
tts/m
2 DS : - Imaturitas pusat Resti komplikasi
DO : regulasi tubuh hipotermi
 By A kulit kemerahan, tipis,
mengkilat
 Akral dingin
 Suhu 37 0 C
 By R berada pada Couves
dengan penyinaran 100 W
3 DS : - Respon imun imatur Resti infeksi
DO : Tindakan invasif
 Usia bayi lima jam
 By A terpasang infuse
umbilicus
 Leukosit 12.800 ribu/ mmk
 Suhu 37 0 C
 Seluruh organ masih imatur

XIV. PRIORITAS MASALAH


1. Resti gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan b.d Penurunan fungsi
pencernakan
2. Resti komplikasi hipotermi b.d Imaturitas pusat regulasi tubuh
3. Resti infeksi b.d Respon imun imatur,Tindakan invasife

RENCANA KEPERAWATAN

NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


DP
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X  Ukur dan monitor BB
24 jam bayi kecukupan cairan  Monitor Ubun- ubun
Kriteria Hasil :  Monitor Mata
 Bayi aktif  Monitor keadaan umum
 Bayi tenang/ tidak rewal  Monitor turgor kulit
 Berat badan stabil atau tidak terjadi  Monitor pengeluaran urin
penurunan lebih dari 10 % dalam satu hari  Monitor BAB (jumlah, warna , bau,
 Ubun-ubun tak cekung konsistensi )
 Mata tak cekung  Monitor infuse (tetesan, jenis caira,
 Turgor kulit baik kepatenan infus, udara dalam selang,
 Produksi urin 0,5- 1 CC / kg BB posisi insersi infuse dan fiksasi
infuse)
 Monitor peristaltic usus

43
 Berikan diet per sonde apabila
peristaltic positif
 Monitor reflek suching
 Anjurkan ibu untuk meneteki bila
reflek suching positif
 Lakukan residu sebelum pemberian
diet personde
 Berikan sonde dengan
mempreoritaskan ASI terlebih dahulu,
dan berikan jumlah sesuai dengan
program dokter.
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X  Monitor suhu bayi tiap 2 jam
24 jam , bayi dalm keadaan normotermi  Pertahankan bayi pada incubator
Kriteria Hasil : dengan kehangatan lampu100 W
 Suhu tubuh 36,5 37,5 0 C  Monitor suhu Couves setiap 2 jam
 Bayi tidak dingin  Berikan kelembaban di bawah
 Akral hangat incubator
 Bayi aktif  Ganti setiap ada linen atu popok yang
basah
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X  Kaji adanya tanda- tanda infeksi baik
24 jam tidak terjadi infeksi local maupun sistemik
Kriteria Hasil :  Pertahankan personal hygiene bayi
 Tidak ada tanda- tanda ineksi local dan  Cuci tangan perawat sebelium
sistemik menyentuh/ melakukan tindakan pada
 Suhu tubuh36,5 37,5 0 C bayi, batasi pengumjung.
 Tak terjadi joundis  Rawat umbilicus/ daerah pemasangan
 Tak muntah infuse setiap hari dengan teknik steril
 Pasien aktif  Ajarkan cuci tangan kepada ibu bayi
 Anjurkan ibu bayi untuk memakai
sandal dan baju kusus kamar PBRT
IMPLEMENTASI

WAKTU DP IMPLEMENTASI RESPON KLIEN TTD


NO
Senin 1,2  Mengkaji keadaan umum Bayi kurang aktif
04/ 10/ 04  Mengkaji BB Hr 140 X/ m
jam 07.30  Memeriksa Ubun- ubun RR 40 X/ m
 Memeriksa Mata Nadi isi cukup, tekanan
 Mengkaji turgor kulit kuat
 Menganti popok dengan Bb 2500 gram
memperhatikan pengeluaran Ubun- ubun dan mata tak
urine cekung
07.30, 09.30,  Memasang plastik untuk Bayi ngompol satu popok
11.30, menampung urin penuh
 Mengkaji dan monitor BAB Pakaian bayi dalam
( jumlah, warna , bau, keadaan kering

44
09.00, 10.00, konsistensi ) BAB warna kuning, kental
11.00, 13.00  Mengkaji infuse ( tetesan, bercampur air, jumlah
jenis caira, kepatenan infus, cukup, bau khas amoniak
udara dalam selang, posisi Program infuse 192/ 8/ 8
insersi infuse dan fiksasi tts/m
infuse ) Peristaltik usus negative
 Mengkaji peristaltic usus Reflek suching negatif
 Mengkaji reflek suching

Jam 08.00, 2  Mengkaji suhu bayi tiap 2 jam Suhu tubuh bayi 37 0 C
 Mempertahankan bayi tetap Suhu ruangan/ couves
12.00 berada pada Couves dengan Bayi tenang , tetap berada
09.00 kehangatan lampu100 W di couves
 Mengkaji dan monitor suhu Lingkungan dan alat tenun
09.30,11.30 Couves setiap 2 jam bayi tetap kering
 Menganti setiap ada linen
atau popok yang basah
Jam 08.30 3  Mengkaji adanya tanda- tanda Suhu 37 0 C
infeksi baik local maupun HR 140 X/ m
sistemik RR 40 x/ m
09.30  Menganti popok/ pakaian bayi Luka infuse tali pusat
apabila kotor / basah. kering, bersih dan tak ada
 Mencuci tangan perawat cairan yang keluar
sebelium menyentuh/ Bayi dalam kondisi bersih
melakukan tindakan pada bayi dan kering
08.00  Merawat umbilicus/ daerah Ibu bayi mampu
pemasangan infuse setiap hari melakukan cuci tangan
09.35 dengan teknik steril sebelum meneteki
 Mengajarkan cuci tangan Ibu bayi menggunakan
kepada ibu bayi baju dan sandal yang
09.20  Menganjurkan ibu bayi untuk disediakan oleh ruangan
memakai sandal dan baju Pengunjung hanya ibu bayi
kusus kamar PBRT Tak ada reaksi alergi
10.00  Memberi penkes agae tidak
terlalu banyak yang
10.30 berkunjung
 Menyuntik amoksisilin 125
mg

05/ 10/ 04 1  Menimbang BB Berat badan bayi 2500


Jam 07.30  Mengkaji Ubun- ubun gram
 Mengkaji Mata Ubun- ubun tak cekung
 Mengkaji keadaan umum Mata tak ada discard
 Mengkaji turgor kulit Bayi cukup aktif, menangis
09.30  Menganti plastic penampung cukup kuat, turgor kulit
urin baik

45
 Monitor BAB ( jumlah, warna Urin keluar 10 CC
, bau, konsistensi ) Bab bayi lembek, warna
10.30  Merawat tempat kuning, jumlah cukup
penyambungan infuse dengan Peristaltik usus 3 x/ m
kasa alkohol Reflek suching positif
11.30  Mengkaji peristaltic usus SGM masuk tak
 Mengkaj reflek suching ditumpahkan
 Membantu menetekkan ASI Ibu senang bayinya mulai
12.00  MeLakukan residu sebelum meneteki
pemberian diet personde Bayi tak tumpah
 Memberikan sonde Residu negatif
SGM 1 5 CC

08.00 2  Mengkaji suhu bayi tiap 2 jam Suhu tubuh bayi 37, 50 C
 Mempertahankan bayi tetap Suhu ruangan/ couves
berada pada Couves dengan Bayi tenang , tetap berada
kehangatan lampu100 W di couves
 Mengkaji dan monitor suhu Lingkungan dan alat tenun
Couves setiap 2 jam bayi tetap kering
09.30  Menganti setiap ada linen atu
popok yang basah

Tgl 05/10/ 04 3  Mengkaji adanya tanda- tanda Suhu 37, 5 0 C


Jam 09.00 infeksi baik local maupun HR 140 X/ m
sistemik RR 40 x/ m
09.30  Menganti popok/ pakaian bayi Luka infuse tali pusat
apabila kotor / basah. kering, bersih dan tak ada
 Mencuci tangan perawat cairan yang keluar
sebelium menyentuh/ Bayi dalam kondisi bersih
melakukan tindakan pada bayi dan kering
10.30  Merawat umbilicus/ daerah Ibu bayi mampu
pemasangan infuse setiap hari melakukan cuci tangan
09.30 dengan teknik steril sebelum meneteki
 Mengajarkan cuci tangan Ibu bayi menggunakan
kepada ibu bayi baju dan sandal yang
 Menganjurkan ibu bayi untuk disediakan oleh ruangan
memakai sandal dan baju Pengunjung hanya ibu bayi
kusus kamar PBRT Tak ada reaksi alergi
10.00  Memberi penkes agae tidak
terlalu banyak yang
berkunjung
10.30  Menyuntik amoksisilin 125mg

46
Tgl 06/ 10/ 04 1  Menimbang BB Berat badan bayi 2500
07.30  Mengkaji Ubun- ubun gram
08.00  Mengkaji Mata Ubun- ubun tak cekung
 Mengkaji keadaan umum Mata tak ada discard
08.30  Mengkaji turgor kulit Bayi aktif, menangis kuat,
 Menganti plastic penampung turgor kulit baik
09.30 urin Urin keluar 10 CC
 Monitor BAB ( jumlah, warna Bab bayi lembek, warna
, bau, konsistensi ) kuning, jumlah cukup
10.00  Merawat tempat Peristaltik usus 3 x/ m
penyambungan infuse dengan Reflek suching positif
kasa alkohol SGM masuk tak
11.30  Mengkaji peristaltic usus ditumpahkan
 Mengkaj reflek suching Ibu senang bayinya mulai
 Membantu menetekkan ASI meneteki
 MeLakukan residu sebelum Bayi tak tumpah
pemberian diet personde Residu negative
 Memberikan sonde
SGM 1 8 CC

08.00 2  Mengkaji suhu bayi tiap 2 jam Suhu tubuh bayi 370 C
 Mempertahankan bayi tetap Suhu ruangan/ couves
berada pada Couves dengan Bayi tenang , tetap berada
09.00 kehangatan lampu100 W di couves
 Mengkaji dan monitor suhu Lingkungan dan alat tenun
Couves setiap 2 jam bayi tetap kering
09.30  Menganti setiap ada linen atu
popok yang basah
10.00 3  Mengkaji adanya tanda- tanda Suhu 37 0 C
infeksi baik local maupun HR 140 X/ m
sistemik RR 40 x/ m
11.30  Menganti popok/ pakaian bayi Luka infuse tali pusat
apabila kotor / basah. kering, bersih dan tak ada
 Mencuci tangan perawat cairan yang keluar
sebelium menyentuh/ Bayi dalam kondisi bersih
11.35 melakukan tindakan pada bayi dan kering
 Mempertahankan kelembaban Ibu bayi mampu
di bawah incubator melakukan cuci tangan
11.40  Menyuntik amoksisilin 125 sebelum meneteki
mg Ibu bayi menggunakan
 Merawat umbilicus/ daerah baju dan sandal yang
pemasangan infuse setiap hari disediakan oleh ruangan
12.00 dengan teknik steril Pengunjung hanya ibu bayi
 Menganjurkan ibu bayi untuk Tak ada reaksi alergi
memakai sandal dan baju
kusus kamar PBRT

47
EVALUASI

WAKTU NO EVALUASI TTD


DP
Tanggal 1 S: -
06/ 10/ 04 O:
 Bayi aktif
Jam 12.00  Bayi tenang/ tidak rewal
 Berat badan stabil / 2500 gram
 Ubun-ubun tak cekung
 Mata tak cekung
 Turgor kulit baik
 Produksi urin 50 CC
A: masalah teratasi
P: motivasi ibu / keluarga untuk mempertahankan dan
Kondisi pasien

06/10/04 2 S: -
O:
Jam 13.00  Suhu tubuh 370 C
 Bayi tidak dingin
 Akral hangat
 Bayi aktif
A: masalah teratasi
P: motivasi ibu / keluarga untuk mempertahankan dan
Kondisi pasien

06/10/04 3 S: -
O:
Jam 13,30  Tidak ada tanda- tanda ineksi local dan sistemik
 Suhu tubuh 37 0 C
 Tak terjadi joundis
 Tak muntah
 Pasien aktif
A: masalah teratasi
P: motivasi ibu / keluarga untuk mempertahankan dan
Kondisi pasien

48

Anda mungkin juga menyukai