DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 2
BAB II LAPORAN PASIEN . ... .................................................................... 4
A. Identitas ……………………………………………………….. 4
B. Anamnesis................... ................................................................ 4
C. Pemeriksaan Fisik ....................................................................... 7
D. Pemeriksaan Penunjang. ............................................................. 11
E. Resume ….……….. ................................................................... 14
F. Diagnosis Kerja….............. ......................................................... 14
G. Terapi…......................... ............................................................. 15
H. Planning....................................................................................... 15
I. Prognosis..................................................................................... 15
J. Follow up………………………………………………………. 15
BAB III PEMBAHASAN... ............................................................................ 19
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 33
A. Kesimpulan .. .............................................................................. 33
B. Saran. ... ...................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ............. ………………………. ................................... 35
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
pembuluh darah. Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang
mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti penyakit jantung
koroner (angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis,
hipertensi, stroke, penyakit jantung, rematik, dan lain- lain. Dari total 1.212.167
kasus yang dilaporkan sebesar 66,51% (806.208 kasus) adalah penyakit jantung
dan pembuluh darah. Mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011, yaitu
sebesar 62,43% (880.193 kasus) dari total 1.409.857 kasus yang dilaporkan
(Dinkes, 2012).
STEMI dapat menimbulkan nyeri dada hebat yang tidak dapat hilang
dengan istirahat, berpindah posisi, ataupun pemberian nitrat. Kulit mungkin
pucat, berkeringat dan dingin saat disentuh. Pada gejala awal tekanan darah dan
nadi dapat naik, tetapi juga dapat berubah menjadi turun drastis akibat dari
penurunan curah jantung, jika keadaan semakin buruk hal ini dapat
mengakibatkan perfusi ginjal dan pengeluaran urin menurun. Jika keadaan ini
bertahan beberapa jam sampai beberapa hari, dapat menunjukkan disfungsi
ventrikel kiri. Pasien juga terkadang ada yang mengalami mual muntah dan
demam (Lewis, 2011).
Sehingga perlu dilakukan penatalaksanaan pasien yang lebih baik seperti
terapi modalitas mencakup medikasi, penatalaksanaan cairan, perubahan diet,
modifikasi gaya hidup dan pemantauan tindak lanjut yang intensif. Tujuan terapi
SKA adalah mengurangi daerah miokard yang mengalami infark sehingga fungsi
ventrikel kiri masih dapat dipertahankan. Reperfusi merupakan terapi yang
paling baik untuk upaya membatasi luas daerah infark akibat trombosis
pembuluh darah koroner (Marreli, 2007).
Peran dokter terhadap pasien dengan STEMI yaitu meliputi peran preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif sangat diperlukan. Terutama peran promotif
melalui edukasi dapat merubah klien dalam mengubah gaya hidup dan
mengontrol kebiasaan pribadi untuk menghindari faktor risiko. Dengan edukasi
semakin banyak masyarakat yang mengerti bagaimana harus mengubah perilaku.
(Perry & Potter, 2009).
4
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. K
2. Umur : 49 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Alamat : Wonogondo, Kebonagung, Pacitan
5. No. RM : 2878xx
6. Pekerjaan : Wiraswasta
7. Status perkawinan : Menikah
8. Agama : Islam
9. Suku : Jawa
10. Tanggal masuk RS : 13 Agustus 2019 (01.30 WIB)
11. Tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2019 jam (01.30 WIB) di IGD
RSUD dr Darsono Pacitan
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki 49 tahun datang ke IGD RSUD dr. Darsono Pacitan
dengan keluhan nyeri dada di sebelah kiri. Nyeri dada dirasakan seperti
tertindih benda berat, menjalar ke punggung dan ulu hati. Nyeri dada
dirasakan menetap sudah sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dada dirasakan berlangsung terus-menerus dan tidak hilang timbul.
Nyeri dada muncul saat pasien sedang istirahat. Keluhan nyeri semakin
lama semakin memberat. Nyeri dada tidak hilang dengan istirahat.
Keluhan lain yaitu pasien merasakan nyeri ulu hati dan mual pada
perut, dada tidak panas seperti terbakar, tidak muntah, berak lancar.
4
5
4. Riwayat Pribadi
a. Riwayat merokok : ada (sehari 2 bungkus rokok)
b. Minum-minuman jamu : tidak ada
c. Riwayat konsumsi obat : ada (obat hipertensi amlodipine
5mg tetapi tak rutin)
5. Riwayat Keluarga
a. Riwayat darah tinggi : tidak ada
b. Riwayat penyakit gula : tidak ada
c. Riwayat asma : tidak ada
d. Riwayat alergi : tidak ada
e. Riwayat sakit jantung : tidak ada
6. Riwayat Kebiasaan
Sebelum sakit pasien makan sehari 3 kali nasi 1 porsi dengan lauk
daging, ikan, ayam, kadang telur, sayur bayam, buncis, kangkung berganti
ganti. Nafsu makan cukup baik. Pasien suka makan makanan pedas dan
6
minum manis. Pasien sering mengkonsumsi kopi dan konsumsi teh. Pasien
termasuk orang yang periang dan suka berbicara, pasien mengakui mudah
emosi karena beban masalah bisnis, bila tidak sakit semua aktifitas pribadi
dikerjakan sendiri, jarang minta bantuan ke orang lain. Pasien sering
melakukan aktivitas pekerjaan maupun sosial. Sejak 1 hari terakhir pasien
konsumsi daging kambing sehari tiga kali dengan porsi makan satu piring
tanpa nasi. Akhir-akhir ini kegiatan pasien padat, pulang hingga larut
malam. Pasien biasa tidur malam sekitar pukul 24.00, dan bangun pagi
sekitar pukul 04.30.
7. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
a. Keadaan Sosial
Kondisi lingkungan tempat tinggal pasien berada di kampung
dengan jarak dari jalan besar sekitar 200 m. Keadaan tempat tinggal/
lingkungan: rumah pribadi, terdiri dari bangunan utama, teras, dengan
kamar mandi di belakang rumah. Kamar mandi berukuran 2 x 3 m²,
berlantai plester semen, WC jongkok, berukuran 1.25 x 1.25 m².
Pasien tinggal dengan suami, anak-anak nya tinggal di sekitar
rumah pasien. Makan dan minum sendiri beli di warung makan.
Hubungan dengan keluarga baik terkadang ada keluarga yang datang
berkunjung ke rumah pasien. Hubungan dengan tetangga dan teman
baik serta tidak ada masalah.
b. Keadaan ekonomi
Pasien seorang bapak rumah tangga. Pasien berkerja sebagai
wiraswasta. Sebelumnya pasien kerja di pertambangan selama 10 tahun.
Keuangan pasien tidak ada masalah. Biaya rawat inap ditanggung
secara mandiri
C. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal Gelisah (-), Lemah (-), Demam (-), nyeri
kepala (-)
Sistem Kardiovaskular Akral dingin (-), sianosis (-), anemis (-),
7
D. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 13 Agustus 2019 (Jam 01.30 WIB)
Keadaan umum : Tampak sakit berat, compos mentis, gizi kesan
overweight
Tanda vital :
Tekanan Darah Baring : 110 /70 mmHg
Tekanan Darah Duduk : 110/ 70 mmHg
Tekanan Darah Berdiri : Sulit dievaluasi, pasien harus tirah baring
Nadi baring : 70x/ mnt reguler, isi dan tegangan cukup
Nadi duduk : 70x /menit reguler, isi dan tegangan cukup
Nadi berdiri : Sulit dievaluasi, pasien harus tirah baring
Pernafasan baring : 24 x/ menit
Pernafasan duduk : 24 x/menit
Pernafasan berdiri : Sulit dievaluasi, pasien harus tirah baring
Suhu : 36,8 0C axilla
SP02 : 99%
Pain assessment :4
Status Gizi
BB : 70 kg
TB : 168 cm
BMI : 25 kg/m2 overweight
8
Kulit :
Ikterik (-), kulit pucat (-), turgor kulit cukup, hiperpigmentasi (-),
hipopigmentasi (-), petechie (-), bekas granulasi (-), kulit kering (-),
dekubitus (-).
Kepala :
Bentuk mesocephal, rambut beruban (+), rambut mudah rontok (-), luka (-),
benjolan abnormal (-).
Wajah :
Moon face (-)
Mata :
Ptosis (-), blefaritis (-), oedem palpebra (-), konjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), perdarahan subconjungtiva (-), pupil isokor Ø 3mm/3mm,
reflek cahaya (+)/(+), lensa keruh (-)
Telinga :
Tofus (-), sekret (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-), gangguan
fungsi pendengaran (-), telinga berdenging (-), alat bantu dengar (-).
Hidung :
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), gangguan fungsi
pembauan (-), septum deviasi (-), polip nasi (-), nyeri tekan sinus frontalis (-
), nyeri tekan sinus ethmoidalis (-), nyeri tekan sinus maxillaris (-).
Mulut :
Bibir sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), lidah deviasi (-), lidah kotor
(-), tepi lidah hiperemis (-), papil lidah atropi (-), lidah tremor, tampak gigi
karies (+), palatoschisis (-), napas bau aceton (-), gusi berdarah (-), mukosa
bibir basah, gigi (-).
Leher :
Trachea di tengah, JVP R+2 cm H2O, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher
kaku (-), distensi vena- vena leher (-).
Dada :
9
Bentuk normochest, simetris, retraksi (-), spider naevi (-), venectasi (-),
atrofi muskulus pektoralis mayor (-), pembesaran kelenjar limfe
supraklavikuler (-), infraklavikuler (-), pembesaran KGB Axilla (-/-).
Paru :
Depan
Inspeksi :
Statis :Simetris, sela iga melebar (-), retraksi supra sternal (-), retraksi
intercostalis (-)
Dinamis : Pengembangan dada kanan // kiri
Palpasi :
Statis : Simetris
Dinamis : Fremitus raba kanan // kiri
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi :
Kanan : Suara dasar bronkovesikuler, Suara tambahan (-)
Kiri : Suara dasar bronkivesikuler, Suara tambahan (-)
Belakang
Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi :
Statis : punggung kanan dan kiri simetris
Dinamis : pergerakan kanan // kiri, fremitus raba kanan // kiri
Perkusi :
Kanan : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th X
Kiri : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th XI
Peranjakan diafragma 5 cm kanan sama dengan kiri.
Auskultasi :
Kanan : Suara dasar bronkovesikuler, Suara tambahan (-)
Kiri : Suara dasar bronkivesikuler, Suara tambahan (-)
Jantung :
10
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin Tanggal 13 AGUSTUS 2019 (02.09 WIB)
Hematologi Rutin Hasil Satuan Rujukan
HGB 16.3 g/dl 13.2 – 17.3
HCT 45.5 44 – 52
WBC 9.43 103/l 3.80 – 10.60
PLT 183 103/l 150 – 440
Index Eritrosit
MCV 87.7 /um 80.0 – 100.0
MCH 31.4 Pg 26.0 – 34.0
MCHC 35.8 g/dl 32.0 – 36.0
RDW 13.0 % 10.0 – 20.0
Hitung Jenis
Granulosit 0.3 0.0 – 72.0
Limfosit 2.51 20.0 – 40.0
Monosit 6.6 % 2.0 – 8.0
Limfosit 2.51 Ribu/ul 0.8 – 4.0
Monosit 0.62 Ribu/ul 0.1 – 1.5
Granulosit 0.03 Ribu/ul 0.0 –0.70
F. RESUME
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien laki-laki 49 tahun datang ke
IGD RSUD dr. Darsono Pacitan dengan keluhan nyeri dada di sebelah kiri.
Nyeri dada dirasakan seperti tertindih benda berat, menjalar ke punggung dan
ulu hati. Nyeri dada dirasakan menetap sudah sejak 30 menit sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dada dirasakan berlangsung terus-menerus dan tidak hilang
timbul. Nyeri dada muncul saat pasien sedang istirahat. Keluhan nyeri semakin
lama semakin memberat. Nyeri dada tidak hilang dengan istirahat. Keluhan
lain yaitu pasien merasakan nyeri ulu hati, mual pada perut dan , berak tidak
lancar.
Riwayat penyakit dahulu hipertensi diakui lebih dari 10 tahun. Riwayat
pribadi pasien merokok setiap hari 2 bungkus dan minum obat penurun tekanan
darah (amlodipin 5 mg) jika ada keluhan nyeri kepala. Riwayat kebiasaan sejak
1 hari terakhir pasien konsumsi daging kambing sehari tiga kali dengan porsi
makan satu piring tanpa nasi. Pasien mengakui mudah emosi karena beban
masalah bisnis. Akhir-akhir ini kegiatan pasien padat, pulang hingga larut
malam. Pasien biasa tidur malam sekitar pukul 24.00, dan bangun pagi sekitar
pukul 04.30.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat.
Kesadaran Compos Mentis, Gizi overweight, Vital Sign: Tekanan darah
monitor 110/70 mmHg, nadi 70 x/menit, Respirasi rate: 22x/menit; suhu
36,8ºC. Pemeriksaan abdomen ditemukan distended dan nyeri tekan
epigastrium.
Hasil pemeriksaan penunjang pada pasien ini yaitu pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal. Hasil pemeriksaan EKG yaitu tampak
gambaran ST elevasi inferior.
G. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis Etiologis:
Aterosklerosis
2. Diagnosis Anatomis:
15
Captopril 3x 12,5 mg
Concor 1x 1,25 mg
14 S/
Agustu Pasien sudah tidak mengeluhkan nyeri dada, tidak mual, nyeri
s 2019 ulu hati berkurang. Pasien BAK sehari 4-5 kali, @ ± ½ - 1 gelas
(15.00 belimbing.
WIB) O/
Ruang TD : 135/80 (monitor), N : 82, S : 36.9, RR : 21
Melati KU/Kes : sedang/ CM
B K/L : Normochepal, SI -/-, CP -/- ,PKGB –
Tho : SDV+/+, Rh-/-, Wh -/-, BJ I/II reg, bising -
P/ 02 4 LPM
Inf NaCl 0,9% 20 tpm
Inj Lansoprazole 50mg/24 jam
Aspilet 1x80 mg
Clopidrogel 1x 75 mg
Atorvastatin 1 x 20 mg
Ramipril 3x 2,5 mg
Concor 1x 1,25 mg
18
BAB II
PEMBAHASAN
19
Pada laporan kasus ini, pasien atas nama Tn k, umur 49 tahun dirawat di
RSUD dr. Darsono Pacitan dengan diagnosa Infark Myocard Akut ST elevasi
inferior dengan kilip kelas I yang ditegakan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang akan dijelaskan pada paragraf selanjutnya.
Diagnosa Infark Miocard Akut ST elevasi dengan kilip kelas I pada pasien
ini berdasarkan anamnesis yang dilakukan terhadap pasien. Keluhan utama dari
pasien yaitu nyeri dada di sebelah kiri. Nyeri dada dirasakan seperti tertindih
benda berat, menjalar ke punggung dan ulu hati. Nyeri dada dirasakan menetap
sudah sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan
berlangsung terus-menerus dan tidak hilang timbul. Nyeri dada muncul saat
pasien sedang istirahat. Keluhan nyeri semakin lama semakin memberat. Nyeri
dada tidak hilang dengan istirahat. Keluhan lain yaitu pasien merasakan nyeri ulu
hati dan mual pada perut.
Riwayat penyakit dahulu hipertensi diakui lebih dari 10 tahun. Riwayat
pribadi pasien merokok setiap hari 2 bungkus dan minum obat penurun tekanan
darah (amlodipin 5 mg) jika ada keluhan nyeri kepala. Riwayat kebiasaan sejak 1
hari terakhir pasien konsumsi daging kambing sehari tiga kali dengan porsi makan
satu piring tanpa nasi. Pasien mengakui mudah emosi karena beban masalah
bisnis. Akhir-akhir ini kegiatan pasien padat, pulang hingga larut malam. Pasien
biasa tidur malam sekitar pukul 24.00, dan bangun pagi sekitar pukul 04.30.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan abdomen didapatkan kondisi
pada inspeksi tampak distended, dinding perut lebih tinggi dibandingkan dengan
dinding dada, nyeri tekan epigastrium. Dari pemeriksaan penunjang EKG
ditemukan ST elevasi inferior (Lead II, Lead III, Lead AVF).
Penegakan diagnosis pada sindroma coroner akut harus memenuhi dua dari
tiga kriteria. Tiga kriteria tersebut yaitu nyeri dada atipikal yang khas, gambaran
EKG dan pemeriksaan enzim jantung. Pada pasien ini di diagnosa berdasarkan
nyeri dada atipikal yang khas dan gambaran EKG. Pada anamnesis keluhan utama
nyeri dada atipikal yang perlu di perjelas yaitu onset, provokasi, quality,
19
radiation, scale dan time. Pada pasien ini nyeri dada yang dirasakan yang paling
20
nyeri (score >8) mulai 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Selanjutnya nyeri
terjadi. Untuk kualitas nyeri dada seperti tertindih, penjalaranya samapi tembus
punggung belakang serta ulu hati. Untuk skala nyeri pada pasien ini skore nya > 8
sehingga pasien merasa sangat kesakitan. Dan durasi nyeri dada menetap lebih
dari 20 menit yaitu 30 menit.
Pada STEMI inferior gejala sering mirip dengan keluhan pada gejala
dyspepsia. Untuk membedakannya antara penyakit dispepsia dengan sindrom
coroner akut kita bisa melihat dari riwayat penyakit dahulu. Pada riwayat penyakit
dahulu, pasien ini tidak mempunyai riwayat penyakit dyspepsia. Artinya
munculnya keluhan dispepsia merupakan yang pertama kali. Oleh sebab ini kita
bisa curiga kearah sindrom coroner akut.
Riwayat penyakit dahulu hipertensi diakui lebih dari 10 tahun. Pasien minum
obat penurun tensi ketika kepala terasa nyeri. Riwayat konsumsi obat yaitu obat
hipertensi yang dibeli di apotik (amlodipin 5 mg). Riwayat pribadi pasien
merokok setiap hari 2 bungkus dan minum obat penurun tekanan darah jika ada
keluhan nyeri kepala. Riwayat kebiasaan sejak 1 hari terakhir pasien konsumsi
daging kambing sehari tiga kali dengan porsi makan satu piring tanpa nasi. Pasien
mengakui mudah emosi karena beban masalah bisnis. Akhir-akhir ini kegiatan
pasien padat, pulang hingga larut malam. Pasien biasa tidur malam sekitar pukul
24.00, dan bangun pagi sekitar pukul 04.30. Dari anamnesis ini didapatkan
beberapa faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya sindrom koroner akut.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan distended dan nyeri tekan epigastrium.
Untuk pemeriksaan pada jantung dalam batas normal. Dalam hal ini belum terjadi
komplikasi yang ditimbulkan dari infark miokard akut. Ini dapat dijadikan untuk
mengetahui penilaian kilip yaitu kelas I (tidak ada komplikasi).
Selanjutnya pada pemeriksaan laboratorium pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan enzim jantung. Untuk onset 30 menit bisa dilakukan pemeriksaan
enzim jantung myoglobin (meningkat pada awal infak sampai jam ke 1). Utuk
CKMB, Troponin I dan Troponin T mulai meningkat 3 jam setelah infark.
Rekomendasi rencana pemeriksaan enzim pada pasien ini yang dapat dilakukan
yaitu mioglobin. Pada tindakan reperfusi tidak harus menunggu hasil dari
21
pemeriksaan enzim ini. Pemeriksaan profil lipid juga perlu dilakukan untuk
mengetahui komorbid.
Pada pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan EKG kesan yaitu Sinus
Rhythm 80 bpm dengan axis normal, Akut Myocard Infark Inferior (Lead II, Lead
III, Lead AVF). Pada pemeriksaan rontgen thorax segera dilakukan < 30 menit.
Hal ini untuk mengetahui apakah terjadi komplikasi pada pasien yang ditimbulkan
dari infark miokard.
Pada tatalaksana pasien ini diberikan O2 4 LPM, pada kasus STEMI
pemberian O2 dilakukan jika SpO2 pada pasien yaitu <95 %. Pedoman yang baru
merekomendasikan untuk penundaan terapi oksigen pada SKA dengan saturasi
normal >95%. Selanjutnya pada tatalaksana umum pasien diberikan terapi
antiplatelet aspirin 320 mg, clopidrogel 300 mg dan tidak diberikan ISDN 5mg.
Untuk pemberian terapi lanjutan karena onset 30 menit ≤ 12 jam maka dapat
dilakukan terapi reperfusi. Untuk RSUD dr Darsono pacitan fasilitas reperfusi
yang tersedia yaitu fibrinolitik. Maka pilihan terapi sesuai dengan keadaan pasien
yaitu fibrinolitik. Onset keluhan 30 menit dan bertemu dengan tenaga medis kuran
dari 120 menit. Target ballon to neddle yaitu <30 menit. Strategi Percutan
Coroner Intervensi tidak direkomendasikan karena karena jarak ke RS terdekat
yang memiliki fasilitas ditempuh dengan waktu >120 menit sehingga akan
mempengaruhi prognosis. Angiografi coroner dapat dilakukan pada pasien ini
dalam 3-24 jam setelah tindakan fibrinolitk.
Fibrinolitik pada pasien ini dilakukan karena telah memenuhi kriteria ceklist
fibrinolitik. Pada pasien ini memiliki riwayat stroke iskemik tetapi kejadiannya >
5 tahun yang lalu sehingga tidak masuk dalam kontraindikasi absolut ( mengalami
stroke iskemik 3 minggu-3 bulan yang lalu).
Pada gambar 2.1 dapat dilihat ada 2 arteri koroner utama yaitu arteri
koroner kanan dan kiri. Arteri koroner kiri, terbagi menjadi left anterior
descending artery dan circumflex artery, arteri - arteri ini mensuplai darah ke
ventrikel kiri dan atrium kiri jantung. Arteri koroner kanan, terbagi menjadi
right posterior descending artery dan acute marginal artery, arteri - arteri ini
mensuplai darah ke ventrikel kanan, atrium kanan jantung dan sinoatrial node
(sekelompok sel di dinding atrium kanan yang mengatur laju irama jantung).6
Adapun tambahan 2 cabang arteri koroner utama yang mensuplai darah keotot
jantung, yaitu:
1. Circumflex Artery
Circumlex artery adalah cabang dari arteri koroner kiri dan
mengelilingiotot jantung.Arteri ini mensuplai darah ke bagian belakang
jantung.
2. Left anterior descending artery
Left anterior descending artery adalah cabang dari arteri koroner
kiri dan mensuplai darah ke bagian depan jantung.
23
B. Definisi
Sindroma koroner akut adalah gangguan aliran darah koroner parsial
hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil
(APS), gangguan aliran darah ke miokard pasa sindroma koroner akut
bukan disebabkan oleh penyempitan yang statis namun terutama akibat
pembentukan trombus dalam arteri koroner yang sifatnya dinamis.7
C. Epidemiologi
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447
orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau
diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter,
estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di
Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%), sedangkan Provinsi
Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak
1.436 orang (0,2%). Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah
penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa
Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling
sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang
(1,2%) .
D. Klasifikasi
Sindroma koroner akut (SKA) lebih lanjut dapat di klasifikasikan
menjadi ST-segment Elevation Myocardial Infract (STEMI) dan Non ST-
segment Elevation Myocardial Infract (NSTEMI);Unstable Angina (UA).8
1. ST- Elevation Myocardial Infarc
a. Definisi
STEMI adalah sindroma yang didefinisikan oleh gejala
karateristik dari Iskemik miokard dimana pemeriksaan
Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan elevasi segmen ST dan
keluarnya biomarker yang merupakan hasil dari nekrosis miokard.5
b. Epidemiologi
24
d. Patofisiologi
STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran
darah secara tiba-tiba akibat oklusi trombus pada arteri koroner yang
sudah mengalami arterosklerosis. Pada kebanyakan kasus, proses akut
dimulai dengan ruptur atau pecahnya plak aterotoma pembuluh darah
koroner, dimana trombus mulai timbul pada lokasi ruptur dan
menyebabkan oklusi arteri koroner, baik secara total atau parsial. Hal
ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak atau penipisan fibrous
cap yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes
mellitus tipe II, hipertensi, dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas
menyebabkan injury bagi sel endotelial.Akibat disfungsi endotel, sel-
sel tidak dapat lagi memproduksi molekul vasoaktif seperti nitric
oxide.Pasokan oksigen yang berhenti selama kira-kira 20 menit dapat
menyebabkan nekrosis pada miokardium.14
Menurut American Heart Association, tipe plak atherosclerosis
diklasifikasikan dengan tampilan klinis dan histologi.
1) Tipe I (lesi awal)
Terdiri dari makrofag dan sel busa, berlaku pada dekade pertama
dan asimptomatik.
2) Tipe II (fatty streak)
Terdiri dari akumulasi lipid, berlaku pada dekade pertama, dan
asimptomatik.
3) Tipe III
Sedikit berbeda dari tipe II.Terdiri dari kumpulan lipid
ekstraseluler, berlaku pada dekade tiga dan asimptomatik.
4) Tipe IV (atheroma)
Intinya terdiri dari lipid ekstraseluler dan berlaku pada dekade
ketiga.Pada awalnya asimptomatik dan menjadi simptomatik.
26
5) Tipe V (fibroatheroma)
Berinti lipid dan terdapat lapisan fibrosis, atau beinti lipid
multiple dan lapisan fibrosis atau terdiri dari kalsifikasi terutama
atau fibrosis. Terdapat pertumbuhan otot polos dan kolagen.
Biasanya berlaku pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau
asimptomatik.
6) Tipe VI (complicate lesion)
Adanya defek permukaan,hematoma-hemorrhage, dan
trombus. Biasanya berlaku pada dekade keempat dan bisa
simptomatik atau asimptomatik.12
e. Klasifikasi
Klasifikasi Universal Miokard Infark :
1) Tipe 1 (Infark miokard yang spontan)
Miokard Infark yang spontan dengan ruptur nya plak
ateroskelrosis, ulserasi, erosi attua pembedahan yang menghasilkan
intraluminal trombus salam satu atau lebih pembuluh darah
koroner yang mengarah ke penurunan aliran darah mikardial atau
terjadinya emboli trombus di distal.
2) Tipe 2 (Penyakit sekunder dari miokard infra yang menyebabkan
iskemik)
Dalam kasus infart miokard dyngan nekrosis dimana kondisi
selain penyakit jantung koroner berkontribusi ke tidak seimbangan
antara supla dan kebutuhan.Contoh : Disfungsi endothelium
koroner, emboli koroner, aritmia, anemia, gala nafas, dll.
3) Tipe 3 (Miokard Infark yang menyebabkan kematian ketika ke
tidak adanya nilai biomarker)
4) Tipe 4a (Miokard Infark yang berkaitan dengan percutaneous
coronary intervention (PCI)
5) Tipe 4b (Miokard Infark yang berkaitan dengan stent thrombosis)
6) Tipe 5 (Miokard Infark yang berkaitan dengan coronary artery
bypass grafting (CABG)).20
27
f. Gejala klinis
Gejala klinis ST-Elevasi Miokard Infark yaitu :
1) Keluhan klasik berupa nyeri atau ketidaknyamanan di dada kiri. Bisa
menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang. Nyeri berlangsung >20
menit.
2) Sesak napas
3) Pusing
4) Mual atau muntah
5) Diaphoresis (keluar keringat berlebih) namun tidak berkaitan dengan
suhu lingkungan
6) Palpitasi atau detak jantung berdebar – debar
g. Diagnosis
1) Anamnesis
Diagnosa STEMI menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut
ditemukan pada pasien dengan ada penyakit arterosklerosis non
koroner, diketahui mempunyai PJK dan atas dasar pernah
mengalami infark miokard / bedah pintas koroner / IKP,
mempunyai faktor risiko ( umur, hipertensi, merokok,
dislipidemia, DM, riwayat PJK dini dalam keluarga ). Keluhan
pasien dengan iskemi dapat berupa nyeri dada yang tipikal seperti
rasa terbakar, tertekan atau berat pada daerah retrosternal, dan
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area inters kapular, bahu
atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten atau
persisten ( lebih dari 20 menit ). Keluhan sering disertai mual atau
muntah, nyeri abdominal, sesak napas, sinkop dan diaphoresis.15
2) Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan gejala yang sedang berlangsung biasanya berbaring
diam di tempat tidur dan pucat dan mengeluarkan keringat.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
a) Keadaan Umum : kecemasan, sesak, keringat dingin, tekanan
darah < 80 - 90 mmHg, HR : takikardia, RR
28
2) Laboratorium
Pertanda (biomarker) kerusakan jantung yang dianjurkan
untuk diperiksa adalah creatinine kinase (CK-MB) dan troponin
I/T dan dilakukan secara serial. Troponin T harus digunakan
sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan di ikuti
peningkatan CK-MB.
a) CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam
2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik
dapat meningkatkan CKMB.
b) Troponin T : enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari.
c) Pemeriksaan lainnya : mioglobin, creatinine kinase dan lactic
dehidrogenase. 4
i. Komplikasi.
j. Penatalaksanaan
1) Tindakan Umum dan Langkah Awal
a) Tirah baring.
b) Suplemen Oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan
saturasi oksigen < 95% atau mengalami distres respirasi.
30
k. Prognosis
Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca
miokardium akut (IMA). Prognosis IMA dengan melihat derajat
disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi
Killip.19
Tabel 3. Klasifikasi Killip
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular
yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi. Secara patogenesis, lebih dari 90% SKA disebabkan
ruptur (disruption) dari plak aterosklerosis diikuti oleh agregasi trombosit dan
pembentukan trombus intrakoroner. Trombus intrakoroner ini menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah koroner dalam berbagai derajat dan
mengganggu aliran darah sehingga terjadi ketidakseimbangan antara supply
dan demand. Sumbatan parsial akan menyebabkan unstable angina dan
NSTEMI sedangkan sumbatan total akan bermanifestasi sebagai STEMI.
Proses dari aterosklerosis sampai menyebabkan munculnya thrombus
terjadi akibat komplikasi berupa ruptur plak dan disfungsi endotel. Ruptur plak
aterosklerosis dianggap menjadi pencetus utama trombosis koroner. Penyebab
dasar ruptur plak dianggap merupakan kombinasi dua hal yaitu (1) faktor-
faktor kimia yang mengurangi stabilitas plak dan (2) stresor mekanik terhadap
lesi aterosklerosis yang ada.
Normalnya, terdapat mekanisme perlawanan terhadap proses di atas
dimana dimediasi oleh zat-zat yang dihasilkan oleh sel endotelium yang
normal. Namun akibat disfungsi endotel, maka terjadi penurunan jumlah
vasodilator lokal (NO dan prostasiklin). Selain itu juga terjadi penurunan
aktivitas antitrombosis dari endotel, berupa penurunan aktivitas inhibitor
trombosis dan koagulasi seperti antitrombin, protein C, protein S, tissue factor
pathway inhibitor (TFPI), dan tissue plasminogen activator (tPA) sehingga
trombosis bisa terjadi secara terus-menerus.
B. Saran
Saran untuk dokter tentang pasien ini diantaranya diperlukan upaya
penatalaksanaan yang tepat dan cepat untuk penyakit Sindroma Korener Akut
33
34
DAFTAR PUSTAKA
35
Lilly LS. Acute Coronary Syndrome. Pathophysilogy of Heart Disease. Edisi ke-
5. Baltimore:Wolters Kluwe:2011. Pg.161-189
O’Connor, et.al. Part 10: Acute Coronary Syndromes: 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation. Journal of The American Heart
Association. Available at :
35
http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/122/18_suppl_3/S787
36
ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina and
Non–ST-Segment Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary and
Recommendations A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines
(Committee on the Management of Patients With Unstable Angina) available
at : http://circ.ahajournals.org/content/102/10/1193.full
Creager A.M. Results of the CAPRIE trial: efficacy and safety of clopidogrel.
Available at : http://vmj.sagepub.com/content/3/3/257.full.pdf