Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1

BAB II PERMASLAHAN...........................................................................................4

BAB III PENUTUP .................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................20

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rongga mulut merupakan pintu gerbang tubuh. Setiap waktu tak terhitung
mikroorganisme yang melewati rongga mulut. Hal ini terjadi terus menerus tanpa
mengalami banyak gangguan karena adanya pengaruh saliva. Rongga mulut juga
merupakan bagian saluran cerna dengan biologi yang unik, terdiri atas jaringan lunak dan
keras seperti tubuh lainnya. Dalam rongga mulut ini juga terdapat kelainan-kelainan, salah
satunya yaitu bau mulut atau halitosis (Roeslan, 1999).
Bau mulut yang bersumber dari mulut merupakan faktor yang disebabkan oleh bakteri dan
protein yang ada pada semua orang, oleh karena itu pada dasarnya bau mulut adalah
masalah semua orang, hanya tingkat keparahan yang berbeda-beda, ada yang mempunyai
bau mulut ringan sehingga sama sekali tidak mengganggu orang-orang di sekitarnya,
sementara yang mempunyai kondisi halitosis berat sangat mengganggu orang lain
sehingga dapat mempengaruhi rasa percaya diri (Widiati, 2003).
Kondisi gigi yang tidak bersih maupun gigi yang berlubang merupakan tempat yang
dapat menjadi media pertumbuhan bakteri anaerob gram negatif, di samping sisa makanan
itu juga mengalami pembusukan ( Wibosono, 2002). Hasil Penelitian menunjukan, hampir
85-95 % bau mulut bersumber adanya kelainan di rongga mulut, baik gigi yang berlubang
maupun infeksi jaringan penyangga (Fahrudin, 2002).
Jurnal healt to day mengatakan, plak merupakan penyebab kerusakan gigi. Plak dan sisa
makanan yang melekat di gigi secara bertahap akan diubah menjadi asam oleh bakteri. Jika
plak dan sisa makanan tersebut dibiarkan terlalu lama dipermukaan gigi atau tidak segera
dibersihkan dan ditambah lagi dengan adanya air liur, plak beserta sisa-sisa makanan
menumpuk yang lama kelamaan akan mengeras sehingga berubah menjadi karang gigi
yang mempunyai permukaan kasar sehingga memudahkan kotoran-kotoran menempel (Ita,
2002).
Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari
tumbuhan, hewan, dan mineral. Bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah
digunakan untuk mengobatan berdasarkan pengalaman. Bahan obat alam yang berasal
dari tumbuhan porsinya lebih besar dibanding dari bahan yang dari hewan atau mineral,
sehingga sebutan obat tradisional hampir selalu identik dengan tanaman obat. Dari masa

2
ke masa obat tradisional mengalami perkembangan yang semakin meningkat karena
mudah ditemui dan harganya dapat dijangkau oleh semua lapisan masarakat.
Tanaman teh juga salah satu tanaman yang dijadikan obat tradisional. Di seluruh pelosok
Indonesia aneka produk bisa dijumpai sehari-hari. Teh bisa diminum panas atau dingin
sebagai minuman penyegar atau obat. Banyak pula yang mencampurkan dengan bahan-
bahan tertentu untuk mengobati berbagai penyakit (Nazarudin, 1996).
Salah satu gangguan pada mulut adalah bau mulut. Biasanya berbagai cara dilakukan
untuk menghilangkannya. Mulai pengobatan tradisional yang menggunakan berbagai
ramuan. Para peneliti dari Lembaga Perlindungan Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan
di Belanda menemukan bahwa di dalam teh, terdapat zat yang bernama katekin yang dapat
menghambat perkembangan bakteri penyebab napas berbau tidak sedap. Minuman teh
dengan kekentalan normal, cukup untuk membunuh bakteri pada lidah (Okie, 2008).

BAB II

3
PERMASALAHAN

A. Teh
Kata teh berasal dari Cina yaitu teh dengan istilah tay. Bahasa latinnya Camelia
sinensis. Hingga sekarang teh sudah banyak dikenal sampai ke seluruh negara. Ada
beberapa klasifikasi tanaman teh menurut Nazarudin (1996) yaitu :
> Divisi : Spermatophyta
> Sub divisi : Angiospermae
> Kelas : Dicotyledon
> Famili : Theaceae
> Genus : Camellia
> Species : Camellia sinensis

1. Ciri-Ciri Teh
Menurut Nazarudin (1996) ada beberapa ciri-ciri teh yaitu tanaman teh berbentuk
pohon. Tingginya bisa mencapai belasan meter. Namun tanaman teh di perkebunan selalu
dipangkas untuk memudahkan memetiknya, sehingga tingginya 90- 120 cm.
Mahkota teh berbentuk kerucut. Daunnya berbentuk jorong atau agak bulat telur
terbalik. Tepi daun bergerigi. Daun tunggal dan letaknya hampir berseling. Tulang daun
menyisip. Permukaan daun atas muda berbulu halus, sedangkan permukaan bawahnya
hanya sedikit, dan permukaan daun halus tidak berbulu lagi.
Bunga tunggal dan ada yang tersusun dalam rangkaian kecil. Bunga muncul dari ketiak
daun. Warnanya putih bersih berbau wangi lembut. Namun ada bunga yang berwarna semu
merah jambu. Mahkota bunga berjumlah 5- 6 helai. Putik dengan tangkai yang panjang atau
pendek dan pada kepalanya terdapat tiga buah sirip. Jumlah benang sari 100- 200 helai.
Buah teh berupa buah berupa kotak berwarna kecoklatan. Dalam satu buah berisi satu
sampai enam biji, rata-rata tiga biji. Buah yang masak dan kering akan akan pecah dengan
sendirinya serta bijinya ikut keluar. Bijinya berbentuk bulat atau gepeng pasa satu sisinya.
Berwarna putih sewaktu masih muda dan berubah menjadi kecoklatan setelah tua.
Akar teh berupa akar tunggal dan mempunyai banyak akar cabang. Apabila akar tunggalnya
putus, akar-akar cabang akan menggantikan fungsinya dengan arah tumbuh yang semula
melintang menjadi ke bawah, dan juga akar bisa tumbuh besar dan cukup dalam.

2. Jenis-Jenis Teh

4
Ada beberapa jenis teh menurut Hollenberg (2008) yaitu sebagai berikut
a Teh hijau : Bahannya berasal dari pucuk daun teh yang sebelumnya mengalami
pemanasan dengan uap air untuk menoaktifkan enzim yang terdapat dalam daun teh.
Selanjutnya digulung dan dikeringkan. Teh hijau diproduksi dengan cara penguapan
(steaming) daun teh pada suhu tinggi sehingga kandungan katekin dapat dipertahankan.
Kandungan katekin pada teh hijau mencapai 30-42%.
b Teh putih : Untuk membuat teh putih diperlukan daun teh yang paling muda, yang masih
dipenuhi bulu putih pedek atau bulu halus. Proses pemasakannya mengalami 2 tahap, yaitu
penguapan dan pengeringan. Tidak ada proses pelayuan, penggilingan, atau fermentasi
(kadang kala difermentasi juga dengan kadar ringan). Tampilan teh putih nyaris tak
berubah, yaitu berwarna putih keperakan. Ketika diseduh akan berwarna kuning pucat
dengan aroma lembut dan segar. Kandungan katekin pada teh putih sekitar 22-25%.
c Teh oolong : terbuat dari daun teh yang lebih besar dan lebih tua. Setelah dipetik
langsug dijemur untuk pelayuan. Tujuan pelayuan untuk menurunkan kadar air dan
membuat lebih lembut. Kemudian daun diaduk-aduk atau dikocok untuk menghilangkan
pinggiran daun. Tahap berikutnya ditebar dan dikeringkan, dilakukan beulang kali. Tampilan
teh oolong, bagian tepi daun teh akan berwarna merah karena fermentasi dan bagian
tengah tetap berwarna hijau. Kandungan katekin pada teh oolong sekitar 15-19% (Gede,
2006).
d Teh hitam : Daun yang sudah dipetik, kemudian dijemur 12-18 jam. Dilanjutkan dengan
proses fermentasi secara penuh. Warna daun teh menjadi hitam dan beraroma khas. Daun
teh yang mengitam ini kemudian digiling dan selanjutnya masih difermentasi di dalam
ruangan dingin dan lembab. Melalui proses ini, teh yang dihasilkan dapat lebih banyak.
Sebagian besar teh yang beredar di pasaran adalah teh hitam. Teh hitam sebenarnya
mengandung katekin, namun tidak banyak. Hal ini karena adanya proses fermentasi pada
pembuatan teh hitam yang dapat merusak kandungan katekin. Kandungan katekin pada
teh hitam hanya sekitar 7-10% (Hollenberg, 2008).

3. Teh Hijau (Ryokucha)


Teh hijau (ryokucha) adalah teh yang sangat umum di China. Teh hijau adalah terpilih dari
daun teh kelas atas yang disebut tencha. Teh dinamakan gyokuro karena warna hijau pucat
yang keluar dari daun teh. Daun dilindungi dari terpaan sinar matahari sehingga mempunyai
aroma yang sangat harum. Teh hijau berkualitas tinggi yang digiling menjadi bubuk teh
(Hanzi, 2009).
5
4. Kandungan dan Kegunaan Teh Hijau
Menurut Khomsan (2008) teh hijau mempunyai kandungan dan kegunaan sebagai
berikut :
- Polipenol (katekin) yang terdapat dalam teh hijau adalah bahan sangat bermanfaat bagi
kesehatan, yaitu mampu mengurangi risiko penyakit jantung, membunuh sel tumor, dan
menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru, kanker usus terutama sel kanker kulit. Zat
ini dapat membantu kelancaran proses pencernaan makanan melalui stimulasi peristalsis,
produksicairan pencernaan, menghambat pertumbuhan plak, dan menghilangkan bau
mulut.
- Fluor adalah tergolong sebagai mineral yang dapat mencegah radang gusi, dan gigi
berlubang.
- Mangan yang terdapat pada teh hijau dapat membantu penguraian gula menjadi energi
sehingga membantu menjaga kestabilan kadar gula dalam darah.
- Kafein yang terkandung dalam teh hijau berbeda dengan kafein yang terkandung dalam
kopi. Pada teh hanya terkandung kafein sebanyak 3 - 5%. Jadi jika kita rajin minum teh,
maka tubuh dan pikiran akan terasa lebih segar. Kafein berpengaruh positif pada aktivitas
mental, dan dapat memperbaiki proses pencernaan makanan dalam lambung.

B. Halitosis
Pengertian Halitosis
Halitosis berasal dari kata “halitos” yang berarti nafas dan “osis” yang berati kondisi tidak
normal, berarti halitosis adalah bau nafas yang tidak sedap. Sekarang ini istilah halitosis
telah digunakan secara bersama untuk menyatakan bau nafas yang tidak sedap, bahkan
halitosis banyak dikenal dan dipergunakan (Haskell & Gayford, 1979).
Pada tahun 70-an dengan dipelopori oleh Dr Joseph Tonzetich dari Departement of Oral
Biology, Fatulty of Dentistry, University of British Columbia Vancouver Canada, dilakukan
penelitian yang mendalam untuk mengetahui sebenarnya penyebab nafas yang tak sedap
pada seseorang. Dr Tonzetich dan kawan-kawan berhasil mendeteksi bahwa adanya
sesuatu senyawa yang berbau yang keluar dari mulut seorang mengidap bau mulut (Djaya,
2001).
Halitosis telah menjadi masalah yang mengkhawatirkan selama berabad-abad, hal
ini dapat diketaui dari tulisan-tulisan Romawi kuno. Sejak tahun 1550 BC orang Mesir telah
menganjurkan untuk mengatasi nafas tak sedap dengan cara mengunyah bahan yang
6
baunya wangi seperti mellburry, myrrh (sejenis rempah-rempah), atau karet dari pohon
mastik.
Jaman dahulu seorang pejabat romawi telah memberikan pernyataan bahwa nafas
seseorang akan menjadi bau karena makanan yang tidak baik, karena gigi yang jelek, atau
bahkan meningkatnya usia seseorang. Demikian pula Hipokrates yang lebih dikenal
sebagai bapak ilmu kedokteran, 460-337 BC, telah membahas tentang diagnosa dan
perawatan bau mulut. Hipokrates menjelaskan adanya hubungan antara penyakit gusi dan
bau mulut. Jika gusi menjadi sehat kembali bau mulut akan hilang. Sir William Osler 90
tahun yang lalu, dokter Kanada yang terkenal juga menyatakan bahwa deteksi mau mulut
dapat merupakan indikator yang baik dari penyakit-penyakit mulut dan penyakit-penyakit
sistemik tertentu (Djaya, 2001).
Pengertian tentang suatu bau yang tercium adalah sangat berbeda antara individu
yang satu dengan yang lainnya. Seseorang tidak keberatan bau dari anggota keluarganya
seperti istri dan anak karena hal itu dapat memberikan ciri khas tersendiri. Seseorang sering
pula tidak dapat merasakan baunya sediri karena telah terbiasa, seperti halitosis, ini terjadi
karena adanya efek ”adaptasi” dimana karena bau tersebut menjadi ada dan terpapar terus-
menerus, menyebabkan syaraf olfactorius menjadi teradaptasi sehingga tidak disadari lagi
adanya bau.
Menurut Fahrudin (2002) pada umumnya halitosis bisa dialami oleh semua orang, pria-
wanita, besar-kecil, tua-muda, bayi ataupun lanjut usia walaupun hanya sehari. Bau
tersebut bisa bersifat sementara bisa berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. Tingkat baunya
bermacam-macam, mulai dari yang ringan sampai yang berat.
Meskipun biasanya orang menyebut bau mulut tak sedap, namun sebenarnya sumber bau
mulut itu tidak hanya dari rongga mulut saja, tetapi juga bisa dari rongga hidung, paru-paru
dan lain-lain.
Tetapi bila orang yang bersangkutan itu sediri mempunyai syaraf-syaraf pembauannya
rusak, maka ia tidak mengetahui kalau bau mulutnya berbau. Jadi hanya orang lain yang
berada di depannya saja yang bisa tau. Tidak ada penyakitpun hanya dari mulut bisa
berbau, karena makan-makanan yang berbau merangsang atau karena obat-obatan yang
diminum, bahkan mulut kering karena pernapasan melalui mulut yang terus-menerus juga
menimbulkan halitosis. Halitosis disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari
mulut,sebab-sebab sistemik atau kelainan pada daerah nasofaringeal (Djaya, 2001).

2. Faktor-Faktor Penyebab Halitosis


7
a. Faktor lokal
Menurut Djaya (2002) di dalam rongga mulut mempunyai peranan besar terhadap
terjadinya halitosis, dan banyak sekali berpendapat bahwa di dalam mulut mikroorganisme
yang membentuk flora normal mulut. Jutaan koloni berbagai jenis bakteri di dalam rongga
mulut yang berguna untuk membantu pencernaan makanan.
Di dalam rongga mulut juga terdapat gigi yang mempunyai pengaruh terhadap halitosis
seperti kebersihannya dan kesehatannya, jaringan penyangganya (periodontium). Terdapat
juga jaringan lunak mulut seperti gingiva, mukosa serta lidah.beberapa faktor penyebab
halitosis dari halitosis dari rongga mulut :
- Lidah
Berdasarkan studi yang dilakukan menyatakan bahwa permukaan lidah bagian paling
belakang lidah merupakan sumber utamanya terjadinya halitosis. Lidah mempunyai
tonjolan-tonjolan halus pada papilla-papila pada seluruh permukaannya, terdapat tiga jenis
papila yang terbesar pada tempat-tempat tertentu dimana panjang-pendeknya papilla ini
bervariasi pada setiap individu. Permukaan lidah merupakan tempat utama aktivitas serta
berkembang biaknya bakteri. Daerah-daerah di antara papila-papila serta dasar lidah
tersebut merupakan tempat paling disukai oleh bakteri khusus bakteri-bakteri anaerob.
Disamping itu permukaan lidah seperti halnya permukaan gigi juga dapat tertutup oleh plak
yang merupakan lapisan tipis seperti film berasal dari sisa-sisa makanan terutama bagian
posterior. Oleh karena itu membersihkan lidah sangatlah penting khususnya dalam
mencegah halitosis (Dyaja,2001).
- Ludah
Ludah atau saliva mempunyai peranan penting terhadap terjadinya halitosis yaitu adanya
suatu aktivitas pembusukan oleh bakteri yaitu adanya degradasi protein menjadi asam
amino oleh mikroorganisme (Djaya, 2001).
- Stomatitis
Stomatitis yaitu radang pada selaput lendir mulut. Salah satu jenis stomatitis yang amat
jahat yaitu adalah jenis noma, stomatitis yang berbau busuk (Djaya, 2001).
- Karies gigi
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum
yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan. Jika dibiarkan lama kelamaan gigi akan membusuk dan menimbulkan bau mulut
(Ginting, 1985).
- Karang gigi / kalkulus
8
Karang gigi atau kalkulus adalah suatu endapan keras yang melekat pada permukaan gigi.
Karena gigi mempunyai permukaan yang kasar sehingga sisa-sisa makanan dan air ludah
melekat pada permukaan gigi dan menimbulkan bau mulut. Penyebab timbulnya karang
gigi adalah karena penimbunan lapisan mineral pada gigi yang berbatasan dengan gusi,
dan dapat menimbulkan gangguan gigi serta gusi (Ginting,1985).
- Periodontitis
Radang sekitar gigi ini dapat timbul karena adanya ransangan plak dan kalkulus yang
menyebabkan pembengkakan jaringan gusi dan terjadi poket atau yang lebih dalam dari
normal yang selanjutnya menjadi bertambah dalam diakibatkan adanya kerusakan serat-
serat periodontal dan tulang-tulang alveolar (Ginting, 1985).
- Sisa akar gigi
Seandainya kalau karies gigi dibiarkan semakin lama semakin besar dan akhirnya gigi
hancur semua, akhirnya di dalam tulang hanya tertinggal sisa akar membusuk (Ginting,
1985).
- Pemakaian protesa atau gigi palsu
Pemakaian gigi palsu yang tak terawat menimbulkan bau mulut yang tidak sedap karena
tidak dijaga kebersihannya, terutama gigi tiruan, sekarang ini telah jarang dibuat dan hampir
selalu berbau tidak sedap (Yuwono, 1989).

b. Faktor umum

Yaitu penyebab halitosis yang berasal dari selain dalam rongga mulut :
- Rokok/Perokok
Yaitu bau dan rasa dari mulut seorang perokok cukup khas yang biasanya dapat ditentukan
apakah pasien merokok sigaret, cerutu atau dengan pipa. Pasien yang menghembuskan
nafas berarti mengeluarkan bau dari paru-paru. Bronkus, mulut, hidung dan sinus
paranasal, meningkatkan sekresi mukosa dapat memperburuk bau tersebut (Irawati, 2005).
- Diet
Salah satunya diet juga dapat menimbulkan halitosis, makanan yang digoreng juga dapat
melimbulkan bau mulut bahkan setelah gigi di bersihkan. Kopi juga dapat mempunyai yang
khas, tetapi bau hilang setelah dilakukan penyikatan gigi (Temmy, 2002)
- Kelainan rongga tenggorokan atau nasoparing
>Pharingitis yaitu radang selaput lender tenggorokan (Irawati, 2005).
9
>Sinus paranasal, yaitu sinus yang mengalami radang dan menguarkan nanah sehingga
menimbulkan bau (Djaya, 2001).
>Tonsilitis akut, dimana tonsil membengkak, dan mengandung nanah sehingga
menimbulkan bau (Djaya, 2001).
>Rinitis yaitu peradangan mukosa fosa nasali terutama rhinitis atrofi (ozaena) yaitu mukosa
hidung menjadi sklerotik, fosa nasal tersumbat oleh krusta yang menghasilkan bau mulut
yang busuk (Irawati, 2005).
- Penyakit ginjal kronis
Dalam rongga mulut biasanya berbau kurang sedap pada penyakit penyakit ginjal kronis
dengan lidah yang kering dan berubah warna. Urea dikeluarkan melalui kelenjar ludah bila
pasien mengalami uremia yang parah dan bau mulut berbau urine (Irawati, 2005).
- Keadaan hepatikum
Keadaan hepatikum ini terdapat pada fungsi hati yang sangat akut dan dapat dianggap
sebagai tanda kemungkinan terjadinya koma. Bila pasien belum berada pada keadaan yang
sangat akut, bau mulut pasien yang hepatikum yang sering disebut dalam sejumlah istilah,
seperti bau kayu lapuk, tikus, dan bahkan bau bangkai segar (Yuwono, 1989).
- Paru-paru dan bronkus
Penyakit paru-paru dan bronkus dapat berupa abses, kavitas dan daerah-daeah strategi
dapat memperburuk bau mulut. Keadaan seperti bronkiektasis, abses paru-paru,
enpyema, dan keadaan lain yang dapat menimbulkan pembusukan kavita paru-paru dapat
menimbulkan halitosis (Yuwono, 1989).
C. Karang Gigi
Karang gigi adalah bakterial plak yang mengalami endapan keras/mineralisasi, dapat
terbentuk pada semua permukaan gigi dan celah gigi yang berwarna mulai kekuning-
kuningan, kecoklat-loklatan, kehijau-hijauan sampai kehitam-hitaman dan mempunyai
permukaan yang kasar. Oleh karena karang gigi yaitu endapan keras dari plak, maka
terbentuknya adalah berdasarkan perkembangan dari plak oleh karena itu plak harus ada
untuk terbentuknya karang gigi. Untuk mengontrol karang gigi harus dimulai dengan plak
kontrol (Sunaryo, 1984).
Teori pembentukan karang gigi sangat bervariasi, tetapi pada umumnya para ahli
berpendapat bahwa antara plak dan karang gigi terdapat hubungan yang erat sekali,
sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, tinggal terlalu lama pada permukaan
gigi yang akan mengeras menjadi karang gigi. Penyebab ini berasal dari pengendapan
bahan-bahan kasar, air ludah dan serum darah, akibat adanya suatu peradangan. Karang
10
gigi mempunyai permukaan kasar sehingga sisa-sisa makanan dan air ludah melekat pada
permukaan gigi tersebut. Selanjutnya karang gigi akan terus terbentuk dan bertambah
banyak sehingga dapat menutupi sebagian permukaan gigi dan dapat juga dipermukaan
akar gigi dibawah tepi gusi (Djuita, 1995).
Klasifikasi Karang Gigi / Kalkulus
Berdasarkan hubungan terhadap gingiva margin, karang gigi dibagi dalam
a) Supra gingival kalkulus
Melekat disebelah korona dari crest gingiva margin dan dapat dilihat. Warnanya
putih kekuningan atau putih keabuan, klasifikasinya terganyung pada mineral-mineral yang
terdapat didalam saliva dan lebih banyak terdapat di daerah tempat berkumpulnya saliva;
misalnya pada daerah lingual gigi daerah anterior bawah, dan permukaan bukal gigi-gigi
molar rahang atas. Supragingival kalkulus mempunyai konsentrasi seperti tanah liat,
warnanya dapat dipengaruhi oleh pigmentasi yang berasal dari tembakau, makanan atau
metabolisme bakteri. Pada kasus-kasus yang eksterim kalkulus dapat membentuk
menutupi permukaan oklusi gigi yang tidak berfungsi (Sunaryo, 1984).
b) Subgingival kalkulus
Melekat disebelah apikal dari crest gingiva margin di dalam sulkus gingiva dan poket,
tidak terlihat pada pemeriksaan. Untuk menentukan adanya subgingiva kalkulus digunakan
sonde. Konsentrasinya padat dan keras, warnanya coklat tua atau hijau kehitam-hitaman.
Bayangan warna ini dapat terlihat berupa warna gelap membayang disekitar gingival
margin. Klasifikasinya sebagian besar berasal dari mineral-mineral yang terdapat didalam
gingival (Sunaryo, 1984).

2. Komposisi Karang Gigi


Komposisi karang gigi bervariasi sesuai dengan lamanya pembentukan. Terdiri dari
80% masa anorganik, air dan matrik organik dari protein dan karbohidrat. Fraksi anorganik
terutama dari fosfat kalsium, dalam bentuk hidroksid apatid, brushide, whitlockite,
dan fosfat oktakalsium. Selain itu juga terdapat sejumlah kecil kalsium karbonat,
magnesium fosfat, dan fluor. Kandungan fluor dari karang gigi adalah beberapa kali lebih
besar dari pada di dalam plak (Manson, 1993).
Sekresi saliva berkaitan erat dengan kesehatan rongga mulut, terutama
berhubungan dengan pembentukan pada plak, plak adalah Plak gigi adalah lapisan lembut
yang terbentuk dari campuran antara makrofag, leukosit, enzim, komponen anorganik,
matriks ekstraseluler, epitel rongga mulut yang mengalami deskuamasi, sisa-sisa makanan
11
serta bakteri yang melekat di permukaan gigi. Bakteri yang berperan penting dalam
pembentukan plak gigi adalah bakteri dari genus Streptococcus, yaitu
bakteri Streptococcus mutans (Maulani, 2006).
Jika plak tidak segera dibersihkan maka dapat menimbulkan karang gigi. Pembentukan
karang gigi dimulai dengan pengendapan garam kalsium fosfat yang dapat terjadi apabila
lingkungannya mempuyai ph tinggi yang basa, sehingga plak dan sisa-sisa makanan
menempel pada permukaannya. Akibat adanya pengendapan kalsium fosfat dalam
lingkungan basa dapat memudahkan bakteri dalam menghasilkan amoniak yang
mengandung uriase. Hasil dari metabolisme bakteri ini berupa gas atau senyawa sulful yang
mudah menguap sehingga dapat menyebabkan bau mulut (Wibisono, 2002).
Adanya senyawa sulfur yang mudah menguap atau Volatile sulful
Compounds (VSC), merupakan unsur utama penyebab halitosis. VSC adalah hasil aktifitas
bakteri-bakteri anaerob di dalam mulut berupa senyawa yang berbau tidak sedap dan
mudah menguap hingga menimbulkan bau yang tercium oleh orang lain disekitarnya.
Aktifitasnya di dalam mulut bakteri anaerob bereaksi dengan protein-protein yang ada,
protein di dalam mulut dapat diperoleh dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein,
sel-sel darah yang telah mati, bakteri-bakteri yang telah mati ataupun sel-sel epitel yang
terkelupas dari mukosa mulut. (Djaya, 2002).
Di dalam mulut normal diperkirakan rata-rata terdapat sekitar 400 macam bakteri
dengan berbagai tipe. Meskipun penyebab bau mulut belum diketahui dengan jelas,
kebanyakan dari bau tersebut berasal dari sisa makanan di dalam mulut. Masalah akan
muncul bila sebagian bakteri berkembang biak. Kebanyakan dari bakteri ini bermukim di
leher gigi bersatu dengan plak dan karang gigi, selain itu di balik lidah juga ada karena
daerah tersebut merupakan daerah yang aman dari kegiatan mulut sehari-hari. Bakteri
tersebut memproduksi toksin atau racun, dengan cara menguraikan sisa makanan dan sel-
sel mati yang terdapat di dalam mulut. Racun inilah yang menyebabkan bau mulut pada
saat bernafas karena hasil metabolisme proses anaerob pada saat penguraian sisa
makanan tersebut menghasilkan senyawa sulfide dan ammonia (Vyati, 2009).
Upaya pencegahan lebih banyak ditujukan untuk mengurangi terjadinya
penumpukan plak yang berlebihan di dalam rongga mulut. Salah satu caranya yaitu dengan
menggunakan teh hijau (ryokucha) (Hattori & Sakanaka, 1998). Teh hijau mengandung zat
aktif bernama katekin yang dapat membunuh bakteri di mulut, sekaligus menghilangkan
gula dari plak dan menghilangkan bakteri penyebab napas berbau. Minumlah 2 sampai 5
cangkir teh hijau sehari (Johnson, 2009).
12
Teh hijau memiliki kandungan katekin yang tinggi karena pada pembuatan teh hijau tidak
melibatkan proses fermentasi yang merupakan oksidasi polifenol (katekin). Oleh karena itu
teh hijau yang kaya akan kandungan katekin yang mampu mencegah pertumbuhan bakteri
pembentuk plak. Sedangkan pada teh hitam, kandungan katekin sangat rendah karena
pada proses pembuatannya melibatkan proses fermentasi yang merupakan proses
oksidasi polifenol (katekin) (Khamson, 2008).
Para ahli yang meneliti daun teh hijau sepakat, bahwa teh hijau mengandung
senyawa-senyawa bermanfaat. Salah satu kandungan teh hijau yaitu senyawa
substansi fenol yaitu katekin. Kandungankatekin dalam teh hijau adalah 30-42% berat
kering daun teh hijau, meski total kandungannya bervariasi tergantung lokasi tumbuh,
musim, intensitas cahaya dan ketinggian tempat (Hollenberg, 2008).
Teh hijau mengandung 30-42% polifenol yang sebagian besar dikenal
sebagai katekin. Katekinadalah antioksidan yang sangat kuat, lebih kuat dari vitamin E, C
dan 0-karoten. Senyawa katekin yang terkandung didalam teh hijau yaitu :
- epitekin (EC)
- epikatekin galat (ECG)
- epigallokatekin (EGC)
- epigallokatekin galat (EGCG)
Dari keempat komponen katekin teh tersebut, EGCG merupakan komponen utama yang
paling potensial. Salah satu fungsi utama dari EGCG adalah sebagai antioksidan, dengan
mekanisme menghambat radikal bebas yang terjadi di dalam lingkungan sehingga
menghambat reaksi berantai yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif bagi struktur
mikroorganisme salah satunya bakteri dari genus Streptococcus, yaitu
bakteri Streptococcus mutans. Selain sebagai antioksidan, EGCG juga berfungsi
sebagai antimikroba, antimutagenik dan antikarsinogenik (Wulandari, 2008).
Katekin yang terkandung di dalam teh hijau dengan konsentrasi tinggi, memiliki
kemampuan untuk mengurangi pembentukan plak gigi dengan membunuh bakteri
penyebab (Streptococcus mutans) dan menghambat aktivitas
enzim glikosiltransferase (GTF) dari bakteri tersebut. Enzim GFT ini mengubah sukrosa
menjadi glukan yang merupakan penyebab pembentukan plak gigi. Berdasarkan pengaruh
katekin terhadap plak gigi, hasilnya menunjukan bahwa jumlah bakteri (Streptococcus
mutans) berkurang sehingga pembentukan plak gigi pun berkurang (Hattori &
Sakanaka, 1998).

13
Selain itu hasil juga menunjukan bahwa antioksidan, dengan mekanisme dari katekin bisa
menghambat reaksi berantai sehingga tidak terjadi senyawa belerang yang terbentuk dalam
mulut seperti metil mercaptan dan beberapa sulfid (VSC) sebagai hasil penguraian protein
oleh enzim dan bakteri (Wulandari, 20

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein dan kumpulan bakteri yang melekat
pada permukaan gigi terjadi plak gigi. Jika plak tidak segera dibersihkan maka dapat
menimbulkan karang gigi, Karang gigi inilah salah satu yang dapat menyebabkan bau
mulut.
Katekin yang terkandung di dalam teh memiliki kemampuan untuk menghambat
proses pembentuk plak gigi. Selain itu dapat membunuh bakteri di dalam mulut dan
menghilangkan gula dari plak.
B. Saran
Penulis juga mengharapkan agar pembaca untuk minum teh hijau 2 sampai 5 cangkir
sehari. Karena teh hijau mengandung zat aktif (katekin) yang mampu menehan proses
pembentukan plak yang berhubungan juga dengan pembentukan karang gigi.
Penulis mengharapkan kepada pembaca untuk lebih pemperhatikan kebersihan gigi dan
mulutnya dengan cara mengontrol plak agar tidak menumpuk yang mengakibatkan
terjadinya karang gigi, terlebih adanya karang gigi sebaiknya segera dibersihkan supaya
tidak menimbulkan bau mulut, karena karang gigi juga dapat menyebabkan bau mulut
disertai dengan adanya senyawa sulfur yang mudah menguap.

14
DAFTAR PUSTAKA

Djaya, A, 2001
Halitosis. Klinik Indonesia : Jakarta. Hal 3-14
Djuita, I, 1995
Spesifik Protektion. Buku Kedokteran:Bandung. Hal 27-28

Fahrudin, D, 2002.
Bau Mulut. http//:www.Astaga.Com.

Ginting, B, 1985
Mulut Sehat Gigi Kuat, Publicing House : Bandung. Hal 11-13

Gede, A, 2006
Mengenal Ragam Dan Manfaat Teh.http//www.Anekaplanta.wordpress.Com.

Hanzi, 2009
Teh hijau. http://id.wikipedia.org/wiki.com.

Haskel. R, & Gayford.J.J, 1979


Penyakit Mulut, Buku Kedokteran:Jakarta. Hal 177-178

Hattori & Sakanaka, 1998


Senyawa Katekin The.http://www.m3undip.org//artikel.htm.

15
Hollenberg, N, 2008
Manfaat.Katekin.dalam.Teh.http://suaramerdeka.com.

Irawati, 2005
Bau Mulut No Way.http//www.f-buzz.Com.

Ita, 2002
Dadaunan Penghilang Bau Mulut. http//:www.suaramerdeka.comcybernews

Johnson, J, 2009
Mulut/halitosis-alias-bau-mulut. http://cantik.sayanginanda.com.
Khomsan, A, 2008
Kandungan-kimia-pada-teh-hijau.http://wafasukses.wordpress.com.

Manson, J. D. B. M, 1993
Periodonti.Buku Ajaran: Jakarta. Hal 26-28

Maulani, C, 2006
Plak.http://dention.bravehost.com//.htm.

Nazarudin, 1996
Pembudayaan dan Pengolahan Teh, Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 3-4

Okie, S, 2008
Usir Bau Mulut Dengan Teh. http://doktersehat.com.
Roeslan, B. O, 1999
Peranan Biologi Oral Dalam Bidang Kedokteran Gigi, Majalah Kedokteran gigi. No.39
Sunaryo, L. Z. B, 1984
Priodontologi.Buku Ajaran: Jakarta. Hal 56-58
Temmy, 2002
BauTakSedapDariMulutTakPerluada.http//:www.kompas.com.cetak/iptek/baum 36 htm.
Vyati, E, 2009
halitosis-bau-mulut.http://doktersehat.com
Wibosono, L, 2002

16
Menyiasati Bau Mulut. http//www.Indonesia.com/intisari/bau mulut.Htm
Widiati, 2003
Mulut Sehat. http//www.kompas.Com/kesehatan/news.Hhm
Wulandari, 2008
Antioksidan.http://www.adln.lib.unair.ac.id.com.
Yuwono, L, 1989
Penyakit Mulut.Penerbit Buku Kedokteran : Jakarta. Hal 9

MENGETAHUI
KETUA SMF GIGI

Drg.Deasy Berliana
NIP. 19751203 200501 2 010

17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Konsep-konsep tentang sebab penyakit dalam masyarakat rumpun dna petani,


berbeda secara mendasar dengan konsep yang merupakan ciri pengoabtan ilmiah. Sejauh
ini telah mengamati perwujudan sistem kepercayan itu, terutama dalam konteks penyakit
akut,penyakit infeksi dan penyakit jiwa. Kebutuhan untuk menyatukan dikotomi antara
penyakit fisik dan penyakita jiwa lebih merupakan reflesi dari konsesus barat daripada
orientasi masyakat yang berakar dalam sistem kepercayaan naturalistik atau personalistik.
Dalam berbagai masyarakat tersebut , etiologi penyakit mendorong persatuan,bukannya
memisahkan keadaan fisik dari keadaan emisional.
Perhatian awal dari para ahli antropolgi terhadap penyakit mental mulanya sangatlah
jauh dari bidang etnomedisin. Perahtian mereka itu mulai dari pemahaman atas hubungan
antara kepribadian dan kekuatan budaya yang berpengaruh dan membentuk kepribadian.

18

Anda mungkin juga menyukai