Anda di halaman 1dari 11

 Diketahui dari data Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kendaraan di Jakarta

mencapai 5,7 juta unit yang 5,6 juta dari total adalah kendaraan pribadi yang mendukung
terjadinya kemacetan. Sementara total perjalanan per hari di Jakarta mencapai 20,7 juta
perjalanan. Dengan fakta yang demikian, maka keberadaan Trans Jakarta yang telah
beroperasi sejak tahun 2004 masih belum efektif mengurangi jumlah kendaraan pribadi dan
mengurai kemacetan

 Pada kenyataannya, kemacetan dan masalah transportasi yang terjadi saat ini terjadi karena
tingginya aktifitas masyarakat yang ditimbulkan dari beragamnya pemanfaatan tata guna
lahan tidak diiringi dengan aksesibilitas yang baik.

 Salah satu konsep baru dalam rancang kota adalah konsep Transit Oriented Development
(TOD). Konsep Transit Oriented Development merupakan restrukturisasi konsep
pembanguann kota yang berfokus pada fasilitas transit, yang telah dikenal sebelumnya pada
awal abad ke-20 yang berupa konsep pengembangan terpadu pada stasiun kereta api dan
Bus Rapid Transit sebagai fasilitas transportasi massal untuk commuter di Amerika Serikat.
Proyek tersebut yang menjadi dasar pembentukan teori Transit Oriented Development oleh
Calthrope.

 Konsep Transit Oriented Development (TOD) diterjemahkan oleh Petrus Calthrope pada
tahun 1980-an. Transit Oriented Development didefinsikan sebagai konsep yang
menggunakan pola ruang mixed-use (campuran) yang mendorong orang untuk tinggal
berdekatan dengan layanan transit serta untuk mengurangi ketergantungan orang terhadap
mengemudi (atau menjadi commuter).

 Konsep TOD diterapkan dengan memadukan kawasan hunian, perkantoran, pertokoan,


ruang terbuka, dan sarana umum dalam jangkauan jarak berjalan kaki yang nyaman. Dengan
konsep ini penghuni dan pekerja di kawasan tersebut akan mudah dan nyaman untuk
melakukan perjalanan dengan angkutan umum, sepeda, atau berjalan kaki.

 Komponen-komponen yang terdapat dalam pengembangan konsep Transit Oriented


Development adalah sebagai berikut: 1. Terdapat jaringan sirkulasi (jalan) 2. Bus Rapid
Transit dan tempat pemberhentiannya (halte) 3. Fasilitas pejalan kaki dan pesepeda untuk
menghemat pergerakan kendaraan bermotor 4. Fasilitas umum seperti taman, sekolah,
perpustakaan, dan lain-lain. 5. Areal parkir Perancangan kawasan dalam konsep TOD
memiliki jarak maksimal 2000 kaki dari suatu pehentian transit dengan pusatnya yaitu area
komersial inti. Penentuan jarak maksimal 2000 kaki dimaksudkan untuk merepresentasikan
suatu jarak jalan kaki yang nyaman (± 10 menit) untuk sebagian orang. Kawasan area transit
TOD dikonsepkan menjadi beberapa fungsi lahan, sesuai dengan pola pengembangannya
yaitu mixed-use sebagai area pengembangan dan pendukung fasilitas transit. Di bawah ini
merupakan penggambaran bagian-bagian dari konsep Transit Oriented Development:

 Dari gambar di atas, dapat diketahui bahwa kawasan pengembangan TOD ini dibagi menjadi
beberapa area, yaitu: 1. Daerah komersial inti: Daerah ini dikhususkan untuk area
perniagaan sebagai pusat di setiap TOD. Hal ini menjadi penting karena pemanfaatan area
perniagaan dapat memungkinkan sebagian besar penduduk dapat menuju area perniagaan
dengan berjalan kaki atau bersepeda untuk memenuhi kebutuhan dasar nya. Hal ini dapat
mengurangi mobilitas penduduk dengan menggunakan transportasi pribadi. 2. Daerah
pemukiman: Daerah pemukiman pada TOD mencakup perumahan yang berada pada jarak
jalan kaki yang nyaman dari daerah komersial inti dan perhentian transit. Kebutuhan
pemukiman yang padat harus diiringi dengan pembangunan suatu campuran hunian
sementara seperti kondominium, apartemen, wisma, atau hotel. Sasaran pemukiman ini
adalah untuk commuter yang sering menggunakan fasilitas transit dalam melakukan
aktifitas. 3. Penggunaan publik: Penggunaan public diperlukan untuk melayani penduduk
dan pekerja di TOD dan daerah sekitarnya. Fasilitas public seperti tempat parkir, zona hijau,
gedung public, dan pelayanan public yang dibangun untuk mengisi kebutuhan tersebut 4.
Area sekunder: Setiap TOD memiliki area sekunder yang terletak tidak jauh dengan area
komersil inti. Untuk itu, jaringan jalan area sekunder harus tersedia jalan langsung multiple
serta koneksi sepeda ke tepat perhentian transit dan area komersil inti, dengan tingkat
minimal penyebrangan. Area sekunder dapat dialihfungsikan sebagai fasilitas umum, sekolah
umum, parkir masyarakat yang luas, dan lain-lai\

 Pembangunan dengan konsep TOD di kawasan sekitar stasiun juga akan menghasilkan
manfaat-manfaat lainnya, antara lain: 1. Tingkat Kota Meningkatkan aksesibilitas dan
mobilitas kota dan sekitarnya Mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi
Meningkatkan efesiensi bagi koordinasi untuk investiasi pada guna lahan dan transportasi
Efektif secara biaya dari pemanfaatan lahan sekitar stasiun Menciptakan sumber
pendapatan tambahan bagi pengelola angkutan massal (melalui perjanjian pembangunan
bersama atau penjualan properti). Meningkatkan kualitas lingkungan Meningkatkan
kemampuan beli hunian dan persediaan dari berbagai tipe hunian. 2. Tingkat Kawasan TOD
Pertumbuhan ekonomi melalui pengempangan ulang/revitalisasi kawasan dan atau stimulan
terhadap aktivitas pembangunan baru Meningkatkan nilai jual dari properti hunian dan
komersial sekitar daerah transit Menciptakan lokasi-lokasi yang menarik dan fungsional
bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas pertemuan dan sosial lainnya



Yang membedakan adalah bahwa apabila suatu kota tumbuh tanpa direncanakan
terlebih dahulu, maka yang akan terjadi adalah suatu bentuk kota yang alami, tumbuh
secara spontan dan cenderung tidak dapat dikendalikan. Namun sebaliknya apabila
suatu kota telah melalui proses perencanaan dan perancangan yang matang, maka
pertumbuhan dan perkembangan kota menjadi lebih terarah dan dapat dikendalikan
dengan baik. (Ramdani, dkk. 2013)
 1) Sekunder
 Data diperoleh dari mengakses berbegai informasi, berita, dan jurnal serta survey secara
online menggunakan website google.com. Selain itu menggunakan kajian literatur untuk
mendapatkan beberapa teori untuk digunakan analisa.
 2) Sampel
 Penelitian ini menggunakan sampel pada lokasi penelitiannya. Sampel yang digunakan
yaitu beberapa bukit yang memiliki view kedalam perkotaan kota, sungai besar yang
membentang melewati kawasan perkotaan Yogyakarta, dan sepanjang aliran selokan
Mataram.
 B. Cara Analisis 1) Kualitatif (Diskriptif dan Tertulis)
 Analisis menggunakan sistem nilai atau sistem skor Likert. Skala Likert adalah sebuah
tipe skala psikometri yang menggunakan angket dan menggunakan skala yang lebih luas
dalam penelitian survei. Metode rating yang dijumlahkan (summated rating) popular
juga dengan nama penskalaan model Likert. Metode
 Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi
respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Dalam pendekatan ini tidak diperlukan
adanya kelompok panel penilai (Judging Group) dikarenakan nilai skala setiap
pernyataan tidak akan ditentukan oleh derajat favorabelnya masing-masing, akan tetapi
ditentukan oleh distribusi respons setuju atau tidak setuju dari sekolompok responden
yang bertindak sebagai kelompok uji coba1.
 Nilai yang digunakan dalam rentang 0-5 poin. Setiap nilai memiliki kriteria sendiri yaitu
5=sangat baik, 4=cukup baik, 3 = cukup, 2=kurang baik, 1=kurang, 0= sangat kurang. Dari
penilaian tersebut didapatkan kekurangan dan kelebihan sehingga didapatkan
permasalahan yang dapat diselesaikan. Setiap angka yang ada dideskripsikan kedalam
bentuk tulisan yang dapat menjelaskan setiap angka yang ada.
 2) Diskriptif dan Grafis
 Analisis secara grafis menggunakan software CorelDraw versi 17 untuk membuat peta
lokasi dan membuat plottingan-plottingan. Hal ini digunakan untuk mempermudahkan
pembaca mendapatkan gambaran peta yang sesuai dengan teori yang digunakan.
 Berbasis Transit) merupakan konsep penataaan kawasan yang mengintegrasikan
perencanaan ruang dengan sistem transportasi kota. Tata ruang kawasan berbasis
transit terdiri dari area permukiman campuran, pertokoan, perkantoran, ruang terbuka,
dan fasilitas publik dalam lingkungan yang walkable, dan nyaman untuk bergerak baik
dengan fasilitas transit, sepeda, berjalan kaki, maupun mobil (Calthorpe, 1993).
 Salah satu prinsip pengembangan kawasan berbasis transit adalah perencanaan
transportasi publik dengan interkoneksi antar moda yang baik, dari pusat (stasiun)
menuju ke rute lain di sekitarnya (Falcone dan Richardson, 2010). Kemudahan
pencapaian tujuan dalam jarak dekat (<500 meter) dapat dijangkau dengan berjalan
kaki, sedangkan untuk jarak jauh diperlukan moda transportasi penghubung lain
 Saat ini terdapat beberapa alternatif transportasi intermoda, yaitu busTrans Jogja dan
bus kota untuk melayani jarak menengah-jauh, serta moda paratransit taksi, ojek, dan
becak. Becak merupakan moda transportasi dengan jarak jangkau dekat-menengah,
dengan keunggulan ramah lingkungan, praktis dan lebih fleksibel
 Aktifitas dan pergerakan masyarakat dapat ditekan dari segi pemanfaatan tata guna
lahan dan aksesibilitas dalam menjangkau kegiatan tersebu
 Selain juga akan mengarahkan pada pengembangkan pusat kegiatan pada simpul
angkutan umum massal melalui konsep Transit Oriented Development (TOD).
 Konsep TOD bercirikan: padat (dense), terjangkau (accessible) dan jenis guna lahan
campuran (mixed-use) dimana penempatan ruang berlokasi pada jarak yang nyaman
ditempuh dengan berjalan-kaki dari stasiun transit untuk memaksimalkan penggunaan
angkutan umum dan meminimalkan ketergantungan pada penggunaan kendaraan
pribadi (TCRP, 2002)
 Konsep Transit Oriented Development (TOD) mulai berkembanga sejak awal abad ke 20
dengan iri utama sebagai pembangunan kawasan yang mempunyai struktur berpusat
pada fasilitas transit (angkutan umum masal)dengan melakukan pembangunan beragam
funsi guna lahan di dekat stasiun system transit baik berupa kereta api maupun Bus
Rapid Transit. Konsep ini pad pertengahan 1990an di rekonstruksi menjadi sebuah teori
perencanaan urban oleh Peter Calthrope melalui konsep Urban Smart Growth


Ketentuan kebijakan dan arahan yang telah digariskan dalam RTRW 2030 adalah
pengembangan Kawasan Senen menjadi pusat perekonomian sekunder yang
berorientasi pada angkutan umum massal berbasis multimoda/ Transit Oriented
Development (TOD), dengan ketentuan : Efisiensi Urban Design : pengembangan yang
bersifat vertikal (menengah & tinggi gedung bertingkat), campuran bangunan yang
digunakan & kegiatan, relokasi pedagang kaki lima (PKL). Pengembangan diarahkan
untuk menerapkan konsep bangunan ramah lingkungan (green building) dan konsep
perancangan kota yang berkelanjutan (sustainable urban design).
Lingkungan Lebih Baik: Urban hijau, pencahayaan perkotaan (green building/taman
interaktif), sistem transportasi terpadu Historical Image: Citra senen sebagai pusat
komersial & budaya, konservasi kegiatan (pasar tradisional), konservasi bangunan
(stasiun senen sebagai bangunan cagar sektor) (diversity activity)
Peningkatan dan pemantapan fungsi kawasan. Perbaikan dan optimalisasi fungsi
angkutan umum yang telah : - Kereta Api Commuter loop line dan jarak jauh (regional)
di Stasiun Senen - Dua Koridor BRT Transjakarta - Angkutan dalam kota di Terminal -
Rencana MRT Barat – Timur - Rencana BRT yang melalui jalan tol - Revitalisasi dan
perbaikan fungsi dan penggunaan lahan PT. KAI - Revitalisasi dan pengembangan fungsi
fungsi lahan masing masing stakeholder. B Saran 1. Aspek Urban Desain a) Untuk
merencanakan revitalisasi kawasan mixed-use senen menjadi kawasan TOD yang
terpadu, diperlukan pengorganisasian berserta keterkaitan yang compact antar masing-
masing fungsi bangunan dalam kawasan perencanaan tersebut.
b) Untuk membentuk perencanaan tata ruang yang baik, diperlukan pengelompokan
zonasi fungsifungsi kegiatan utama pada masing-masing kawasan perencanaan agar
tercipta perencanaan ruang yang terpadu serta berwawasan lingkungan.
c) Memaksimalkan fungsi kawasan dengan memadatkan fungsi bangunan yang berbeda
dalam satu zona kawasan tersebut (densitas kawasan) yang disesuaikan dengan aturan
KDB, KLB dan GSB sehingga proses redevelopment TOD senen ini dapat melakukan
expansi pembangunan secara horizontal dan vertikal.
d) Memperhatikan sirkulasi moda transportasi yang kerap menimbulkan permasalahan
pada simpul-simpul pergantian moda transportasi (daerah interchange) sehingga terjadi
penyelesaian desain yang kontektual terhadap pengembangan TOD senen.
2.
 Ketentuan kebijakan dan arahan yang telah digariskan dalam RTRW 2030 adalah
pengembangan Kawasan Senen menjadi pusat perekonomian sekunder yang
berorientasi pada angkutan umum massal berbasis multimoda/ Transit Oriented
Development (TOD), dengan ketentuan : Efisiensi Urban Design : pengembangan yang
bersifat vertikal (menengah & tinggi gedung bertingkat), campuran bangunan yang
digunakan & kegiatan, relokasi pedagang kaki lima (PKL). Pengembangan diarahkan
untuk menerapkan konsep bangunan ramah lingkungan (green building) dan konsep
perancangan kota yang berkelanjutan (sustainable urban design).
Lingkungan Lebih Baik: Urban hijau, pencahayaan perkotaan (green building/taman
interaktif), sistem transportasi terpadu Historical Image: Citra senen sebagai pusat
komersial & budaya, konservasi kegiatan (pasar tradisional), konservasi bangunan
(stasiun senen sebagai bangunan cagar sektor) (diversity activity). Strategi untuk
mencapai tujuan tersebut, sesuai dengan indikasi program utama yang akan
dilaksanakan :
Peningkatan dan pemantapan fungsi kawasan. Perbaikan dan optimalisasi fungsi
angkutan umum yang telah : - Kereta Api Commuter loop line dan jarak jauh (regional)
di Stasiun Senen - Dua Koridor BRT Transjakarta - Angkutan dalam kota di Terminal -
Rencana MRT Barat – Timur - Rencana BRT yang melalui jalan tol - Revitalisasi dan
perbaikan fungsi dan penggunaan lahan PT. KAI - Revitalisasi dan pengembangan fungsi
fungsi lahan masing masing stakeholder.

 Aspek Kualitas Lingkungan a) Diperlukan pengaturan sistem pencahayaan dan sirkulasi


udara (alami dan buatan) yang memadai pada ruang-ruang berlapis banyak (bertingkat
inboard/outboard) sehingga memenuhi standar kesehatan pada bangunan. Perhitungan
penerapan sistem HVAC (sirkulasi udara buatan) dan jaringan elektrikal ini disesuaikan
dengan standar intelligent building.
b) Memanfaatkan areal GSB yang berjarak 10-15 m dari garis perbatasan kawasan
superblock TOD sebagai areal resapan air tanah dan zona hijau jalur pedestrian selain
berfungsi sebagai zona buffer kebisingan dan polusi udara dari koridor jalan ke dalam
kawasan TOD ini.
c) Rencana plaza yang terletak di depan stasiun senen dapat difungsikan sebagai sarana
rekreasi terbuka, tempat pertemuan (meeting point) dan RTH sehingga dapat
meningkatkan kualitas lingkungan setempat.
d) Stasiun senen sebagai bangunan bersejarah dapat difungsikan sebagai icon daerah
senen maupun sebagai landmark perencanaan kawasan TOD senen.
e) Memenuhi fasilitas ruang yang berkualitas arsitektural tinggi untuk pejalan kaki
sehingga mendorong masyarakat untuk berjalan kaki.
 subway dengan jalur Lebak Bulus-Kota; monorail
jalur biru yang menghubungkan Kampung Melayu dan Taman Anggrek;
waterway yang menghubungkan Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat;
serta 3 koridor busway yakni Blok M-Kota, Manggarai-Kampung Rambutan dan
Pulo Gadung-Dukuh Atas (lihat gambar I.2).


 berkembang dengan optimal sebagai sebagai kawasan unggulan berbasis ekonomi

 yang dikenal dengan nama Transit Related Development (TRD) atau Transit
 Adjacent Development (TAD). Meskipun berlokasi dekat dengan transit, TAD
 adalah penyakit kronis yang gagal menyediakan hubungan baik terhadap transit
 dengan land-use dan pola pengembangan yang tidak mendukung kegiatan transit
 (Dunphy, 2004)
 Hal ini dapat dilihat diantaranya dari
 tidak berkurangnya kebutuhan parkir, tidak meningkatnya densitas kawasan dan
 lebih sukarnya akses menuju titik transit bagi pengguna. Dengan demikian,
 perencanaan kawasan transit intermoda seperti pada kasus Dukuh Atas harus
 dapat mengantisipasi adanya kecenderungan terhadap TRD dan TAD dengan
 menrencanakan keseluruhan aspek TOD dengan benar

Anda mungkin juga menyukai