Anda di halaman 1dari 16

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi


Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa Menurut teori Lawrence

Green, faktor penyebab perilaku dibedakan dalam 3 jenis, yaitu :


1. Faktor Predisposisi
Yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku yang terwujud

dalam pengetahuan, sikap, dan sebagainya.


2. Faktor Pendukung

Yaitu faktor yang mendukung terjadinya perilaku, tersedia atau

tidaknya fasilitas sarana kesehatan seperti puskesmas, tenaga kesehatan

dan sebagainya.

3. Faktor Pendorong

Yaitu faktor yang mendorong terjadinya perilaku yang berwujud

dalam pengetahuan dan sikap seperti program imunisasi.

Rendahnya cakupan imunisasi disebabkan oleh :


1. Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
1) Pengertian pengetahuan

Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai hasil dari tahu dan ini

terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek-objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :

a) Tahu

Tahu yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah


10

mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dan seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan diterima.

b) Memahami

Memahami yaitu suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

c) Aplikasi

Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d) Analisis

Analisis yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru

atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah

ada.

f) Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan

kriteria yang sudah ada.

2) Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Sadulloh, dkk (2007), cara memperoleh pengetahuan

dapat dikelompokkan menjadi 2 cara, yaitu :


11

a) Cara Tradisional

Yaitu cara memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum

ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik

dan logis.

b) Cara modern atau ilmiah

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah. Rogger, 1974 dikutip

dari Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang

tersebut terjadi proses berurutan antara lain :

1. Awareness, adalah orang tersebut menyadari dalam arti mengerti

stimulus (objek) terlebih dahulu

2. Interest adalah orang mulai tertarik terhadap stimulus

3. Evaluation adalah menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya

4. Trial adalah orang sudah mencoba perilaku baru

5. Adoption, adalah subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

3) Jenis Pengetahuan

4 jenis pengetahuan atau kebenaran yang dapat diperoleh dan

dimiliki manusia adalah :

a. Pengetahuan biasa atau awam atau sering disebut common sense

knowledge.

b. Pengetahuan ilmiah atau sains.

c. Pengetahuan filsafat.
12

d. Pengetahuan religi (agama) (Titus dalam Sadulloh, 2007).

b. Sikap
1) Pengertian sikap

Menurut Fishbein (1985) sikap adalah predisposisi emosional

yang dipelajari untuk merespons secara konsisten terhadat suatu objek.

Sikap merupakan variable laten yang mendasari, mengarahkan dan

mempengaruhi prilaku. Sementara Chaplin (1981) dalam Dictionary

of Psychology menyamakan sikap dengan pendirian dan

mendifinisikan sikap sebagai predisposisi atau kencendrungan yang

relative stabil dan berlansung terus menerus untuk bertingkah laku

atau bereaksi dengan suatu cara tertentu terhadap orang lain, objek,

peristiwa baik secara positif maupun negative (Asrori, 2007)

D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat

bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses

motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek

dunia individu. Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003)

memberikan pengertian sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi

atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam

situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap

stimuli sosial yang telah terkondisikan. Lebih lanjut Soetarno (1994)

memberikan definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang

disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap

senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa

obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa,

pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.


13

Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi

berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk

bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu

di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan

sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon

yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam

interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap

berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor

yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

a) Pengalaman pribadi.

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan

lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut

melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi,

penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama

berbekas.

b) Kebudayaan.

B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh

lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian

seseorang. Kepribadian tidak lain dari pola perilaku yang konsisten

yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran)


14

yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan

perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.

c) Orang lain yang dianggap penting.

Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah

dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang

yang dianggap penting tersebut.

d) Media massa.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti

televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan

opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai

sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya

sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa

informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif

dalam menilai sesuatu sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e) Institusi pendidikan dan agama.

Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama

mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara

sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

f) Faktor emosi dalam diri.


15

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan

dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk

sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang

berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat

sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi

dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan

lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional

adalah prasangka.

3) Tingkatan Sikap
a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d) Bertanggung jawab (responsible)

Bertaanggung jawab atas segala sesuatu yang talah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi

(Notoatmojo, 2007).

c. Paritas

a. Pengertian
16

Paritas adalah jumlah persalinan yang sudah dilalui. Semakin

tinggi paritas semakin tinggi maternal.


b. Klasifikasi
Paritas terbagi menjadi tiga, yaitu:
1) Primipara adalah seorang wanita yang melahirkan pertama kali.
2) Multipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan 2-5 kali.
3) Grande multipara adalah wanita yang telah melahirkan lebih dari

lima kali pada kehamilan (Alvionita dalam Oktavia, 2013).


Menurut Amrih 2010 paritas adalah jumlah kehamilan yang di

lahirkan atau jumlah anak yang dimiliki baik dari hasil perkawinan

sekarang atau sebelumnya. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling

aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas tinggi >3 kali

uterus menjadi renggang sehingga menyebabkan kelainan letak janin

dan plasenta, Paritas tinggi risiko kematian maternal 3 kali lebih tinggi.

c. Faktor yang Mempengaruhi Paritas

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu

cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka

makin mudah dalam memperoleh menerima informasi, sehingga

kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang

mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa

jumlah anak yang ideal adalah 2 orang.

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat.

Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat


17

pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak anggapan bahwa

status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai

anak banyak karena mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup

sehari-sehari.

3) Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu

untuk mempunyai anak lebih karena keluarga merasa mampu

dalam memenuhi kebutuhan hidup.

4) Latar Belakang Budaya

Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang

bersifat universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti

pengetahuan bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial,

adat-istiadat, penilaian-penilaian umum. Tanpa disadari,

kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap

berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak

pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok

masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah

mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan

dalam pembentukan sikap individual. Latar belakang budaya yang

mempengaruhi paritas antara lain adanya anggapan bahwa semakin

banyak jumlah anak, maka semakin banyak rejeki.

5) Pengetahuan
18

Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin

tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih

bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham

tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai

dengan apa yang ia ketahui (Suparyanto, 2010).

d. Faktor Pendukung

a. Ketersediaan sarana dan prasarana.

Ketersediaan sarana dan prasarana akan mendukung sikap dan

prilaku ibu untuk mengimunisasi bayinya karena kemudahan

ketercapaian pelayanan kesehatan khususnya imunisasi.


b. Tenaga Kesehatan

Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang

dimaksud tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang memerlukan kewenangan

dalam menjalankan pelayanan kesehatan.

Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai

dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang

Tenaga Kesehatan terdiri dari :

1) Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi.

2) Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan.

3) Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi.

4) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan,

entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan,

administrator kesehatan dan sanitarian.


19

5) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.

6) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan

terapis wicara.

7) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi

gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien,

othotik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis.

e. Faktor Pendorong

Program Imunisasi
Kebijakan program imunisasi di Indonesia adalah

penyelenggaraan Imunisasi dilaksanakan oleh Pemerintah, swasta dan

masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak

terkait, mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik

terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah, mengupayakan

kualitas pelayanan yang bermutu, mengupayakan kesinambungan

penyelengaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu,

pehatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit

(KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis.


Strategi pelaksanaan program imunisasi dilaksanakan dengan cara

Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarkat dan swasta, membangun

kemitraan dan jejaring kerja, menjamin ketersediaan dan kecukupan

vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat suntik, pelayanan imunisasi

dilaksanakan oleh tenaga professional/terlatih, pelaksanaan sesuai standar,

memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif,

berkualitas dan efesien, meningkatkan advokasi, fasilitas dan pembinaan.

B. Imunisasi
20

Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan

cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Sedangkan kebal adalah

suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan

pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu.

Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap

penyakit lain. Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk

memberikan kekebalan khusus bagi seseorang yang sehat dengan tujuan utama

untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karna berbagai penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi (Depkes RI dalam KTI Nuraprilyanti,

2009).

Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang

paling efektif untuk mengurangi penyakit dan kematian bayi. Program

imunisasi nasional pada bayi sangat efektif untuk mencegah penyakit dan

kematian dari penyakit menular seperti campak, polio, dan meningitis. Pada

tahun 1990 Indonesia telah mencapai lebih dari 90% cakupan vaksinasi dasar

atau Universal child immunization (UCI). Namun ternyata UNICEF

menyebutkan bahwa di Indonesia rata-rata angka imunisasi hanya 72 persen.

Artinya, di beberapa daerah sangat rendah. Ada sekitar 2400 anak Indonesia

meninggal setiap hari termasuk yang meninggal karena sebab yang seharusnya

dapat dicegah melalui imunisasi. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

1. Imunisasi Aktif
Adalah kekebalan yang dibentuk anak secara aktif dimana tubuh itu

sendiri ikut menyelenggarakan pembentukan antibody. Imunisasi aktif

dibagi dua yaitu :


21

a. Alami yaitu kekebalan yang terbentuk setelah tubuh mengalami

penyakit menular tertentu, misalnya : campak.

b. Buatan yaitu kekebalan yang terbentuk setelah dengan sengaja

memasukkan vaksinasi ke dalam tubuh, misalnya: Hepatitis B, DPT,

Polio.

2. Imunisasi pasif

Adalah kekebalan yang terbentuk setelah tubuh menerima zat

antibody dari luar, imunisasi pasif dibagi 2 macam, yaitu :

a. Alami yaitu kekebalan yang terbentuk setelah tubuh mengalami

penyakit menular tertentu, misalnya : campak.

b. Buatan yaitu kekebalan yang terbentuk setelah dengan sengaja

memasukkan vaksinasi ke dalam tubuh, seperti hepatitis B, DPT, Polio.

Terdapat beberapa jenis imunisasi berdasarkan pelaksanannya, yaitu

imunisasi rutin dan imunisasi tambahan. Imunisasi rutin merupakan kegiatan

imunisasi yang secara rutin dan terus menerus dilakukan pada periode waktu

yang telah ditentukan. Imunisasi rutin pada bayi atau imunisasi dasar meliputi

Imunisasi BCG yang bermanfaat untuk memberikan kekebalan aktif terhadap

tuberculosis, Imunisasi polio yang bermanfaat untuk memberikan kekebalan

aktif terhadap poliomielitis, Imunisasi DPT yang bermanfaat untuk

memberikan kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis, dan tetanus,

Imunisasi hepatitis B yang bermanfaat untuk memberikan kekebalan aktif

terhadap infeksi yang disebabkan virus Hepatitis B dan Imunisasi campak yang

bermanfaat untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Saat


22

ini berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, cakupan

imunisasi dasar lengkap secara nasional baru mencapai 53,8% (Thaib, 2013).

Imunisasi tambahan, merupakan kegiatan imunisasi yang dilakukan

atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi.

Kegiatan ini sifatnya tidak rutin, membutuhkan biaya khusus dan kegiatannya

dilaksanakan pada suatu periode tertentu. Terdapat beberapa jenis program

pada imunisasi tambahan, antara lain:

1. Backlog fighting, merupakan upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada

anak yang berumur 1 – 3 tahun. Sasaran prioritas adalah desa/kelurahan

yang selama dua tahun berturut turut tidak mencapai desa UCI

2. Crash program, merupakan imunisasi tambahan yang ditujukan untuk

wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah

terjadinya KLB. Kriteria pemilihan lokasi imunisasi jenis ini antara lain :

a. Angka kematian bayi dan angka PD3I tinggi

b. Kekurangan tenaga, sarana, dana

c. Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI

3. Imunisasi dalam penanganan KLB (Outbreak Response Imunization)

4. Kegiatan imunisasi khusus, meliputi Pekan Imunisasi Nasional (PIN), Sub

Pekan Imunisasi Nasional, dan Cacth-up campaign campak (Depkes RI,

2004).

C. Imunisasi DPT-HB

Vaksin DPT adalah vaksin berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang

dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang

merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat
23

non-infectious. Vaksin hepatitis B adalah vaksin DNA rekombinan yang

berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan pada

sel ragi. Setiap dosis vaksin mengandung zat berkhasiat : toksoid difteri murni

20 le, toksoid tetanus murni 7,5 lf , inaktivasi B pertusis 12 ou dan HbsAg 5

mcg, zat tambahan : aluminium phospate 1,5 mg, natrium clorida 4,5 mg,

methiolate 0,05 mg.

1. Cara kerja obat

Merangsang tubuh membentuk antibody terhadap difteri, tetanus,

pertusis, dan hepatitis B.

2. Posologi

Vaksin DPT-HB diberikan secara IM terdiri dari 3 dosis masing-

masing 0,5 ml sebagai berikut:

Dosis pertama : pada bayi usia 2 bulan

Dosis kedua : satu bulan setelah imunisasi pertama

Dosis ketiga : satu bulan setelah imunisasi kedua

3. Efek samping

Reaksi local atau sistemik yang bersifat ringan, kasus yang sering

terjadi adalah bengkak, nyeri, penebalan kemerahan pada bekas suntikan,

Menangis >3 jam dan kadang kadang terjadi reaksi umum seperti demam

>38,50 C

4. Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap komponen vaksin,reaksi berat terhadap

dosis vaksin kombinasi sebelumnya,atau batuk batuk reaksi sejenis

lainnya adalah merupakan kontraindikasi terhadap dosis lanjutan vaksin


24

kombinasi atau vaksin tertentu yang diketahui merupakan efek

samping.terdapat beberapa kontraindikasi terhadap dosis pertama DPT :

fits atau gejala cerebral abnormality pada periode baru lahir atau

neurological abnormality serius lainnya merupakan kontra indikasi

terhadap dosis pertama DPT karena komponen pertusis.pada kasus

ini,vaksin jangan diberikan dalam bentuk kombinasi,tetapi sebaliknya

diberikan secara terpisah yaitu dengan memberi vaksin DT (bukan DPT)

serta hepatitis B (Januariyah, 2007).

Anda mungkin juga menyukai