Anda di halaman 1dari 10

BPH

1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Laki-laki,60 tahun datang diantar oleh keluarga dengan keluhan tidak bisa buang air kecil
sejak 10 jam sebelum masuk RS, pasien biasanya harus mengejan saat BAK, setelah akhir BAK menetes, merasa tidak
tuntas, terasa nyeri saat BAK(+),Riwayat susah BAK sebelumnya (+) . Gejala ini awalnya dirasa terjadi sejak awal tahun
2015,
utama dimana
untuk pasien
bahan tidak terlalu measakan hambatan saat BAK. Tapi semakin lama gejalan susah BAK semakin parah.
diskusi:
2. Riwayat Pengobatan: Pasien sudah sering kontrol terkait keluhan hambatan BAK di puskesmas dan gejala tidak membaik
sejak 1 tahun yang lalu

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: riwayat hipertensi dan DM disangkal, riwayat susah BAK sebelumnya (+)

4. Riwayat Keluarga: riwayat penyakit kronis dan herediter di keluarga disangkal.

5. Riwayat Pekerjaan: -

6. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : pasien tinggal bersama Istri, anak dan cucunya di rumah
7. Lain – lain :

Pemeriksaan Fisik :

- Keadaan umum : tampak sakit sedang

- Kesadaran : compos mentis GCS E4M5V6

- Tanda – tanda vital : TD : 130/90 mmHg; Nadi : 90 x /menit teratur, kuat dan penuh, ; RR : 24 x/menit; Suhu : 37,1 ºC

- Cor : S1S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-)

- Paru: napas simetris kanan kiri,vesikuler/vesikuler, ronki -/- , wheezing -/-

- Punggung : nyeri ketok CVA -/-

- Ekstremitas: edem -/-pada kedua tungkai

- Abdomen: flat,soepel BU(+) normal,Nyeri tekan regio pubis (+), blass penuh (+)

- Genitalia : edema(-), fistel (-)

DAFTAR PUSTAKA:
1. Purnomo B. Basuki. Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto; 2011.
2. Selius Brian, Subedi Rajesh. Urinary retention in adults: diagnosis and initial management. American Family Physician. 2008; 77. P.
643-650.
3. Shet Vasant. Stricture uretra. Department of Urology. Bellary. Diunduh dari URL: http://www.kua.in/stricture_urethra.pdf.

Hasil Pembelajaran :
1. Etiologi dan faktor resiko retensi urine pada BPH

2. Diagnosis BPH berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

3. Penatalaksanaan dan tujuan tatalaksana BPH

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subjektif:

Laki-laki,60 tahun datang diantar oleh keluarga dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 10 jam
sebelum masuk RS, pasien biasanya harus mengejan saat BAK, setelah akhir BAK menetes, merasa tidak
tuntas, terasa nyeri saat BAK(+),Riwayat susah BAK sebelumnya (+) . Gejala ini awalnya dirasa terjadi sejak
awal tahun 2015, dimana pasien tidak terlalu measakan hambatan saat BAK. Tapi semakin lama gejalan susah
BAK semakin parah.

2. Objektif:
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis retensi urin akibat striktur uretra,
diagnosis didapatkan berdasarkan :
Anamnesa : tidak bisa buang air kecil sejak 10 jam sebelum masuk RS, mengejan saat BAK, BAK menetes,
tidak tuntas, sebelumnya BAK sedikit-sedikit tapi sering,nyeri saat BAK(+), tidak bisa menahan kencing (-),
riwayat trauma (-), BAB normal

 Pemeriksaan Fisik :

• Keadaan umum : tampak sakit sedang


• Kesadaran : compos mentis, GCS E4M5V6

• Tanda – tanda vital : TD : 130/90 mmHg; Nadi : 90 x /menit teratur, kuat dan penuh, ; RR : 24 x/menit;
Suhu : 37.1 ºC

• Cor : S1S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-)

• Paru: napas simetris kanan kiri, ronki -/- seluruh lapang paru, wheezing -/-

• Ekstremitas: edem -/- pada kedua tungkai

• Punggung : nyeri ketok CVA -/-

• Abdomen: flat,soepel BU(+) normal,Nyeri tekan regio pubis (+), blass penuh (+)

• Genitalia : edema(-), fistel (-)

• Pemeriksaan Rectal Toucher: dalam batas normal , pembesaran kelenjar prostat (-)

“Assessment”:

Laki-laki,60 tahun datang diantar oleh keluarga dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 10 jam
sebelum masuk RS, pasien biasanya harus mengejan saat BAK, setelah akhir BAK menetes, merasa tidak
tuntas, terasa nyeri saat BAK(+),Riwayat susah BAK sebelumnya (+). Gejala ini awalnya dirasa terjadi sejak
awal tahun 2015, dimana pasien tidak terlalu measakan hambatan saat BAK. Tapi semakin lama gejalan susah
BAK semakin parah.

Sumbatan pada sistem saluran kemih termasuk suatu kegawatdaruratan medis karena dapat menyebabkan kematian bagi
pasien. Sumbatan dapat terjadi pada saluran kemih atas dan saluran kemih bawah. Sumbatan pada saluran kemih atas
meliputi organ ginjal dan ureter dapat memberikan manifestasi klinis berupa nyeri kolik atau anuria. Sedangkan
sumbatan saluran kemih bawah pada buli-buli dan uretra menyebabkan retensi urine.

Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai dengan keinginan, sehingga urine yang terkumpul di
buli-buli melampaui batas maksimal. Salah satu penyebabnya adalah akibat penyempitan pada lumen uretra karena fibrosis
pada dindingnya, disebut dengan striktur uretra. Penanganan kuratif penyakit ini adalah dengan operasi, namun tidak jarang
beberapa teknik operasi dapat menimbulkan rekurensi penyakit yang tinggi bagi pasien.Maka dari itu diperlukan penanganan
tepat dan adekuat untuk menghindari resiko kekambuhan penyakit striktur uretra.
Secara garis besar penyebab retensi dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu akibat obstruksi, infeksi, farmakologi, neurologi,
dan faktor trauma. Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor intrinsik, atau faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik berasal dari sistem saluran kemih dan bagian yang mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli,
striktur uretra, phimosis, paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari sistem organ lain,
contohnya jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher buli-buli, sehingga membuat retensi urine.

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah suatu kondisi yang menyebabkan kelenjar prostat
mengalami pembengkakan, namun tidak bersifat kanker. Kelenjar prostat memiliki fungsi untuk memproduksi air mani dan
terletak pada rongga pinggul antara kandung kemih dan penis.
Karena kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria, maka tentu saja seluruh penderita BPH adalah pria. Umumnya pria yang
terkena kondisi ini berusia di atas 50 tahun.
Berikut ini gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak (BPH):
 Selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari.
 Inkontinensia urine atau beser.
 Sulit mengeluarkan urine.
 Mengejan pada waktu berkemih.
 Aliran urine tersendat-sendat.
 Mengeluarkan urine yang disertai darah.
 Merasa tidak tuntas setelah berkemih.
Munculnya gejala-gejala tersebut disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan uretra ketika kelenjar prostat mengalami
pembesaran.
Disarankan untuk menemui dokter jika Anda merasakan gejala BPH, meski ringan. Diagnosis sangat diperlukan karena ada
beberapa kondisi lain yang gejalanya sama dengan BPH, di antaranya:
 Prostatitis atau radang prostat.
 Infeksi saluran kemih.
 Penyempitan uretra.
 Penyakit batu ginjal dan batu kandung kemih.
 Bekas luka operasi pada leher kandung kemih.
 Kanker kandung kemih
 Kanker prostat.
 Gangguan pada saraf yang mengatur aktivitas kandung kemih.

Penyebab BPH
Sebenarnya penyebab persis pembesaran prostat jinak (BPH) masih belum diketahui, namun diperkirakan kondisi ini
terjadi karena adanya perubahan pada kadar hormon seksual akibat proses penuaan.Pada sistem kemih pria terdapat sebuah
saluran yang berfungsi membuang urine keluar dari tubuh melalui penis, atau lebih dikenal sebagai uretra. Dan jalur lintas uretra
ini secara kebetulan melewati kelenjar prostat. Jika terjadi pembesaran pada kelenjar prostat, maka secara bertahap akan
mempersempit uretra dan pada akhirnya aliran urine mengalami penyumbatan. Penyumbatan ini akan membuat otot-otot pada
kandung kemih membesar dan lebih kuat untuk mendorong urine keluar.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena BPH adalah:
 Kurang berolahraga dan obesitas.
 Faktor penuaan.
 Menderita penyakit jantung atau diabetes.
 Efek samping obat-obatan penghambat beta.
 Keturunan

Diagnosis BPH
Dalam mendiagnosis pembengkakan prostat jinak (BPH), dokter akan menanyakan gejala yang dirasakan oleh pasien terlebih
dahulu:
 Apakah aliran urine pasien sering lemah atau tersendat-sendat?
 Seberapa sering pasien merasa berkemih yang tidak sepenuhnya tuntas?
 Seberapa sering pasien terbangun di malam hari untuk berkemih?
 Dan seberapa sering pasien mengejan untuk mulai berkemih?
 Apakah pasien sering sulit menahan keinginan untuk berkemih?
 Apakah pasien berkemih lebih dari satu kali dalam kurun waktu dua jam?
Untuk memeriksa ukuran kelenjar prostat secara fisik, dokter akan melakukan pemeriksaan colok dubur.

Tes lebih lanjut


Ada beberapa jenis tes yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis penyakit BPH, antara lain:
 Tes urine. Tes ini dilakukan jika dokter mencurigai gejala yang dirasakan oleh pasien bukan disebabkan oleh BPH,
melainkan oleh kondisi lainnya, seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal.
 Tes darah. Komponen yang diperiksa dalam tes ini adalah protein prostat spesifik antigen (PSA), yaitu suatu protein yang
dihasilkan prostat. Jika kadar PSA pasien tinggi, maka kemungkinan pasien menderita BPH juga besar. Jika kenaikan
tersebut terjadi secara signifikan, maka peluang pasien untuk terkena kanker prostat juga ada.
 Tes kelancaran aliran urine. Dalam pemeriksaan ini, dokter akan memasukkan kateter yang dilengkapi kamera ke dalam
saluran kemih pasien. Melalui monitor, dokter akan dapat melihat besarnya tekanan di dalam kandung kemih dan seberapa
baik kinerja organ tersebut saat pasien berkemih.
 CT urogram. Metode pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan saluran kemih pasien, misalnya apakah ada
kerusakan pada saluran tersebut, atau apakah ada penyumbatan yang disebabkan kondisi selain BPH, seperti penyakit batu
kandung kemih atau batu ginjal.
 USG transrektal atau USG melalui dubur. Melalui pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara ini dokter akan
mendapatkan gambar kelenjar prostat dan bagian di sekelilingnya secara lebih rinci, guna mengetahui apakah pasien
menderita BPH atau kondisi lainnya seperti kanker.
Selain untuk memastikan bahwa gejala yang dirasakan oleh pasien adalah akibat BPH dan bukan disebabkan oleh kondisi-
kondisi lainnya, tes-tes lebih lanjut juga dapat membantu dokter memberikan pengobatan yang tepat.

Pengobatan BPH
Penanganan pembesaran prostat jinak (BPH) dikelompokan menjadi dua, yaitu penanganan BPH dengan gejala ringan dan
penanganan BPH dengan gejala menengah hingga parah.
Untuk kasus BPH ringan biasanya cukup ditangani dengan obat-obatan, terapi menahan berkemih, dan perubahan gaya hidup.
Perubahan gaya hidup yang dimaksud adalah dengan:
 Mulai berolahraga secara teratur, misalnya berjalan kaki hingga satu jam tiap hari.
 Mulai mengurangi atau berhenti mengonsumsi kafein dan minuman keras.
 Mencari jadwal minum obat yang tepat agar terhindari dari nokturia atau meningkatnya frekuensi buang air kecil
sepanjang malam.
 Mulai membiasakan diri untuk tidak minum apa pun dua jam sebelum waktu tidur agar terhindar dari nokturia atau
berkemih sepanjang malam.

Obat BPH yang sering digunakan adalah dutasteride dan finasteride. Obat yang mampu menurunkan ukuran prostat dan
meredakan gejala BPH ini bekerja dengan cara menghambat efek dari hormon dihidrotestosteron. Namun penggunaan kedua
obat ini tidak boleh sembarangan dan harus melalui petunjuk dari dokter karena memiliki efek samping yang cukup serius.
Beberapa efek samping dari dutasteride dan finasteride adalah turunnya kuantitas sperma, impotensi, dan risiko cacat bayi jika
Anda menghamili perempuan saat sedang menjalani pengobatan dengan kedua obat ini.
Selain dutasteride dan finasteride, obat BPH lainnya yang juga sering digunakan adalah golongan penghambat alfa, seperti
alfuzosin dan tamsulosin. Obat penghambat alfa ini biasanya dikombinasikan dengan finasteride. Obat ini mampu memperlancar
laju urine dengan cara melemaskan otot-otot kandung kemih. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi
alfuzosin dan tamsulosin adalah badan lemas, sakit kepala, dan turunnya kuantitas sperma. Untuk efek samping yang lebih
serius, kedua obat ini berisiko menyebabkan hipotensi atau tekanan darah rendah, bahkan pingsan.
Terapi menahan berkemih
Terapi ini dilakukan di bawah bimbingan medis. Di dalam terapi ini pasien akan diajarkan bagaimana cara menahan
keinginan berkemih setidaknya dalam jeda waktu dua jam antara tiap berkemih, termasuk diajarkan bagaimana cara mengatur
pernapasan, mengalihkan pikiran ingin berkemih, serta relaksasi otot.

Penanganan BPH dengan gejala parah


Satu-satunya cara menangani BPH dengan gejala menengah hingga parah adalah melalui operasi, yaitu:
 Operasi prostatektomi terbuka. Di dalam prosedur ini, dokter akan mengangkat prostat secara langsung melalui irisan
yang dibuat pada perut. Prosedur ini awalnya dianggap sebagai prosedur paling efektif untuk mengobati kasus BPH parah.
Namun seiring munculnya metode lain, seperti operasi transuretra prostat, prostatektomi terbuka jarang lagi digunakan pada
saat ini.
 Operasi reseksi transuretra prostat (TURP). Prosedur yang dilakukan dengan bantuan alat yang disebut resektoskop ini
bertujuan untuk menurunkan tekanan pada kandung kemih dengan cara menghilangkan kelebihan jaringan prostat. Efek
samping operasi TURP adalah pembengkakan uretra. Karena itu pasien yang menjalani TURP biasanya tidak akan bisa
berkemih secara normal selama dua hari dan harus dibantu dengan menggunakan kateter. Alat ini akan dilepas dokter
setelah kondisi uretra pulih kembali. Selain efek samping, operasi TURP juga dapat menimbulkan komplikasi berupa
ejakulasi retrograde, yaitu sperma tidak akan mengalir melalui penis melainkan masuk ke dalam kandung kemih.
 Insisi transuretra prostat (TUIP). Prosedur ini menggunakan alat yang sama dengan TURP, yaitu resektoskop. Namun
pada TUIP, dokter akan memperluas saluran uretra agar urin bisa mengalir secara lancar dengan cara membuat irisan pada
otot persimpangan antara kandung kemih dan prostat. Efek samping prosedur ini sama dengan TURP, yaitu pasien tidak
akan bisa berkemih secara normal selama waktu tertentu dan harus dibantu dengan menggunakan kateter. Prosedur ini
berisiko lebih rendah dalam menyebabkan ejakulasi retrograde.

Komplikasi BPH
Pembesaran prostat jinak (BPH) kadang-kadang dapat mengarah pada komplikasi akibat ketidakmampuan kandung kemih
dalam mengosongkan urin. Beberapa komplikasi yang mungkin dapat timbul antara lain:
 Infeksi saluran kemih.
 Penyakit batu kandung kemih.
 Retensi urin akut atau ketidakmampuan berkemih.
 Kerusakan kandung kemih dan ginjal.
Komplikasi-komplikasi tersebut dapat muncul apabila pembesaran prostat jinak yang terjadi tidak diobati secara efektif.

3. “Plan”:

Diagnosis : Retensi urin e.c BPH

Pengobatan
Konsul dr. Sp.B, advis:

 Coba pasang DC ukuran 6 = Gagal

 Rujuk RSUD Wahidin→ dokter Spesialis Urologi

Anda mungkin juga menyukai