Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim
Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Zoonosis
(Pes, Cacingan, dan Rabies)”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Epidemiologi Penyakit
Menular.
Upaya serta usaha telah penulis berikan untuk makalah ini, namun penulis sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan waktu dan keadaan. Oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah
ini.
Atas bantuan dan bimbingan yang penulis peroleh dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermafaat bagi
pembacanya.

Kelompok 6

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................4
1.3 TUJUAN....................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
2.1 PES............................................................................................................................................5
2.1.1PENGERTIAN PES................................................................................................................6
2.1.2 ETIOLOGI PES......................................................................................................................6
2.1.3 PENULARAN PES................................................................................................................6
2.1.4 TERJADINYA WABAH PES PADA TIKUS......................................................................6
2.1.5 MASA INKUBASI................................................................................................................6
2.1.6 PENCEGAHAN PADA PENYAKIT PES............................................................................7
2.1.7 PENCEGAHAN PENYAKIT LEPTOSPIROSIS.................................................................7
2.1.8 PENGOBATAN PADA PENYAKIT PES............................................................................8
2.1.9PENGOBATAN PENYAKIT LEPTOSPIROSIS..................................................................8
2.2 RABIES.....................................................................................................................................9
2.2.1 PENGERTIAN RABIES........................................................................................................9
2.2.2 DISTRIBUSI RABIES ..........................................................................................................9
2.2.3 ETIOLOGI RABIES.............................................................................................................10
2.2.4 MASA INKUBASI RABIES................................................................................................10
2.2.5 PATHOFISIOLOGIS RABIES............................................................................................11
2.2.6 PENULARAN RABIES.......................................................................................................11
2.2.7 GAMBARAN KLINIS RABIES..........................................................................................12
2.2.8 PENGOBATAN RABIES....................................................................................................12
2.2.9 PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES..................................12
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................13
3.2 Saran........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Berbagai penyakit yang muncul di masyarakat saat ini banyak berasal dari hewan. Hal ini
menjadi menjadi sangat penting karena penyakit dari hewan tersebut sewaktu – waktu dapat
mewabah hingga jangkauannya luas. Sehingga diperlukanlah langkah – langkah terpadu untuk
mencegah dan menanggulanginya. Mewabahnya penyakit asal hewan terkait dengan populasi
manusia, lingkungan, dan agen penyakit itu sendiri yang dapat berimplikasi pada kemunculan
suatu penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke
manusia atau sebaliknya. Umumnya penyakit zoonosis bersifat fatal baik pada hewan maupun
manusia. Penyakit zoonosis menurut agen penyebabnya yaitu zoonosis akibat virus, bakteri,
protozoa dan arthropoda, parasit, serta jamur. Contohnya adalah PES, Cacingan dan Rabies
Penyakit pes di Indonesia termasuk penyakit yang dicantumkan dalam Undang-undang
Karantina dan Epidemi, (Undang-undang RI 1962) karena menimbulkan wabah yang berbahaya.
Pertama kali wabah penyakit pes menyerang Eropa, kemudian India dan sampai ke Indonesia
pada tahun 1910 karena adanya tikus yang sedang menderita pes terbawa di dalam kapal dari
India yang mengangkut beras ke Indonesia. Pada tahun 1910 terjadi wabah pes di Surabaya,
kemudian menjalar ke Malang, Kediri, Surakarta, dan Yogyakarta. juga masyarakat dusun
Solorowo masih tradisional. Merebaknya berbagai penyakit menular yang terjadi di Indonesia
sebagian besar ditimbulkan oleh kurangnya perhatian pada perbaikan kesehatan lingkungan.
kehidupan masyarakat dahulu, rumah rakyat sebagian besar dibangun dari bambu atau gedek.
Dinding-dinding gedek itu sering kali dibuat rangkap sehingga di antaranya terdapat celah atau
lubang yang memungkinkan tikus bersarang.
Prevalensi angka kecacingan di Indonesia masih cukup tinggi, antara 45 – 65%, bahkan
pada daerah –daerah tertentu yang kondisi lingkungannya buruk bisa mencapai 80%, angka
tersebut tergolong tinggi. Di beberapa daerah di Indonesia terutama di daerah pedalam belum
semua mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, kasus infeksi cacing yang kronik banyak
ditemukan di daerah pedalaman yang secara latar belakang pengetahuan kesehatan dan
pendidikan rendah.
Di Indonesia rabies pada hewan sudah ditemukan sejak tahun 1884, dan kasus
rabies pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat. Angka kematian yang
tinggi ini disebabkan karena tidak adanya obat untuk rabies, terlambatnya intervensi
medis menyebabkan angka kematian yang tinggi, dan jarang dilaksanakannya penanganan
pertama lukagigitan anjing dengan mencuci luka dengan sabun dan air mengalir. Selain itu rabies
pada dua sampai dua belas minggu pertama, bahkan bias sampai bertahun-tahun, hanya
menunjukkan gejala tidak khas seperti influenza biasa sehingga pasien yang dibawa ke rumah sakit
sudah jatuh ke tahap penyakit yang lebih parah. Pasien bia
sanya meninggal dua sampai sepuluh hari setelah menunjukkan gejala pertama.Sampai saat ini
tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit rabies. WHOmerekomendasikan prosedur
profilaksis pasca-terpapar (P.E.P., post-exposure prophylaxis) (setelah kontak melalui gigitan
maupun non-gigitan).

3
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang ada pada makalah ini:
1. PES
2. Rabies

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, antara lain:
1.Untuk Mengetahui Pengertian PES serta Penjabarannya
2.Untuk Mengetahui Pengertian Rabies serta Penjabarannya

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.1 PENGERTIAN PES

Pes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague
merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada
manusia. Pes juga merupakan infeksi pada hewan pengerat liar yang ditularkan dari satu hewan
pengerat ke hewan lain dan kadang-kadang dari hewan pengerat ke manusia karena gigitan
pinjal.
Leptospirosis merupakan penyakit hewan yang disebabkan oleh beberapa bakteri dari
golongan leptospira yang berbentuk spiral kecil disebut spirochaeta. Bakteri ini dengan
flagellanya dapat menembus kulit atau mukosa manusia normal. Leptospira ini dapat hidup di air
tawar selama lebih kurang 1 bulan. Sistem klasifikasi tradisional didasarkan atas patogenitas. yang
membedakan antara spesies patogen yaitu Leptospira interrogans dan spesies nonpatogen yang
hidup bebas, yaitu Leptospira biflexa. Leptospira berbentuk ulir yang rapat, tipis dengan panjang
5-15 mm. Leptospira dapat hidup berminggu-minggu di dalam air, khususnya pada pH basa.
(Brooks, 2005)

2.1.2 ETIOLOGI PES

Vector dari penyakit pes ini adalah pinjal. Ada 4 jenis pinjal di Indonesia
yaitu Xenopsylla cheopis, Culex iritans, Neopsylla sondaica, dan Stivalus cognatus.Penyebab
penyakit pes ini adalah hama penyakit basil pes yang disebut juga Pasteurella pestis. Basil ini
ditemukan oleh Kitasato dan Yersin di Hongkong pada tahun 1894. Setelah hasil itu (basil) diberi
warna menurut Loefler terlihat, bahwa pewarnan pada kedua ujungnya adalah lebih tebal, dan basil
itudisebut berkutub dua atau bipolar. Besarnya lebih kurang 2 mikron. Basil pes ini dapat dibunuh
oleh sinar matahari. Larutan karbol 1% sublimate 1% dan susu kapur dapat membunuh basil ini
dalam beberapa menit. Bila di atas tanah, basil ini akan mati selama 24 jam.
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen (dapat menyebabkan penyakit) berbentuk
spiral termasuk genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta
berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan secara anaerob. Genus
Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang merupakan bakteri patogen dan L biflexa
adalah saprofitik.Berdasarkan temuan DNA pada beberapa penelitian terakhir, 7 spesies patogen
yang tampak pada lebih 250 varian serologi (serovars) telah berhasil diidentifikasi. Leptospira
dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia diantaranya adalah tikus, babi, anjing,
kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan yang paling berisiko mengidap
bakteri ini adalah kambing dan sapi.

2.1.3 PENULARAN PES

Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent. Kuman-kuman
pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia,
apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-
kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu
melalui gigitan.

5
2.1.4 TERJADINYA WABAH PES PADA TIKUS

Wabah pada hewan umumnya disebut epi-zooti dari (epi = pada, zoo = hewan; Epi-demi
berasal dari epi = pada, demi/demos = rakyat). Wabah pes pada manusia didahului oleh epizooti
pes pada tikus, dan ini tentunya ada hubungan antara epizooti tikus dengan epidemic manusia.
Pada seekor tikus yang menderita penyakit pes terdapat gejala penyakit: suhu badan naik, sangat
gelisah, berkeliaran kian kemari. Mungkin tikus ini akan mati disembarang tempat. Pinjal-
pinjalnya yang telah ketularan karena menghisap darah tikus yang sakit tadi segera
meninggalkan bangkai tikus yang telah dingin. Pinjal tersebut akan meloncat-loncat tidak lebih
50 cm dan jauh tidak lebih 60 cm. jika perut pinjal itu mengandung darah yang berisi basil-basil
pes, basil tersebut dapat hidup di dalam perut pinjal selama 40 hari. Bila pinjal yang tertular
tersebut menggigit tikus yang sehat, tikus tersebut akan menderita penyakit pes dan akan mati
dalam 4 atau 5 hari. Dengan cara demikian timbullah epizooti pada tikus.
Pada epizooti ini mungkin banyak tikus yang mati, baik di dalam maupun di luar rumah.
Untuk menetapkan bahwa tikus itu mati karena pes, bangkai tikus itu perlu dikirim ke perusahan
Negara Laboratorium Bio Farma. Bangkai tikus itu harus dicapit dengan capit yang panjangnya
lebih kurang 1 cm, mengingat bahwa pinjal-pinjal itu dapat meloncat sampai kurang 90 cm. lalu
bangkai itu dimasukkan ke dalam blek minyak tanah kosong dan dikirim ke Lab dan ditutup
rapat.

2.1.5 MASA INKUBASI

Masa inkubasi penderita Leptospirosis biasanya terjadi sekitar 7-12 hari dengan rentang
2-20 hari. Sekitar 90% penderita dengan manifestasi ikterus (penyakit kuning) ringan sekitar 5-11
10% dengan ikterus berat yang sering dikenal dengan penyakit Weil. Perjalanan penyakit
leptospira terdiri dari 2 fase yang berbeda, yaitu fase septisemia dan fase imun. Dalam periode
peralihan dari 2 fase tersebut selama 1-3 hari kondisi penderita menunjukkan beberapa
perbaikkan. Karakteristik manifestasi klinis yang terjadi adalah demam, menggigil kedinginan,
lemah dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit
tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit kepala regio frontal, fotofobia,
gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.
Menurut Prof. De Lange 5% dari gigitan pinjal yang ketularan menimbulkan pes kulit.
Basil pes kemudian ikut dengan aliran getah bening, menuju daerah kelenjar getah bening, dan
menimbulkan Limpadenitis atau bubo. Jika digigit di tangan, bubo akan timbul di ketiak. Jika
digigit dikaki, bubo akan timbul di lipatan paha, dan jika digigit dikepala, bubo akan timbul di
leher. Jika orang yang tertular itu tidak pernah menerima vaksinasi terhadap pes dan tidak
memiliki kekebakan tubuh, bubo itu menimbulkan gejala: peradangan merah, panas, bengkak,
sakit yang hebat disertai suhu badan yang tinggi. Penderita terlihat sangat gelisah. Selaput lendir
mata yang kemerah-merahan seringkali sebagai gejala yang terlihat. Bubo di lipatan paha
sedemikian sakitnya, sehingga penderita berbaring dengan rasa tak berdaya, sedang pahanya
terkaku dalam fleksi. Lalu bubo itu akan pecah, dan keluarlah nanah bercampur darah dari
jaringan yang mati. Penyembuhan berjalan sangat perlahan, hal ini berlainan dengan bisul karena
stafilokokkus yang lekas sembuh setelah pecah. Dengan penderita yang agak lama, bubo ini akan
merusak badan penderita sampai kurus. Kematian dapat meningkat sampai 60% pada panderita
yang belum pernah mendapat vaksinasi anti-pes.

6
Pada penyakit pes yang disebabkan karena basil pes yang sangat ganas, mungkin tidak
timbul bubo. Daerah kelenjar limpa dilewati dan melalui duktus thorasikus, basil itu masuk ke
dalam peredaran darah. Timbullah keadaan pes-sepsis (pes-bakteri aemi, atau pes septichaemi)
dengan gejala intoksikosis yang hebat dan penderita menderita panas yang tinggi. Ia kelihatan
gelisah, mungkin penderita berkeliaran di luar ruamah dan meninggal di sembarang tempat. Bila
di daerah yang ketularan pes ditemukan mayat yang berbadan baik, tidak memperlihatkan gejala
sakit dan penganiayaan, kemungkinan orang itu meninggal karena pes.Pes-septichaemi juga
dapat terjadi pada penderita pes bubo. Setelah terjadi pes bubo mungkin bubo itu dilewati oleh
basil pes. Dengan melalui duktus torasikus ia masuk ke peredaran darah, selanjutnya masuk ke
vena kava superior, ke serambi kanan, bilik kanan, arteria pulmonalis, dan sampai di paru-paru
akan menimbulkan pes paru-paru. Pes paru ini disebut pes paru sekunder. Karena terjadi dengan
melalui pes bubo dan pes-septichaemi.Penderita ini dapat menyemburkan basil pes dengan
dahaknya yang halus ke udara. Basil pes ini akan masuk ke pernafasan orang sehat dengan cara
langsung dan akan timbul pes paru primer (terlihat pada gambar 01 di atas).Pes paru adalah
penyakit yang berat dan dapat mengakibatkan kematian dalam beberapa hari saja. Penderita
kelihatannya sangat lemah, sedemikian lemahnya sehingga tidak mampu batuk dengan keras.
Jika batuk, dahaknya bercampur dengan darah.

Dari peristiwa terjadinya wabah pes di atas, ada beberapa penularan penyakit
pes tersebut. Adapun bagan penularan penyakit pes sebagai berikut.Penularan pes secara
eksidental dapat terjadi pada orang–orang yang bila digigit oleh pinjal tikus hutan yang infektif.
Ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja di hutan, ataupun pada orang-orang yang
mengadakan rekreasi/camping di hutan. Penularan pes ini dapat terjadi pada orang yang
berhubungan erat dengan tikus hutan, misalnya para ahli Biologi yang sedang mengadakan
penelitian di hutan, dimana orang tersebut terkena darah atau organ tikus yang mengandung kuman
pes. Kasus yang umum terjadi dimana penularan pes pada seseorang karena digigit oleh pinjal
infeksi setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes.Penularan pes
dari tikus hutan komersial melalui pinjal. Pinjal yang efektif kemudian menggigit
manusia.Penularan pes dari seseorang ke orang lain dapat juga terjadi melalui gigitan pinjal
manusia Culex Irritans (Human flea) Penularan pes dari seseorang yang menderita pes paru-paru
kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan. Pada no.1 sampai dengan 5, penularan
pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo. Pes bubo dapat berlanjut menjadi pes
paru-paru (sekunder pes).

2.1.6 PENCEGAHAN PADA PENYAKIT PES

Pencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus serta
pinjalnya. Cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak antara tikus beserta pinjalnya
dengan manusia dapat dilakukan seperti berikut.
Penempatan kandang ternak di luar rumah.Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-
gedung sehingga mengurangi kesempatan bagi tikus untuk bersarang (rat proof). Membuka
beberapa buah genting pada siang hari atau memasang genting kaca sehingga sinar matahari
dapat masuk ke dalam rumah sebanyak-banyaknya.
Menggunakan lantai semen.Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat
yang tidak mungkin dicapai atau mengundang tikus.Melaporkan kepada petugas Puskesmas

7
bilamana menjumpai adanya tikus mati tanpa sebab yang jelas (rat fall).Tinggi tempat tidur lebih
dari 20 cm dari tanah. Surasetja (1980), menyatakan bahwa selain upaya pencegahan, ada pula
upaya pemberantasan penyakit pes yaitu sebagai berikut. Keharusan melaporkan terjadinya
penyakit pes oleh para dokter supaya tindakan pencegahan dan pemberantasan penyakit dapat
dijalankan. Keharusan ini tercantum dalam undang-undang karantina dan epidemi (UU Wabah
1962). Keharusan melaporkan adanya kematian sebelum mayat dikubur. Pada mayat
itu dilakukan fungsi paru, limfa dan pada bubo. Pes paru primer dapat dinyatakan bila cairan paru
pasitif dan pes cairan limpa negatif. Pes paru sekunder terjadi bila cairan paru dan cairan limpa
positif. Pes septichaemi jika cairan paru negatif dan cairan limpa positif. Tindakan selanjutnya
jika telah dinyatakan diagnosa pes adalah penderita pes paru (primer dan sekunder) harus diisolasi
dan dirawat di rumah sakit. Penduduk di sekitar rumah pes divaksinasi. Rumah
disemprot dengan DDT. Kemudian rumah itu dibuka atapnya agar matahari dapat masuk. Lalu
rumah tersebut diperbaiki kembali. Suntikan anti pes secara umum.
Pembasmian pinjal tikus dilakukan dengan bubuk DDT yang ditaruh pada tempat yang
biasa dilalui oleh tikus. Bubuk DDT akan melekat pada bulu tikus sehingga akan membunuh
pinjal-pinjal itu. Hal ini dapat pula dilakukan serangkaian pemberantasan nyamuk malaria
melalui penyemprotan. Pembasmian tikus dengan racun, perangkap dan kucing.Pengawasan
angkutan padi dan lain-lain dengan pikulan, gerobak, dan sebagainya agar tikus yang tertular pes
tidak terangkut dari satu daerah ke daerah yang lain.
Perbaikan rumah agar tikus tidak bersarang di dalam rumah.Tindakan kebersihan seperti
menjemur alat-alat tidur setiap minggu. Jangan ada sisa-sisa makanan yang berhamburan dan
menarik tikus.

2.1.7 PENCEGAHAN PENYAKIT LEPTOSPIROSIS

a) Membiasakan diri dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).Menyimpan makanan
dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
b) Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.
c) Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/
kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnyad)
Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas kebersihan,
petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan menggunakan sepatu bot dan
sarung tangan.
e) Menjaga kebersihan lingkungan
f) Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah
g) Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
h) Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
i) Menghindari pencemaran oleh tikus.
j) Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus.
k) Meningkatkan penangkapan tikus .

2.1.8 PENGOBATAN PADA PENYAKIT PES

Upaya pengobatan terhadap penderita penyakit pes, baik yang menularkan maupun yang
tertular adalah sebagai berukut:

8
1)Untuk tersangka pes
 Tetracycline 4x250 mg biberikan selama 5 hari berturut-turut atau
 Cholamphenicol 4x250 mg diberikan selama 5 hari berturut-turut
2) Untuk Penderita Pes
Streptomycine dengan dosis 3 gram/hari (IM) selama 2 hari berturut-turut, kemudian
dosis dikurangi menjadi 2 garam/hari selama 5 hari berturut-turut.Setelah panas hilang.
Dilanjutkan dengan pemberian :
 Tetracycline 4-6 gram/hari selama 2 hari berturut-turut,kemudian dosis diturunkan
menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut atau
 Chlomphenicol 6-8 gram/hari selama 5 hari berturut –turut, kemudian dosis diturunkan
menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut.
3) Untuk pencegahan terutama ditujukan pada:
 Penduduk yang kontak (serumah) dengan pendeita pes bobo.
 Seluruh penduduk desa/dusun/RW jika ada penderita pes paru.
Tetapi yang dianjurkan adalah dengan pemberian Tertracycline 500mg/hari selama 10 hari
berturut-turut.

2.1.9 PENGOBATAN PENYAKIT LEPTOSPIROSIS

Pengobatan kasus leptospirosis masih diperdebatkan. Sebagian ahli mengatakan bahwa


pengobatan leptospirosis hanya berguna pada kasus kasus dini (early stage)atau fase awal
sedangkan pada fase ke dua atau fase imunitas (late phase) yang paling penting
adalah perawatan.
Tujuan pengobatan dengan antibiotik adalah:
1. mempercepat pulih ke keadaan normal
2. mempersingkat lamanya demam
3. mempersingkat lamanya perawatan
4. mencegah komplikasi seperti gagal ginjal (leptospiruria)
5. menurunkan angka kematian

2.2.1 PENGERTIAN RABIES

Rabies adalah suatu penyakit yang menyerang susunan saraf pusat Karena gejalanya yang
khas, yaitu penderita menjadi takut air, penyakit rabies seringkali disebut hidrofobia. Suatu
penyakit Encephalomyelitis viral akut dan fatal, serangan biasanya dimulai dengan perasaan
ketakutan, sakit kepala, demam, malaise, perubahan perasaan sensoris, pada begas gigitan
binatang.
Gejala yang sering muncul adalah eksitabilitas dan aerophobia. Penyakit ini berlanjut
kearah terjadinya peresis atau paralisis, kejang (hydropobia), diikuti dengan delirium dan kejang.
Tanpa intervensi medis, besarnya berlangsung 2-6 hari dan kadang-kadang lebih, kematian
biasanya karena paralisis pernafasan.

9
2.2.2 DISTRIBUSI RABIES

Tersebar di seluruh dunia, dengan perkiraan 35.000-40.000 kematian pertahun, hampir


semuanya terjadi di negarberkembang. Dari tahun 1980 sampai 1997, di Amerika serikat, 36
kematian pada manusia oleh karena rabies telah dilaporkan, 12 diantaranya kemungkinanan
didapat di luar Amerika Serikat. Dari mereka yang diduga terinfeksi di Amerika Serikat, lebih
dari separuh meninggal karena rabies yang dikaitkan dengan kelelawar. Sejak tahun 1950
kematian manusia karena rabies secara rutin kepada anjing dan kucing dan meningkatnya
efektifitas pengobatan prophylaxis pasca paparan.
Rabies adalah penyakit yang terutama menyerang binatang daerah dengan populasi
binatang yang saat ini bebas dari rabies hanyalah Australia, New Zaeland, Papua Nugini, Jepang,
Hawaii, Taiwan, Oceania, United Kingdom, Irlandia, Iceland, Norwegia, Swedia, Finlandia,
Portugal, Yunani, India bagian barat dan kepulauan atlantik.Urban ( atau canine)
rabies ditularkan oleh anjing, sedangkansylvatis rabies adalah penyakit carnivora liar dan
kelelawar, yang menular secara sporadis kepada anjing, kucing, dan ternak. Di Eropa
rabies Ruba menyebarluas, namun telah menurun sejak tahun 1978 pada saat imunisasi dengan
vaksinrabies oral dimulai, di Eropa Barat, jumlah kasus rabies menurundrastis sejak tahun 1992,
kecuali rabies pada kelelawar.
Rabies ditemukan di indonesia pada tahun 1889 pada seekor kerbau di Bekasi, sementara
rabies pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1894 oleh E.V de Haan, di daerah
tropis, vektor utama rabies adalah hewan karnivor. Dari hasil penelitian pada hewan peliharaan
seperti anjing, kucing, dan kera, didapatkan data bahwa dari 12.581 gigitan hewan tersangka
rabies, sebanyak 1.112 hewan positif rabies, di Jawa tengah sejak tahun 1995 tidak terdapat lagi
kasus rabies.Sasaran pengobatan adalah pasien yang tergigit hewan tersangka dan anjing.

2.2.3 ETIOLOGI RABIES

Virus Rabies, Rhabdovirus dari Genus Lyssavirus. Semua anggota genus ini mempunyai
persamaan antigen, namun dengan teknik antibodi Monoklonal dan Nucleotide Sequencing dari
virus menunjukan adanya perbedaan tergantung spesies binatang atau lokasi geografis darimana
mereka berasal.

2.2.4 MASA INKUBASI RABIES

Biasanya berlangsung 3-8 minggu, jarang sekali sependek 9 hari atau sepanjang 7 tahun.
Masa inkubasi sangat tergantung pada tingkat kepaparan luka, lokasi luka yang erat kaitannya
dengan keadaan jaringan saraf di lokasi luka dan jarak luka dari otak, dan tergantung pula
dengan jumlah dan strain virus yang masuk, serta tergantung dari perlindungan oleh pakaian dan
faktor-faktor lain.

10
2.2.5 PATHOFISIOLOGIS RABIES

Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi
kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan
berpindah dari tempatnya masuk melalui saraf menuju ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air
liur. Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia, yang paling sering menjadi
sumber dari rabies adalah anjing.

2.2.6 PENULARAN RABIES

Sumber penularan 90% dari anjing, 60% dari kucing, dan 40% dari monyet dan hewan
lain. Setelah menyerang dan menakibatkan radang otak, virus akan menyebar ke air
liur penderita rabies Pada anjing, virus ditemukan kurang dari lima hari sebelum munculnya
gejala.
Gigitan hewan terinfeksi bisa langsung menularkan penyakit. Gerakan kuku hewan
terinfeksi perlu diwaspadai karena kebiasaan hewan yang menjilati cakarnya.

2.2.7 GAMBARAN KLINIS RABIES

1. Gejala awal bisanya tidak jelas, pasien merasa tidak enak dan gelisah,
2. Gejala yang menonjol adalaj nyeri, panas, dan gatal di sekitar luka, kemudian bisa di
ikuti kejang
3. Sakit kepala.
4. Demam dan sulit menelan.
5. Apabila telah terjadi kelumpuhan oleh otot pernafasan maka penderita dapat terancam
meninggal.
6. Gejala khas lainnya adalah Hidrofobia, yaitu ketakutan penderita terhadap air yang bisa
sampai terjadi kejang bila kedekatn dengan air.
7. Gejala Aerofobia dapat juga terjadi yaitu rangsangan aliran udara seperti dari kipas angin
pada muka pasien yang dapat menyebabkan spasme

2.2.8 PENGOBATAN RABIES

Pengobatan rabies meliputi perawat luka dan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau
Serum Anti Rabies (SAR) dan perawatan luka sangat diperlukan, yaitu membersihkan luka
dengan air sabun atau detergen selama 5-10 menit, setelah bersih dan kering, luka diberi
Desinfektan.

11
2.2.9 PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES

1.Vaksinasi anjing peliharaan dan eliminasi anjing liar perlu dilakukan.


2.Vaksinasi orang dengan resiko tinggi seperti dokter hewan, pekerja laboratorium, dan
aanak-anak yang dianggap seringberhubungan dengan hewan peliharaan terutama pada
daerah endemik rabies.
3. Gigitan anjing tanpa provokasi (anjing tidak diganggu) harus di anggap menularkan
rabies, dokter mengelola pasien yang tergigit.
4. Peran serta masyarakat (PSM)
5. Mengelaminasi anjing liar.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zoonosis adalah infeksi yang ditularkan di antara hewan vertebrata dan manusia atau
sebaliknya. Contoh dari zoonosis adalah PES, cacingan, dan rabies. Pes atau yang juga
dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague merupakan penyakit Zoonosa
terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia.
Pes juga merupakan infeksi pada hewan pengerat liar yang ditularkan dari satu hewan
pengerat ke hewan lain dan kadang-kadang dari hewan pengerat ke manusia karena gigitan
pinjal.

3.2 Saran

Hendaknya masyarakat tetap mempertahankan kebersihan lingkungan agar terhindar dari


berbagai jenis penyakit yang membahayakan. Pihak pemerintah harus lebih memperhatikan
rakyat di semua lapisan secara merata untuk bisa memberikan fasilitas yang
menunjang kesehatan bagi masyarakat.
Sebaiknya pengobatan diberikan kepada seluruh anggota keluarga untuk mencegah atau
mewaspadai terjadinya cacingan tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Entjang, Indan. 1982.


Ilmu Kesehatan Masyarakat
. Alumni : Bandung.
Jawetz, Erner. 1996.
Mikrobiologi Kedokteran
. EGC : Jakarta.
Surasetja, Admiral. 1980.
Ilmu Penyakit Khusus untuk Perawat bagian III
. Bhatara Karya
Aksara:
Jakarta.
Kunoli, J Firdaus. 2013.
Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular
. Jakarta: CV. Trans Info
Media
www.hennyfaridah.name/2013/03/ciri-ciri-cacingan-penanganan-dan-pengobatan.html
diakses
pada tanggal 11 September 2015
www.uraiansehat.com/gejala-penyakit-cacingan/
diakses pada tanggal 11 September 2015
www.mediskus.com/penyakit/gejala-dan-ciri-ciri-penyakit-cacingan.html
diakses pada tanggal
11 September 2015
29

14
MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
TENTANG EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KARANTINA (PES,
RABIES)

DOSEN PEMBIMBING : MUKHLASIN, SKM, MKM.

KELOMPOK 6
1. ADI WICAKSONO PRIBADI
2. M.KAFIN RIDHO MAHBUBI
3. MEIRA AMBARWATI
4. M.HABIB ABDILLAH
5. RATU IRMATUSHOLEHAH
6. SUSI SUTIAH
7. TARSONI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN SERANG BANTEN


TAHUN AJARAN 2018-2019

15

Anda mungkin juga menyukai