Anda di halaman 1dari 13

Kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia.

Salah satu penyebabnya


adalah Glukoma. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak
diseluruh dunia. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan oleh glaukoma bersifat
permanen, atau tidak bisa diperbaiki (irreversible). Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam
upaya pencegahan dan penanganan kasus glaukoma. Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) tahun 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan
akibat glaukoma. (1)
(http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-
glaukoma.pdf)

Glaukoma adalah penyakit mata yang menyerang saraf optic yang menyebabkan
menyempitnya lapang pandang dan hilangnya fungsi penglihatan. Kondisi ini disebabkan oleh
tekanan intraokuler bola mata yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh terhambatnya
pengeluaran cairan bola mata (humour aquous). (*infodatin) Tekanan Intraokular (TIO) adalah
tekanan yang dihasilkan oleh cairan dalam bola mata, kisaran normalnya adalah 10-21 mmHg.
Jika tekanan melebihi batas normal maka akan menimbulkan masalah pada mata seperti
penyempitan lapang pandang, hingga penurunan tajam penglihatan akibat tekanan pada saraf
optik.( Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-5. Jakarta ; FKUI; 2015 h.222-34) Penyebab lain
kerusakan saraf optik, antara lain gangguan suplai darah ke serat saraf optik dan
kelemahan/masalah saraf optiknya sendiri.

Glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma sekunder dan glaukoma


kongenital. Glaukoma primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui. Glaukoma
primer ini dibagi lagi menjadi glaukoma primer sudut terbuka (primary open angle glaucoma)
yang biasanya bersifat kronis dan glaukoma primer sudut tertutup (primary angle closure
glaucoma) yang bisa bersifat akut maupun kronis. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang
timbul akibat dari penyakit mata lain, trauma, pembedahan, penggunaan kortikosteroid yang
berlebihan atau penyakit sistemik lainnya. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang
ditemukan sejak lahir, dan biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan didalam mata
tidak berfungsi denggan baik sehingga menyebabkan peningkatan tekanan bola mata bayi.

Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996 melaporkan, sebesar 1,5% penduduk Indonesia
mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat glaukoma sebesar 0,20%. Prevalensi
glaukoma hasil Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 adalah glaukoma primer sudut
tertutup sebesar 1,89%, glaukoma primer sudut terbuka 0,48% dan glaukoma sekunder 0,16%
atau keseluruhannya 2,53%. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang
pernah didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,46%, tertinggi di Provinsi DKI
Jakarta (1,85%), 2 berturut-turut diikuti Provinsi Aceh (1,28%), Kepulauan Riau (1,26%),
Sulawesi Tengah (1,21%), Sumatera Barat (1,14%) dan terendah di Provinsi Riau
(0,04%)(Depkes RI 2008).

Pada tahun 2020, diperkirakan bahwa 58 juta orang akan mengalami glaukoma primer
sudut terbuka, dengan 10% diantaranya menderita kebutaan pada kedua matanya (Quigley &
Broman, 2006). Meskipun kebutaan merupakan keluaran komplikasi yang paling ditakuti,
gangguan penglihatan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Lebih dari 10%
pasien terdiagnosis glaukoma yang menjalankan pengobatan dan evaluasi rutin masih mengalami
gangguan fungsi penglihatan yang signifikan dalam kehidupan sehari-harinya (McKean-Cowdin
et al., 2007). Oleh karena sifat kerusakan yang ditimbulkan irreversible (tidak dapat sembuh
kembali), sangatlah penting untuk mendeteksi glaukoma sedini mungkin, sehingga resiko
gangguan penglihatan dan morbiditas yang terkait dapat di minimalisasi.

Salah satu klasifikasi Glaukoma adalah Glaukoma primer sudut terbuka. Glaukoma
primer sudut terbuka dikaitkan dengan berbagai gangguan vaskular dan endokrin seperti
Diabetes Melitus. Hal ini dihubungkan dengan suplai darah terhadap saraf optik yang
Mengakibatkan lebih rentan terhadap kerusakan glaukomatus.(1)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus (DM)
adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan dari berbagai organ -
organ terutama pada mata, ginjal, syaraf, hati dan pembuluh darah.(2) IPD

Diabetes Melitus apabila tidak diobati dengan baik maka akan menyebabkan terjadinya
berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Salah satu komplikasi
kronik dari mikroangiopati, salah satunya pada bagian mata. Kelainan ini berhubungan dengan
suplai darah terhadap saraf optik yang mengakibatkan lebih rentan terhadap glaukomatosus.
Suplai darah menurun akibat adanya sumbatan pada pembuluh darah kapiler yang kemudian
menyebabkan iskemik pada daerah mata maupun saraf optik.(1)

Oleh karena tingginya angka prevalensi kebutaan akibat glaukoma dan berhubungan
dengan riwayat diabetes melitus , peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara
glaukoma dengan riwayat diabetes mellitus di RSU UKI, Jakarta.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara glaukoma dengan riwayat diabetes mellitus di RSU UKI,
Jakarta.

diabetes periode Juli 2011- Agustus 2011?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara diabetes melitus dengan tekanan intraokuli pada
pasien glaukoma di Poliklinik Mata RSU UKI periode Juli 2011- Agustus 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah penderita glaukoma di Poliklinik Mata RS UKI


periode Juli 2011- Agustus 2011.

2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita glaukoma di Poliklinik


Mata RSU UKI periode Juli 2011- Agustus 2011.

3. Untuk mengetahui jumlah penderita glaukoma yang mengalami diabetes


mellitus di Poliklinik Mata RSU UKI periode Juli 2011- Agustus 2011.

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah

1. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapakan dapat menjadi data sumber
prevalensi penyakit glaukoma dan untuk meningkatnya kualitas pelayanan
terhadap pasien tersebut.
2. Bagi Kalangan Medis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penelitian
sekunder bagi penelitian-penelitian kesehatan selanjutnya. Selain itu, juga
diharapkan dapat memperluas wawasan di bidang kesehatan, terutama mengenai
glaukoma.

3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan


masyarakat mengenai efek diabetes melitus, terutama pada mata, sehingga dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat atas kesehatannya.

4. Bagi Peneliti Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
peneliti dalam memperluas wawasan dan meningkatkan pengetahuan di bidang
penelitian.
2.1. Glaukoma

2.1.1. Definisi Glaukoma

Glaukoma adalah kelompok penyakit yang umum ditandai oleh neuropati


optik yang khas, yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandangan
penglihatan tekanan intraokuli yang sangat tinggi adalah salah satu faktor resiko
utamanya.(1) Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma
dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos.

Glaukoma adalah neuropati kronik yang terkait dengan kerusakan


struktural khas pada saraf optic dan disfungsi visual terkait, yang dilihat secara
klinis ditemukan pembesaran cawan disk optik dan hilangnya lapang pandang
penglihatan. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3669488/) tekanan
intraokuli yang sangat tinggi adalah salah satu faktor resiko utama terjadinya
glaukoma.

2.1.2. Klasifikasi Glaukoma


Glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Glaukoma primer
Glaukoma primer adalah penyakit glaukoma yang tidak berhubungan
dengan kelainan mata lain dan tidak diketahui penyebabnya.
Glaukoma primer ini merupakan jenis glaukoma yang terbanyak
secara global. Glaukoma primer terbagi menenjadi glaukoma primer
sudut terbuka dan glaukoma primer sudut tertutup (infodatin)
1. Glaukoma sudut terbuka
a. Glaukoma Primer Sudut Terbuka / Primary Open Angle Glaucoma
(POAG) merupakan penyakit yang seringkali tidak disadari tanpa gejala
dan memburuk secara perlahan. Gambaran patologik utama pada POAG
ini adanya proses degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan
materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanal
Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya adalah
penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular.(buku medlin)
b. Glaukoma dengan Tensi Normal
Glaukoma pada kondisi ini memiliki tekanan intraocular tetap
dibawah 21 mmHg. Pasien yang mengidap glaukoma tekanan
normal mengalami penurunan lapang pandang yang progresif
dan umumnya bilateral. Pada glaukoma ini diduga adanya
kelainan pada vascular atau mekanis di caput nervi optici.
Merupakan bagian dari glaukoma primer sudut terbuka, tanpa
disertai peningkatan TIO. (buku medlin)
2. Glaukoma primer sudut tertutup / Primary Angle Closure
Glaucoma (PACG)
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi pada mata dengan
predisposisi anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan
tekanan intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous
akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer.
Sehingga terjadi penurunan aliran akuos humor melalui sudut bilik
mata. Keadaan ini bermaifestasi sebagai suatu kegawat daruratan
oftalmologik atau dapat tetap asimtomatik sampai timbul
penurunan penglihatan.
a. Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Glaukoma akut terjadi bila bentuk iris bombe yang
menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer.
Hal ini menghambat aliran keluar aqueous dan tekanan
intraocular meningkat dengan cepat. Khasnya terjadi nyeri
mata hebat, sakit kepala, kabur, halo, mual/muntah. Temuan-
temuan lainnya dapat berupa bilik mata depan dangkal, kornea
berkabut, pupil berdilatasi sedang terfiksasi, injeksi siliar.
b. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut
Sama dengan glaukoma sudut tertutup akut yang, akan tetapi
berlangsung singkat dan rekuren/ berulang. Gejala yang timbul
seperti serangan berulang berupa nyeri, kemereahan, dan
kekaburang penglihatan disertai halo disekitar cahaya pada
suatu mata. Serangan sering terjadi pada malam hari dan
sembuh dalam semalam.
c. Glaukoma Sudut Tertutup Kronik
Pada pasien glaukoma sudut tertutup kronik, terjadi
peningkatan tekanan intraocular secara bertahap dan sinekia
anterior perifer yang semakin meluas. Gejala yang ditemukan
sama dengan glaukoma sudut terbuka primer, sering dengan
penyempitan lapang pandang yang ekstensif dikedua mata.
Sesekali, pasien-pasien ini mengalami serangan penutupan
sudut subakut.
d. Iris plateau
Kelainan yang ditandai dengan kedalaman bilik mata depan
sentral yang normal, akan tetapi sudut bilik mata depannya
sangat sempit karena posisi procesus siliaris letaknya terlalu
anterior.
B. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh kelain dari
penyakit mata lain. Glaukoma sekunder diklasifikasikan menjadi :
1. Glaukoma Pigmentasi
Glaukoma ini ditandai dengan adanya endapan pigmen abnormal
di bilik mata depan terutama di anyaman trabekular yang dapat
mengganggu aliran keluar aqueous, di permukaan kornea posterior
dan di temukan pula adanya defek transiluminasi iris. Glaukoma
jenis ini paling sering terjadi pada pria myopia berusia antara 25
dan 40 tahun yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan
sudut bilik depan yang lebar.
2. Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada glaukoma ekfoliasi dapat terlihat endapan-endapan bahan
berserat warna putih di permukaan anterior lensa, procesus siliaris,
zonula, permukaan iris posterior, yang juga melayang bebas di
bilik mata depan dan di anyaman trabekular.
3. Glaukoma Akibat kelainan Lensa
Glaukoma akibat kelainan lensa sering dihubungkan dengan
katarak, dimana glaukoma terjadi akibat lensa yang menyerap
cairan sehingga ukuran lensa membesar dan mendesak bilik mata
depan, dan terjadi sumbatan pupil dan pendesakan sudut.
Mekanisme lain penyebab glaukoma oleh katarak adalah pada
stadium lanjut katarak, lensa kemungkinan bocor sehingga
menyebabkan protein di dalam lensa keluar dan masuk ke bilik
mata depan. Hal ini menyebabkan terjadi peradangan di bilik mata
depan, edema pada anyaman trabekular, dan sumbatan oleh karena
materi dari lensa, pada akhirnya menyebabkan kenaikan tekanan
intraocular.
4. Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis
Ada beberapa kelainan traktus uvealis yang dapat menyebabkan
glaukoma, yaitu: uveitis, tumor, dan pembengkakan badan siliaris.
Pada uveitis, mekanisme kenaikan tekanan intraokular terjadi oleh
karena anyaman trabekular yang tersumbat oleh sel radang yang
berada di bilik mata depan serta adanya edema sekunder atau
kadang-kadang dapat terlibat dalam proses peradangan yang secara
spesifik mengenai sel-sel trabekula (trabekulitis). Tumor yang
sering menyebabkan glaukoma adalah melanoma traktus uvealis.
5. Sindrom Iridokornea Endotel
Sindrom ini merupakan kelainan idiopatik yang terjadi pada
dewasa muda dan jarang ditemukan. Biasanya unilateral dan
disertai dekompensasi kornea, dan kelainan pada iris.
6. Glaukoma akibat trauma
Cedera pada mata dapat menyebabkan glaukoma apabila
ditemukan perdarahan ke dalam bilik mata depan (hifema),
sehingga terjadi penyumbatan anyaman trabekular oleh darah dan
meningkatkan tekanan intraocular.
7. Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular
Tindakan bedah pada mata dapat membuat tekanan intraocular
meningkat hebat dan lensa terdorong kedepan akibat penimbunan
aqueous di dalam dan dibelakang korpus vitreum. Biasanya pasien
mengeluh penglihatan jauhnya kabur, tetapi penglihatan dekatnya
membaik dan diikuti rasa nyeri dan peradangan.
8. Glaukoma Neovaskular
Glaukoma ini timbul akibat adanya sumbatan sudut oleh
membrane fibrovaskular yang menyebabkan penutupan sudut.
9. Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera
Peningkatan tekanan vena episklera dapat menyebabkan terjadinya
glaukoma pada sindrom Struge-Weber, yang juga terdapat anomali
perkembangan sudut, dan fistula karotis kavernosa, yang
menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang
luas.
10. Glaukoma Akibat Steroid
Glaukoma jenis ini mirip dengan glaukoma primer sudut terbuka
yang diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid intraokular,
periokular, dan topikal. Glaukoma ini dapat sembuh dengan
sendirinya dengan menghentikan penggunaan steroid. Akan tetapi,
dapat menyebabkan pencekungan diskus optikus yang berat, atrofi
saraf optik, dan tingginya tekanan intraokular yang persisten.
C. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongnenital merupakan glaukoma yang terjadi sejak lahir.
Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai
fotofobia, dan berkurangnya kilau kornea.
D. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolute merupakan glaukoma yang terparah dan
menimbulkan kebutaan total. Gejala dan tanda yang ditemukan pada
glaukoma ini adalah mata yang keras, dan sering nyeri, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, bilik mata yang dangkal, dan kornea
yang keruh.

2.1.3. Patogenesis Glaukoma


Mekanisme utama terjadinya glaukoma sudut terbuka maupun sudut
tertutup, yang menyebabkan penurunan pengelihatan yaitu apoptosis dari sel
ganglion retina. Ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kematian sel
ganglion retina antara lain: faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer
terdiri dari kenaikan tekanan intraokular atau yang sering disebut (mechanical
theory) dan faktor tekanan independen atau vascular insufficiency theory. Faktor
sekunder atau yang biasa disebut excitotoxicity theory mengatakan bahwa
degenerasi neuron dapat disebabkan oleh adanya bahan toksin yang dikeluarkan
pada saat kematian sel ganglion retina oleh faktor primer, seperti glutamat, radikal
bebas,dan nitrat. Mekanisme apoptosis sel ganglion retina ini disebabkan oleh
tekanan intraokular yang meningkat tinggi. Pada keadaan papil saraf optik dan
retina yang normal, akson sel ganglion retina akan keluar melewati lamina
kribrosa menjadi akson yang bermyelin. Peningkatan tekanan intraokular akan
memicu keadaan stres di sel ganglion retina dan sel glia pada retina dan papil
saraf optik sehingga akan menjadi reaktif. Peningkatan tekanan intraokular ini
juga menyebabkan diproduksinya TNF-α yang menyebabkan kerusakan pada sel
ganglion retina. Kerusakan pada sel ganglion retina inilah yang menyebabkan
apoptosis sel. Lamina kribrosa akan menjadi lebih tebal dan mencekung ke
belakang, sehingga menyebabkan pencekungan diskus optikus atau papil saraf
optik. Pada stadium lanjut, apoptosis dan proses neuroinflamasi akan
menyebabkan hilangnya sel ganglion retina yang mengakibatkan terjadinya
penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya
akson di nervus optikus. Selanjutnya, lamina kribrosa akan menipis dan
menyebabkan pencekungan dari diskus optikus.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2712693/
2.1.4. Faktor Risiko Glaukoma
Setiap orang berisiko menderita glaukoma, ada beberapa faktor y
a. Usia
Risiko glaukoma meningkat dengan bertambahnya usia. sebagai akibatnya
glaukoma dapat diperkirakan terkait dengan penyakit lain yang berkaitan
dengan usia seperti degenerasi makula, penyakit pembuluh darah, dan
obstructive sleep apnea. (2) Rata-rata tekanan bola mata akan meningkat
seiring dengan bertambahnya umur. Biasanya kenaikan terlihat mulai usia
40 tahun. (infodatin).
b. Ras
Pada glaukoma sudut terbuka, ras kulit hitam menjadi enam kali lebih
tinggi prevalensinya dibandingkan dengan orang kulit putih. Dan
Prevalensi glaukoma yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang Asia
termasuk insiden glaukoma sudut tertutup yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang kulit putih.
c. Jenis Kelamin
Tekanan intraokular pada laki-laki maupun perempuan dewasa tidak ada
bedanya. Akan tetapi tekanan intraokular biasanya lebih meninggi pada
perempuan yang berusia 40 tahun ke atas sehingga dapat menimbulkan
resiko terjadinya glaukoma.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga menjadi salah satu faktor risiko yang sangat
penting. Dalam studi berbasis populasi, Wolfs et al menunjukkan
bahwa prevalensi glaukoma jauh lebih tinggi pada saudara kandung
dan keturunan pasien dengan glaukoma. Sehingga pasien yang
memiliki riwayat dengan glaukoma sangat disarankan untuk
melakukan pemeriksaan mata rutin untuk mendeteksi glaukoma pada
tahap awal.
e. Riwayat Penyakit Penyerta
Diabetes dan hipertensi dikatakan dapat meningkatkan risiko POAG,
terutama karena hiper-glikemia menyebabkan peningkatan kepekaan
terhadap TIO sehingga menimbulkan glaukoma.
f. Myopia
Miopia ditemukan sebagai faktor risiko yang signifikan untuk glaukoma.
Pasien myopia memiliki dua sampai tiga kali lipat peningkatan risiko
glaukoma dibandingkan dengan peserta myopia.
g. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan steroid, merokok, dan mengkonsumsi kafein dijelaskan
bahwa dapat meningkatkan tekanan intraokular mata.

2.1.5. Manifestasi Klinis

A. Glaukoma Sudut Terbuka


Masalah utama untuk menentukan penyakit glaukoma sudut
terbuka primer adalah pasien merasa baik-baik saja dan tidak menyadari
adanya perubahan penglihatan pada tahap awal. Sewaktu pasien pertama
kali menyadari adanya kehilangan lapang pandang, biasanya telah terjadi
kerusakan nervus optikus yang bermakna. Selain itu juga dapat ditemukan
adanya kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus, peningkatan
tekanan intraokular yang perlahan, sudut bilik mata depan terbuka dan
tampak normal. Oleh karena itu, glaukoma jenis ini sering disebut dengan
silent blinding disease atau sneak thief of sight (pencuri penglihatan). Jadi
untuk mengetahui pasien mengalami glaukoma diperlukan pemeriksaan
tekanan pada bola mata berulang. (infodatin, buku medlin

B. Glaukoma Sudut Tertutup


Glaukoma sudut tertutup terjadi ketika adanya sumbatan total pada
aliran keluar aqueous sehingga menyebabkan tekanan intraokular
meningkat dengan cepat sehingga bersifat akut. Keadaan ini dapat
bermanifestasi sebagai suatu kegawatdaruratan oftalmologik. Berikut ini
merupakan tanda dan gejala yang terjadi :
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak
2. Nyeri mata hebat
3. Sakit kepala
4. Mual dan muntah
5. Tampak halo apabila pasien melihat cahaya

2.1.6. Diagnosis
Diagnosis glaukoma dapat ditegakkan berdasasarkan pemeriksaan secara
menyeluruh, mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan fisik. Pada anamnesis,
adapun hal-hal yang perlu ditanyakan adalah sesuai dengan basic four dan sacred
seven, misalnya apakah terdapat riwayat keluarga yang menderita hal yang sama,
apakah ada riwayat penyakit lain dan kebiasaan mengkonsumsi obat-obat tertentu.
Setelah dilakukan anamnesis untuk menggali informasi lebih dalam, jika pasien
dicurigai menderita glaukoma, maka ada beberapa pemeriksaan yang dilakukan
untuk menegakkan diagnosis glaukoma antara lain:
A. Tonometri
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular bola mata.

Anda mungkin juga menyukai