Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buli buli merupakan organ berongga yang berfungsi sebagai tempat

penampungan urin sebelum diekskresikan oleh tubuh. Pada waktu lahir hingga

usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namun semakin bertambahnya

usia, tempatnya turun dan terlindung didalam cavum pelvis; sehingga

kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi. Angka kejadian trauma

pada buli-buli pada beberapa klinik urologi kurang lebih 2% dari seluruh trauma

pada sistem urogenital.1

Buli buli jarang mengalami trauma apabila buli buli dalam keadaan

kosong. Kecuali bila memang ada trauma yang sangat berat yang mengakibatkan

patah tulang pelvis, tusukan benda tajam, atau tembakan peluru. Kondisi yang

berbeda bila buli buli dalam keadaan terisi penuh, maka kecenderungan buli buli

untuk mengalami ruptur akan lebih besar.1

Trauma buli-buli merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan

penatalaksanaan segera. Diagnosis yang tepat dan manajemen yang terpadu

terhadap ruptur buli buli akan memberikan hasil yang baik dengan angka

morbiditas dan mortalitas minimal. Komplikasi yang serius biasanya disebabkan

oleh diagnosis yang terlambat serta kesalahan penanganan sebagai akibat

misdiagnosis, keterlambatan interpretasi klinis atau cedera yang kompleks sebagai

akibat dari trauma pelvis yang berat.

1
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Buli-buli adalah organ ekstraperitoneal yang terletak di dalam ruang

subperitoneal dan terdiri dari corpus vesicae, apex vesicae, dan fundus vesicae.

Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1) permukaan

superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan

inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus

minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.1

Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis musculus

detrusor vesicae yang saling beranyaman, yakni (1) di sebelah dalam adalah otot

longitudinal, (2) di tengah merupakan otot sirkuler, (3) dan paling luar merupakan

otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang sama

seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada

dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu

segitiga yang disebut trigonum buli-buli.1

Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam

menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya

untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300 – 450 ml; sedangkan kapasitas buli-

buli pada anak menurut formula dari Koff adalah:

Kapasitas buli-buli = {Umur (tahun) + 2} x 30 ml


3

Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada

saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli-

buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan

menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini

akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli, dan

relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.1

A B

Gambar 1. Anatomi Vesica Urinaria.

A.Vesica Urinaria perempuan potongan coronal. B. Vesica Urinaria laki-laki potongan


coronal.
4

Bentuk dan Permukaan Vesica Urinaria

Vesica urinaria yang kosong berbentuk pyramid, bila vesica urinaria terisi,

bentuknya menjadi lonjong, permukaan superiornya membesar dan menonjol ke

atas, ke dalam cavitas abdominalis.

Permukaan Interior Vesica Urinaria

Area tunica mucosa yang meliputi permukaan dalam basis vesicae

urinariae dinamakan trigonum vesicae. Tunica mucosa selalu licin, walaupun

dalam keadaan kosong, karena membrana mukosa pada trigonum ini melekat

dengan erat pada lapisan otot yang ada di bawahnya. Sudut superior trigonum ini

merupakan tempat muara dari ureter dan sudut inferiornya merupakan orrificium

urethra internum. Uvula vesicae merupakan tonjolan kecil yang terletak tepat di

belakang orificium urethrae yang disebabkan oleh lobus medianus prostate yang

ada di bawahnya. 3

Tunica Muscularis Vesica Urinaria

Tunica muscularis vesica urinaria terdiri atas otot polos yang tersusun

dalam tiga lapis yang saling berhubungan yang disebut sebagai musculus detrusor

vesicae. Pada collum vesicae, komponen sirkulasi dari lapisan otot ini menebal

membentuk musculus sphincter vesicae.3

Ligamentum-Ligamentum pada Vesica Urinaria

Collum vesicae dipertahankan dalam posisinya pada laki-laki oleh

ligamentum puboprostaticum dan pada perempuan oleh ligamentum pubovesicale.

Ligamenta ini dibentuk dari fascia pelvica. 3


5

Batas-Batas Vesicae

Pada laki-laki

- Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan dinding anterior

abdomen.

- Ke posterior: vesica retrovesicalis peritonei, ductus deferens, vesicular

seminalis, fascia rectovesicalis, dan rectum.

- Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan di bawah musculus levator

ani.

- Ke superior: di atas peritonealis, lengkung ileum, dan colon sigmoideum.

- Ke inferior: prostat.

Pada perempuan

Karena tidak ada prostata, vesica urinaria terletak lebih rendah di dalam

pelvis perempuan dibandingka dengan pelvis laki-laki, dan collum vesicae terletak

langsung di atas diapgragmurogenital.

- Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan dinding anterior

abdomen.

- Ke posterior: dipisahkan dari rectum oleh vagina

- Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan di bawah musculus levator

ani.

- Ke superior: excavation uterovesicalis da corpus uteri

- Ke inferior: diaphragm urogenitale. 3


6

Vaskularisasi

Arteri vesicalis superior dan inferior, cabang-cabang arteria iliaca interna.

Vena-vena membentuk plexus venosus vesicalis, di bawah berhubungan dengan

plexus prostaticus; dan bermuara ke vena iliaca interna. 3

Aliran Limfe

Pembuluh limfe bermuara ke nodi iliaci interni dan externi. 3

Persarafan

Persarafan vesica urinaria berasal dari plexus hypogastricus inferior.

Serabut posganglionik simpatik berasal dari ganglion lumbale pertama dan kedua

dan berjalan turun ke vesicae urinaria melalui plexus hypogastricus. Serabut

preganglionik parasimpatikus yang muncul sebagai nervi splanchnici pelvic dari

nervus sacralis kedua, ketiga, keempat, berjalan melalui plexus hypogastricus

menuju ke vesica urinaria, di tempat ini serabut-serabut tersebut bersinaps dengan

neuron posganglionik. Sebagian besar serabut aferen sensorik yang berasal dari

vesica urinaria menuju system saraf pusat melalui nervi splanchnici pelvic.

Sebagian serabut aferen berjalan besama saraf simpatik melalui plexus

hypogastricus dan masuk ke medulla spinalis setinggi segmen lumbalis pertama

dan kedua.3

Saraf simpatik menghambat kontraksi musculus detrusor vesicae dan

merangsang penutupan musculus sphincter vesicae. Saraf parasimpatik

merangsang kontraksi musculus detrusor vesicae dan menghambat kerja musculus

sphincter vesicae.3
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Definisi

Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan darurat

bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dapat

menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara

anatomi buli-buli terletak dirongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga

jarang mengalami cedera.4

2.3 Epidemiologi

Penyebab trauma buli-buli paling sering adalah kecelakaan kendaraan

bermotor, dimana kedua sabuk mengkompresi buli-buli. Sekitar 60 - 90% (rata-

rata 80%) dari pasien cedera buli-buli akibat trauma tumpul biasanya disertai

dengan fraktur tulang panggul dan 30% dari pasien dengan fraktur tulang panggul

terdapat cedera buli-buli, termasuk kontusio buli-buli. Sekitar 25% dari ruptur

intraperitoneal buli-buli terjadi pada pasien tanpa fraktur panggul. Ruptur

intraperitoneal tercatat sekitar sepertiga dari cedera buli-buli. Sedangkan untuk

ruptur ekstraperitoneal tercatat 60% dari sebagian besar cedera buli-buli dan

biasanya berhubungan dengan fraktur panggul.5

2.4 Etiologi

Ruptur buli bisa disebabkan baik oleh trauma tajam maupun trauma

tumpul. Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis.

Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis
8

sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak

pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvis), dapat merobek buli-buli.

Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang

pelvis merobek dindingnya. Kecenderungan buli untuk mengalami ruptur

tergantung dari seberapa besar buli mengalami distensi. Dalam keadaan penuh

terisi urine, buli-buli mudah sekali robek jika mendapatkan tekanan dari luar

berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada daerah

fundus dan menyebabkan ekstravasai urine ke rongga intraperitoneum.1

Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenik

antara lain pada reseksi buli-buli transuretral (TUR Buli-buli) atau pada litotripsi.

Demikian pula partus kasep atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat

menyebabkan trauma iatrogenik pada bulibuli. Ruptura buli-buli dapat pula terjadi

secara spontan; hal ini biasanya terjadi jika sebelumnya terdapat kelainan pada

dinding buli-buli. Tuberkulosis, tumor buli-buli, atau obstruksi infravesikal kronis

menyebabkan perubahan struktur otot buli-buli yang menyebabkan kelemahan

dinding buli-buli. Pada keadaan itu bisa terjadi ruptura buli-buli spontanea.1
9

Gambar 2. Ruptura buli-buli.


A. Intraperitoneal robeknya buli-buli pada derah fundus, menyebabkan ekstravasasi
urine ke rongga intraperitoneum, B. Ekstraperitoneal akibat fraktura tulang
pelvis.

2.5 Patofisiologi

Buli-buli dilindungi dengan baik oleh tulang pelvis sehingga ketika terjadi

fraktur pelvis yang disebabkan oleh trauma tumpul maka fragmen dari tulang

pelvis dapat mencederai buli-buli dan dapat terjadi ruptur ekstraperitoneal.

Apabila terdapat urin yang terinfeksi dapat mengakibatkan abses dalam pelvis dan

infeksi pelvis yang berat. Pada saat kandung kemih terisi penuh kemudian terjadi

benturan atau pukulan langsung ke perut bagian bawah dapat menyebabkan

gangguan pada buli-buli. Jenis gangguan biasanya adalah gangguan

intraperitoneal. Ruptur intraperitoneal terjadi ketika ada pukulan atau kompresi

pada perut bagian bawah pasien dengan buli-buli yang penuh sehingga

menyebabkan peningkatan mendadak tekanan intraluminal buli-buli kemudian

menyebabkan pecahnya puncak yang merupakan bagian terlemah dari buli-buli.

Puncak dari lengkungan buli-buli adalah peritoneum, maka cedera yang terjadi di
10

daerah ini akan menyebabkan ekstravasasi intraperitoneal. Jika diagnosis sudah

ditegakkan dan jika urin sudah steril, maka tidak ada gejala yang dapat ditemukan

selama beberapa hari, tetapi jika terdapat urin yang terinfeksi, maka akan cepat

berlanjut menjadi peritonitis akut dan akut abdomen.5

2.6 Klasifikasi

Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli-buli, cedera

buli-buli ekstraperitoneal, dan cedera intraperitoneal. Pada kontusio buli-buli

hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin didapatkan hematoma

perivesikal, tetapi tidak didapatkan ektravasasi urine ke luar buli-buli.1

Ada dua tipe ruptur kandung kemih: intraperitoneal dan ektrapeitoneal6

a) Ruptur kandung kemih intraperitoneal menyebabkan ekstravasasi urin ke

dalam rongga peritoneum akibat cedera pada kubah kandung kemih (apex

vesicae); kondisi ini sering menimbulkan peritonitis.

 Cedera jenis ini sering kali terjadi pada pasien yang mengalami

trauma saat kandung kemihnya penuh.

 Intervens bedah sering kali diperlukan pada cedera ini

b) Ruptur kandung kemih ektraperitoneal lebih sering ditemukan ketimbang

ruptur kandung kemih intraperitoneal. Ruptur ini menyebabkan ekstravasasi

urin akibat cedera pada dinding lateral atau dasar kandung kemih (fundus

vesicae)

 Lesi yang kecil bisa ditangani tanpa pembedahan, dengan

pemasangan kateter urin selama 7-10 hari dan antibiotic profilaktik.


11

 Sistografi retrograde atau sistogram CT berguna untuk

mengevaluasi berbagai cedera pada kandung kemih.

Cedera intraperitoneal merupakan 25-45% dari seluruh trama buli-

buli, sedangkan kejadian cedera buli-buli ekstraperitoneal kurang lebih 45-

60% dari seluruh trauma buli-buli. Tidak jarang cedera buli-buli

intraperitoneal terjadi bersama dengan cedera ekstraperitoneal (2-12%).1

Pada cedera buli-buli intraperitoneal terjadi pengaliran urine ke

rongga peritoneal sehingga menyebabkan inflamasi bahkan infeksi

(peritonitis). Oleh karena itu jika tidak segera dilakukan tindakan

pembedahan, 10-20% cedera buli-buli berakibat kematian karena sepsis.1

Cedera buli-buli diklasifikasikan menurut American Association for the

Surgery of Trauma (AAST) – Organ Injury Scale (IOS) menjadi 5 grade.

Grade (AAST) Jenis Cedera Deskripsi Kerusakan


I Hematoma Kontusio dan hematoma
Laserasi intramural.
Laserasi sebagian dari
dinding buli-buli
II Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal buli-buli <
2 cm
III Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal dari
dinding ekstraperitoneal > 2
cm atau intraperitoneal < 2
cm
IV Laserasi Laserasi ekstraperitoneal >
2 cm
V Laserasi Laserasi intraperitoneal atau
ekstraperitoneal yang
meluas kedalam kandung
kemih leher atau muara
uretra trigonum.
12

2.7 Diagnosis

Manifestasi klinis dari ruptur buli-buli relatif tidak spesifik. Secara garis

besar ada trias simptoms yang sering muncul :

 Gross hematuri

 Nyeri suprapubik

 Kesulitan atau ketidak mampuan miksi

Gambaran manifestasi klinis yang lain bergantung pada etiologi trauma,

bagian bulibuli yang mengalami cidera (intra/ekstraperitoneal), adanya organ lain

yang mngalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini

mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis, syok, hematoma perivesika, atau tampak

tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses perivesika.1

Pemeriksaan fisik abdomen bisa ditemukan distensi abdomen, rebound

tenderness. Tidak adanya bising usus dan tanda tanda iritasi peritoneal

mengindikasikan kemungkinan terjadinya ruptur buli buli intraperitoneal.

Pemeriksaan rektal toucher perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

terjadinya cedera rektum, dan pada pria perlu dilakukan untuk mengevaluasi

posisi prostat. Apabila prostat mengalami “high riding” atau sedikit elevasi,

kecurigaan mengarah pada cedera urethra proksimal yang disertai disrupsi buli

buli.

Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan

kontras ke dalam buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan)

melalui kateter per-uretram. Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu (1) foto pada

saat buli-buli terisi kontras dalam posisi anterior-posterior (AP), (2) pada posisi
13

oblik, dan (3) wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli.

Jika didapatkan robekan pada buli-buli, terlihat ekstravasasi kontras di dalam

rongga perivesikal yang merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika

terdapat kontras yang berada di sela-sela usus berarti ada robekan buli-buli

intraperitoneal. Pada perforasi yang kecil seringkali tidak tampak adanya

ekstravasasi (negatif palsu) terutama jika kontras yang dimasukkan kurang dari

250 ml.1

Gambar 3.
(A) Gambaran Normal. (B) Ekstravasasi kontras terlihat masuk ke dalam peritoneum
memberi gambaran loop-loop usus. (C) Menunjukkan ruptur buli buli ekstraperitoneal
dengan extravasasi ke scrotum (dense flame shaped)
14

Sebelum melakukan pemasangan kateter uretra, harus diyakinkan dahulu

bahwa tidak ada perdarahan yang keluar dari muara uretra. Keluarnya darah dari

muara uretra merupakan tanda dari cedera uretra. Jika diduga terdapat cedera pada

saluran kemih bagian atas disamping cedera pada buli-buli, sistografi dapat

diperoleh melalui foto PIV.1

Di daerah yang jauh dari pusat rujukan dan tidak ada sarana untuk

melakukan sistografi dapat dicoba uji pembilasan buli-buli, yaitu dengan

memasukkan cairan garam fisiologis steril ke dalam buli-buli sebanyak ± 300 ml

kemudian cairan dikeluarkan lagi. Jika cairan tidak keluar atau keluar tetapi

kurang dari volume yang dimasukkan, kemungkinan besar ada robekan pada buli-

buli. Cara ini sekarang tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan infeksi atau

menyebabkan robekan yang lebih luas.1

2.8 Terapi

Terapi cedera buli-buli tergantung pada jenis cedera, di antaranya adalah:

1. Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan

untuk memberikan istirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-

buli sembuh setelah 7-10 hari.

2. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk

mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain.

Jika tidak segera dioperasi ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum dapat

menyebabkan peritonitis. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-

buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di

luar sayatan laparotomi.


15

3. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal)

dianjurkan untuk memasang kateter 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain

menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli dengan pemasangan

kateter sistostomi. Tanpa dilakuakan pembedahan, kejadian kegagalan

penyembuhan luka + 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada

rongga perivesika sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaan dengan ruptur

buli-buli terdapat cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya

dilakukan penjahitan buli-buli dan pemasangan kateter sistostomi.1

Poin kunci : indikasi untuk melakukan operasi bedah segera pada ruptur buli-buli

- Cedera intraperitoneal dari trauma eksterna

- Cedera tusuk atau cedera iatrogenik

- Drainase buli buli yang tidak adekuat atau terdapat bekuan darah pada urin

- Cedera leher buli buli

- Cedera rektum atau vaginal

- Patah tulang pelvis terbuka

- Patah tulang pelvis yang membutuhkan fiksasi internal

- Pasien stabil yang menjalani laparotomi untuk alasan lain

- Fragmen tulang yang mengarah ke buli buli.

2.9 Komplikasi

Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urine ke rongga pelvis

yang dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis.

Yang lebih berat lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera
16

dilakukan operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat ekstravasasi urine pada

rongga intra peritoneum. Kedua keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang

dapat mengancam jiwa. Kadang-kadang itu dapat menyebabkan sepsis yang dapat

mengancam jiwa. Kadang-kadang dapat pula terjadi penyulit berupa keluhan

miksi, yaitu frekuensi dan urgensi yang biasanya akan sembuh sebelum 2 bulan.1

2.10 Prognosis

Diagnosis yang tepat dan manajemen yang terpadu terhadap ruptur buli

buli akan memberikan hasil yang baik dengan angka morbiditas dan mortalitas

minimal. Komplikasi yang serius biasanya disebabkan oleh diagnosis yang

terlambat serta kesalahan penanganan sebagai akibat misdiagnosis, keterlambatan

interpretasi klinis atau cedera yang kompleks sebagai akibat dari trauma pelvis

yang berat.
17

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan darurat

bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dapat

menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara

anatomi buli-buli terletak didalam rongga pelvis terlindungi oleh tulang pelvis

sehingga jarang mengalami cedera. Trauma buli-buli terbanyak terjadi karena

kecelakaan berkendara atau kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen dari

fraktur tulang pelvis mencederai kandung kemih.

Terapi cedera buli-buli tergantung pada jenis cedera. Diagnosis yang tepat

dan manajemen yang terpadu terhadap ruptur buli buli akan memberikan hasil

yang baik dengan angka morbiditas dan mortalitas minimal.

Anda mungkin juga menyukai