Anda di halaman 1dari 7

Perbaikan Ujian Kompre

Persiapan Induksi Anastesi: STATICS

Scope : stetoskop, laringoskop

Tubes : ETT

Airway : orotrakhea airway

Tape : plester untuk fiksasi

Introducer : mandrin atau stilet

Connector : penyambung antara pipa dan peralatan anestesi

Suction : Penyedot lendir, ludah

Sumber:

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2001. Jakarta; p.29-32
Keuntungan jenis anestesi:

Keuntungan anestesi umum: prosedur kerja lebih cepat sehingga sering dilakukan pada
kasus-kasus dengan kecepatan waktu menjadi faktor utama, penurunan insidensi
hipotensi, ketidakstablan kardiovaaskular, jalan napas, serta ventilasi tetap terjga dan
terkontrol.

Kerugian: resiko kegagalan intubasi endotrakea serta keungkinan terjadi aspirasi.

Pembagian regional anestesi: Spinal dan epidural anestesi

a. Indikasi spinal anestesi: ekstremitas inferior, sc, operasi daerah perineum, operasi
urologi
b. Indikasi epidural anestesi: pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah,
tatalaksana nyeri saat persalinan, tambahan pada anestesi umum ringan karena
penyakit tertentu pasien.

Keuntungan: mengurangi kemungkinan aspirasi, menghindari depresi neonatus

Kerugian: Hipotensi dan bradikardi

Sumber:

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2001. Jakarta; p.29-32
AMPLE

Anamnesa yang penting dilakukan yaitu melalui metode AMPLE (Allergic,


Medication, Past medical history, last meal/ fluid and event leading to admision).
Allergic (alergi makanan, alergi minuman maupun alergi pengobatan), Medication
(Riwayat obat-obatan yang meliputi intoleransi obat dan obat yang sedang digunakan dan
dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik. Past medical history (Riwayat
penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi seperti alergi,
diabetes melitus, penyakit paru kronis (asma bronkial, pneumonia dan bronkitis),
penyakit jantung (infark miokard, angina pektoris dan gagal jantung), hipertensi, penyakit
hati dan penyakit ginjal maupun riwayat anestesi/operasi sebelumnya yang terdiri dari
tanggal, jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif pascabedah,
last meal/ fluid (riwayat makan minum terakhir pasien), dan event leading to admision
(riwayat penyakit sekarang).
Sumber:
Mahoney P, Wood P, Jeyanathan J, Craven R. Anaesthesia Handbook. Genewa: ICRC-
WFSA; 2017.
Terapi cairan

Rehidrasi pra bedah

Tingkatan Dewasa Anak dan Bayi


Dehidrasi Ringan 4% 5%
Dehidrasi Sedang 6% 10%
Dehidrasi Berat 8% 15%

Tanda klinis dehidrasi:

Ringan Sedang Berat


Defisit cairan 3-5% 6-8% >10%
hemodinamik Takikardi Takikardi Takikardi
Nadi lemah Nadi sangat lemah Nadi tidak teraba
Volume kolaps Akral dingin,
Hipotensi ortostatik sianosis
Jaringan Lidah kering Lidah keriput Atonia
Turgor turun Turgor kurang Turgor buruk
Urin pekat Jumlah turun oliguria
SSP menngantuk apatis koma

Rehidrasi durante operasi

Defisit puasa: 50% pada 1 jam I, 25% pada jam ke-II, 25% pada jam ke-III

Cairan pemeliharaan:

Dewasa 1,5-2 ml/kg/jam, Anak: 2-4ml/kg/jam, Bayi: 4-6ml/kg/jam, Neonatus:


3ml/kg/jam

Sumber: Sarim, BY. Buku Panduan Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi. Jakarta:
Leksana E. Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. Semarang. 2015

Pembagian regio:

KkaA KkiA Hipokondriak Epigastrium Hipokondriak

kanan kiri

KKaB KkiB Lumbal kanan Umbilikus Lumbal Kiri

Iliak kanan Hipogastrium Iliak kiri

Keterangan:

KkaA: Kuadran kanan atas

KKiA: Kuadran kiri atas

KKaB: Kuadran kanan bawah

KKiB: Kuadran kiri bawah

Sumber: Bickley Lynn. Bates: Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2013

Pembagian analgesik: opioid dan non opioid

Analgesik adalah obat yang memiliki efek menghilagkan atau mengurangi nyeri tanpa
disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnnya. Opioid disebut sebagai
analgetika narkotika yang sering digunakan dalam anestesi untuk mengendalikan nyeri
saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.

Analgesik narkotik (Opioid) digolongkan menjadi:

1. Agonis (mengaktifkan reseptor) (contoh: morfin, petidin, fentanil, kodein,


alfentanil, sufentanil, remifentanil )
2. Antagonis (tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah
agonis merangsang reseptor) (contoh: nalokson dan naltekson)
3. Agonis-antagonis (pentasosin, nalbufin, butarfanol)

Pembagian secara klinik yaitu: lemah (kodein) dan kuat (morfin). Penggolongan lainnya
adalah natural (morfin, kodein, papaverin, dan tebain) dan semisintetik (heroin,
dehidromorfin, derivat tebain) dan sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil,
remifentanil).

Analgesik non narkotik (Non opioid): paracetamol, aspirin (asam asetil salisilat),
diklofenak, ketorolak, ketoprofen, piroksikam, meloksikam, asetaminofen

Analgesik narkotik memiliki banyak efek samping seperti depresi pernapasan dan
addiksi, akan tetapi obat analgetik golongan narkotik ini memiliki kemampuan analgesik
yang cukup kuat untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Opioid dianjurkan untuk selalu dikombinasi dengan analgesik lain, seperti obat
antiradang non sterois (NSAID) atau asetaminofen. Dengan cara ini maka diperoleh
keuntungan dari efek analgesik aditif dan dosis opioid dapat diminimalkan sehingga efek
samping yang ditibulkan dapat diminimalkan.

Sumber:

Gutstein Howard, Huda Akil. Analgesik Opioid In Goodman & Gilman Dasar
Farmakologi Terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2001. Jakarta; p.29-32

Ondansentron:

obat anti mual muntah. Termasuk dalam antagons reseptor 5-HT-3

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2001. Jakarta; p.29-32
Mekanisme Pembekuan darah

Koagulasi dapat dimulai melalui jalur intrinsik (seluruh komponen terdapat dalam darah)
dan jalur ekstrinsik (melibatkan membran sel subendotel dan faktor jaringan).

Jalur Intrinsik

Jalur ini melibatkan kaskade reaksi protease yang dimulai oleh faktor yang terdapat
dalam darah jika terjadi persentuhan dengan permukaan bermuatan negatif seperti kaca
atau membran trombosit yang teraktivasi, protein plasma yang disebut FXII (Faktor
Hagemen) berubah menjadi FXIIa (tambahan “a” menunjukkan bentuk FXII yang
teraktivasi). Molekular tertentu yang disebut High Molecular Weight Kininogen
(HMWK) merupakan hasil dari trombosit yang terekspresi di membran trombosit dan
akan berperan sebagai kofaktor, tetapi pengubahan FXII menjadi FXIIa oleh HMWK
terjadi lambat. Setelah FXIIa terkumpul, protease ini akan mengubah prekaikrein menjadi
kalikrein. Kalikrein mempercepat perubahan FXII menjadi FXIIa, FXIIa bersama
HMWK memecah FXI menjadi FXIa, kemudian FXIa memecah FIX menjadi Ixa. FIXa
dan dua hasilan kaskade lainnya yaitu FXA dan trombin memecah FVIII menjadi FVIIa.
FIXa dan FVIIIa bersama ion kalsium membentuk kompleks trimolekuul yang disebut
tenase. Tenase mengubah FX menjadi FXa.

Fxa akan mengikat kofaktor Fva membentuk kompleks protrmbinase, kompleks ini
mengubah proenzim protombin menjadi enzim trombin. Trombin mengubah fibrinogen
membentuk fibrin monomer yang akan segera berpolimerasi menjadi bentuk bekuan
fibrin. Faktor intrinsik dinilai memakai activated partial tromboplastin time (APTT).

Jalur Ekstrinsik

Jalur ini diawali oleh pembentukan kompleks antara faktor jaringan di permukaan sel
dan FVIIa yang terdapat di luar terkait pembuluh darah. Jika terjadi cedera diendotel,
FVII akan bersentuhan dengan faktor jaringan. Faktor jaringan tersebut akan
mengaktivasi FVII menjadi FVIIa secara non proteolitik. Pengikatan FVIIa faktor
jaringan mementuk kompleks enzim yang mengaktifkan FX menjadi Fxa. Bahan ini yang
akan mengikat kofakto FV dan terikat di permukaan membran dengan adanya ion
kalsium, membentuk kompleks protombinase. Kompleks protrombinase mengubah
protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi dibrin dan
membentuk sumbatan fibrin. Dalam analisis laboratorik, jalur ekstrinsik diperiksa dengan
protrombin time (PT). Selanjutnya kaskade akan berlanjut bersama.

Jalur Bersama

Jalur bersama dimulai dengan aktivasi FX melalui jalur intinsik, ekstinnsik, maupun
keduanya. Fxa merupakan proease pertama di jalur bersama. Fxa dengan adanya FV, ion
kalsium dan fosfolipid mengubah protombin menjadi bentuk aktif trombin. Fungsi utama
trombin adalah mengkatalisis protealitis fibrinogen yang larut dalam plasma menjadi
fibrin monomer yang larut. Fibrin monomer kemudian berpolimerisasi menjadi firin
polimer yang akan menahan sel darah, trombin juga mengaktifkan FXIII yang akan
diubah menjadi FXIIIa dan memperantarai ikatan silang fibin polimer membentuk fibrin
yang stabil dan bersifat kurang larut. Trombin dapat mengkatalisis pembentukan kofaktor
Fva dan FVIIIa, sehingga tejadi permbesaran koagulasi. Jalur bersama melibatkan FX,
FV, dan FII (trombin), yang diperantarai menggunakan PT dan APTT.

Sumber:

Kumalawati Y, Parwati I, Yudayana FM. Medical Laboratory: Majalah Patologi Klinik


Indonesia dan Laboratorium Klinik. 2013

Interpretasi laboratorium:

MCV (Mean Corpuscle Volume)

Perhitungan MCV; 10x Hct (%): eritrosit

Nilai normal 800-100 fl

Deskripsi: MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran Sel darah merah. MCV
menunjukkan ukuran sel darah merah tunggal apakah sebagai normositik (ukuran
normal), mikrositik (ukuran kecil <80 fl) atau makrositik (>100 fl)

Penurunan MCV: anemia defisiensi besi, anemia pernisiosa, talasemia  anemia


mikrositik

Peningkatan MCV: penyakit hati, alkoholism, kekurangan asam folat/B12,  Anemia


makrositik

Sumber:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011

MCH (Mean Corpuscle Hemoglobin)

Perhitungan : MCH= hemoglobin/ sel darah merah


Nilai normal: 28-34 pg/sel

Deskripsi: Indekss MCHC adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata dalam
sel darah merah sehingga menentukan kuantitas warna (normokromik, hipokromik, dan
hiperkromik)

MCH dapat mendiagnosis anemia. Peningkatan MCH mengindikasikan anemia


makrositik, penurunan MCH mengindikasikan anemia mikrositik.

MCHC (Mean Corpuscle Hemoglobin Concentrate)

Perhitungan: MCHC= Hemoglobin/hematokrit

Nilai normal= 32-36 g/dl

Deskripsi: indeks MCHC mengukur konsentrasi Hb rata-rata dalam sel darah merah:
semakin kecil sel, semakin tinggi konsentrasinya. Perhitungan MCH tergabtung pada Hb
dan Hct.

Sumber:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011

APTT

Deskripsi: mendeteksi defisiensi sistem tromboplastin intrisik (faktor I, II, V, VIII, IX, X,
XI dan XII)

Meningkat pada penyakit Von Wilebrand, Hemofilia, penyakit hati, defisiensi vit K, DIC

Sumber:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011

PT (Protrombin Time)

Mengetahui kemampuan hati dalam mensintesa faktor-faktor koagulasi (faktor I, II, V,


VIII, IX, X, XI dan XII)

Sumber:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011

TT (Trombin Time)

Pemeriksaan yang sensitif untuk defisiensi fibrinogen

Implikasi: meningkat pada DIC, fibrinolisis, multiple mieloma, Obat: heparin:


streptokinase, urookinase, asparaginase,

Menurun pada hiperfibrinogemia, HT> 55%


Sumber:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011

SGOT dan SGPT

Enzim SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan SGPT (Serum


Glutamat Piruvat Transaminase) berhubungan dengan parenkim sel hati. Perbedaannya
SGPT lebih banyak ditemukan di hati sedangkan SGOT ditemukan dalam hati, otot
jantung, otot rangka, ginjal, otak dan sel darah merah. Oleh karena itu SGPT merupakan
indikator yang lebih spesifik pada peradangan hati dibandingkan SGOT. Sgot dapat
meningkat pada penyakit yang mempengaruhi organ seperti: infark miokard, pankreatitis
akut, anemia hemolitik akut, luka bakar, GGA dan trauma.

Sumber: Reza A, Rachmawati B. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Perbedaan Kadar


SGOT dan SGPT antara Subyek dengan dan tanpa Diabetes Mellitus. 2017

Kreatinin

Kreatinin merupakan hasil metabolisme dari kreatinin dan fosfokreatin. Kreatinin


difiltrasi di glomerulus dan direabsorbsi di tubular. Nilai nrmal kadar kreatinin pria
adalah: 0,7-1,3mg/dl, sedangkan pada wanita 0,6-1,1mg/dl. Jika terjadi disfungsi renal
maka kemampuan filtrasi kreatnin akan berkurang dan kreatinin serum akan meningkat.
Peningkatan kadar kreatinin serum dua kali lipat mengindikasikan adanya penurunan
fungsi ginjal sebesar 50%.

Alfonso A, Mongan A, Memah M. Gambaran Kadar Kreatinin Serum pada Pasien


Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis. 2016

Kandungan Ringer Laktat:

Setiap 500 ml larutan mengandung:

Natrium Laktat : 1,55g

Natrium Klorida : 3,0 g

Kalium Klorida : 0,15g

Kalsium Klorid a : 0,1 g

Osmolaritas : 274 mOsm/l

Na : 130 mEq/l

K : 4 mEq/l

Laktat : 27,5 mEq/l

Anda mungkin juga menyukai