Anda di halaman 1dari 13

CONCERNING LAWSUIT OF RESISTANCE OF DEBTOR

TO THE EXECUTION OF AUCTION OF MORTGAGE RIGHT OBJECT IN DISPUTE


( CASE STUDY OF COURT DECISION NO. 37/PDT.G/2014/PN.SKA )
Oleh :

ADITYA NURCAHYONO
NPM : 13100063

ABSTRACT
The main business of banks, basically, is to collect funds from the society and channel
them back to society. However, along with the growth of bank business, cases start to appear,
such as non-performing loans which happen because of the incautiousness of banks in
channeling loans. After the birth of Law No. 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, it was
hoped that the law would give a sense of legal security about the pledge binding about land
and other things related to land. There are some phenomena happening today which
concerns the rampant occurrence of cases related to the execution of mortgage rights, as it
has been stated in the certificate of mortgage rights that essentially it has the power of
execution without court decision through sale in public. The interesting thing that happens in
its practice is that when the owner of mortgage rights conducts opposition to the creditor’s
effort in auctioning the land and building pledged as warranty, the creditor themselves still
need the complicated help of court to execute the warranty which upon it has been laden with
mortgage rights.
The objective of this research is to investigate the opinion of judge which preside the
case and the legal effect of the decision on Case Number 37/Pdt.G/2014/PN.Ska concerning
the legal effect about the lawsuit of debtor’s resistance to the execution of auction of object in
dispute of mortgage rights.
This research is a normative legal research, which is a research focusing on legal
norms, while the nature of this research is descriptive legal research. The approach used in
the research is case approach, or is commonly called as case study. The data were collected
by reviewing and studying court decisions which already have permanent legal force.
The research shows that the plaintiffs had filed the lawsuit wrongly and not in good
faith, by filing a lawsuit of opposition which basically only to postpone the execution process
done by the defendant I through the defendant II, and had no intention to settle their debts. It
is proven that based on the case examination and the examined evidence, the plaintiffs had
been given warning letter asking for debt payment for three times, but the warnings
themselves are ignored by the plaintiffs. It is for that reason that the creditor as the owner of
mortgage rights has the right to conduct auction sale of object of warranty, pursuant to Law
No. 4 of 1996 concerning Mortgage Rights (UUHT). If a resistance of auction cancellation is
declared unacceptable or rejected, pursuant to the terms in Article 224 of HIR, this decision
cause the defendant to be able to conduct the execution process of the objects in dispute
again voluntarily, and if the voluntary execution could not be conducted by the debtor, the
auction winner then could ask help from the authorities, accompanied by the letter of
declaration from the court based on the petition from PT Bank Rakyat Indonesia, Surakarta
City branch. The execution could be conducted after there is no legal effort from the
plaintiffs, so that the court decision could have a permanent and binding legal force.
GUGATAN PERLAWANAN DEBITOR TERHADAP EKSEKUSI LELANG
OBYEK SENGKETA HAK TANGGUNGAN
( Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor 37/Pdt.G/2014/PN.Ska )
Oleh :
ADITYA NURCAHYONO
NPM : 13100063

ABSTRAKSI
Bsinis utama bank pada dasarnya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Seiring dengan perkembangan bisnis bank,
kasus-kasus pun bermunculan, seperti kredit macet yang timbul karena ketidak hati-hatian
bank dalam menyalurkan kredit. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang
pengikatan jaminan tentang tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Fenomena yang terjadi saat ini, banyak terjadi kasus yang berkaitan dengan eksekusi hak
tanggungan, sebagaimana pada hakekatnya sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan
eksekusi tanpa melalui putusan pengadilan melalui penjualan di muka umum. Hal yang
menarik dalam praktiknya adalah pada saat pemilik jaminan melakukan perlawanan atas
upaya kreditor untuk melelang tanah dan bangunan yang dijaminkan, kreditor masih
membutuhkan bantuan pengadilan yang berbelit-belit untuk mengeksekusi jaminan yang
sudah dibebani hak tanggungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pertimbangan hakim dan akibat hukum
dari dikeluarkannya putusan dalam perkara nomor 37/Pdt.G/2014/PN.Ska tentang akibat
hukum tentang gugatan perlawanan debitor dalam eksekusi lelang obyek sengketa hak
tanggungan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang
berfokus pada norma hukum sedangkan sifat penelitian ini adalah penelitian hukum
deskriptif. Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus
atau biasa disebut dengan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengkaji
dan mempelajari putusan-putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para penggugat adalah penggugat yang salah
dan tidak beritikad baik, dengan mengajukan gugatan perlawanan yang pada intinya hanya
untuk menunda proses eksekusi yang dilakukan oleh tergugat I melalui tergugat II dan tidak
berniat untuk melunasi hutang-hutangnya. Terbukti berdasarkan pemeriksaan perkara dan
bukti-bukti yang diperiksa, penggugat telah diberikan surat peringatan pembayaran hutang
sebanyak tiga kali, tetapi peringatan tersebut tidak dihiraukan oleh para penggugat, untuk itu
kreditor selaku pemegang hak tanggungan berhak melakukan penjualan lelang atas obyek
jaminan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
(UUHT). Gugatan perlawanan pembatalan lelang dinyatakan tidak dapat diterima atau
ditolak, sesuai dengan ketentuan pasal 224 HIR putusan ini berakibat dapat dijalankannya
kembali proses eksekusi obyek gugatan secara sukarela, apabila eksekusi secara sukarela
tidak dilaksanakan oleh pihak debitor, maka pemenang lelang dapat meminta bantuan pihak
keamanan disertai dengan surat penetapan dari pengadilan berdasarkan permohonan dari PT
Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Surakarta.

2
PENDAHULUAN

Perkembangan dunia perkreditan di Indonesia yang tumbuh sangat cepat

menimbulkan persaingan yang sangat tajam pada bidang bisnis tersebut. Bank sebagai salah

satu unit usaha yang bergerak di bidang perkreditan tidak terlepas dari pengaruhnya. Bsinis

utama bank pada dasarnya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Semakin berkembang pesatnya kebutuhan

masyarakat atas bisnis bank, proses penghimpunan dan penyaluran dana bank menjadi sangat

kompleks dengan ragam produk bisnis, volume dan nilai transaksi bisnis yang sangat

besar.Seiring dengan perkembangan bisnis bank, kasus-kasus pun bermunculan, seperti kredit

macet yang timbul karena ketidak hati-hatian bank dalam menyalurkan kredit.1

Fenomena yang terjadi saat ini, banyak terjadi kasus yang berkaitan dengan eksekusi

hak tanggungan, sebagaimana pada hakekatnya sertifikat hak tanggungan mempunyai

kekuatan eksekusi tanpa melalui putusan pengadilan melalui penjualan di muka umum.2 Hal

yang menarik dalam praktiknya adalah pada saat pemilik jaminan melakukan perlawanan atas

upaya kreditor untuk melelang tanah dan bangunan yang dijaminkan, kreditor masih

membutuhkan bantuan pengadilan yang berbelit-belit untuk mengeksekusi jaminan yang

sudah dibebani hak tanggungan yang dimaksud.

Kasus yang penulis kaji yaitu berawal dari BRI ( Bank Rakyat Indonesia ) Cabang

Kota Surakarta selaku kreditor yang telah melakukan lelang terhadap barang jaminan dari

debitor yang berupa sebidang tanah sawah. Proses pelelangan tersebut terjadi karena debitor

tidak memenuhi kewajibannya membayar hutang kepada kreditor dan telah diperingatkan

sampai peringatan ke III tetap tidak membayar hutangya terhadap kreditor, maka debitor

1
Sunu Widi Purwoko, 2015, Aspek Hukum Bisnis Bank Umum, Jakarta : Nine Seasons Communication, hal
10
2
Irma Devita Purnamasari, 2014, Hukum Jaminan Perbankan, Bandung : Kaifa, hal 4

3
dinyatakan telah wanprestasi tidak menepati perjanjian kredit yang dibuat antara debitor

dengan kreditor. Upaya perlawanan debitor dalam kasus yang diteliti penulis hanya menjadi

hal yang sia-sia yang memerlukan banyak biaya, waktu dan tenaga. Berdasarkan alasan ini,

penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tertuang dalam bentuk penulisan hukum dengan

judul studi kasus putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 37/Pdt.G/2014/PN.Ska tentang

gugatan perlawanan debitor terhadap eksekusi lelang obyek sengketa hak tanggungan.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu pertimbangan hakim dalam menolak

gugatan perlawanan debitor terhadap penjualan lelang objek hak tanggungan dan akibat

hukum dari ditolak atau diterimanya gugatan perlawanan pembatalan lelang oleh debitor

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang

berfokus pada norma hukum.3 Jenis penelitian ini menggunakan kepustakaan sebagai

bahan utama. Penelitian ini bersifat deskriptif, karena penelitian ini pemaparan tentang

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dan akibat hukum dari diterima atau

ditolaknya gugatan perlawanan pembatalan lelang yang diajukan oleh debitor. Penelitian

ini menggunakan data sekunder sebagai data utama yang terdiri dari bahan hukum primer

yaitu Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 37/Pdt.G/2014/PN.Ska dan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Teknik analisa data dalam pola berpikir deduktif ini terdapat 2 (dua) premis untuk

membangun analisis terhadap isu hukum, yaitu premis mayor yang merupakan aturan

hukum yang berlaku meliputi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2013 tentang Perubahan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Lelang, Peraturan Direktur Jendral Kekayaan Negara Nomor PER-03/KN/2010 tentang


3
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, hal 158-159

4
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

(KUH Perdata) dan premis minor yang merupakan fakta hukum atau kondisi empiris

dalam pelaksanaan suatu aturan hukum yaitu Putusan Pengadilan Negeri Surakarta

Nomor 37/Pdt.G/2014/PN.Ska. Kemudian dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan

atau konklusi.4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hakim dalam memutus perkara yang terpenting adalah kesimpulan hukum atas fakta

yang terungkap di persidangan, untuk itu hakim harus menggali nilai-nilai, mengikuti dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan

ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Putusan yang dijatuhkan hakim harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup.

Beberapa hal yang menjadi analisis penulis terhadap Putusan Pengadilan Negeri

Surakarta Nomor 37/Pdt.G/2014/PN.Ska tentang gugatan perlawanan oleh debitor terhadap

penjualan lelang eksekusi sertifikat hak tanggungan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat

Indonesia Tbk cq Cabang Kota Surakarta selaku kreditor dan Kantor Pelayanan Kekayan

Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta yang kemudian gugatan tersebut telah ditolak oleh

majelis hakim. Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan dan yang

menjadi alasan majelis hakim pengadilan negeri Surakarta dalam menolak gugatan penggugat

yaitu :

a. Penggugat I bersama-sama dengan Agung Setiawan, Suyatno (penggugat II) dan Sartini

adalah debitor dari tergugat I yang telah menerima fasilitas kredit dari tergugat I berupa

Kredit Modal Kerja dengan plafond Kredit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

sebagaimana Surat Perjanjian Pemberian Kredit No. B.031-KC/VII/ADK/03/2009 tanggal

20 Maret 2008.

4
Ibid, Hal 89-90

5
Untuk menjamin pelunasan kredit tersebut, para penggugat bersama debitor

lainnya telah menyerahkan jaminan berupa sertifikat hak atas tanah berupa SHM No. 260

di desa Pondok, Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo atas nama Suyatno (obyek

sengketa).

Salah satu dari prestasi yang harus dilaksanakan para penggugat dalam perjanjian

kredit adalah membayar angsuran pokok 35 x @ Rp 2.800.000,00 dan angsuran pokok 1 x

sebesar Rp 2.000.000,00 setiap bulan, sehingga pinjaman telah harus lunas pada tanggal

20-03-2012, tetapi ternyata kewajibannya tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh

penggugat, bahkan sampai jatuh tempo kredit penggugat juga tidak melunasi seluruh

kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan (cidera janji).

Dalam surat gugatan para penggugat pada angka 5 halaman 2 surat gugatan para

penggugat mendalilkan membayar angsuran pinjaman dengan total Rp 25.300.000,00

(dua puluh lima juta tiga ratus ribu rupiah), terakhir membayar 29-10-2010. Dalil para

penggugat tersebut semakin menegaskan bahwa para penggugat dengan sengaja

wanprestasi terhadap kewajibannya kreditnya, dimana para penggugat tahu dan sadar

harus membayar kreditnya dan lunas pada tanggal 20-03-2012 dengan mengangsur 36

kali, dengan jadwal angsuran 35 x @ Rp 2.800.000,00 dan angsuran pokok 1 x sebesar Rp

2.000.000,00 setiap bulan, tetapi hanya membayar 6 kali angsuran saja dengan total Rp

25.300.000,00. Para penggugat juga mengakui terakhir hanya membayar pada tanggal 29-

10-2010, sejak saat itu hingga kredit berakhir para penggugat tetap secara sadar tidak

membayar kewajiban hutangnya.

Sebelum dilakukan pelelangan terhadap obyek sengketa, Tergugat I telah

memberitahukan perihal lelang tersebut kepada penggugat I dan tergugat II telah

mengumumkan pula dalam media massa serta melakukan pemberitahuan kepada serta

melakukan pemberitahuan kepada penggugat I.

6
Berdasarkan terhadap pelelangan tersebut penggugat mengajukan keberatan

terhadap tergugat I, tergugat II dan tergugat III, dengan dalil bahwa para penggugat tidak

merasa melakukan wanprestasi dan memang berniat melunasi hutangnya, akan tetapi

tergugat I tidak pernah memberikan surat peringatan kepada para penggugat untuk segera

melunasi hutangnya dan tiba-tiba sudah melakukan lelang.

Dari uraian pertimbangan tersebut, telah jelas bahwa penggugat I tidak melakukan

pembayaran terhadap sisa hutangnya kepada tergugat I sejumlah Rp 85.167.778 vide T.I-

3 tertanggal 9 Februari 2011. Penggugat I tidak mmbayar hutangnya dan telah

diperingatkan sampai dengan peringatan ke III seperti disebutkan di atas pada tanggal 9

Februari 2011 sedangkan hutangnya telah jatuh tempo pada tanggal 20 Maret 2012. Akan

tetapi penggugat I tidak memenuhi kewajibannya membayar hutang kepada tergugat I,

sehingga dilakukan lelang terhadap anggungan penggugat I pada tanggal 15 Mei 2013.

Penggugat I tidak memenuhi kewajibannya membayar hutang kepada tergugat I

dan telah diperingatkan sampai peringatan ke III tetap tidak membayar hutangnya kepada

tergugat I, maka penggugat I dinyatakan telah wanprestasi tidak memenuhi/menepati

perjanjian kredit yang dibuat antara penggugat I dengan tergugat I sebagaimana Surat

Perjanjian Kredit No.B.031-KC/VII/ADK/02/2009 pada Pasal 9 yang menyatakan bahwa

“Bilamana pinjaman tidak dibayar lunas pada waktu yang telah ditetapkan, Bank

berhak menjual seluruh jaminan sehubungan dengan pinjaman ini, baik secara di

bawah tangan maupun di muka umum, untuk dan atas permintaan Bank dan atas

kerelaan sendiri tanpa paksaan peminjam dengan ini menyatakan dengan

sesungguhnya akan menyerahkan/mengosongkan barang jaminan sebagaimana

tersebut dalam Pasal 4 Surat Perjanjian Kredit ini”.

7
b. Majelis Hakim berpendapat bahwa karena penggugat tidak dapat memenuhi

kewajibannya mengangsur pinjaman sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kredit

yang telah dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka tergugat I sebagai

pemegang hak berhak melakukan eksekusi lelang terhadap jaminan kredit obyek

sengketa.

Berdasarkan bukti-bukti tersebut maka Majelis Hakim berpendapat bahwa

tergugat telah beritikad baik tergugat I memberikan kesempatan kepada Penggugat

untuk membayar hutangnya kepada tergugat I yakni selama surat peringatan I sampai

dengan surat peringatan III dan sampai pada surat perihal pemberitahuan lelang

tertanggal 13 Mei 2013, dengan demikian tergugat I telah memberikan tenggang

waktu selama 30 (tiga puluh bulan) dan hal tersebut tidak dimanfaatkan secara baik

oleh penggugat.

Majelis Hakim menimbang bahwa karena tidak ada upaya dari penggugat

untuk memenuhi prestasinya serta jaminan yang diberikan kepada tergugat I telah

diikat dengan hak tanggungan, maka tergugat sebagai pemegang hak tanggungan

berhak melakukan eksekusi lelang terhadap jaminan kredit obyek perkara.

Seiring dengan diajukannya gugatan pembatalan lelang yang memungkinkan untuk

dibatalkannya proses lelang oleh pengadilan negeri, penulis akan memaparkan implikasi

akibat hukum yang mungkin terjadi kepada pihak-pihak yang bersangkutan, antara lain

(www.djkn.kemenkeu.go.id, diakses tanggal 27 Juli 2017 pukul 19.00 WIB):

a. Akibat hukum terhadap hak kreditor

Akibat hukum terhadap penjual lelang atau kreditor dapat dilihat dari segi barang

objek lelang dan dari segi hasil lelang. Jika putusan menyatakan lelang batal dan tidak

sah, maka penjual atau kreditur tidak berhak atas pemenuhan perjanjian kredit atau

kewajiban-kewajiban tereksekusi lelang atas barang objek lelang, sehingga akibatnya

8
penjual lelang atau kreditur harus mengembalikan hasil lelang kepada pembeli lelang,

sedangkan dari segi barang jika gugatan berasal dari debitor, maka barang kembali ke

dalam status barang semula, dalam hal ini lelang lelang dari perjanjian kredit maka

pembatalan lelang akan mengakibatkan objek lelang kembali ke status barang jaminan

b. Akibat hukum terhadap kewajiban debitor

Akibat hukum atas pembatalan eksekusi lelang karena putusan pengadilan akan

mengakibatkan pelaksanaan lelang dan hasil lelang dianggap tidak pernah ada karena

kewajiban debitor untuk memenuhi perjanjian sebagai dasar pelaksanaan lelang,

apabila putusan menyatakan lelang batal dan tidak sah, maka barang akan kembali

kepada keadaan semula . Jika gugatan berasal dari debitor, putusan menyatakan lelang

batal dan tidak sah maka akan mengembalikan kepemilikan barang objek lelang pada

kepemilikan debitor, tetapi kewajiban debitor kepada kreditor tetap pada posisi semula.

c. Akibat hukum terhadap hak pembeli lelang/pemilik barang hasil lelang.

Akibat hukum terhadap pembeli lelang dapat dilihat dari segi barang objek lelang

dan dari segi hasil lelang yang telah disetorkannya. Jika putusan menyatakan lelang batal

dan tidak sah, maka pembeli lelang atas objek lelang akan menjadi berakhir, sedangkan

dari hasil lelangnya maka akan dikembalikan oleh pihak yang menjadi kuasa undang-

undang mewakili pemilik barang sebagai penjual, diantaranya bank kreditor atau

pemegang hak tanggungan.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat penulis kemukakan berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan adalah sebagai berikut :

1. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menolak gugatan

perlawanan debitor terhadap penjualan lelang obyek hak tanggungan.

9
Dalam perkara nomor 37/Pdt.G/2014/PN.Ska ada 2 point penting yang menjadi

bahan pertimbangan hakim yaitu para penggugat adalah penggugat yang salah dan tidak

beritikad baik, dengan mengajukan gugatan perlawanan yang pada intinya hanya untuk

menunda proses eksekusi yang dilakukan oleh tergugat I melalui tergugat II dan tidak

berniat untuk melunasi hutang-hutangnya. Terbukti berdasarkan pemeriksaan perkara dan

bukti-bukti yang diperiksa, penggugat telah diberikan surat peringatan pembayaran

hutang sebanyak tiga kali, tetapi peringatan tersebut tidak dihiraukan oleh para penggugat,

untuk itu kreditor selaku pemegang hak tanggungan berhak melakukan penjualan lelang

atas obyek jaminan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan (UUHT) Pasal 6 yang berbunyi : “Apabila debitor cidera janji, pemegang

hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas

kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari

hasil penjualan tersebut”.

Penggugat dalam surat gugatannya menyatakan eksekusi lelang hak tanggungan

yang dilakukan oleh tergugat I dan tergugat II adalah perbuatan melawan hukum sehingga

berakibat merugikan penggugat. Majelis Hakim dalam pertimbangannya dan berdasarkan

fakta yang terungkap di persidangan menyatakan bahwa penjualan lelang tersebut telah

diumumkan di media massa dan tergugat I telah menyampaikan surat pemberitahuan

kepada penggugat I. Dengan demikian, proses pelaksanaan eksekusi lelang obyek hak

tanggungan yang dilakukan oleh tergugat I melalui tergugat II telah berjalan sesuai

dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

maka pembelian yang dilakukan oleh tergugat III adalah sah dan harus dilindungi hukum.

2. Akibat hukum dari ditolaknya atau diterimanya gugatan perlawanan pembatalan lelang.

Apabila suatu perlawanan pembatalan lelang dinyatakan tidak dapat diterima atau

ditolak, sesuai dengan ketentuan pasal 224 HIR putusan ini berakibat dapat

10
dijalankannya kembali proses eksekusi obyek gugatan secara sukarela, apabila eksekusi

secara sukarela tidak dilaksanakan oleh pihak debitor, maka pemenang lelang dapat

meminta bantuan pihak keamanan disertai dengan surat penetapan dari pengadilan

berdasarkan permohonan dari PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Surakarta. Hal

tersebut dapat dilakukan setelah tidak ada upaya hukum dari penggugat sehingga putusan

mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat, sedangkan akibat hukum apabila

gugatan perlawanan pembatalan lelang diterima dan menyatakan lelang tidak sah dan

batal demi hukum adalah obyek sengketa akan kembali ke posisinya semula sebelum

dilaksanakan lelang tersebut yaitu menjadi jaminan dari debitor terhadap kreditor,

demikian hak dari pemenang lelang atas obyek sengketapun berakhir meskipun obyek

sengketa telah dilakukan penyerahan, baik penyerahan secara fisik/nyata melalui

pengosongan, maupun penyerahan yuridis melalui balik nama di kantor pertanahan. Bank

kreditor tidak berhak atas pemenuhan perjanjian kredit atau kewajiban-kewajiban

tereksekusi lelang atas barang obyek lelang. Barang kembali ke status barang jaminan,

artinya kreditor juga mengalami penundaan untuk memperoleh pemenuhan perjanjian

kredit dari pihak debitor. Terhadap pembeli lelang, implikasinya berupa hak pembeli

lelang tidak dilindungi oleh hukum yaitu berupa hak-hak yang melekat atas obyek lelang

yang dibelinya tidak dapat dinikmati.

Saran

Sebagai rekomendasi penulis dalam penulisan ilmu hukum maka saran yang dapat

penulis sampaikan adalah sebagai berikut :

1. Sebelum mengajukan suatu gugatan perlawanan hendaknya pihak debitor benar-benar

meneliti surat gugatan yang akan diajukan apakah sudah lengkap atau belum, mempunyai

hubungan hukum atau tidak, serta meneliti apakah dasar pengajuan gugatan dalam

petitum sudah tepat atau belum sehingga perlawanan yang diajukan dapat dikabulkan

11
seluruhnya sehingga akan dapat menghindari proses peradilan yang sia-sia dan biaya yang

kemudian harus dikeluarkan debitor;

2. Hendaknya dalam eksekusi putusan hakim dilaksanakan dalam waktu yang sesingkat-

singkatnya guna menghindari kerugian yang timbul semakin besar. Majelis hakim

harusnya dari awal menyatakan bahwa gugatan pembatalan lelang yang diajukan bukan

berdasarkan hal yang prinsip yang dinyatakan tidak dapat diterima, hal yang prinsip yang

dimaksudkan penulis adalah gugatan dengan dalil bahwa debitor telah melunasi hutang-

hutangnya kepada kreditor atau gugatan yang menyatakan bahwa sertifikat hak

tanggungan adalah palsu atau cacat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sunu Widi Purwoko, 2015, Aspek Hukum Bisnis Bank Umum, Jakarta : Penerbit

Nine Seasons Communication;

Irma Devita Purnamasari, 2014, Hukum Jaminan Perbankan, Bandung : Penerbit

Kaifa;

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Penerbit

Citra Aditya Bakti;

13

Anda mungkin juga menyukai