Anda di halaman 1dari 3

Senja yang indah, terlalu sibuk aku untuk menikmatinya kali ini.

Aku baru saja pulang dari tempatku


bekerja, tapi belum aku sekedar memejamkan mata, pikiranku mengingatkanku bahwa besok adalah hari
pertamaku memulai sekolah dengan status siswa SMA. Itu berarti banyak hal yang mesti kupersiapkan
malam ini. Ku ambil catatan kecilku dan kulihat catatanku minggu lalu ketika aku mengikuti acara
praMOS di SMA tempat ku akan bersekolah. Mataku membaca dengan cepat alat alat yang akan kubawa
besok. Tidak hanya dua atau tiga benda yang harus kucari malam ini tapi hampir 199 buah benda yang
harus ku cari. Bagaimana bisa aku menyiapkan mereka semua dalam waktu satu jam?. Aku benar-benar
bingung untuk sesaat. Tapi tentu saja aku punya hero di rumah ini. Dengan bantuan Ibu semua hal yang
kugundahkan seolah berubah menjadi indah. Melihatku mondar-mandir dusekeliling rumah mencari
peralatan yang kubutuhkan, Ibu mengahampiri dan menanyakan kebingunganku. Kuceritakan pada Ibu

"Besok, Nabiya harus mengikuti MOS di sekolah Bu. Tapi Biya lupa menyiapkan peraltan MOS Biya Bu.
Biya harus bagaimana ya Bu?. Apa Biya besok kirim surat sakit aja ke sekolah supaya ga dihukum senior
ya Bu?.ah Biya pusing!" ceritaku pada Ibu sambil panik mencari petai di kulkas, yang kutemukan dalam
keadaan segar.

"Bu, Biya bawa pete ini ya Bu, buat hiasan kepangan Biya bu." Tanyaku pada Ibu

Ku padang wajah ibu yang begitu tenang meskipun aku telah menceritakan kegundahanku padanya.

"Ibu, kok Ibu diam aja?. Bantuin Biya bu!" Pintaku pada Ibu

Dengan tenangnya ibuku mulai bicara

"Biya, Ibukan udah bilang pada Biya, Biya boleh saja bekerja asalkan pendidikan tetap nomor satu, tapi
sekarang bagaimana?, Biya udah melupakan hal yang berhubungan dengan pendidikan Biya. Biya kalau
sampai ayah tahu hal ini, Biya akan dapat masalah loh"

"Bu, Jangan katakan pada ayah,Bu!" aku menyesal dengan apa yang telah terjadi malam ini. Ibu benar
aku sudah mulai menomorduakan pendidikanku. Padahal janjiku sebelum diizinkan bekerja oleh ayah
adalah aku tidak akan melalaikan pendidikanku demi bekerja. Aku menyesal sekali malam itu.

" Apakah masih ada yang perlu?" Tanya ibu sambil melihat daftar alat-alat yang harus kubawa. Sekitar
satu setengah jam aku dan ibu melengkapi alat-alat kebutuhan MOS tersebut hingga semuanya
terkumpul rapi berkat kasih sayang Ibu.

"Udah cukup Bu, Makasih ya Bu!" jawabku sambil menghampiri ibu dan memeluknya erat, kuciumi pipj
ibu sebagai bentuk terimakasihku padanya. Ibu sangat baik dan lembut. Hampir tidak perbah aku
dibentak oleh Ibu. Begitupun adik-adikku. Bagi ibu pendidikan yang benar bukan dalam bentuk
kekerasan tapi dalam pendekatan dan dekapan. Karenanya kami minim mendapat kekerasan dan
bentakkan di rumah ini.

Berbeda dengan ayah, ayah sangat tegas dan bijaksana. Ayah seorang pejuang yang keras, karenanya dia
tidak mau hasil yang tidak sempurna. Kendati demikian, ayah sangat baik dan hangat kepada anak
anaknya jika kami tidak melakukan sedikitpun kesalahan. Tapi jika hal itu terjadi ayah tidak akan segan
meneriaki kami, bahkan ibu yang sangat lembut pun tidak jarang dihardik oleh ayah jika ibu sengaja
membela kami.

Meski begitu aku bahagian hadir sebagai Biya di keluarga hangat ini. Aku Biya, anak pertama dari tiga
bersaudara dan anak perempuan satu satunya. Menjadi kakak dari dua adik laki laki kembar. Dan
menjadi anak perempuan ayah dan ibu. Keluarga kami sama dengan rata rata keluarga pada umumnya.
Tidak ada yang spesial dari keluargaku ini, tapi aku sangat bahagia menjadi bagian dari keluarga ini. Oh
ya, aku dan adik-adikku terput usia 2 tahun. Jadi saat aku masuk SMA, mereka duduk di kelas 2 SMP.

Menjadi kakak dari adik kembar adalah suatu hal yang jarang ditemui. Apalagi adik-adikku ini super
kompak, aku menjadi saudara yang terasing jika kekompakkan mereka meningkat. Tapi tak jarang aku
menjadi hakim dalam pertempuran keduanya tatkala tingkat kekompakkan mereka menurun. Aku
menyayangi Irfan dan Arfin sama seperti aku menyayangi ayah dan ibuku. Mereka adalah teman laki-
lakiku,sahabatku dan terkadang menjadi musuhku. Hihi

"Biya, hari ini ayah tidak bisa mengantar kalian ke sekolah. Ayah harus menemui kepala cabang kantor
ayah pagi ini. Jadi kalian bertiga naik bus saja. Dan kamu jaga adik adikmu"

Perkataan ayah membuka obrolan di meja makan pagi senin, hari pertama aku masuk SMA dengan
pakaian yang tidak bisa ditemui di tempat umum. Perkataan ayah itu membuatku kaget nyaris jantungan.
Suapanku bahakn terhenti sejenak sesaat setelah mendengar perkataan ayah. Inginku merengek minta
diantarkan ke sekolah hari itu. Kau tahu kenapa?. Aku akan sangat malu jika harus naik bus dengan
pakaian yang super ribet ini. Tapi aku tahu ayah, dia paling tidak suka dibantah apalagi dengan
memohon. Jadi terpaksa kuanggukkan saja omongan ayah barusan.

"Kak, Ayo buruan nanti kita ketinggalan busnya loh" ajak Arfin sambil menarik lengan kananku yang baru
saja meletakkan gelas susu, pertanda aku sudah selesai sarapan.

"Iya. Sabar" Jawabku sedikit kesa pada Arfin

"Ahh. Kalau kami terlambat kami akan bilang kakak yang salah pada ayah nanti" Celoteh Irfab yang ikut
mendesakku dengan mengancam membawa nama ayah. Oh ya, ayahku tidak sempat sarapan karrna
orang yang akan ditemuinya sudah berangkat menuju temoat pertemuan.

"Bu, Biya pamit ya" Salamku pada ibu sambil mencium tangan dan pipinya.

"Biya, Ibu tahu Biya panik!. Biya tak perlu malu naik bis memakai pakaian ini, karena hari ini hari pertama
MOS dab sudah pasti sepertiga dari pelajar yang naik bus pada hari ini akan berpakain aneh seperti Biya.
Jadi Biya tidak perlu panik" Nasehat ibu seolah tahu apa yang ada dalam pikiranku.

Inilah mengapa aku sangat mencintai ibu. Aku tidak mengatakan apapun, ibu tahu isi hatiku.

"Ibu, Biya sayang ibu" Kupeluk ibuku.

"Kak. Ayok" Arfin berlari kearahku dan menyambar tanganku dan langsung menyeretku keluar.
"Biya pamit bu, Assalamualaikum". Teriakku sambil berlari kecil mengikuti tanganku yang ditarik Arfin

"Jaga adik-adikmu. Waalaikumsalam". Sahut ibu tidak sepenuhnya kudengar jelas.

Sekitar lima menit menunggu di halte bus, bus yang menuju ke sekolah kami sampai. Aku dan adik
adikku naik dan benar kata ibu hampir spertiga isi bus adalah pelajar dengan pakaian Yang hampir
menyerupai pakaianku. Dan kalian tahu kami bahkan tidak menjadi perhatian orang orang, ini sungguh di
luar dugaanku.

Setibanya kami di sekolah adik-adikku pamit menuju SMP dan aku melangkah masuk ke sekokah yang
bertitle SMA.

"Wow...hampir semua

Anda mungkin juga menyukai