Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Antibiotik β-lactam adalah sekelompok luas jenis antibiotic, yang mana terdiri dari beragam
agen antibiotik yang mengandung cincin β-lactam pada struktur molekulernya. Antibiotik
yang tergolong dalam kelompokβ-lactam ini antara lain adalah turunan penisilin seperti
penams, cephalosporin (cephems), monobactams dan carbapenems[1]. Secara singkat,
antibiotik jenis ini bekerja dengan menginhibisi biosintesis dinding sel pada bakteri

Bakteri umumnya menciptakan suatu resistensi terhadap antibiotik β-lactam ini dengan
mensintesis enzim β-lactamase. Mekanisme kerja dari enzim ini yaitu dengan menyerang
cincin β-lactam pada molekul antibiotik. Hal ini dapat diatasi dengan memfungsikan
antibiotik β-lactam bersama dengan inhibitor β-lactamase seperti asam.

Antibiotik yang seperti yang kita ketahui saat ini berasal dari bakteri yang telah dilemahkan,
tidak ada yang menduga bahwa bakteri yang telah dilemahkan tersebut dapat membunuh
bakteri lain yang berkembang didalam tubuh makhluk hidup. Antibiotik adalah zat yang
dihasilkan oleh mikroba terutama jamur, yang dapat menghambat atau membunuh
pertumbuhan dari mikroba lain.

Namun seiring berjalannya waktu, satu demi satu bakteri mulai resisten terhadap pemberian
antibiotik. Pada tahun 1950-an telah muncul jenis bakteri baru yang tidak dapat dilawan
dengan penislin. Tetapi ilmuan terus menerus melakukan berbagai penelitian, sehingga
antibiotik−antibiotik baru terus ditemukan.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mekanisme kerja antibiotik β-lactam?
2. Bagaimana mekanisme resistensi terhadap kerja antibiotik β-lactam?
3. Bagaimana cara mencegah resistensi terhadap antibiotik β-lactam?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Antibiotik
Antibiotik β-lactam merupakan bakteriosida, yang bekerja dengan menginhibisi sintesis
lapisn peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Peptidoglikan merupakan lapisan yang penting
untuk menjaga integritas dinding sel, terutama pada bakteri Gram-positif yang mana lapisan
terluarnya adalah peptidoglikan. Pada sintesis peptidoglikan, prosesnya difasilitasi DD-
transpeptida yang mana merupakan sejenis Penicillin-Binding Protein (PBP) /Protein
pengikat penisilin. PBP bervariasi dalam kemampuannya mengikat penisilin atau antibiotik
β-lactam lainnya.

Berdasarkan penelitian oleh Waxman, D. J., Yocum ciri-ciri struktutural pada Antibiotik β-
lactam memiliki ciri-ciri sebagai inhibitor, hal ini didasari dari (1) Kesamaan struktural dari
substrat yang dikenali oleh enzim pembentuk dinding sel (2) Ikatan Antibiotik β-lactam yang
sangat kuat memfasilitasi akilasi active site enzim PBP (3) Ciri struktural yang
meminimalisir transfer ikatan kovalen penisiloil ke larutan maupun ke aseptor asam amino;
inhibisi harus secara lambat menjadi reversibel maupun ireversibel

Menurut Ogawara, H. 1981, mekanisme inhibisi oleh Antibiotik β-lactam dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung, dimana secara langsung yaitu inhibisi kompetitif
dengan substrat maupun destruksi dinding sel karena aktivasi sistem autolisis peptidoglikan
hidrolase.

Merupakan grup Antibiotik yang terdiri beberapa sub grup yaitu Penicillin yang sangat aktif
terutama terhadap kokus gram positif, penghambat β-Lactamase (β-Lactamase inhibitor)
seperti asam clavulanat yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan penicillin dalam
melawan organisme penghasil β-Lactamase, Cephalosporins yang terbagi atas beberapa
generasi, Carbapenem yang memiliki spektrum antimikrobial yang terluas dan Monobactam
yang aktif terhadap kuman Gram negatif.
Resistensi bakteri terhadap obat-obat antibiotik golongan β-Lactam terus meningkat secara
memprihatinkan. Mekanisme resistensi itu tak hanya melalui produksi enzim β-Lactamase
yang dapat merusak antibiotik golongan β-Lactam, tetapi juga melalui perubahan pada
Penicillin-binding protein (PBP) dan pengurangan masuknya ataupun peningkatan
keluarnya dengan mekanisme efflux.

II.2 Mekanisme
a. Mekanisme kerja Antibiotik β-lactam
mekanisme kerja antibiotik β-lactam yaitu sebagai analo dari D-alanyl-D-alanine yang
merupakan residu dari prekursor subunit NAM/NAG-peptida dari lapisan muda peptidoglikan.
Kesamaan struktural antara antibiotik antibiotik β-lactam dengan D-alanyl-D-alanine

memungkinkan pengikatan antibiotik β-lactam ke active site dari PBP. Cincin β-lactam terikat
secara irreversibel (berakilasi) dengan residu Ser403 pada active site PBP.Inhibisi ireversibel ini
menyebabkan transpeptidasi dari lapisan peptidoglikan muda, menggagalkan sintesis dinding
sel.

Gambar 1. Mekanisme Inhibisi oleh antibiotik penisilin


b. Mekanisme resistensi Antibiotik β-lactam
Mekanisme resistensi terhadap antibiotik β-lactam dapat terjadi akibat munculnya enzim β-
lactamase, yang mana enzim ini menghidrolisis cincin β-lactam pada antibitoik β-lactam.
Penisilinase merupakan salah satu jenis spesifik dari β-lactamase yang diisolasi. Terdapat 3 grup
β-lactamase yang dibedakan berdasar jenis antibiotika yang diserang oleh enzim ini.

Gambar 2. Perusakan cincin β-lactam penisilin akibat β-lactamase

Inhibisi resistensi oleh enzim β-lactamase dapat diinhibisi menggunakan obat


pendamping seperti amoksilin yang didalamnya mengandung asam klavulanik

Gambar 3. Perusakan beta lactamase


II.3 Golongan β-Lactam

1. PENICILLIN
Penicillin merupakan salah satu grup obat antibiotika terpenting. Walaupun telah banyak
antibiotika lain yang ditemukan setelah penemuan Penicillin oleh Alexander Flemming
pada tahun 1928 dan penggunaannya untuk pertama kali oleh Florey, Chain dan
Abraham untuk menolong pasien dengan infeksi staphylococcal dan streptococcal pada
tahun 1941, namun antibiotik golongan β-Lactam tetap sering digunakan sebagai pilihan
pertama untuk mengatasi berbagai infeksi bakteri
a. Struktur kimia
Struktur dasar penicillin adalah suatu inti yang terdiri dari cincin thiazolidine, cincin
β-Lactam dan sebuah rantai sisi (side chain). Inti dari struktur cincin, khususnya
cincin β-Lactam sangat esensial dalam aktifitas anti bakterial. Sedangkan rantai sisi
menentukan spektrum antibakterial dan aspek farmakologi dari beberapa obat
golongan Penicillin

b. Mekanisme kerja
Penicillin seperti obat β-lactam lainnya, bekerja dengan cara menghambat sintesis
peptidoglycan pada dinding sel bakteri, khususnya pada proses transpeptidasi yang
berguna untuk menstabilkan ikatan pada Peptidoglycan.

Peptidoglycan merupakan komponen utama pada dinding bakteri, di mana pada


bakteri Gram positif terdiri dari 50 – 100 lapisan molekul peptidoglycan sedangkan
Gram negatif hanya mengandung satu atau dua lapisan molekul peptidoglycan.
Walaupun hanya terdiri dari 1 – 2 lapisan molekul, tetapi pada bakteri Gram negatif
terdapat membran luar yang terdiri dari lapisan lipopolisakarida yang tak ada pada
bakteri Gram positif.

Peptidoglycan merupakan lapisan yang terdiri dari untaian rantai peptida N-


acetylglucosamine (NAG) and N-acetylmuramic (NAM) yang tersusun secara
bergantian dan dihubungkan dengan peptida yang lebih kecil sehingga terbentuk
suatu anyaman yang kuat berkat rangkaian proses yang diperantarai oleh berbagai
enzym (trans-, carboxy-, dan edopeptidase) yang secara keseluruhan juga dinamakan
Penicillin Binding Proteins (PBP) karena protein-protein tersebut juga merupakan
tempat melekatnya Penicillin.

c. Mekanisme resistensi
Mekanisme resistensi bakteri terahadap Penicillin dan juga obat antibiotik golongan
β-Lactam ada empat yaitu:
- Destruksi/penghancuran antibiotik oleh enzim β-Lactamase.
- Kegagalan antibiotik untuk menembus membran luar bakteri Gram negatif untuk
mencapai PBPs
- Efflux obat melintasi membran bagian luar dari bakteri Gram negative
- Afinitas yang rendah antara antibiotika dan PBPs sasaran.
Destruksi antibiotik golongan β-Lactam oleh enzim β-Lactamase merupakan
mekanisme resistensi yang paling umum dijumpai, dan pada bakteri Gram negatif,
khususnya Pseudomonas aeruginosa sering bersama dengan mekanisme efflux.

d. Klasifikasi dan Penggolongan


Dari berbagai referensi yang ada, maka terdapat bermacam-macam klasifikasi dan
penggolongan Penicillin. Bila berdasarkan aktivitas antibakterialnya maka dapat
digolongkan menjadi 5 kelas dengan beberapa tumpang tindih dalam pembagiannya,
yaitu:
1) Natural penicillins: penicillin G dan Penicillin
2) Penicillinase resistant penicillins: methicillin, dan isoxazolyl penicillins
3) Aminopenicillins: ampicillin dan amoxicillin
4) Carboxypenicillins: carbenicillin dan ticarcillin
5) Acyl ureidopenicillins: azlocillin, mezlocillin, dan piperacillin

Ada pula yang membagi Penicillin menjadi 6 grup berdasarkan penyerapan dan
aktifitasnya, yaitu menjadi

- Grup 1 : Benzylpenicillin dan bentuk parenteral dengan masa kerja panjang


- Grup 2 : Penicillin yang dapat diserap secara oral, misalnya: Penicillin V
- Grup 3 : Penicillin antistaphylococcal, misalnya: meticillin, flucoxacillin
- Grup 4: Extended spectrum Penicillin, misalnya: amoxicillin
- Grup 5: Antipseudomonal penicillin, misalnya: ticarcillin, piperacillin
- Grup 6 : Penicillin anti β-lactamase
e. Farmakokinetik
Setelah pemberian secara oral maka tingkat absorpsi penicillin berbeda-beda,
tergantung stabilitas mereka dalam asam dan ikatan protein. Absorpsi Nafcillin
dalam saluran pencernaan sangatlah buruk sehingga tidak memungkinkan untuk
diberikan secara oral. Dicloxacillin, ampicillin, dan amoxicillin stabil pada suasana
asam dan memiliki penyerapan yang relatif baik dengan konsentrasi dalam serum
mencapai 4 – 8 mcg/ml setelah pemberian dosis oral 500 mg. Absorpsi sebagian
besar penicillin yang diberikan secara oral dipengaruhi oleh makanan sehingga
sebaiknya diberikan 1 – 2 jam setelah makan.
Absorpsi obat penicillin yang diberikan secara parenteral berlangsung secara cepat
dan utuh. Pemberian secara intravena lebih disukai daripada pemberian secara
intramuscular karena sifat iritasi dan nyeri lokal yang timbul setelah pemberian
intramuskular dalam dosis besar. Konsentrasi dalam serum 30 menit setelah
pemberian 1 gram penicillin (setara dengan 1,6 juta unit penicillin G) adalah 20 – 50
mcg/ml. Penicillin yang memiliki ikatan protein plasma yang kuat cenderung
memiliki kadar obat bebas yang lebih rendah di dalam plasma, misalnya Penicillin G
dan Ampicillin. Ikatan dengan protein sangat bermakna secara klinis terutama jika
mencapai 95% atau lebih.

Benzathine dan Procaine Penicillin diformulasikan untuk absorpsi yang lambat,


sehingga menyebabkan pemanjangan waktu konsentrasi di dalam darah dan jaringan.
Sebuah suntikan tunggal benzathine penicillin dalam dosis 1,2 juta unit secara
intramuscular akan dapat mempertahankan kadar dalam serum di atas 0,02 mcg/ml
selama 10 hari, yang cukup untuk mengobati infeksi oleh streptokokus β hemolitikus.
Setelah 3 minggu maka kadar dalam serum masih melebihi 0,003 mcg/ml, yang dapat
mencegah infeksi oleh streptokokus β hemolitikus. Konsentrasi Penicillin dalam
jaringan kurang lebih setara dengan konsentrasinya di dalam serum. Penicillin juga
diekskresikan melalui sputum dan air susu ibu sebanyak 3 – 15% dari kadarnya
dalam serum. Penetrasi ke dalam jaringan mata, prostat, dan susunan saraf pusat
tidaklah baik, namun akan meningkat pada saat terjadi rekasi inflamasi seperti pada
meningitis bakteri.

Ekskresi Penicillin terutama melalui ginjal, hanya sebagian kecil melalui cara lain.
10% dari ekskresi melalui ginjal adalah melalui filtrasi glomerulus, sedangkan 90%
melalui sekresi tubulus. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan penyesuaian dosis
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal, terutama yang memiliki
creatinine clearance ≤ 10ml/min. Nafcillin terutama diekskresikan melalui saluran
empedu. Oxacillin, dicloxacillin, dan cloxacillin dieliminasi melalui ginjal dan
empedu, sehingga tidak perlu ada penyesuaian dosis untuk obat-obat tersebut pada
kasus dengan gangguan fungsi ginjal. Pada bayi yang baru lahir, proses ekskresi
penicillin belumlah berjalan dengan baik, sehingga perlu dilakukan penyesuaian
dosis berdasarkan berat badan. Penyesuaian dosis untuk pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal dapat dilihat pada tabel berikut di bawah.

f. Efek samping
Penicillin adalah obat yang relatif aman. Efek samping yang paling berbahaya adalah
reaksi hipersensitifitas (reaksi alergi). Semua penicillin memiliki “cross sensitizing”
dan “cross reacting”. Reaksi alergi yang terjadi dapat berupa syok anafilaktik,
uticaria, serum sickness, angioedema, pruritus, dsb. Riwayat alergi penicillin
sebelumnya tidaklah dapat dipercaya sepenuhnya. Dari sekitar 5 – 8 % yang
mengklaim memiliki riwayat reaksi alergi terhadap penicillin, ternyata hanya
sebagian kecil yang benar-benar mengalaminya ketika diberikan Penicillin.
Sebaliknya sekitar 1% dari mereka yang pernah menerima Penicillin dan tak
menunjukan reaksi hipersensitifitas, ternyata justru mengalami reaksi alergi pada
pemberian Penicillin yang berikutnya. Sebagian besar pasien yang alergi terhadap
Penicillin dapat diobati dengan menggunakan obat lainnya. Tetapi pada keadaan
tertentu dan jika memang sangat diperlukan (misalnya pada enterococcal
endocarditis atau neurosyphilis pada pasien yang memang alergi dengan Penicillin),
desensitisasi dapat dilakukan dengan cara secara bertahap meningkatkan dosis
Penicillin.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, pmeberian penicillin dosis tinggi akan
dapat menyebabkan kejang. Nafcillin dapat menyebabkan neutropenia, Oxacillin
dapat menyebabkan hepatitis dan methicillin dapat menyebabkann nephritis
interstitial (sehingga tidak dipergunakan lagi). Pemberian penicillin secara oral
dalam dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan, terutama mual,
muntah dan diare. Ampicillin dihubungkan dengan kejadian pseudomembran colitis

g. Penggunaan Klinis
Antibiotik golongan β-Lactam dapat digunakan untuk berbagai macam penyakit
infeksi. Obat-obat golongan ini terdistribusi secara luas dan secara rutin sering
digunakan untuk penatalaksanaan sinusitis, otitis, pharyngitis, epiglottitis, infeksi
gigi, bronchitis, pneumonia, meningitis, infeksi saluran kemih, peritonitis, infeksi
bilier dan saluran pencernaan, infeksi kulit dan jaringan lunak, osteomyelitis, septic
arthritis dan infeksi pada pemasangan alat prosthetic, termasuk pula pada
pemasangan i.v line. Penicillin G merupakan pilihan utama untuk penatalaksanaan
infeksi oleh Streptococcus pyogenes, penicillin susceptible strain dari Streptococcus
pneumoniae dan enterococci. Penicillin G yang diberikan secara intravena tetap
merupakan terapi pilihan pada pneumococcal dan meningococcal meningitis,
streptococcal dan enterococcal endocarditis. Tak ada penicillin yang lebih baru
ataupun antibiotik dari kelas lainnya yang terbukti lebih efektif. Streptococcus
Pneumoniae yang masih susceptible gterhadap Penicillin dihambat pada konsentrasi
kurang dari 0,1μg Penicillin. Penicillin lainnnya juga sangat aktif namun minimal
inhibitory concentration (MIC) yang dimilikinya melebihi Penicillin G. Penicillin,
ampicillin dan amoxicillin merupakan senyawa yang paling aktif, dengan MIC yang
jarang melebih 4μg/mL, jika dibandingkan dengan MIC sebesar 128 μg/mL dari
ticarcillin untuk strain resisten penicillin.
Untuk infeksi pneumococcal yang berat yang disebabkan oleh strain Penicillin
resisten dengan MIC > 1 μg/mL, terutama pada pasien yang immunicompromised,
vancomycin maupun obat-obat antibiotik dari golongan non β-Lactam menjadi
pilihan dibandingkan penicillin maupun β-Lactam lainnya. Penicillin dapat
digunakan untuk mengatasi pneumococcal meningitis hanya jika isolat tersebut
merupakan penicillin susceptible. Pada umumnya semua Neisseria meningitidis
susceptible terhadap penicillin sedangkan Neisseria gonorrhoae seringkali resisten
terhadap Penicillin sehingga tidak lagi direkomendasikan untuk penatalaksanaan
Gonorrhea.

Penicillin G merupakan obat pilihan utama (drug of choice) untuk semua stadium
penyakit Syphilis. Infeksi pada masa nifas terjadi karena streptococci anaerob
ataupun grup B streptococci (Streptococcus agalactiae), mapun infeksi genital oleh
Clostridial juga menggunakan Penicillin G. Penggunaan Penicillin dan obat-obat
golongan β-Lactam lainnya beserta spektrum, dan cara pemberiannya serta dosisnya
ada dalam tabel berikut.
2. BETA LACTAMASE INHIBITOR (PENGHAMBAT BETA LACTAMASE)
β-Lactamase inhibitor adalah derivat dari asam clavulanat (Clavulanic Acid) dan derivat
dari penicillanic acid sulfone dan biasa disebut pula “β-Lactam compounds”. Memiliki
aktivitas antibakteri yang lemah tetapi merupakan inhibitor yang potent bagi Amber class
A β-Lactamase dan dapat melindungi hydrolyzable penicillin dari inaktivasi oleh enzim
tersebut.

Ada 3 β-Lactam inhibitor yang dimanfaatkan secara klinis yaitu clavulanic acid,
sulbactam dan tazobactam. Ketiganya memiliki perbedaan dalam aspek farmakologi,
stabilitas, potency, dan aktifitas. Tetapi perbedaan tersebut hanyalah memiliki makna
klinis yang sangat kecil. Setiap inhibitor tersebut hanya tersedia dalam bentuk
fixedcombination antara β-Lactamase inhibitor dengan Penicillin yang spesifik.
Spektrum antibakterial dari kombinasi tersebut tergantung pada Penicillin yang
membentuk kombinasi dengan β-lactamase inhibitor tersebut.
β-lactamase inhibitor memperluas spektrum antibiotik yang telah ada karena inaktivasi
obat oleh enzim β-lactamase tak terjadi.

β-lactamase inhibitor hanya efektif terhadap Amber class A β-lactamases (i.e,


Penicillinase), yang sering kali merupakan “plasmid encoded”. Sedangkan Ambler Class
B, C dan D β-lactamase tidaklah dipengaruhi oleh β-lactamase inhibitor.
Class A enzim β-lactamase dihasilkan oleh Staph. Aureus, H. Influenza, Moraxella
catarrhalis Bacteroides spp dan Enterobacteriaceae. β-lactamase inhibitor juga
menghambat ESBL (Extended Spectrum β-Lactamase) yang merupakan mutant dari
class A β-lactamase, walaupun peranan kombinasi dengan inhibitor untuk
penatalaksanaan infeksi oleh organisme yang tergolong ESBL belum ada.
a. Struktur

β-Lactamase inhibitor clavulanate pertama kali ditemukan dalam kultur


Streptomyces clavugerus. Clavulanate dikombinasikan dengan amoxicillin yang
tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun parenteral. Sedangkan dalam bentuk
kombinasi dengan ticarcillin hanya tersedia dalam bentuk sediaan parenteral.

b. Farmakologi
Clavulanate diabsorbsi cukup dari saluran pencernaan. Kadar puncak dalam serum
4μg/mL dalam anak dan dewasa tercapai dalam waktu 40 – 120 menit setelah
pemberian sebanyak 125 mg. Kombinasi Clavulanate dengan Amoxicillin tidak
mengubah secara signifikan parameter farmakologi kedua obat tersebut. Absorpsi
Clavulanate tidak dipengaruhi pemberian makanan, susu, ataupun antasida
Alumunium hydroxide.
Melalui pemberian secara intra vena, clavulanate yang dikombinasi dengan
amoxxicillin ataupun ticarcillin, clavulanate terdistribusi secara cepat, dan
menghasilkan kadar puncak 8μg/mL sesudah pemberian secara intravena. Waktu
paruh di dalam serum adalah sekitar 1 jam. Tidak terjadi akumulasi clavulanate
kecuali jika creatinine clearance ≤ 10 mL/min. Penyesuaian dosis tergantung pada
dosis Amoxicillin ataupun Ticarcillin.

Clavulanate mengalami degradasi secara in vivo dengan metabolit yang dikeluarkan


melalui paru, feces dan urine. Hanya 20 – 60% yang tak berubah dalam 6 jam setelah
pemberian dosis tunggal secara oral. Clavulanate dapat melewati placenta dan dapat
ditemukan dalam darah umbilicus dan dalam cairan amnion tetapi tidak dapat
ditemukan dalam air susu ibu. Clavulanate tidak dapat melalui meningen yang tidak
mengalami proses inflamasi.

c. Efek samping
Tidak ada efek samping yang bermakna dalam penggunaan clavulanate yang
dikombinasikan dengan amoxicillin maupun ticarcillin. Insiden reaksi kulit sama
besarnya dengan penggunaan Penicillin lainnya secara tunggal. Diare merupakan
efek samping tersering, terutama jika diberikan dosis oral selama beberapa hari.
Dosis Clavulanate yang dianjurkan adalah tidak boleh melebih 125 mg dua atau tiga
kali pemberian/hari.

d. Penggunaan klinis
Amoxicillin-Clavulanate terbukti berguna untuk terapi otitis media pada anak-anak
yang disebabkan oleh kuman penghasil β-lactamase seperti H. influenzae dan M.
Catarrhalis. Juga dipergunakan untuk pengobatan sinusitis ataupun pneumonia yang
disebabkan oleh kuman penghasil β-lactamase yang masih susceptible maupun untuk
kuman non penghasil β-lactamase. Juga sangat berguna untuk pengobatan
polymicrobial infection.
Ticarcillin-Clavulanate (Timentin) memiliki spektrum pengobatan yang mencakup
gram positif cocci selain enterococci dan methicillinresistant staphlococci,
enterobacteriaceae, termasuk pula strain resisten obat, P.aeruginosa dan gram positif
dan gram negatif anaerob. Terbukti sangat efektif pula untuk mengatasi berbagai
macam infeksi, termasuk pula community acquired penumonia, hospital acquired
dan ventilator associated pneumonia, infeksi ginekologi, infeksi intraabdominal,
infeksi kulit dan jaringannya serta osteomyelitis.

3. Sulbactam
Sulbactam adalah 6-desaminopenicillin sulfone. Sulbactam merupakan β-lactamase
inhibitor yang memiliki spektrum yang lebih luas dibandingkan clavulanic acid, tapi
potensiasinya tak sekuat clavulanate. Sulbactam dalam bentuk kombinasi dengan
Ampicillin (Unasyn).
a. Rumus struktur

b. Farmakologi
Dalam tubuh manusia, Sulbactam memiliki farmakokinetik yang serupa dengan
Ampicillin. Kadar puncak rata-rata setelah pemberian secara i.v 1 gram adalah
sebesar 68μg/mL. Waktu paruh dalam plasma adalah 1 jam. Sulbactam diekskresikan
melalui ginjal dengan "urinary recovery rate” sebesar 70 – 80 %. Ekskresi bilier
minimal. Waktu paruh tak banyak berubah kecuali jika cratinine clearance berkurang
hingga menjadi 30 mL/min. Waktu paruh menjadi 9,2 jam pada creatinine clearance
5 – 15 mL/min. Penetrasi melalui meningen yang mengalami inflamasi adalah
rendah.

c. Efek samping
Hasil uji klinis menunjukan bahwa kombinasi sulbactam dengan ampicillin tidak
memiliki efek terhadap sistem hematologi, ginjal, hati ataupun sistem saraf pusat.
Diare bukanlah suatu persoalan setelah pemberian secara intra vena. Terkadang
terjadi peningkatan nilai transaminase.

d. Efek samping
Ampicillin – Sulbactam memiliki spektrum antibakterial yang serupa dengan
amoxicillin-clavulanate. Biasa digunakan untuk mixed bacterial infections seperti
pada infeksi intra abdominal. Infeksi dalam bidang obstetri dan ginekologi, infeksi
jaringan lunak dan infeksi pada tulang.

4. Tazobactam
Tazobactam merupakan penicillanic acid sulfone β-lactamase inhibitor dengan struktur
yang menyerupai sulbactam. Spektrum yang dimilikinya menyerupai sulbactam namun
potensi yang dimiliki menyerupai clavulanic acid. Tersedia dalam bentuk sediaan
parenteral dengan kombinasi hanya dengan piperacillin.
a. Farmakologi
Nilai rerata kadar puncak dalam serum dalam 30 menit setelah pemberian 375mg
Tazobactam yang dikombinasikaan dengan piperacillin adalah 25𝜇g/mL.
Tazobactam terutama diekresikan melalui ginjal dan penyesuaian dosis perlu
dilakukan untuk creatinine clearances ≤ 40 mL/min. Kombinasi tazobactam dengan
piperacillin akan mengurangi clearance tazobactam tetapi tidak berpengaruh pada
piperacillin. Waktu paruh Tazobactam adalah 1 jam pada subyek yang sehat dengan
fungsi ginjal normal. Meningkat menjadi 3.6 jam pada subyek yang memiliki
creatinine clearance < 20mL/min dan menjadi 7 jam pada pasien ginjal stadium akhir.
Tazobactam dapat menembus meningen yang mengalami inflamasi.
b. Efek samping
Data yang dimiliki masih sangat terbatas.

c. Penggunaan klinik
Kombinasi Piperacillin-Tazobactam memiliki spektrum terapi yang terluas
dibandingkan kombinasi antibiotik dengan β-lactamase inhibitor lainnya. Terutama
digunakan untuk pneumonia, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi intraabdominal,
infeksi polymicrobial, dan febril neutropenia.

5. CEPHALOSPORINS
Pertama kali ditemukan pada tahun 1945 oleh Giuseppe Brotzu, hasil dari isolasi
Cephalosporin acremoniumCephalosporins menyerupai Penicillin namun lebih stabil
terhadap berbagai bakteri penghasil β-lactamase dan memiliki spektrum aktifitas yang
lebih luas. Namun ada strain tertentu dari E.coli dan Klebsiella sp. yang
mengekspresikan “extended spectrum β-lactamase”yang dapat menghidrolisa sebagian
cephalosporins dan menimbulkan persoalan. Cephalosporins tidak aktif terhadap
enterococci dan L. Monocytogenes.
a. Struktur
Struktur dasar dari antibiotik golongan Cephalosporins adalah cincin β-lactam dan
molekul 7-aminocepahlosporanic acid (7-ACA).

b. Klasifikasi dan penggolongan


 Chepalosporins generasi 1
Menunjukan aktifitas pada bakteri gram positif, contohnya antara lain:
Cefazolin, Cefadroxil, Cephalothin, Cephalexin.
 Chepalosporins generasi 2
Memiliki kemampuan aktifits terhadap basil Gram negatif namun dengan tetap
mempertahankan kemampuan terhadap cocci Gram positif. Kelompok
Cefamycin juga dimasukan dalam Cephalosporins generasi kedua. Cefamycin
dikenal dengan kemampuannya dalam mengatasi bakteri anaerob Gram negatif,
misalnya Bacteroides spp. Adapun yang termasuk dalam Cephalosporins
generasi kedua misalnya: Cefuroxime, Cefotetan, Cefoxitin, Cefaclor, Cefprozil,
dan Loracarbef.
 Chepalosporin generasi 3
Memiliki kemampuant terhadap bacil Gram negatif yang telah ditingkatkan ,
namun beberapa senyawa dalam kelompok ini mengalami pengurangan
kemapuan terhadap cocci Gram positif. Ceftazidime yang merupakan golongan
ini memiliki kemampuan terhadap Pseudomonas aeruginosa. Adapun yang
termasuk dalam Cephalosporins generasi II diantaranya: Ceftazidime,
Cefotaxime, Ceftriaxone, Cefixime, dan Cefdinir.
 Chepalosporin generasi 4
Generasi ke empat memiliki spektrum terluas dari semua generasi
Cephalosporins. Yang termasuk dalam golongan ini adalah Cefepime dan
Cefpirome. Memiliki kemampuan terhadap hampir semua Bacilli Gram negatif
termasuk Pseudomonas aeruginosa namun tetap mempertahankan kemampuan
terhadap cocci Gram positif. Cephalosporins generasi III dan generasi IV biasa
juga disebut sebagai “Extended Spectrum Cephalosporins.
 MRSA Active Cephalosporins
Meliputi ceftaroline dan ceftobiprole. Kemampuan unik dari kelompok ini
adalah kemampuannya dalam menghadapi MRSA. Selain itu obat golongan ini
juga memiliki kemampuan untuk menghadapi Streptococcus pneumoniae dan
Enterococcus faecalis. Aktifitas terhadap bacilli Gram negatif sama dengan
cephalosporins generasi III.
a. Struktur
b. Mekanisme kerja
Mekanisme antibakterial golongan Cephalosporins sama seperti obat
antibiotika golongan β lactam lainnya. Pertumbuhan bakteri dihambat
dengan mempengaruhi proses pada sinteis dinding sel. Target utamanya
adalah struktur ikatan Peptidoglycan. Peptidoglycan merupakan rantai
polisakarida yang terdiri dari N-acetylglucosamine (NAG) dan N-
acetylmuramic (NAM). Rantai polisakarida tersusun bersilangan pada sisi
pentapepetida dari NAM dan membentuk struktur menyerupai sarang.
Struktur ini menyusup ke dalam membran sitoplasma dengan bantuan kerja
berbagai enzim, termasuk transpeptidase, carboxypeptidase, dan
endopeptidase. Cincin lactam yang ada pada penicillin dan cephalosporin
suatu konformasi yang mirip dengan terminal d-alanine-d-alanine
pentapeptide. Antibiotik membentuk ikatan kovalen dengan enzim-enzim
tersebut, terutama transpeptidase sehingga terjadi penurunan aktifitas
enzim. Enzim-enzim tersebut itulah yang dikenal dengan istilah PBP
(Penicillin Binding Protein). Letak dari PBP antara kuman Gram positif dan
kuman Gram negatif berbeda. Pada kuman gram positif, PBP terletak pada
permukaan luar dari sel. Sedangkan pada kuman Gram negatif, adanya
lapisan lipopolisakarida menyebabkan cephalosporins harus melakukan
penetrasi ataupun berdifusi untuk dapat mencapai PBP. PBP yang menjadi
sasaran bervariasi menurut type dan jumlahnya. Cocci gram positif dan
gram negatif biasanya memiliki 3 – 5 PBP sedangkan bacilli gram negatif
umumnya memiliki 7 – 10 PBP. Obat Cephalosporins memiliki afinitas
berbeda terhadap berbagai PBP tersebut. Dalam konsentrasi rendah,
cephalosporins cenderung terikat pada PBP 3 pada kuman bacilli gram
negatif. Apa yang sesungguhnya terjadi setelah pembentukan ikatan kovalen
antar cephalosporins dan PBP sehingga menyebabkan terjadinya lisis dan
kematian sel belum sepenuhnya dipahami. Secara keseluruhan,
Cephalosporins dianggap sebagai obat bakterisidal.

c. Mekanisme resistensi
Ada empat mekanisme utama terjadinya resistensi terhadap antibiotik
golongan Cephhalosporin yaitu:
- Destruksi antibiotik oleh enzim β lactamase
- Pengurangan penetrasi antibiotik melalui lapisan lipopolisakarida
- Peningkatan efflux obat dari ruang periplasmic
- Perubahan pada PBP sehingga terjadi penurunan afinitas.
Biasanya mekanisme resistensi hanya terjadi melalui salah satu dari
mekanisme tesebut, namun persentase mikroorganisme yang memiliki
mekanisme resistensi multipel semakin meningkat. Produksi enzim β
lactamase yang dapat menghidrolisa β lactam merupakan mekanisme
resistensi yang paling dominan bagi kebanyakan kuman gram negatif.
d. Farmakologi
Cephalosporins adalah senyawa polar yang larut dalam air. Untuk generasi
I, II, dan III tersedia dalam bentuk sediaan oral dan parenteral. Sedangkan
untuk generasi IV dan MRSA active cephalosporin hanya tersedia untuk
penggunaan parenteral. Untuk lebih mudahnya dapat dilihat pada tabel-tabel
berikut.
Semua formulasi parenteral tersedia untuk pemberian secara intramuscular
maupun secara intra vena. Semua formulasi parenteral kecuali cephradine,
stabil pada larutan yang disimpan dalam suhu ruangan selama 24 jam atau
lebih. Sedangkan sediaan oral tersedia dalam bentuk tablet, kapsul maupun
suspensi. Sebagian besar Cephalosporin dieliminasi melalui ginjal, dengan
waktu paruh 1 hingga 2 jam. Mekanisme utama untuk ekskresi melalui
ginjal iti terutama melalui sekresi tubulus. Pemberian Probenecid dapat
memperpanjang waktu paruh beberapa obat Cephalosporins.

e. Efek samping dan toksisitas


Sama halnya dengan obat-obat antibiotik golongan β lactam lainnya, efek
samping Cephalosporins yang paling sering dijumpai adalah reaksi
hipersensitifitas. Namun angka kejadian reaksi hipersensitifitas akibat
Cephalosporins tidaklah sebesar pada Penicillin. Reaksi hipersensitifitas
yang berat dapat menyebabkan anaphylaxis, serum sickness ataupun
angioedema. Reaksi silang antara obat-obat cephalosporin sedang dalam
tahap penelitian. Penggunaan skin test untuk memprediksi kemungkinan
terjadinya reaksi hipersensitifitas tidaklah cukup meyakinkan. Pada saluran
cerna dapat muncul berbagai keluhan, diantaranya diare. Efek pada susunan
saraf sangat jarang dan sama seperti pada beta lactam lainnya.
f. Penggunaan klinis
Cephalosporin Generasi I
Terutama digunakan sebagai alternatif pengganti penicillin untuk mengatasi
infeksi staphylococcal dan nonenterococcal streptococcal, termasuk pula
infeksi pada kulit dan jaringan lunak (soft tissue). Cefazolin yang
dikombinasikan dengan probenecid dalam dosis sehari sekali sangat efektif
untuk infeksi kulit dan soft tissue. Cefazolin juga direkomendasikan untuk
antibiotika profilaksis untuk prosedur implantasi, serta berbagaiprosedur
bedah lainnya.
Cephalosporin Generasi II
Karena memiliki potensi untuk melawan S. Pneumoniae, H. influenzae dan
M. Catarrhalis, maka Cephalosporins generasi II banyak dipergunakan
untuk mengatasi berbagai infeksi saluran pernafasan. Cefuroxime dapat
digunakan untuk penatalaksanaan meningitis, community acquired
pneumonia (walau sudah tak direkomendasikan lagi), juga untuk berbagai
infeksi yang serius yang disebabkan oleh kuman yang susceptible. Tetapi
cefuroxime tidak dapat digunakan untuk penatalaksanaan infeksi
nosokomial. Sediaan oral cephalosporin generasi II efektif untuk berbagai
infeksi ringan dan sedang di masyarakat.
Cephalosporin Generasi III
Generasi III Cephalosporins digunakan untuk berbagai infeksi yang berat
yang disebabkan oleh organisme yang telah resisten terhadap berbagai
macam obat antibiotik. Tetapi strain yang mengekspresikan “Extended
Spectrum β-Lactamase” (ESBL) tidaklah termasuk yang bisa ditangani oleh
antibiotik ini. Penggunaan generasi III cephalosporins untuk infeksi oleh
kuman golongan enterobacter haruslah dihindari walaupun jika hasil
pemeriksaan secara in vitro terhadap isolat menunjukan masih susceptible
karena adanya resiko resistensi. Ceftriaxone dan Cefotaxime dapat
digunakan untuk mengatasi meningitis, termasuk meningitis yang
disebabkan oleh pneumococci, meningococci, H. influenzae dan kuman
enteric batang gram negatif yang susceptible, tetapi tidak untuk L.
Monocytogenes.
Cephalosporins Generasi IV
Cefepime adalah salah satu contoh dari obat cephalosporin generasi IV.
Cefepime memiliki afinitas yang baik untuk Pseudomonas aeruginosa,
Enterobacteriaceae, Staph. aureus dan Strep. Pneumoniae. Juga sangat aktif
dalam menghadapi haemophillus dan neisseria.
Cephalosporin Active Against MRSA
Antibiotik golongan β-blactam yang mempunyai kemampuan untuk
melawan MRSA saat ini sedang dalam pengembangan. Ceftaroline dan
Ceftobiprole, keduanya memiliki peningkatan kemampuan untuk terikat
dengan PBP 2a yang biasanya berperan dalam mekanisme resistensi
methicillin pada staphylococci.

6. CARBAPENEM
Struktur Carbapenem masih berhubungan dengan antibiotik golongan β-lactam lainnya.
Di United States telah ada empat obat dari golongan ini yang beredar yaitu Ertapenem,
Doripenem, Imipenem, dan Meropenem. Sedangkan yang ke-lima yaitu Panipenem telah
beredar di Jepang, Cina, dan Korea Selatan. Carbapenem merupakan obat antibiotik
golongan β-lactam dengan spektrum pengobatan yang terluas karena mereka sangat
stabil terhadap enzim β-lactamase. Carbapenem merupakan derivat dari thienamycin,
suatu senyawa yang dihasilkan oleh Streptomyces cattleya.
a. Rumus struktur
Carbapenem memiliki inti yang berbeda dibandingkan penicillin di mana terjadi
penggantian methylene untuk sulfur dan ikatan ganda pada struktur cincin

b. Mekanisme kerja
Carbapenem terikat dengan afinitas yang kuat pada molekul dengan berat yang
tinggi, Penicillin Binding Protein (PBP) dari gram positif dan gram negatif.
Carbapenem menembus lapisan membran luar (outer membrane) dari bakteri gram
negatif melalui outer membran protein spesifik yaitu, OprD. Ini membedakannya
dengan Cephalosporins atau penicillin yang menggunakan OmpC ataupun OmpF.
Permeabilitas membran yang berbeda dan stabilitas terhadap enzim β-lactamase yang
luar biasa. Carbapenem tidak mengalami hidrolisis ataupun mengalami hidrolisis tapi
sangat lambat oleh kuman yang biasa tergolong penicillinase dan cephalosporinase
(Ambler class A & C enzyme), yaitu Staphlococcus aureus, Escherichia coli,
Enterobacter cloacae, Citrobacter freundii, Proteus rettgeri, Seratia marcescens,
Proteus vulgaris
c. Mekanisme resistensi
Carbapenem mengalami hidrolisis oleh Ambler class B enzyme, zincdependent
metalloenzyme ditemukan pada Stenotrophomonas maltophilia, Bacillus dan species
lainnya. Selain itu ada pula plasmid-borne class A carbapenemase, yaitu KPC-1,
KPC-2, dan KPC-3, di mana KPC merupakan akronim dari Klebsiella pneumoniae
Producing Carbapenemase. Dinamakan demikian karena ditemukan dalam strain
yang resisten terhadap Carbapenemase dari Klebsiella pneumoniae. Sedangkan
pengurangan produksi atau tidak adanya OprD berperan dalam resistensi
P.aeruginosa, Enterobacter spp, dan kuman gram negatif lainnya. Doripenem,
ertapenem dan meropenem merupakan substrat dari multidrug efflux system MexA-
MexB-OprM yang terdapat pada P.aeruginosa.
d. Farmakologi
Doripenem, ertapenem, imipenem dan meropenem diabsorpsi sangat jelek pada
pemberian secara oral sehingga harus diberikan secara parenteral. Semuanya
dieksresikan melalui ginjal. Doripenem, imipenem dan meropenem secara
farmakologis mirip. Waktu paruh untuk ketiga obat tersebut adalah 1 jam sedangkan
untuk ertapenem adalah 4 jam. Waktu paruh yang panjang memungkinkan ertapenem
diberikan secara once-daily dosing. Imipenem biasa diberikan setiap 6 jam
sedangkan doripenem dan meropenem diberikan setiap 8 jam. Semua carbapenem
memerlukan penyesuaian dosis pada pasien yang mengalami gangguan/penurunan
fungsi ginjal.
e. Efek samping
Carbapenem umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan memiliki profil toksisitas
yang serupa dengan penicillin. Rash, urticaria, immediate hipersensitivity, reaksi
silang, diare, dan mual merupakan efek samping yang biasa terjadi. Semua
carbapenem dikaitkan dengan terjadinya kejang terutama imipenem. Ertapenem dan
meropenem tampaknya kurang bersifat epileptogenic.
f. Penggunaan klinis
Carbapenem diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh kuman yang masih
susceptible namun resisten terhadap obat-obat lain yang tersedia. Misalnya untuk
infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa dan untuk penatalaksanaan infeksi campuran
antara aerob dan anaerob. Carbapenem juga aktif terhadap banyak kuman yang
tergolong “highly penicillin resistant strain of pneumococcus.

7. MONOBACTAM
Monobactam aktif hanya terhadap kuman gram negatif aerob. Aztreonam merupakan
satu-satunya monobactam yang tersedia di pasaran dan strukturnya berupa monocyclic
β lactam yang merupakan hasil modifikasi dari senyawa yang dihasilkan oleh
Chromobacterium violaceum. Tidak bermanfaat untuk kuman Gram positif dan
anaerobic. Aztreonam melakukan penetrasi membran bagian luar dari kuman gram
negatif., dan resisten terhadap hydrolsis oleh class A plasmid dan chromosomal β
lactamase dan class B enzyme. Diinaktifasi oleh class A carbapenemase, ESBL dan class
C β-lactamase. Aztreonam menghambat enterobacteriaceae pada konsentrasi <
0,5μg/mL P. aeruginosa, E. cloacae, dan C.freundii. Aztreonam tidak diabsorpsi melalui
saluran pencernaan. Pemberian aztreonam sebanyak 500 mg secara intramuscular akan
menghasilkan konsentrasi dalam serum sebesar 21-27 μg/mL pada 1 jam pertama dan
akan menjadi 4 – 6 μg/mL 6 jam sesudahnya. Konsentrasi dalam serum 1 jam sesudah
pemberian secara intramuskular memberikan hasil yang sama dengan pemberian secara
intra vena.

Aztreonam diekskresikan melalui ginjal. Pada dewasa dengan fungsi ginjal dan hati yang
normal, waktu paruh aztreonam sekitar 2 jam. Pada neonatus usia 7 hari dan berat badan
<2,5 kg, waktu paruh aztreonam berkisar antara 5,5 – 9,9 jam. Sedangkan pada dewasa
dengan gangguan fungsi ginjal, maka waktu paruhnya berubah menjadi 8 jam pada
keadaan creatinine clearance <10 μg/mL. Sedangkan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati yang ringan maka tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis.
Aztreonam ditoleransi dengan sangat baik. Skin rash dapat muncul. Aztreonam adalah
obat β lactam yang dapat digunakan dengan aman pada pasien dengan rash ataupun
dengan reaksi hipersensitifitas terhadap penicillin maupun obat golongan β lactam
lainnya karena tidak ada cross reactivity. Reaksi hematologi, gastrointestinal,
nephrotoxic, maupun neurotoxic jarang terjadi.

Aztreonam jarang digunakan untuk terapi empiris karena spektrum aktifitas yang
dimilikinya terbatas pada kuman aerobic gram negatif. Aztreonam telah digunakan
dengan aman bersamaan dengan clindamycin, erythromycin, metronidazole, penicillins
dan vancomycin. Penggunaan yang paling utama adalah untuk infeksi yang disebabkan
oleh kuman aerob gram negatif pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
penicillin maupun β lactam lainnya. Juga bisa digunakan untuk terapi infeksi yang
disebabkan metallo-β-lactamase. Dosis yang biasa diberikan adalah 1 – 2 gram secara
intra vena maupun secara intra muskular setiap 6 – 8 jam.
BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

1. Mandell GL, Bennett JE, Dollin R. Mandell, Douglas, and Bennett’s Principle and Practice
of Infectious Diseases. 7th ed. Philadephia: Elsevier Churchil Livingstone, 2010.
2. Cohen J, Powderly WG, Opal SM. Infectious Disease 3rd ed. Elsevier Mosby, 2010.
3. Bennet PM, Brown MJ. Clinical Pharmacology 9th ed.Churchil Livingstone, 2003.
4. Guilfoile Patrick. Antibiotic-Resistant Bacteria.Infobase Publishing, 2007.
5. Bauman RW. Microbiology: with Diseases by Body System, 3rd ed. Pearson, 2012.
6. Customer Education: Antibiotics Classification and Modes of Action. Biomerieux, 2008.
7. Katzung BG, Masters BS, Trevor AJ, Basic and Clinical Pharmacology, 11th ed. Lange,
2009.

Anda mungkin juga menyukai