Umum
Sumber daya alam hutan, tanah dan air merupakan modal dasar dalam melaksanakan
pembangunan. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya alam harus memperhatikan
aspek kelestariannya. Salah satu cara upaya pelestarian fungsi tersebut adalah usaha
pemeliharaan kesuburan tanah dengan melaksanakan kegiatan konservasi lahan kritis.
Konservasi Lahan Kritis pada umumnya sekaligus Konservasi Sumber Daya Air yaitu
upaya manusia untuk mempertahankan, meningkatkan dan merehabilitasi lahan sesuai
dengan peruntukkannya. Usaha pemeliharaan kesuburan tanah yang merupakan salah
satu aspek konservasi lahan dan merupakan kewajiban setiap pemilik/pemakai lahan
yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan amanat yang dituangkan dalam Undang-
undang No 5/1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria. Oleh karena itu usaha konservasi
ini harus melibatkan berbagai elemen dan instansi yang terkait dengan segala kegiatan
yang terdapat di Daerah Aliran Sungai.
Cara vegetatif adalah suatu usaha konservasi air dan tanah dengan subtansi
vegetasi misalnya : Reboisasi, penghijauan serta pengaturan penanaman.
1
1. Kontour Cropping yaitu penanaman secara urut menurut kontour sehingga
dapat memperkecil erosi saat hujan.
2. Stirp Cropping yaitu menanam secara jalur sejajar kontour sehingga jalur ini
dapat menahan erosi bagian diantaranya.
3. Multiple Cropping yaitu menanam secara terus menerus dengan tumpang
sari sehingga memperkecil lahan gundul.
4. Crop Rotation yaitu menanam secara tumpang gilir dengan maksud terjadi
pembentukan unsur hara secara baik sehingga dapat menyuburkan tanah.
Cara ini dengan jalan menahan laju larian (Run Of) dengan membuat suatu
bangunan permanen maupun sementara. Seperti membuat Terassering, Sistem
Resapan Buatan, Terjunan, Chek Dam , Dam dan lain-lain.
Segala kegiatan diatas dilakukan di Daerah Aliran Sungai. Yaitu wilayah yang
terletak diatas suatu titik pada suatu sungai yang dibatasi oleh batas-batas
topografi, mengalirkan air yang jatuh diatasnya kedalam sungai yang sama dan
melalui titik-titik yang sama pada sungai tersebut. (Brown and Murphy, 1955.
Gregory & william, 1973. Cassel, 1983 dalam H. Purnomo 1983)
2
perkataan lain mempunyai batas tertentu berupa batas topografi untuk aliran run-of
dan batas batuan kedap air untuk aliran bawah permukaan.
3. Erosi tanah/lahan.
Penyebab terjadinya lahan kritis pada umumnya akibat adanya erosi di lahan. Menurut
Utomo (1987), erosi adalah proses perataan kulit bumi yang meliputi proses
penghancuran, pengangkutan dan pengendapan butir tanah tersebut.
3
Dalam hal ini Ellison (1947) dalam Morgan (1986) mengemukakan bahwa erosi tanah
adalah proses pelepasan butir-butir tanah dan proses pemindahan atau pengangkutan
tanah yang disebabkan oleh air atau angin. Khusus di Indonesia yang beriklim tropis
basah proses erosi tanah yang paling banyak disebabkan oleh air, yang diakibatkan
oleh adanya hujan yang turun diatas permukaan tanah.
Menurut Sitanala Arsyad (1976) yang dimaksud erosi oleh air adalah merupakan
kombinasi dua sub proses yaitu:
a. Penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbukan butir-
butir hujan yang jatuh menimpa tanah dan peredaman oleh air yang tergenang
(proses dispersi).
b. Pengangkutan butir-butir primer tanah oleh air yang mengalir di permukaan tanah.
Sedang Foster et al (1977) dalam Lane & Shirley (1982) mengemukakan proses erosi
tanah meliputi pelepasan butir-butir tanah akibat pukulan jatuhnya air hujan dan
pengangkutan butir-butir tanah oleh aliran permukaan atau limpasan permukaan
dalam alur dan pengangkutan butir-butir tanah oleh air dalam alur.
Berdasar proses terjadinya erosi tanah, dibedakan menjadi dua bagian sbb:
a. Proses erosi tanah akibat pelapukan secara geologi.
Batuan-batuan padat atau bahan induk tanah dilapuk oleh cuaca menjadi
bagian-bagian besar dan kecil, selanjutnya melalui proses-proses secara fisik
(mekanik), biologis (aktifitas organik) dan kimia, batuan akan terurai dan lebih
lanjut akan terjadi retakan–retakan. Keadaan ini lebih diperhebat lagi dengan
adanya ayunan perubahan suhu tinggi dan suhu rendah.
Namun demikian dalam kondisi proses erosi tanah akibat pelapukan atau
secara geologi, perubahan bentuk masih dalam proses keseimbangan alam
artinya kecepatan kerusakan tanah atau erosi tanah masih sama atau lebih
kecil dari kecepatan proses pembentukan tanah.
4
b. Proses erosi tanah dipercepat oleh kegiatan manusia.
Kegiatan manusia di DAS dalam mengelola tanah untuk tujuan peningkatan
produktifitas tanah dilain pihak menyebabkan terjadinya pemecahan agregat
tanah, meliputi pengangkatan dan pemindahan tanah pada saat pengolahan
tanah. Ini dapat menyebabkan meningkatnya faktor laju erosi yang disebut
faktor “erosi dipercepat”’ (acceleration erotion) artinya kecepatan kerusakan
tanah atau erosi tanah sudah sedemikian besar atau melebihi kecepatan
proses pembentukan tanah.
Menurut Hudson (1986) ada dua faktor utama penyebab terjadinya proses erosi
yaitu Erosivitas dan faktor tanah yang dinyatakan dalam Erodibilitas. Oleh
karena itu Erosi merupakan fungsi dari Erosivitas dan Erodibilitas
E = F x {(Erosivitas), (Erodibilitas)}
Menurut Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Smith
dan Wishcheir dirumuskan sebagai berikut:
E = R x K x LS x C x P
5
Dimana
E = Jumlah tanah yang hilang maksimum dalam ton/Ha/tahun.
R = Erosivitas curah hujan.
K = Faktor erodibilita tanah.
LS = Indeks faktor panjang dan kemiringan lereng.
C = Indeks faktor pengelolaan tanaman.
P = Indeks faktor konservasi tanah.
Nilai LS, C dan P tidak mempunyai satuan.
Peneliti yang lain yaitu Utomo, Udanarto dan Wahyu (1983) serta Utomo dan
Mahmud (1984) mendapatkan rumus untuk menghitung erosivitas hujan di
DAS Brantas dengan menggunakan data jumlah curah hujan.
R = 10,80 + 4,15 CH
Dimana
R = Erosivitas hujan bulanan.
CH = Curah Hujan bulanan(Cm).
6
Erodibilitas Tanah (K)
7
Permeabilitas tanah
Klas Permeabilitas CM/jam Nilai
Cepat 35,4 1
Sedang s/d Cepat 12,7 – 25,4 2
Sedang 6,3 – 12,7 3
Sedang s/d Lambat 2,0 – 6,3 4
Lambat 0,5 – 2,3 5
Sangat Lambat 0,5 6
Sumber : Hammer 1978
P x 1
10 Cos
Dimana
= Panjang lereng sebenarnya (m).
P = Panjang lereng yang diukur pada peta (m).
= Sudut kemiringan lereng dalam derajat.
8
Faktor panjang dan kemiringan lereng
LS (1,38 0,965.S 0,138.S 2
100
Persamaan tersebut berlaku untuk lahan dengan kemiringan lereng <22%,
sedang untuk kemiringan yang lebih curam digunakan rumus Gregory et al
(1977) sebagai berikut:
m
c. Faktor Tanaman
Menurut Syarief (1985) nilai faktor tanaman atau C adalah nisbah antara
besarnya erosi atau tanah yang hilang dari lahan yang ditanami tanaman
tertentu dengan besarnya erosi tanpa adanya tanaman pada lahan yang
sama (bero) dengan panjang dan kemiringan lereng yang sama. Faktor C ini
bukan hanya ditentukan jenis tanaman tapi juga pertumbuhan tanaman
yang justru merupakan faktor yang utama.
9
Tabel nilai C untuk berbagai jenis tanaman pola Pertanaman tunggal
No Jenis Tanaman Nilai C menurut
Abdurachman CS Hammer
1 Rumput tahun I 0,287 0,30
2 Rumput tahun II 0,002 0,02
3 Kacang Tunggak 0,161 -
4 Sorghum 0,242 -
5 Ubi Kayu - 0,80
6 Serai Wangi 0,434 0,40
7 Kedelai 0,399 -
8 Kacang tanah 0,200 0,20
9 Padi Lahan kering 0,561 0,50
10 Jagung 0,637 0,70
11 Padi sawah 0,10 0,01
12 Kentang - 0,40
13 Kapas, Tembakau 0,50 – 0,70 -
14 Tebu - 0,20
15 Nanas penanaman sesuai
Kontour 0,20 - 0,50 -
a. Mulsa dibakar 0,10 – 0,30 -
b. Mulsa dibenam 0,01 -
16 c. Mulsa di permukaan - 0,60
17 Pisang - 0,86
18 Talas - 0,90
19 Cabe, Jahe dll - 0,10
Kebun Campuran Rapat - 0,20
Kebun Ubi kayu + Kedelai 0,495 0,50
20 Kebun Gude + Kacang - 0,40
21 Tanah 1,00 1,00
22 Ladang berpindah - 0,95
23 Tanah kosong diolah 0,001 -
24 Tanah kosong tak diolah 0,01 -
25 Hutan tak terganggu 0,01 -
26 Hutan terganggu 0,70 -
27 Alang-alang permanen 0,51 -
28 Alang-alang dibakar sekali 0,012 -
29 Semak lantana 1,00 -
30 Albasia dg semak campuran 0,32 -
31 Albasia tanpa semak 1,00 -
32 Pohon tanpa semak 0,21 -
33 Kentang menurut lereng 0,35 -
34 Pohon dibawahnya diolah 0,80 -
Kentang menurut kontour
Bawang daun
Sumber : Roose, 1977
10
Untuk tanaman tumpangsari seperti tabel berikut:
Apabila semua faktor erosi telah diketahui, maka nila P dapat dirumuskan
sebagai berikut:
A
P
RxKxLSxC
11
Tabel faktor nilai P sehubungan tindakan konservasi
No Teknik Konservasi Nilai P
1 Teras bangku
a. Sempurna 0,04
b. Sedang 0,15
c. Jelek 0,35
2 Teras tradisional 0,40
3 Padang rumput
a. Bagus 0,4
b. Jelek 0,4
4 Contour Cropping
a. Kemiringan 0 – 8% 0,50
b. Kemiringan 9 –10% 0,75
c. Kemiringan >20% 0,90
5 Limbah Jerami Digunakan
a. 6 ton/HA/tahun 0,30
b. 3 ton/HA/tahun 0,50
c. 1 ton/HA/tahun 0,80
6 Tanah Perkebunan
a. Dengan penutup tanah rapat 0,10
b. Dengan penutup tanah sedang 0,50
7 Reboisasi, penutup tanah pada tahun awal 0,30
8 Strip Cropping Jagung-Kacang tanah 0,05
9 Jagung - kedelai 0,087
10 Jagung – mulsa jerami padi 0,008
11 Padi gogo – kedelai, mulas jerami 4ton/Ha 0,193
12 Kacang tanah – kacang hijau 0,730
13 Kacang tanah – kacang hijau dg mulsa jerami 0,013
14 Padi gogo-kedelai-kacang tanah +jerami 0,267
15 Jagung-padi gogo-ubi kayu-kacang tanah 0,159
16 Teras gulud: padi-jagung 0,013
17 Teras gulud: Ketela pohon 0,063
18 Teras gulud: Shorgum 0,041
19 Teras gulud: Jagung-kacang tanah 0,006
20 Teras gulud: Kacang tanah – kedelai 0,105
21 Teras gulud: Padi-jagung-kacang tunggak 0,012
22 Teras bangku: padi-ubi kayu/kedelai 0,056
23 Teras bangku: Shorgum 0,024
24 Teras bangku: kacang tanah 0,009
25 Teras bangku; tanpa tanaman 0,039
26 Serai wangi 0,537
27 Alang-alang 0,021
28 Ubi kayu 0,461
29 Shorgum 0,341
30 Crotalaria Usaramuensis 0,502
31 Padi gogo – jagung 0,209
32 Padi gogo – jagung + mulsa jerami 0,083
33 Padi gogo – jagung + kapur 2 t/Ha 0,030
34 Jagung-padi gogo-ubi kayu 0,421
35 Jagung-kacang tanah-kacang hijau+mulsa 0,014
36 Strip crotalaria-Shorgum-ketela pohon 0,264
37 Strip Crotalaria-kacang tanah-ketela pohon 0,045
38 Strip crotalaria-padi gogo-kedelai 0,193
39 Strip rumput-padi gogo 0,481
Energi Hujan (E) ditentukan dengan energi kinetik dari intensitas hujan erosif
dengan persamaan menurut Wischmeier dan Smith dalam Morgan (1986)
dirumuskan sbb:
Intensitas hujan erosif untuk daerah sedang adalah 11,00 mm/jam. Untuk
daerah tropis 25 mm/jam dan untuk daerah dengan hujan yang lebih erosif
seperti daerah mediterania 30 mm/jam.
b. Erosi Permukaan
Erosi permukaan yaitu erosi tanah yang terjadi pada permukaan tanah yang
disebabkan oleh kikisan aliran permukaan. Daya limpasan aliran permukaan
ini terutama dipengaruhi oleh kecepatan aliran permukaan yang dapat
mengangkat butir-butir tanah hasil erosi percikan. Aliran permukaan ini
disamping mengangkat dan mengangkut butir-butir tanah juga dapat
menyebabkan erosi tanah pada permukaan tanah.
c. Erosi Alur
Erosi alur adalah erosi yang terjadi pada alur-alur akibat terkikisnya
permukaan tanah (alur) oleh kikisan akibat aliran air yang terkumpul didalam
alur tersebut.
13
Proses erosi yang terjadi di selokan atau parit merupakan lanjutan dari erosi
alur, akibat konsentrasi air yang terus menerus baik debit aliran maupun
kecepatan aliran akan menjadi besar. Hal ini menyebabkan terkikisnya alur-
alur tersebut dan menyebabkan alur menjadi lebar dan menjadi parit atau
selokan.
Dimana:
Y = Volume limpasan permukaan (m3)
Vqp = Laju puncak limpasan (m3/dt)
K = Faktor erodibilitas
C = Faktor pengelolaan crop
P = Faktor pengendalian praktis
LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng
B. Model Morgan
Dalam pendugaan erosi, Morgan membagi dalam dua fase yaitu fase air dan
fase sedimen (lihat gambar diatas). Parameter yang digunakan sebanyak 15
(lima belas) dan enam persamaan. Dalam fase sedimen, erosi dianggap
mulai dari penghancuran tanah oleh pukulan air hujan dan pengangkutan
partikel-partikel ini oleh aliran. Proses penghancuran oleh percikan air hujan
dan pengangkutan oleh limpasan diabaikan. Oleh karena itu fase sedimen
mempunyai 2 persamaan penduga yaitu laju penghancuran oleh percikan air
hujan dan kapasitas penghancuran oleh limpasan. Masukan-masukan untuk
energi air hujan dan volume limpasan masing-masing diperoleh dari fase air.
15
Menurut Morgan Pendugaan kehilangan tanah seperti gambar berikut:
Soil Moisture at
field capacity
Mean Rain per
Rain day
Bulk Density
Soil Moisture
Storage
Rainfall energy Et/Eo ratio
Capacity
Crop management
Rainfall
interception
Slope steepness
16
Parameter masukan yang digunakan oleh Morgan
No Parameter Keterangan
1 MS Kadar lengas tanah dalam keadaan kapasitas lapang atau
tekanan 1/3 bar
2 BD Berat volume lapisan atas tanah
3 RD Kedalaman perakaran (m), yaitu kedalaman tanah dari
permukaan sampai lapisan impermeable atau berbatu
sampai dengan bawah horisontal, sampai dengan lapisan
banyak akar tanaman: atau sampai dengan kealaman 1,0 m.
Biasanya 0,05 m untuk rumput dan crop biji-bijian dan 0,10
m untuk crop pohon-pohonan.
4 SD Kedalaman tanah total (m), yaitu mulai permukaan tanah
sampai batuan dasar
5 K Indeks penghancuran tanah (g-1) yaitu berat tanah yang
dihancurkan dari massa tanah per unit energi hujan
6 W Laju peningkatan kedalaman tanah karena proses pelapukan
pada pertemuan tanah batuan (mm/tahun) sebagai hasil
pengelolaan crop dan pelapukan alami bagian vegetatif
tanaman menjadi humus
7 V Laju peningkatan lapisan perakaran (mm/tahun) sebagai
hasil pengelolaan tanaman dan pelapukan alami bagian
vegetatif tanaman menjadi humus
8 S Kemiringan lereng, merupakan sudut lereng
9 R Hujan tahunan
10 Rn Jumlah hujan dalam satu tahun
11 I Intensitas hujan erosif (mm/jam)
12 p Persen (%) hujan yang diintersepsi secara permanen dan
yang mengalir di btang
13 Et/Eo Ratio evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi potensial
14 C Faktor pengelolaan crop. Kombinasi faktor C dan P dalam
persamaan umum kehilangan tanah dibawah pengelolaan
tertentu dengan kehilangan tanah dari bawah kondisi bero
dan pengolahan searah kemiringan
15 N Jumlah tahun dimana model dioperasikan
Parameter dasar sebagai masukan dalam fase air adalah curah hujan tahunan
(R). Energi hujan (E) ditentukan dengan menghitung energi kinetik dari
intensitas hujan erosif dengan persamaan sbb:
KE = R(11,9 +8,7 log I)
Intensitas hujan erosif untuk daerah sedang 11,0 mm/jam, untuk daerah
tropis 25 mm/jam dan untuk daerah dengan hujan yang lebih erosif seperti
daerah mediteran 30 mm/jam. Tetapi apabila sudah ada penelitian mengenai
hujan erosif didaerah studi akan lebih baik.
17
Persamaan/rumus erosi yang digunakan oleh Morgan, Morgan dan Finney sbb
Fase air
E = R(11,9 + 8,7 Log I)
Q = R exp(-Rc/R0)
Rc = 1000 MS x BD x RD (Et/E0)0,5
R0 = R/Rn
Fase Tanah
F = K(Ed.e-ao)b x 10-3
G = C Q Sin
Dimana
E = Energi kinetik hujan (J/m2).
Q = Volume limpasan permukaan (mm).
F = Laju penghancuran dari percikan hujan (kg/m2).
G = Kapasitas pengangkutan dari limpasan permukaan (kg/m2).
Nilai-nilai eksponen a=0,05; b=1,0; d=2,0
Volume tahunan dari aliran permukaan diduga dari hujan tahunan dengan
menggunakan persamaan yang diajukan oleh Kirkby (1976). Ia menduga
bahwa limpasan permukaan terjadi bila total hujan harian telah dilampaui
suatu nilai kritis yaitu kapasitas penampungan/penyimpanan lengas tanah
(Rc) pada suatu penggunaan lahan tertentu dan jumlah hujan harian
mendekati distribusi frekuensi eksponensial. Nilai Rc ditentukan menurut
Withers dan Vipond dalam Morgan (1986) dari parameter tanah dan
disesuaikan dengan adanya pengaruh evapotranspirasi dengan menggunakan
prosedure yang dilakukan oleh Kirkby. Nilai tipikal untuk parameter tanah
seperti tabel dan Et/Eo seperti berikut:
Tabel Nilai tipikal MS, BD dan K
No Jenis Tanah MS BD K
1 Liat 0,45 1,1 0,02
2 Lempung berliat 0,40 1,3 0,40
3 Liat berdebu 0,30 - -
4 Lempung berpasir 0,28 1,2 0,3
5 Lempung berdebu 0,25 1,3 -
6 Lempung 0,20 1,3 -
7 Pasir halus 0,15 1,4 0,2
8 Pasir 0,08 1,5 0,7
18
Tabel nilai P(%), Et/Eo dan C
No Tanaman P(%) Et/Eo C
1 Padi sawah 1,35 0,1-0,2
2 Gandum 43 0,59-0,61 0,1-0,2 (Winter Sown)
0,2-0,4 (Spring Sown)
3 Jagung 25 0,67-0,70 0,2
4 Barley 30 0,56-0,60 0,1-0,2
5 Millet/Sorghum 0,62 0,4-0,5
6 Casava/yam 0,2-0,8
7 Kentang 12 0,70-0,80 0,2-0,3
8 Bean 20-25 0,62-0,69 0,2-0,4
9 Kacang Tanah 25 0,50-0,87 0,2-0,8
10 Kobis 17 0,45-0,70 -
11 Pisang - 0,70-0,77 -
12 The 0,85-1,00 0,1-0,3
13 Kopi 0,50-1,00 0,1-0,3
14 Coklat 1,00 0,1-0,3
15 Tebu 0,68-0,80
16 Bit gula 12-22 0,73-0,75 0,2-0,3
17 Rumput savana 25-40 0,80-0,95 0,01-0,1
18 Hutan 25-35 0,90-1,00 (tropika) 0,001-0,002 (dg semak)
15-25 (daerah sedang) 0,001-0,004(non semak)
19 Tanah bero 0 0,25 1,00
Catatan
C. Model ANSWERS
20
DAS dibagi menjadi beberapa elemen
SUBSURFACE DRAINASE
WAKTU
Sesudah hujan mulai turun sebagian air akan diintersepsi oleh kanopi
tanaman sampai dicapai potensial penyimpanan intersepsi. Bila hujan turun
melampaui laju intersepsi maka mulailah terjadi proses infiltrasi kedalam
21
tanah. Laju infiltrasi akan menurun secara eksponensial dengan meningkatkan
penyimpanan air tanah. Bila laju hujan melebihi laju infiltrasi dan intersepsi
maka air mulai menggenang di permukaan di cekungan-cekungan kecil (micro
depresion). Bila retensi permukaan melampaui kapasitas depresi mikro maka
mulailah terjadi limpasan dan disebut detensi permukaan (surface detention).
Drainase dibawah permukaan mulai terjadi bila potensial tekanan
groundwater disekeliling drainase lebih besar daripada potensial atmosfeer.
Bila durasi dan intensitas hujan cukup besar sampai dicapai laju infiltrasi yang
steady state.
Pada saat hujan berhenti, detensi permukaan mulai berkurang sampai
limpasan permukaan berhenti. Akan tetapi infiltrasi tetap berjalan terus
sampai air dicekungan habis. Kemudian dihasilkan kurva resesi yang panjang
pada hidrograf aliran. Proses erosi penghancuran dan pengendapan sangat
dipengaruhi oleh kondisi hidrologi di DAS.
Informasi yang dibutuhkan untuk model ANSWERS
- Kebutuhan simulasi
- Intensitas hujan
- Tanah (lengas, infiltrasi, respons drainase, erodibilitas )
- Penggunaan lahan
- Affur
- Kedudukan DAS
Proses sedimentasi yaitu proses terkumpulnya butir-butir tanah. Keadaan ini dapat
terjadi karena kecepatan aliran tidak kuat lagi mengangkut sedimen sampai terjadi
pengendapan (silting velocity). Sedimentasi dapat terjadi dimana saja baik di lahan
pertanian, sepanjang alur sungai, dasar waduk, muara dsb.
22
1. Karena proses geologi yaitu proses erosi dan sedimentasi yang normal atau
berlangsung secara geologi, artinya proses pengendapan berlangsung masih
dalam batas yang diperkenankan atau dalam keseimbangan alam.
2. Proses sedimentasi dipercepat yaitu proses terjadinya sedimen yang
menyimpang dari proses secara geologi dan berlangsung dengan demikian
cepat dan merusak atau merugikan dan dapat mengganggu kelestarian
lingkungan.
23
Kegiatan manusia di DAS sangat berpengaruh dengan proses dan laju
sedimentasi seperti kegiatan pengolahan tanah untuk pertanian,
pembangunan sarana dan sarana hidup di DAS dll
7. Karakteristik Hidrolis Sungai
Karakteristik sungai seperti debit, kecepatan aliran, penampang memanjang
dll. Sangat mempengaruhi proses sedimentasi maupun erosi. Untuk sungai
berbelok-belok erosi tebing pasti akan terjadi.
8. Penampungan sedimen
Seperti daerah cekungan alam maupun buatan manusia seperti Cek Dam
Waduk dll. Dapat mempengaruhi laju sedimentasi.
9. Kegiatan gunung berapi
Pada saat terjadi letusan gunung api bahan–bahan erupsi menjadi sedimen
yang kejadiannya tidak dapat diduga dan umumnya material yang ada
berbeda daripada erosi akibat air. Disini biasanya dibuat Sabo DAM, Sand
Pocket dsb.
c. Pengangkutan Sedimen
Mekanisme pengangkutan sedimen yang dibawa oleh air yang mengalir
digolongkan sbb:
1. Wash Load
Butir- butir tanah yang sangat halus berupa lumpur yang bergerak bersama-
sama dalam aliran air biasanya konsentrasinya merata. Bahan wash load
berasal dari pelapukan lapisan permukaan tanah yang berupa debu sehingga
pada awal musim hujan jumlah wash load lebih banyak daripada yang lainnya.
2. Suspended Load
Butir-butir yang bergerak melayang dalam aliran air. Gerakan ini terus
menerus dikompensir oleh gerakan turbulensi aliran sehingga bahan sedimen
ini terus melayang diatas dasar saluran. Bahan sedimen ini umumnya dari
pasir halus.
3. Saltation Load
Pergerakan butir- butir tanah antara bed load dan suspended load. Sehingga
sedimen ini dalam aliran meloncat-loncat (skip) dan melambung (baunce)
24
dalam saluran tanpa menyentuh dasar. Bahan sedimen ini terdriri dari pasir
halus sampai kasar.
3.6 Geologi
Suatu proses erosi permukaan tidak terlepas dari pengaruh kondisi geologi DAS.
Faktor tersebut antara lain:
1. Jenis batuan (litologi). Jenis atau macam batuan yang terdapat di DAS akan
mempengaruhi cepat lambatnya proses erosi.
2. Struktur geologi, jelas sekali bahwa struktur geologi DAS. DAS yang
mempunyai struktur geologi yang komplek akan mudah lapuk dan tererosi.
3. Stadia/tingkat erosi, seberapa jauh proses-proses eksogen telah bekerja
pada DAS. Suatu DAS mempunyai stadia muda akan relatif sulit tererosi.
Keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya penduduk dalam DAS sangat
berpengaruh terhadap kestabilan ekonomi DAS yang bersangkutan. Karena
sebagian besar penduduk menempati dan menggantungkan hidupnya dengan
mengekploitasi sumber daya alam yang terdapat pada DAS tersebut.
25
A. Sosial ekonomi
Yang perlu diperhatikan dalam menentukan kebijakan didasarkan pada :
- Kependudukan (Jumlah, Jenis, Laju pertumbuhan) dan Beban
ketergantungan.
- Mata Pencaharian Penduduk (petani, non petani dan ketergantungannya).
- Pemilikan lahan Petani (sawah, ladang, lainnya).
- Pendapatan petani.
- Tekanan penduduk.
- Pusat pertumbuhan desa.
Data tesebut biasanya didapat dari berbagai intansi antara lain BPS, Bappeda,
Dir Pemdes, BPN dll.
M1 / M
LQ
R1 / R
dimana
LQ = Ketergantungan penduduk terhadap mata pencaharian di suatu
lokasi.
M1 = Jumlah tenaga kerja yang terlibat pada sektor 1.
R1 = Total tenaga kerja yang terlibat pada sektor 1.
26
R = Jumlah tenaga kerja keseluruhan dari seluruh sektor (R1+R2+... Rn)
Bila jumlah skore suatu desa tinggi maka semakin tinggi fungsi pelayanan
pada daerah yang diamati. Agar mempermudah didalam analisis maka
dibuat tabel sebagai penentu kebijakan managemen.
f .Po.(1 r ) t
TP Z
Lt
dimana
27
TP = Tekanan penduduk terhadap lahan.
Z = Luas lahan minimal untuk hidup layak.
f = % petani dalam populasi.
Po = Populasi penduduk pada waktu t=0.
r = Laju pertumbuhan penduduk/tahun.
t = Waktu pereode hitungan.
Lt = Luas lahan pertanian.
Dimana Z dihitung dengan pendekatan persamaan sebagai berikut:
A1 xZ1 A2 xZ2 ........ AnxZn
Z
A
n
1
dimana
Z = Nilai rata-rata.
A1...An = Luas masing-masing penggunaan lahan dengan pola tanaman
tertentu.
Z1…Zn = Koefisien nilai Z dari tekanan penduduk pada standart setara
kebutuhan beras/kapita/tahun.
Koefisien nilai Z dari tekanan penduduk pada berbagai pola penggunaan lahan
dapat dilihat pada tabel berikut.
28
d. Analisa Pendapatan.
Data pendapatan petani, pemilikan lahan, sikap dan perilaku petani,
peranan tokoh masyarakat dan dinamika kelompok di kawasan SWS.
Dari data diatas dapat diberikan arah yang jelas untuk merekomendasikan
lahan yang terdiri 9 (sembilan) matrik seperti tabel berikut:
B. Sosial Budaya
Keadaan Sosial Budaya yang dianalisis antara lain.
a. Sikap dan Perilaku Petani.
b. Peranan tokoh masyarakat.
c. Dinamika Kelompok.
29
4. KESEIMBANGAN AIR
Keseimbangan air diwilayah DPS didasarkan atas kondisi kebutuhan air dan
keterdiaan air pada saat ini serta kebutuhan air dan ketersediaan air pada proyeksi
dimasa yang akan datang.
30
Dengan menggunakan keempat parameter tadi diperoleh tujuh (7) jenis klasifikasi
DPS, sebagai mana disajikan seperti pada Gambar berikut :
1. Jenis Rerata
Hutan
Penduduk Irigasi
Hujan
Untuk mengetahui kondisi suatu DPS (tingkat kemajuan sosial ekonomi), masing-
masing kelas tersebut diberi penilaian. Nilai untuk parameter hujan, irigasi dan
populasi mempunyai rentang dari 1 untuk kelas terendah (1) sampai 5 untuk kelas
tertinggi (5), hal ini mengingat bahwa semakin tinggi kelas semakin baik pula kondisi
DPS tersebut. Sedangkan nilai hutan adalah – 1 untuk kelas terendah (1) dan – 5
untuk kelas tertinggi (5).
Perkiraan kebutuhan air untuk pemeliharaan didasarkan pada studi yang dilakukan
oleh IWRD (FIDP), yaitu perkalian antara jumlah penduduk perkotaan dengan
kebutuhan air untuk pemeliharaan atau penggelontoran sungai per kapita. Menurut
IWRD, besar kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai adalah 330 It/kapita/hari.
Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai selanjutnya dapat dihitung sebagai berikut :
32