Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan makan digambarkan sebagai gangguan berat dalam perilaku makan dan
perhatian yang berlebihan tentang berat dan bentuk badan. Onsetnya biasanya
pada usia remaja. Menurut DSM-IV, terdapat tiga jenis gangguan makan :
anorexia nervosa (AN), bulimia nervosa (BN), dan binge-eating disorder (BED)

2.1 Anoreksia Nervosa


Menurut DSM-IV, anorexia nervosa (AN) dimaksudkan dengan
“keengganan untuk menetapkan berat badan kira-kira 85% dari yang diprediksi,
ketakutan yang berlebihan untuk menaikkan berat badan, dan tidak mengalami
menstruasi selama 3 siklus berturut-turut.” (American Psychiatric Association
(APA), 1994).
AN terbagi kepada dua jenis. Dalam jenis restricting-tye anorexia,
individu tersebut menurunkan berat badan dengan berdiet sahaja tanpa makan
berlebihan (binge eating) atau muntah kembali (purging). Mereka terlalu
mengurangi konsumsi karbohidrat dan makanan mengandung lemak. Manakala
pada tipe binge-eating/purging, individu tersebut makan secara berlebihan
kemudian memuntahkannya kembali secara segaja (Duvvuri dan Kaye, 2009).
Menurut Turnbull et al. (1996) dalam Lewinsohn et al. (2000) kejadian
tertinggi AN terjadi pada wanita berusia 10 sampai dengan 19 tahun karena pada
usia ini, mereka rentan terhadap perubahan dan lebih terpapar dengan dunia luar.

2.1.1 Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi AN tidaklah diketahui tetapi kemungkinan melibatkan kombinasi
psikologis, biologis dan faktor risiko kultural. Faktor risiko seperti penderaan
seksual atau fisik, dan riwayat keluarga yang mengalami gangguan mood, adalah
salah satu faktor risiko nonspesifik yang meningkatkan kecenderungan kepada
gangguan psikiatris, termasuklah AN (Walsh, 2008). Menurut Nicholls (2005),

Universitas Sumatera Utara


bagi sesetengah orang muda, perilaku makan seperti berdiet yang dilakukan
semasa usia remaja dapat menyebabkan masalah makan yang lebih serius.

2.1.2 Gambaran klinis


Apabila memeriksa pasien dengan AN, adalah sangat penting untuk
memperoleh informasi tentang tanda vital seperti denyut jantung dalam posisi
tidur dan berdiri, tekanan darah dan suhu tubuh, memeriksa kekeringan kulit dan
ekstremitas, informasi sirkulasi termasuklah adanya bradikardia dan aritmia,
informasi mengenai kesehatan pencernaan, dan informasi tentang sistem saraf
pusat yang boleh menyebabkan penurunan berat badan dan muntah (Tsuboi,
2005). Komplikasi fisik termasuklah gangguan pada setiap sistem organ, yang
kebanyakannya dikenal sebagai akibat malnutrisi berat atau fluktuasi cepat dalam
elektrolit semasa kelaparan, dan muntah. Individu tersebut juga mungkin
mengalami palpitasi, pusing, sesak nafas dan nyeri dada (Abraham dan Stafford,
2004). Mengenai efek AN pada sistem kardiovaskular, menurut Crooke dan
Chambers (1995) dalam Tsuboi (2005), AN menyebabkan prolaps katup mitral,
interval QT yang memanjang, dan gagal jantung. Rambut yang halus kadang-
kadang dapat terjadi, dan alopesia juga kelihatan. Motilitas gastrointestinal
menurun, menyebabkan perlambatan pengosongan lambung dan konstipasi
(Walsh, 2008). Menurut Mehler (2001) dalam Tsuboi (2005), lebih dari 90%
pasien dengan AN mengalami amenorrea sekunder akibat malnutrisi kronis.
Sebagai akibat dari nutrisi buruk, gangguan endokrin yang melibatkan
aksis hipotalamus-pituitari-gonad timbul, bermanifestasi pada wanita yaitu
amenorrea dan pada laki-laki yaitu kurangnya minat berseksual dan kurangnya
kesuburan. Pada anak-anak yang prapubertas, terjadi pubertasnya yang terlambat
dan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya terganggu (National Collaborating
Centre for Mental Health (NCCMH), 2004). Gejala metabolik lainnya, seperti
lelah dan intoleransi terhadap kedinginan juga disebabkan oleh gangguan aksis
hipotalamus-pituitari-gonad (Abraham dan Stafford, 2004). Selain itu, resiko
untuk mengalami fraktur tulang berkaitan juga dengan pasien dengan AN karena
besar dan densitas mineral tulang yang berkurang (Karlsson et al.,2000)

Universitas Sumatera Utara


Kadar serum leptin dalam AN yang tidak ditangani adalah rendah (Eckert
et. al 1998). Pada AN juga dijumpai peningkatan kadar kortisol dan kegagalan
deksametason untuk mensupresinya. Kadar thyroid-stimulating hormone (TSH)
adalah normal, tetapi kadar tiroksin dan triiodotironin adalah rendah (Abraham
dan Stafford, 2004). Growth hormone meningkat, tetapi insulin-like growth factor
1 (IGF-1) yang diproduksi oleh hati, menurun.
Pada pasien dengan tipe tertentu AN, sering dilihat terjadi peningkatan
kadar serotonin otaknya. Hal ini menyokong hipotesis bahwa kadar serotonin otak
yang tinggi dapat menyebabkan perbuatan kompulsif, atau mungkin menginhibisi
pusat selera (Tsuboi, 2005).

2.1.3 Diagnosis
Diagnosa AN adalah berdasarkan karakteristik perilaku, psikologis dan
fisiknya. Kriteria diagnostik yang digunakan secara meluas ialah dari American
Psychiatry Association (APA, 2004), melalui DSM-IV. Kriteria ini termasuklah :
1. Ketakutan berlebihan untuk meningkatkan berat badan atau
menjadi gemuk
2. Keengganan untuk menetapkan berat badan pada atau di atas berat
normal yang minimal sesuai umur dan ketinggian tubuhnya
3. Distorsi pandangan tubuh (merasakan dirinya “terlalu gemuk”
walaupun dirinya telah underweight)
4. Tidak mengalami menstruasi (amenorrea) selama sekurang-
kurangnya 3 siklus berturut-turut.

2.1.4 Terapi
Terdapat beberapa indikasi pasien dengan AN yang perlu dirawat inap di
rumah sakit, antara lain ialah berat badan kurang daripada 75% daripada berat
badan ideal, walaupun pemeriksaan darah rutin dalam batas normal. Untuk pasien
yang berat badannya sangat kurang, kalori yang cukup (kira-kira 1200-1800
kkal/hari) perlu diberi dalam hidangan sehari-hari dalam bentuk makanan atau

Universitas Sumatera Utara


suplemen cairan untuk meningkatkan berat badan dan menstabilkan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Walsh, 2008).
Konseling gizi juga membantu untuk menetapkan berat badan sehat dan
memperlengkapkan pasien dan keluarga tentang diet sehat dan risiko jangka
pendek dan jangka panjang akibat gangguan makan (Abraham dan Stafford,
2004).
Keterlibatan keluarga dalam penatalaksanaan AN pada remaja telah
menjadi komponen standar, walaupun pengobatan utamanya lebih kepada
mengembalikan nutrisi di rumah sakit dan psikoterapi individu atau konseling.
Walaupun sebagian besar pasien dengan AN perlu dirawat inap, peran keluarga
juga memainkan peranan penting dalam pengobatan yang efektif (Eisler, et al.,
2005).
Pengobatan dengan olanzapin ternyata meningkatkan berat badan dan
selera makan pada pasien AN, dan mengubah persepsi diri tentang gambaran
tubuhnya. Mereka akan memikirkan bahwa mereka lebih normal dan matang
(Jensen dan Mejlhede, 2000).

2.1.5 Prognosis
Mortalitas merupakan risiko pada pasien dengan AN, disebabkan oleh
percobaan bunuh diri atau komplikasi dari gangguan makan yang kronis. Risiko
mortalitas telah menurun sepanjang 25 tahun ini dengan pengobatan dan
identifikasi dini AN. Kira-kira 25% tetap simptomatik. Proses penyembuhan
berlangsung lama, bisa 2 tahun dari onset AN (Abraham dan Stafford, 2004).
Terdapat juga pasien dengan AN beralih kepada jenis gangguan makan
lain, seperti bulimia nervosa dan binge-eating disorder, menunjukkan terdapat
hubungan antara gangguan makan tersebut (NCCMH, 2004).
Gangguan makan dapat berakibat fatal akibat dari defisiensi nutrisi yang
berkelanjutan. Pasien dengan gangguan makan kadang kala mencoba untuk
membunuh diri atau menghindari kegiatan sosialnya. Perlu ditekankan bahawa
gangguan ini tidak hanya mengganggu perilaku makan, tetapi juga mendatangkan
akibat pada fisik, psikologis dan aspek sosial pasien (Tsuboi, 2005)

Universitas Sumatera Utara


2.2 Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa (BN) ditandai dengan episode berulang makan berlebihan
(binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah, berpuasa,
beriadah, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai dengan perasaan
subjektif kehilangan kawalan ketika makan. Muntah yang dilakukan secara
sengaja, dan beraktifitas secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar,
diuretik, amfetamin dan tiroksin juga boleh terjadi (NCCMH, 2004).
DSM-IV mengklasifikasikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan
nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan
secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada
tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang
digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau beriadah secara berlebihan
(APA, 1994).

2.2.1 Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor risiko untuk terjadinya BN antara lain ialah faktor familial seperti
obesitas pada orang tua, gangguan afek, dan kritikan dari keluarga tentang berat
badan atau kebiasaan makan. Terdapat juga kerentanan genetik pada anak kembar
untuk mengalami BN tetapi bagaimana hal ini terjadi tidak begitu jelas (Abraham
dan Stafford, 2004).

2.2.2 Gambaran klinis


Komplikasi fisik BN termasuk kelelahan sebagai akibat dehidrasi,
gangguan pencernaan yang disebabkan oleh muntah dan penyalahgunaan
pencahar, menstruasi yang tidak teratur dan masalah gangguan kesuburan, dan
masalah jantung yang diakibatkan oleh penyalahgunan ipecac (Abraham dan
Stafford, 2004). Perlu diberi perhatian jika terdapat pembengkakan kelenjar liur
yang disebakan oleh muntah-muntah dan erosi enamel yang diakibatkan oleh
regurgitasi asam lambung (Tsuboi, 2005).
Disebabkan oleh perbuatan muntah yang berulang, individu tersebut
mengalami ketidakseimbangan elektrolit seperti, hipokalemia, hipokloremia, dan

Universitas Sumatera Utara


hiponatremia, dan juga boleh menyebabkan alkalosis. Penggunaan pencahar yang
berulang boleh menyebabkan asidosis metabolik yang ringan (Walsh, 2008).
Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan BN. Kecemasan
(anxiety) dan tegang (tension) sering dialami (NCCMH, 2004). Kebanyakan
pasien dengan BN mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami
gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan
penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan BN
merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahasiakannya
daripada keluarga dan teman-teman. (Walsh, 2008).

2.2.3 Diagnosis
Diagnosis BN menggunakan kriteria diagnostik yang dikemukakan oleh
DSM-IV. Kriteria diagnostik BN ialah;
1. Episode makan berlebihan yang berulang yang dikarakteristikkan
dengan konsumsi sejumlah besar makanan dalam waktu yang
singkat (selalunya kurang daripada 2 jam) dan perasaan untuk
makan tidak terkontrol.
2. Perilaku kompensasi makan berlebihan yang berulang, seperti
memuntahkan kembali, penggunaan pencahar, berdiet keras atau
berpuasa secara berlebihan sebagai melawan perbuatan makan
berlebihan.
3. Perbuatan 1 dan 2 telah berlangsung sebanyak sekurang-kurangnya
2 kali/minggu selama sekurang-kurangnya 3 bulan.
4. Perhatian yang berlebihan terhadap bentuk dan berat badan.

2.2.4 Terapi
Untuk mengurangi dan mengeliminasi perilaku makan/muntah, individu
tersebut perlu menjalani kaunseling gizi dan psikoterapi, terutama terapi perilaku
kognitif (cognitive behavioral therapy (CBT)) atau diberi pengobatan seperti
antidepresan seperti fluoksetin, yang merupakan satu-satunya obat yang

Universitas Sumatera Utara


dibenarkan oleh Food and Drug Administration untuk mengobati BN (NCCMH,
2004).
CBT merupakan pengobatan psikologis jangka pendek (4-6 bulan) yang
berfokus pada perhatian berlebihan pada bentuk dan berat badan, diet yang
persisten dan perilaku makan/muntah yang menggambarkan gangguan ini (Walsh,
2008).

2.2.5 Prognosis
Prognosis BN lebih baik daripada prognosis AN. Mortalitas yang rendah,
dan penyembuhan sempurna bisa terjadi pada 50% dalam masa 10 tahun. Kira-
kira 25% pasien mengalami simptom BN yang persisten dan ada yang beralih dari
BN menjadi AN.

2.3 Binge-eating Disorder


Menurut DSM-IV, kriteria binge-eating disorder (BED) memerlukan
komponen episode makan berlebihan, sama seperti BN, tetapi yang membedakan
BED dengan BN ialah BED tidak melibatkan perbuatan untuk melawan perilaku
makan berlebihan, seperti memuntahkan kembali makanan, penggunaan pencahar
dan beriadah berlebihan (APA, 1994).

2.3.1 Etiologi dan Faktor Resiko


Obesitas semasa kecil dan orang tua yang mengalami obesitas merupakan
faktor risiko spesifik untuk terjadinya BED, dan BED berkaitan dengan kelainan
genetik yang sangat jarang, yaitu mutasi pada gen untuk reseptor melanokortin 4
(Abraham dan Stafford, 2004).

2.3.2 Gambaran klinis


Komplikasi fisik BED termasuk peningkatan berat badan, dan ruptur
lambung (jarang) (Abraham dan Stafford, 2004). Individu dengan BED juga
mengalami rasa bersalah, malu dan tertekan akan perilaku makannya, yang dapat
mengakibatkan keadaan perilaku makannya lebih buruk (NCCMH, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Diagnosis
Diagnosis BED menggunakan kriteria diagnostik yang dikemukakan oleh
DSM-IV. Kriteria BED termasuk:
1. Episode makan berlebihan yang berulang, seperti BN.
2. Episode makan berlebihan yang lebih cepat daripada biasa, makan
hingga perut terasa terlalu penuh, makan sejumlah besar makanan
walaupun tidak merasa lapar, makan sendirian karena merasa malu
dengan jumlah makanan yang dikonsumsinya, dan/atau merasa
jelek terhadap diri sendiri, depresi, dan rasa bersalah selepas
makan.
3. Rasa tertekan terhadap perbuatan makan yang berlebihan.
4. Perilaku makan tersebut berlaku sekurang-kurangnya 2
hari/minggu selama 6 bulan.
5. Perilaku makan tersebut tidak diikuti dengan perbuatan
kompensatori untuk melawan balik perilaku makan itu (APA,
1994).

2.3.4 Terapi
Tujuan terapi pada pasien dengan BED ialah untuk megurangi perilaku
makan berlebihan tersebut, memperbaiki simptom gangguan mood dan rasa cemas
yang berkaitan dengan ED, dan mengurangi berat badan pada individu yang juga
mengalami obesitas. Terapi psikologis seperti cognitive behavioral therapy dan
farmakologis bukan saja efektif mengobati BN tetapi berguna untuk mengurangi
frekuensi makan padan pasien dengan BED dan memperbaiki gangguan mood
(Kay dan Tasman, 2006).

2.3.5 Prognosis
BED mempunyai kadar remisi yang tinggi, walaupun tanpa pengobatan.
Juga tidak ada kecenderungan untuk BED beralih ke tipe gangguan makan yang
lain (Abraham dan Stafford, 2004).

Universitas Sumatera Utara


2.4 Eating Attitudes Test (EAT-26)
Apabila melakukan skrining gangguan makan, tidak diperlukan untuk
menentukan diagnosis sebenar. Tujuan skrining ialah untuk mengidentifikasi
individu-individu yang cenderung mempunyai gangguan terhadap corak
makannya dan memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut (Anderson et al.,
2004).
Untuk melakukan skrining gangguan makan, pengukuran skrining yang
digunakan secara meluas ialah Eating Attitudes Test (EAT-26). EAT-26 tidak
digunakan untuk mendiagnosis gangguan makan, tetapi hanya untuk keperluan
skrining. Menurut Garner et al. (1998) dalam Anderson (2004), EAT-26 telah
digunakan sebagai alat skrining untuk menilai risiko gangguan makan di sekolah,
kolej dan sampel berisiko seperti atlet. EAT-26 dapat membedakan penderita
dengan AN, BN, dan BED daripada kontrol. Menurut Wiliamson, et al. (1990)
dalam Anderson (2004), walaupun EAT-26 tidak dapat membedakan penderita
AN dengan penderita BN, ia dapat membedakan penderita AN dan BN daripada
penderita BED.
EAT-26 mempunyai 26 pertanyaan yang mencakup 3 aspek yaitu Dieting,
Bulimia and Food Preoccupation, dan Oral Control. Item aspek Dieting : no. 1, 6,
7, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 22, 23, 24, dan 25; Item aspek Bulimia and Food
Preoccupation: no. 3, 4, 9, 18, 21, dan 26; Item aspek Oral Control: no. 2, 5, 8,
13, 19, dan 20.

2.4.1 Sistem Skoring EAT-26


Sistem skor EAT-26 adalah seperti di bawah:
Untuk soal No. 1-25,
Sangat sering =3
Agak sering =2
Sering =1
Kadang-Kadang =0
Jarang =0
Tidak pernah =0

Universitas Sumatera Utara


Untuk soal No. 26,
Sangat sering =0
Agak sering =0
Sering =0
Kadang-kadang =1
Jarang =2
Tidak pernah =3
Jika skor 20 atau melebihi 20, ini menunjukkan individu tersebut terobsesi
dengan diet, berat badannya, bentuk tubuhnya atau perlakuan makannya yang
bermasalah, dan sebaiknya individu tersebut perlu mendapatkan nasehat daripada
tenaga profesional yang berpengalaman dalam mengobati gangguan makan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai