Asma LP
Asma LP
ASMA BRONCHIAL
1. Definisi
- Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana
trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.
(Brunner & Suddarth, 2002).
- Asma adalah suatu penyakit jalan napas yang ditandai oleh periode
bronkospasme, merupakan penyakit kompleks yang meliputi biokimia,
imunologi, endokrin, infeksi, autoimun dan faktor psikologi. (Luckman and
Sorensen’s, 2003).
- Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana
peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas
dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2010).
- Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus
yang reversibel. (Sylvia A. Price, 2005).
Jenis-jenis Asthma :
a. Asthma alergik
Yaitu asthma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang,
marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang
alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b. Asthma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti
common vold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan
pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang
menjadi bronkitis kronis dan empisema.
c. Asthma gabungan
Yaitu bentuk asthma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asthma:
a. Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek;
tanpa gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2
kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
b. Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu
malam timbul lebih dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.
c. Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator
serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam
timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF
diperkirakan 60-80%.
d. Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas,
peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu
malam.
2. Anatomi Fisiologi
Saluran pernafasan terdiri dari saluran napas bagian atas dan saluran nafas
bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari : rongga hidung, nasofaring,
orofaring dan laringofaring. Saluran nafas bagian bawah terdiri dari laring,
trakea, bronkus dan paru-paru. Paru-paru terdiri dari paru kanan dan kiri. Paru
kanan terdiri dari 3 lobus dan paru kanan terdiri dari 2 lobus. Saluran udara
hingga mencapai paru-paru adalah :
a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan
dan dilembabkan. Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut
yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam
lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di
dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian
bawah.
b. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
bersambungan dengan aesofagus. Udara yang sudah disaring, dihangatkan
dan dilembabkan menuju ke faring akibat dorongan gerakan silia. Dari sini
lapisan mukosa akan ditekan dan dibatukkan ke luar. Air untuk pelembaban
dihasilkan oleh lapisan mukosa, sedangkan panas yang disuplai ke udara
inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.
Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila
mencapai faring hampir bebas dari debu.
c. Laring
Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan
terjadinya vokalisasi, laring juga melindungi jalan nafas bawah dan obstruksi
benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak
suara.
d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang fungsinya untuk
mempertahankan agar trakea tetap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia. Jurusan silia ini bergerak jalan ke atas ke arah
laring; maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut masuk
bersama pernafasan dapat dikeluarkan.
e. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan
yaitu bronkus utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina
memiliki saraf yang menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika
dirangsang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek
dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri lebih
panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan kemudian segmentalis percabangan ini terus berjalan
menjadi bronkus yang ukurannya makin lama makin kecil sampai akhirnya
menjadi bronkus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli.
f. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai ke tingkat bronkiolus terminalis merupakan
saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Setelah
bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alvedansi
sakus. Alvedaris terminalis alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya
oleh dinding septus atau septum. Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang
dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi tegangan pertukaran dalam
mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah
katub alveolus pada ekspirasi.
3. Etiologi
- Faktor ekstrinsik : reaksi antigen-antibody, debu, bulu binatang, serbuk-
serbuk, spora, jamur, makaan.
- Faktor intrinsik : infeksi, iritan, cuaca, palutan, lingkungan, emosi (stress).
- Bentuk campuran dari kedua hal di atas.
5. Test Diagnostik
- Rontgen thorax
Pada fase akut menunjukkan hiperinflasi dan pendataran diafragma.
- Pemeriksaan darah
IgE meningkat terutama pada asma alergik.
- Sputum
- AGD
Menunjukkan hipoxia selama serangan akut, PCO 2 yang rendah.
- Fungsi paru
PEV dan FVC sangat menurun.
6. Patofisiologi
Asma adalah suatu proses inflamasi kronik yang menghasilkan edema
mukus, sekresi mukus dan inflamasi. Obstruksi dapat disebabkan oleh beberapa
hal berikut ini yaitu kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki menyempitkan
jalan napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki
dengan mukus yang kental. Beberapa individu dengan asma mengalami respon
imun yang buruk terhadap lingkungan. Bila zat-zat alergen memasuki paru-paru
sehingga merangsang antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast
dalam paru sehingga menyebabkan pelepasan produk-produk sel-sel mast seperti
histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang
bereaksi lambat (SRS.A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas sehingga menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang
sangat banyak. Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Otot bronkial di atur
oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatik ketika saraf pada jalan napas
dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, dan emosi
sehingga jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat dan menyebabkan
bronkokonstriksi yang merangsang pembentukan mediator kimiawi. Selain itu
reseptor alfa dan beta adrenergik dari sistem saraf simpatik terletak dalam
bronki, sehingga ketika alfa adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi dan
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor beta adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara alpha dan beta adrenergik dikendalikan oleh siklik
adenosin monophospat (c AMP). Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan
penurunan c AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimia yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta
mengakibatkan peningkatan tingkat c AMP yang menghambat pelepasan
mediator kimia yang menyebabkan bronkodilatasi. Penyekatan beta adrenergik
terjadi pada penderita asma, akibatnya osmotik rentan terhadap peningkatan
pelepasan mediator kimia dan konstriksi otot polos.
7. Komplikasi
a. Status asmatiks : asma yang berat dan persistent yang tidak berespon
terhadap terapi konvensional.
b. Pneumonia : proses inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agens infeksius.
c. Atelektasis
d. Obstruksi jalan nafas
e. Faktor iga.
8. Therapi/Pengelolaan Medik
- Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan
gerakan sililaris. Contoh obat : epinefrin, albutenol, meta profenid, iso
proterenoli isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara
parenteral dan inhalasi.
- Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan
meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin,
teophyllin, diberikan secara IV dan oral.
- Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberik an
secara inhalasi.
- Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh
obat: hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral
dan IV.
- Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi
untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
- Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO 2 pada tingkat 55
mmHg.
- Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan
batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural
drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.
A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan :
- Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
- Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
- Batuk dengan sekret lengket
- Berkeringat dingin
- Terdengar suara mengi / wheezing keras
- Terjadi berulang, setiap ada pencetus
- Sering ada faktor genetik/familier
Airway
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum
pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status
asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan
oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
- Bagaimana kepatenan jalan nafas
- Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas.
- Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?
Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha
napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun
pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas.
Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif.
Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak
mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam
bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x /
menit. Pantau adanya mengi.
- Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
- Apakah menggunakan otot bantu pernafasan?
- Apakah ada bunyi nafas tambahan?
Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh
oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal
ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit.
Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak
ekspirasi (APE) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah
dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat
menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
- Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)
- Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?
- Apakah ada penurunan kesadaran?
- Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif b.d obstruksi jalan nafas (banyaknya
mucus)
b. Pola Nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
c. Gangguan Pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
d. Intoleransi beraktivitas b.d sesak nafas.
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Hasil Intervensi
Brunner and Suddarth (2002). Textbook of Medical Surgical Nursing. Alih bahasa : dr.
H.Y. Kuncoro. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 1, Jakarta : EGC.
Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans
Info Media, 2009
Lewis, Sharon Mantik. (2010). Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of
Clinical Problems. Fifth Edition. Missouri : Mosby Inc.
University IOWA., NIC and NOC Project., 2010, Nursing outcome Classifications,
Philadelphia, USA
Yesaya, Suwandi. (2004). Asma Menyerang Berbagai Umur. http://www.vision.
net.id/detail.php?id=1652.