Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEJI DALAM MENJAGA


KELESTARIAN HUTAN DAN MENGELOLA MATA AIR

DISUSUN OLEH :

CHRISTIE ANUGERAH PUTRI (1813081016)

LUH ARMA ARI DEWI NUGRAHA AYU (1813081020)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun Tugas Makalah kimia
Lingkungan ini dengan baik dan tepat waktu.

Seperti yang telah kita ketahui pentingnya menjaga kelestarian lingkungan wajib
harus kita tanamkan sejak dini. Lingkungan sangat penting bagi kelangsungan hidup
bagi makhluk hidup. Karena apabila lingkungan tidak ada maka manusia, hewan, dan
tumbuhan tidak dapat bertahan hidup.

Kearifan lokal dapat dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi
dalam pelestarian lingkungan. Upaya memperkuat pelestarian lingkungan di setiap
daerah dapat dilakukan melaui penerapan kearifan lokal. Oleh karena itu, perlu
dilakukan revitalisasi budaya daerah dan penguatan budaya daerah.

Tugas ini kami buat untuk memberikan penjelasan tentang bagaimana kita dapat
menjaga kelestarian lingkungan dengan memanfaatkan kearifan lokal. Semoga
makalah yang kami buat ini dapat membantu menambah wawasan kita menjadi lebih
luas lagi.

Akhir kata kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir penyelesaian.

Singaraja, 6 September 2019

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah


Istimewa Yogyakarta memiliki wilayah hutan yang dikelola secara adat oleh
masyarakat setempat, yaitu Hutan Wonosadi. Kawasan Hutan Wonosadi pada tahun
1960-an pernah menjadi daerah gersang dan sering terjadi bencana kekeringan dan
erosi. Namun, berkat kesadaran masyarakat setempat secara swadaya dengan
menanam segala tanaman yang ada maka terciptalah Hutan Wonosadi yang salah satu
tujuannya untuk menjaga sumber mata air yang terdapat di sekitar hutan (Kasno,
2009).

Simbol kekeramatan mulai diciptakan untuk menjaga keutuhan ekosistem yang


terbentuk, dengan mitos dan tahayul sebagai perspektif masyarakat lokal. Selama
bertahun-tahun masyarakat setempat menanamkan suatu bentuk kearifan lokal untuk
menjaga hutan tersebut. Alhasil Hutan Wonosadi dan sumber mata air yang ada tidak
pernah terusik oleh masyarakat di sekitarnya.

Kearifan lokal menurut Andi dan Syarifuddin (2007) merupakan suatu bentuk tata
nilai, sikap, persepsi, perilaku dan respon suatu masyarakat lokal dalam berinteraksi
pada suatu sistem kehidupan dengan alam dan lingkungan tempat tinggalnya secara
arif. Francis Wahon (2005) dalam Suhartini (2009) menjelaskan bahwa kearifan lokal
dapat berupa strategi-strategi kehidupan untuk pengelolaan alam semesta dan menjaga
keseimbangan ekologis terhadap berbagai bencana dan kendala yang ditimbulkan dari
alam maupun manusia.

Pengelolaan hutan dan mata air dengan berbasis kearifan lokal yang telah
dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat Desa Beji diharapkan dapat
menjaga lingkungan setempat, khususnya Hutan Wonosadi dan sumber mataair yang
ada. Berbagai bentuk kearifan lokal ini juga merupakan wujud rasa syukur masyarakat
Desa Beji kepada Sang Pencipta atas sumberdaya yang melimpah dan menjadi salah
satu bentuk konservasi alam dan pelestarian budaya di Desa Beji.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal?

2. Apa saja pendekatan kearifan lokal?

3. Apa sajakah fungsi dari kearifan lokal?

4. Bagaimana peranan kearifan lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan?

5. Bagaimana kearifan lokal masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan dan


mengelola mataair di Desa Beji?
6. Apakah dampak kearifan lokal masyarakat Desa Beji?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa maksud dari kearifan lokal

2. Untuk mengetahui apa saja pendekatan kearifan lokal

3. Untuk mengetahui fungsi dari kearifn lokal

4. Untuk mengetahui peranan kearifan lokal dalam menjaga kelestarian


lingkungan

5. Untuk mengetahui bagaimana kearifan masyarakat dalam menjaga kelestarian


hutan dan mengelola mata air di desa beji

6. Untuk mengetahui dampak kearifan lokal masyarakat Desa Beji


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan lokal (local wisdom) dalam dekade belakangan ini sangat banyak
diperbincangkan. Perbincangan tentang kearifan lokal sering dikaitkan dengan
masyarakat lokal dan dengan pengertian yang bervariasi.

Secara Etimologi Kearifan Lokal terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan
lokal (local). Lokal berarti setempat dan kearifan sama dengan kebijaksanaan. Dengan
kata lain maka kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-
nilai, pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Kearifan lokal merupakan gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat


bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya.

Menurut rumusan yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial kearifan lokal


diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan
yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.

Sistem pemenuhan kebutuhan mereka pasti meliputi seluruh unsur kehidupan,


agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan
komunikasi, serta kesenian. Pengertian lain namun senada tentang kearifan lokal juga
diungkapkan oleh Zulkarnain dan Febriamansyah berupa prinsip-prinsip dan cara-cara
tertentu yang dianut, dipahami, dan diaplikasikan oleh masyarakat lokal dalam
berinteraksi dan berinterelasi dengan lingkungannya dan ditransformasikan dalam
bentuk sistem nilai dan norma adat.

Dengan demikian kearifan lokal merupakan pandangan dan pengetahuan


tradisional yang menjadi acuan dalam berperilaku dan telah dipraktikkan secara turun-
temurun untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan dalam kehidupan suatu
masyarakat. Kearifan lokal berfungsi dan bermakna dalam masyarakat baik dalam
pelestarian sumber daya alam dan manusia, pemertahanan adat dan budaya, serta
bermanfaat untuk kehidupan.
2.2 Pendekatan Kearifan Lokal
Dalam belajar kearifan lokal khususnya dan kearifan lingkungan pada umumnya
maka penting untuk mengerti :
a) Politik Ekologi (Political Ecology)
Politik ekologi sebagai suatu pendekatan, yaitu upaya untuk mengkaji sebab
akibat perubahan lingkungan yang lebih kompleks daripada sekedar sistem
biofisik yakni menyangkut distribusi kekuasaan dalam satu masyarakat.
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran tentang beragamnya kelompok-
kelompok kepentingan, persepsi dan rencana yang berbeda terhadap lingkungan.
Melalui pendekatan politik ekologi dapat untuk melihat isu-isu pengelolaan
lingkungan khususnya menyangkut isu “right to environment dan environment
justice” dimana right merujuk pada kebutuhan minimal/standarindividu terhadap
obyek-obyek right seperti hak untuk hidup, hak untuk bersuara, hak untuk
lingkungan dan lain-lain. Adapun justice menekankan alokasi pemilikan dan
penguasaan atas obyek-obyek right yaitu merujuk pada persoalan-persoalan
relasional antar individu dan antar kelompok (Bakti Setiawan, 2006).
Konsep right to environment dan environment justice harus
mempertimbangkan prinsipprinsip keadilan diantara generasi (intra-generational
justice) dan lintas generasi (inter-generational justice), karena konsep
pembangunan berkelanjutan menekankan baik dimensi diantara generasi maupun
lintas generasi.
b) Human Welfare Ecology
Pendekatan Human Welfare Ecology menurut Eckersley, 1992 dalam Bakti
Setiawan, 2006 menekankan bahwa kelestarian lingkungan tidak akan terwujud
apabila tidak terjamin keadilan lingkungan, khususnya terjaminnya kesejahteraan
masyarakatnya.
Maka dari itu perlu strategi untuk dapat menerapkannya antara lain :
 Strategi pertama, melakukan perubahan struktural kerangka perundangan dan
praktek politik pengelolaan sumberdaya alam, khususnya yang lebih
memberikan peluang dan kontrol bagi daerah, masyarakat lokal dan petani
untuk mengakses sumberdaya alam (pertanahan, kehutanan, pertambangan,
kelautan). Dalam hal ini lebih memihak pada masyarakat lokal dan petani
dan membatasi kewenangan negara yang terlalu berlebihan (hubungan negara
kapital masyarakat sipil).
 Strategi kedua, menyangkut penguatan institusi masyarakat lokal dan petani.
c) Pendekatan Ekosistemik
Pendekatan ekosistemik melihat komponen-komponen manusia dan
lingkungan sebagai satu kesatuan ekosistem yang seimbang.
d) Pendekatan Aksi dan Konsekuensi (Model penjelasan Konstekstual
Progressif)
Model ini lebih aplikatif untuk menjelaskan dan memahami fenomena-
fenomena yang menjadi pokok masalahnya. Kelebihan dari pendekatan ini adalah
mempunyai asumsi dan model penjelasan yang empirik, menyediakan tempat-
tempat dan peluang bagi adopsi asumsi-asumsi dan konsep-konsep tertentu yang
sesuai.

2.3 Fungsi Kearifan Lokal


Kearifan lokal merupakan salah satu warisan dari nenek moyang, warisan
tersebut bisa berupa tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya
ataupun adat istiadat. Kearifan lokal sangat banyak fungsinya. Seperti yang dituliskan
Sartini (2006), bahwa fungsi kearifan lokal adalah sebagai berikut:
1) Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
2) Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia.
3) Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4) Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
5) Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
6) Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian
7) Bermakna etika dan moral.
8) Bermakna politik,
kearifan lokal yang terkait dengan kebudayaan, memiliki arti penting untuk
menjaga keberlanjutan kebudayaan, sekaligus agar selalu terjaga kelestariannya.
Terlebih lagi, di tengah-tengah modernisasi yang istilahnya saat ini lebih akrab
dikenal sebagai globalisasi. Yang dalam kenyataannya, globalisasi itu dapat
menggeser nilai-nilai budaya lokal oleh nilai budaya asing yang berkembang begitu
pesat di dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, baik yang hidup di perkotaan
maupun perdesaan.
Pelestarian kearifan lokal dengan sendirinya akan dapat melestarikan lingkungan
perdesaan. Karena, nilai-nilai kearifan lokal tersebut akan menjadikan masyarakat
memiliki karakter kuat sesuai dengan budaya dan norma yang berlaku di
lingkungannya. Selain itu, desa-desa yang berbatasan langsung dengan kawasan
konservasi akan menjaga kelestarian kawasan konservasi karena biasanya kawasan
tersebut erat kaitannya dengan nilai-nilai kearifan lokal yang dianut. Kegiatan
konservasi di suatu wilayah sebaiknya berasal dari kesadaran masyarakat yang berada
di wilayah yang bersangkutan. Kesadaran akan pentingnya menjaga keanekaragaman
hayati sangat diperlukan tidak saja untuk kepentingan bangsa Indonesia melainkan
juga untuk kepentingan masyarakat dunia secara keseluruhan dan diarahkan untuk
kepentingan jangka panjang.
2.4 Peranan Kearifan Lokal Dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan
Sejarah peradapan telah menunjukkan betapa usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya telah menimbulkan kesengsaraan berupa bencana alam yang
disebabkan karena manusia tidak mampu mengendalikan ketamakannya. Mengalami
hal tersebut, manusia mulai berfikir dan bekerja secara aktif untuk memahami
lingkungannya yang memberikan tantangan dan mengembangkan cara-cara yang
paling menguntungkan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup yang terus
cenderung meningkat dalam jumlahnya, ragam dan mutunya.
Manusia berusaha memahami alam semesta beserta isinya, memilah-milah gejala
yang nampak nyata atau tidak nyata ke dalam sejumlah kategori untuk mempermudah
mereka dalam menghadapi alam secara lebih efektif.Dengan kemampuan bekerja dan
berfikir secara metaforik, manusia tidak lagi mengandalkan naluri dalam beradaptasi
dengan lingkungan.Ia mulai secara aktif mengolah sumberdaya alam dan mengelola
lingkungan sesuai dengan resep-resep budaya yang merupakan himpunan abstraksi
pengalaman mereka menghadapi tantangan. Manusia dalam beradaptasi,
mengembangkan kearifan lingkungan yang berwujud ideasional berupa pengetahuan
atau ide, norma adat, nilai budaya, aktifitas serta peralatan, sebagai hasil abstraksi
pengalaman yang dihayati oleh segenap masyarakat pendukungnya dan yang menjadi
pedoman atau kerangka acuan untuk melihat, memahami, memilah-milah gejala yang
dihadapi serta memilih strategi bersikap maupun bertindak dalam mengelola
lingkungan.
Keanekaragaman pola-pola adaptasi manusia terhadap lingkungan, terkadang
tidak mudah dimengerti oleh pihak ketiga yang mempunyai latar belakang sosial dan
kebudayaan yang berbeda.Namun demikian, keanekaragaman pola-pola adaptasi
terhadap lingkungan tersebut merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangungan yang berkelanjutan.
Masyarakat Indonesia dengan ribuan komunitas mengembangkan kearifan lokal
sesuai dengan karakterisktik lingkungan yang khas. Secara suku bangsa terdapat lebih
kurang 555 suku bangsa atau sub suku bangsa yang tersebar di wilayah Kepulauan
Nusantara. Dalam beradaptasi terhadap lingkungan, kelompok-kelompok masyarakat
tersebut mengembangkan kearifan lingkungan sebagai hasil abstraksi pengalaman
mengelola lingkungan.Sering kali pengetahuan mereka tentang lingkungan setempat
sangat rinci dan menjadi pedoman yang akurat bagi masyarakat yang
mengembangkan kehidupan di lingkungan pemukiman mereka.Pengetahuan rakyat itu
biasanya berbentuk kearifan yang sangat dalam maknanya dan sangat erat kaitannya
dengan pranata kebudayaan, terutama pranata kepercayaan (agama) dan hukum adat
yang kadang-kadang diwarnai dengan mantra-mantra.Ia merupakan kumpulan
abstraksi pengalaman yang dihayati oleh segenap anggota masyarakat pendukungnya
dan menjadi pedoman atau kerangka acuan untuk melihat, memahami dan memilah-
milah gejala yang dihadapi serta memilih strategi dalam bersikap maupun bertindak
dalam mengelola lingkungan. Perbedaan acuan, pandangan/penilaian, standar, ukuran
atau kriteria tersebut, dapat menimbulkan benturan atau konflik antara masyarakat
lokal dengan pengusaha maupun pemerintah.Padahal, pembangunan berkelanjutan
memungkinkan pemanfaatan kearifan dan sumber-sumber daya sosial sebagai modal
dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kurangnya perlindungan atau
penghormatan terhadap kearifan lingkungan yang dikembangkan masyarakat lokal
dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alama, antara lain
disebabkan oleh kurangnya pemahaman para pihak terkait (stakeholders) dan tidak
bersedianya informasi mengenai kearifan lingkungan. Sejumlah konflik yang muncul
mengenai lingkungan lebih banyak melibatkan masyarakat adat dengan masyaralat
lain yang tidak mengalami kearifan lokal dan adat suatu masyarakat tentang
bagaimana masyarakat tersebut mengelola lingkungannya secara tradisional termasuk
pelanggaran pemilikan tanah secara adat. Karena itu, langkah yang tepat dalam usaha
untuk mewujudkan kearifan lingkungan adalah dengan mengkaji kembali tragedi
yang ada di masyarakat tentang usaha mereka untuk mewujudkan keseimbangan
kehidupannya dengan lingkungannya. Tradisi dan aturan lokal yang tercipata dan
diwariskan turun menurun untuk mengelola lingkungan, dapat merupakan materi
penting bagi penyusunan kebijakan yang baru tentang lingkungan. Norma-norma
yang mengatur kelakuan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya,
ditambah dengan kearifan ekologi tradisional yang mereka miliki, merupakan etika
lingkungan yang mempedomani perilaku manusia dalam mengelola lingkungannya.
Kriteria kearifan lokal yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) terdiri dari:
 Nilai-Nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat
 Melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari dan berkelanjutan
2.5 Kearifan Lokal Masyarakat dalam Menjaga Kelestarian Hutan dan
Mengelola Mataair di Desa Beji

a. Upacara Sadranan

Upacara Sadranan adalah salah satu kearifan lokal di Desa Beji yang masih
dipertahankan bahkan terus dilestarikan sampai sekarang. Sadranan berasal dari
bahasa Sansekerta, Sraddha yang berarti keyakinan. Upacara Sadranan melibatkan
seluruh masyarakat di Desa Beji yang mencakup seluruh elemen di masyarakat,
dimana tiap-tiap dusun yang ada di Desa Beji diharuskan untuk membawa sedekah.
Sedekah yang dimaksud adalah berupa Nasi beserta lauk pauk (pencok dele, peyek,
kerupuk, tahu, dan tempe) untuk masing-masing KK.

Upacara Sadranan Hutan Wonosadi meliputi beberapa rangkaian kegiatan yang


disertai dengan berbagai ritual adat, mulai dari gotong-royong membersihkan desa,
bersih kali (mata air/sendang) yang juga disertai dengan doa-doa yang dilengkapi
dengan persembahan sesajen. Lokasi tempat persembahan dikenal dengan sebutan
Lembah Ngenuman yang berada di bagian hulu Hutan Wonosadi. Upacara Sadranan
dilakukan setahun sekali setelah masa panen padi dan harus dilaksanakan pada hari
Senin Legi atau Kamis Legi. Hari tersebut telah dianggap sebagai hari baik secara
turun temurun oleh masyarakat Desa Beji untuk 7 menggelar Upacara Sadranan ini.

Nyadran itu dilaksanakan 1 tahun sekali, setelah masa panen padi waktunya
antara Kamis Legi atau Senin Legi. Kamis Legi itu karena mengambil hari sesuai
kelahirannya Ki Onggo Loco, Senin Legi itu karena dianggap hari pada saat Ki
Onggo Loco Mukso. Mukso itu mati dan ngilang bersama jasadnya.

Ritual berdoa dan kenduri saat upacara Sadranan

(Sumber: Penelitian, 2016)

b. Upacara Rasulan
Gambar 3. Aktivitas sebelum Rasulan (gotong-royong di Sendang)

(Sumber: Penelitian, 2016)

Rasulan atau Bersih Dusun merupakan kegiatan lanjutan dari Upacara Sadranan .
Kegiatan ini diselenggarakan setelah Upacara Sadranan Hutan Wonosadi. Kegiatan ini
terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, mulai dari gotong-royong membersihkan
dusun, membersihkan sumber mata air. khususnya di lokasi tempat dilakukannya
ritual. Lokasi ritual identik dengan keberadaan pohon besar dan rimbun yang di
dekatnya terdapat sumber mataair. Pohon besar dengan mata air ini dikeramatkan oleh
warga setempat, lokasi inilah yang disebut dengan sendang oleh masyarakat. Berikut
adalah beberapa sendang yang terdapat di Desa Beji.

Sendang Dsn. Duren Sendang dan Dsn. Daguran

: Penelitian, 2016)

Setelah itu juga dilaksanakan kumpul bersama di sendang, berdoa, dan kenduri.
Sehingga, masing-masing kepala keluarga wajib membawa makanan yang telah
ditetapkan.
c. Anjuran dan Larangan Lokal

Kearifan lokal yang terdapat di Desa Beji tidak terlepas dengan adanya berbagai
anjuran dan larangan-larangan lokal yang telah disepakati bersama sebagai suatu
aturan adat di tengah-tengah masyarakat Desa Beji. Masyarakat menganggap bahwa
seluruh anjuran dan larangan yang berlaku harus selalu diperhatikan dan
dilaksanakan.

Aturan yang sudah dari jamannya Si Mbah dulu harus terus dilakukan, karena
menghormati leluhurnya, itu sudah jadi adat nya Desa Beji juga. Kalau yang tidak
boleh dilakukan itu kalo dilanggar bisa tertimpa hal buruk atau musibah. Misal,
menebang kayu di Hutan Wonosadi buat bangun rumah nanti rumahnya bisa rusak
samperoboh.

Anjuran dan larangan lokal ini selalu dipegang teguh oleh masyarakat Desa Beji
dalam memaknai alam dan berinteraksi dengan Hutan Wonosadi dan sumber mata air.
Nasihat-nasihat leluhur ini juga terus disampaikan kepada anak-cucu mereka sehingga
prinsip-prinsip ini dapat tertanam sejak dini. Berbagai anjuran dan larangan lokal di
Desa Beji yaitu:

 Anjuran Lokal

Anjuran lokal yang berisikan nasihatnasihat leluhur meliputi beberapa prinsip


yang harus di pegang teguh dalam menjalani hidup dan berinteraksi dengan
lingkungan, yaitu prinsip “sak butuhe lan sak cukupe”, prinsip “tekun, teken, dan
tekan”, prinsip “sing paring urip, sapa sing nguri-urip, sapa sing nguripi, lan apa
sambekalaning urip”, prinsip “saenipun kalih-kalih ipun”, prinsip “pamong
buwana”, prinsip “empat papan”, prinsip “sepi ing pamrih rame ing gawe
mamayu hayuning buwono”, prinsip “gotong-royong”, prinsip “rumangsa
handarbeni, wajib hangrungkebi, mulat sarira hangrasawani” dan prinsip “tepa
salira”.

 Larangan Lokal

Larangan-larangan lokal yang ada di Desa Beji, yaitu larangan untuk


menebang pohon, merusak tanaman, memburu dan membunuh binatang, buang
air sembarangan di dalam Hutan Wonosadi serta berbuat asusila di dalam Hutan
Wonosadi dan sekitar sendang (sumber mata air). Berikut adalah gambar papan
pemberitahuan terkait larangan di Hutan Wonosadi.
Gambar 6. Papan Pemberitahuan di Kawasan Hutan Wonosadi

(Sumber: Penelitian, 2016)

d. Mitos

Mitos merupakan salah satu kearifan lokal Desa Beji dalam pelestarian
lingkungan. Mitos diyakini memiliki kekuatan efektif untuk memotivasi masyarakat
dalam menjaga kelestarian alam. Mitos yang ada di Desa Beji terkait menjaga
kelestarian hutan dan mata air, yaitu:

 Apabila mencuri kayu maka akan dihantui kayu yang dicuri, apabila kayu yang
dicuri untuk membangun rumah maka rumah yang dibangun akan roboh.

 Apabila merusak tanaman atau mengganggu binatang maka akan diserang


sekumpulan tawon.

 Apabila buang air sembarangan di sekitar Hutan Wonosadi atau di sekitar


sendang maka akan jatuh sakit.

 Apabila melakukan hal-hal buruk di sekitar Hutan Wonosadi dan sendang maka
akan mendapat kutukan “kena wewaler”.

2.6 Dampak Kearifan Lokal Masyarakat Desa Beji

Kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat Desa Beji memberikan dampak
positif terhadap kelestarian hutan dan mata air. Dampak yang dirasakan berawal dari
tumbuhnya kesadaran masyarakat Desa Beji untuk menghormati leluhur dan terus
mentaati serta tidak mengabaikan nasihat leluhur. Dilihat dari sudut pandang ekologi,
kearifan lokal berupa upacara adat seperti Sadranan dan Rasulan yang meliputi
rangkaian kegiatan mulai dari gotong-royong membersihkan mata air, membersihkan
desa, membersihkan pekarangan rumah, dan memperindah lingkungan dengan
melakukan penanaman pohon dapat bermanfaat terhadap kelestarian hutan dan
sumber mataair. Selain itu dengan adanya anjuran dan larangan lokal, serta mitos
dirasa cukup efektif sebagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan karena
dapat memberikan arah serta pedoman terhadap kelakuan manusia dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui bentuk-bentuk kearifan lokal ini, masyarakat Desa
Beji dapat menumbuhkan rasa hormat dan menghargai terhadap objek yang
dikeramatkan atau dimitoskan, dalam hal ini adalah Hutan Wonosadi, sendang (mata
air), serta flora dan fauna yang ada di sekitarnya.

Dampak nyata yang dapat langsung dirasakan dari bentuk-bentuk kearifan lokal
yang ada di Desa yaitu masih terjaganyakelestarian hutan, kelestarian flora dan fauna,
terjaganya keseimbangan ekosistem di sekitar Hutan Wonosadi, hutan terhindar dari
pencurian kayu dan kegundulan hutan, terhindar dari berbagai potensi bencana seperti
erosi dan banjir serta keindahan pesona alam yang dapat dirasakan di sekitar Hutan
Wonosadi.

Kearifan lokal yang ada turut berperan sebagai salah satu upaya konservasi
sumberdaya air di Desa Beji, yang diawali dengan tumbuhnya kesadaran dan
tanggungjawab masyarakat terhadap kelestarian alam. Hal ini dibuktikan dengan
terciptanya sumber mataair yang bersih dan asri, ketersediaan air yang cukup, debit
mata air yang deras sehingga Desa Beji terhindar dari masalah kesulitan air seperti
kekeringan. Selain itu, kebutuhan masyarakat akan air dapat terpenuhi mulai dari
kebutuhan air untuk mandi, memasak, minum, mencuci, serta kebutuhan air untuk
lahan pertanian sehingga hutan dan lahan pertanian masyarakat selalu subur dan
terhindar dari gagal panen.

Hal ini di dukung oleh pernyataan Djuwadi (1980), bahwa pemeliharaan hutan
sangat berdampak pada kondisi air yang ada di suatu kawasan tertentu karena hutan,
tanah, dan air merupakan tritunggal yang tidak dapat dipisahkan, dan justru hutan,
tanah dan air inilah komponen-komponen penyusun ekosistem yang dapat
dipengaruhi oleh daya manusia.

Keberhasilan masyarakat Desa Bejidalam menjaga kelestarian hutan dan maataair


ini telah dibuktikan pula dengan berbagai penghargaan yang telah diperolehnya.
Berbagai penghargaan tersebut diantaranya adalah Penghargaan dari Departemen
Kehutanan RI dalam Pekan Konservasi Alam Tahun 1986, Penghargaan Kalpataru
dalam Kategori Pelestarian SDA dan Lingkungan Hidup Tahun 1992, Penobatan
Hutan Wonosadi seagai hutan percontohan nasional, serta Desa Beji sebagai Desa
Wisata, dan berbagai bentuk penghargaan lainnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cakupan kearifan lokal cukup banyak dan beragam sehingga sulit dibatasi oleh
ruang. kearifan lokal dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan lokal, yang unik yang
berasal dari budaya atau masyarakat setempat, yang dapat dijadikan dasar
pengambilan keputusan pada tingkat lokal dalam bidang pertanian, kesehatan,
penyediaan makanan, pendidikan, pengelolaan sumberdaya alam dan beragam
kegiatan lainnya di dalam komunitas-komunitas. Masyarakat Indonesia dengan ribuan
komunitas mengembangkan kearifan lokal sesuai dengan karakterisktik lingkungan
yang khas.

Bentuk kearifan lokal masyarakat Desa Beji dalam menjaga kelestarian hutan
danmengelola mataair adalah:

1) Upacara Sadranan

2) Upacara Rasulan atau Bersih Dusun

3) Berbagai anjuran lokaldan larangan lokal

4) Mitos

Dampak kearifan lokal masyarakat Desa Beji terhadap kelestarian hutan dan
mataair yaitu berawal dari tumbuhnya kesadaran masyarakat Desa Beji untuk
menghormati leluhur dan terus mentaati dan tidak mengabaikan nasihat leluhur.
Dampak nyata yang dapat dirasakan meliputi kelestarian hutan yang masih terjaga,
kelestarian flora dan fauna, menjaga keseimbangan ekosistem di sekitar Hutan
Wonosadi, mencegah kegundulan hutan, mengurangi potensi bencana seperti erosi
dan banjir, keindahan pesona alam Hutan Wonosadi, kebersihan sumber air,
ketersediaan air yang cukup serta terhindar dari masalah kesulitan air sehingga
kebutuhan masyarakat akan air dapat terpenuhi

3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
kepada pembaca untuk mengetahui kearifan lokal di nusantara. Khususnya dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan lingkungan yang berada disekitar
kita. Berdasarkan contoh yang telah dipaparkan diharapkan pembaca dapat
mengetahui cara pengelolaan sumber daya alam, sehingga pembaca dapat menerapkan
ilmu yang telah di dapat untuk melestarikan lingkungan hidup di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/228745-kearifan-lokal-masyarakat-dalam-
menjaga-0be08556.pdf

http://rahmiteuk.blogspot.com/2016/04/makalah-pendidikan-lingkungan-hidup.html

https://permatapc.blogspot.com/2018/02/makalah-tentang-kearifan-lokal-sebagai.html

Anda mungkin juga menyukai