Revisi 0 UAS Kolokium - Muhammad Suharto Rijalul Faiq Yasna
Revisi 0 UAS Kolokium - Muhammad Suharto Rijalul Faiq Yasna
oleh:
Muhammad Suharto Rijalul Faiq Yasna
12915037
Pembimbing:
Dr. Ayi Tarya
NIP 19770510 200604 1 002
oleh:
Muhammad Suharto Rijalul Faiq Yasna
12915037
Pembimbing
i
DAFTAR ISI
2.3. Hubungan antara Waktu Arus Pasang Surut dan Waktu Pasang Surut ............ 9
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui transformasi pasang surut di beberapa lokasi
di Delta Berau.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Ketika pasang surut air laut terjadi, maka air laut yang berada pada permukaan akan
mengalami pasang dan juga surut dalam waktu yang bergantian, sesuai dengan siklusnya.
Biasanya, air akan mulai pasang ketika hari mulai malam, dimana bulan sudah mulai
menampakkan dirinya di ufuk barat, dan kemudian akan surut pada saat fajar dimana bulan
akan terbenam.
3
𝐸×1
𝐹=𝛾
𝑎2
Karena gaya tarik bumi pada suatu partikel per satuan massa di permukaan bumi sama
dengan berat partikel itu sendiri, yang merupakan hasil kali massa dengan perceparan
gravitasi, maka:
𝐹 = 𝑚𝑔
Untuk 𝑚=1
𝐹=𝑔
Sehingga didapatkan harga 𝛾 sebagai berikut:
𝐸×1 𝑎2
𝐹=𝛾 atau, 𝛾 = 𝑔
𝑎2 𝐸
4
2.4 Komponen pasang surut perairan dangkal
Pada saat memasuki perairan dangkal, seperti sungai atau estuari, arus pasang surut
dan batimetri saling berinteraksi, sehingga kecepatan gelombangnya akan sangat
bergantung pada kedalaman perairan. Semakin dangkal perairan, maka kecepatan
penjalarannya akan semakin kecil.
2.5 Arus Pasang Surut
Arus pasang surut adalah pergerakan massa air laut secara horizontal yang dihubungkan
dengan naik turunnya permukaan air laut akibat gaya tarik benda-benda angkasa terutama
bulan dan matahari serta berubah arahnya secara periodik. Pada waktu pasang di suatu perairan
estuari misalnya, arus laut akan bergerak memasuki estuari, sebaliknya arus bergerak dalam
arah yang berlawanan (keluar estuari) pada saat surut.
Besarnya kecepatan arus pasang surut bergantung pada pasang surut. Pada saat elevasi
pasang surut mencapai titik tertinggi (maksimum) dan terendah (minimum) maka laju arus
akan sama dengan nol. Laju arus maksimum terjadi pada saat elevasinya sama dengan nol.
Arus pasang surut akan mengalami perubahan arah setelah elevasi pasang surut mencapai
minimum atau maksimum. Karena arus pasang surut bersifat periodik, maka arus pasang surut
dapat diramalkan.
Gerakan arus pasang surut terbagi menjadi tiga pola yang dipengaruhi oleh
topografinya, yaitu gerak rotasi, gerak berubah arah (bolak-balik), dan tipe hidrolik. Umumnya
ampliduto arus pasang surut sesuai dengan range dari pasang surut. Pada saat spring tide
(pasang purnama) dan pada saat bulan paling dekat dengan bumi (moon’s perigee) terjadi arus
yang kuat, sementara pada saat neap tide dan pada saat bulan paling jauh dengan bumi (moon’s
apogee) terjadi arus yang lemah.
a. Tipe Rotasi
5
Arus tipe ini terdapat di perairan lepas pantai. Arus bergerak dengan pola rotasi yang
arahnya bergantung pada lokasi terjadinya akibat gaya coriolis. Arus berotasi dalam arah
clockwise di BBU dan counter clockwise di BBS.
b. Tipe Bolak-Balik
Ketika arus pasut terjadi di daerah yang lebih sempit dan dangkal maka pola rotasinya
akan semakin pipih dan bahkan menjadi bergerak bolak-balik. Arus pasut ini biasanya terjadi
di daerah teluk atau estuari. Saat pasang (flood) arus bergerak masuk ke dalam teluk/estuari
dan saat surut (ebb) arus akan bergerak keluar menuju lepas pantai.
Sewaktu akan terjadi perubahan arah arus terdapat satu periode yang pendek dimana
kecepatan arus adalah kecil atau nol, kondisi ini disebut dengan slack water. Kecepatan arus
maksimum pada saat pasang disebut dengan flood strength dan kecepatan maksimum pada saat
surut disebut dengan ebb strength. Flood strength dan ebb strength ini terjadi diantara dua slack
water.
6
Jadi puncak gelombang (air tinggi) akan lebih cepat daripada lembah gelombang (air rendah).
Gelombang pasang surut bergerak lebih cepat saat pasang daripada saat surut.
Akibatnya terjadi ketidaksimetrian kurva pasang surut dimana interval di antara air
tinggi (high water) dan air rendah (low water) berikutnya lebih lama daripada interval antara
air rendah dan air tinggi berikutnya. Surut atau ebb lebih lama daripada pasang atau flood.
Debit sungai berperan dalam memperlambat (memperlama) surut dan mempercepat pasang.
Semakin masuk ke arah hulu kurva pasang surut semakin tidak simetri.
Gambar 2. 3 Kurva pasang surut pada saat musim semi di Sungai Hooghly, India
(Sumber: Van Rijn, 1990)
Pengaruh gesekan dan debit sungai mengakibatkan perbedaan fasa antara pasang surut
horizontal (arus pasang surut) dan pasang surut vertikal (naik turunnya muka air). Arus pasang
surut berubah arah lebih cepat (lebih dahulu) daripada perubahan elevasi muka air (pasang
surut).
7
Gambar 2. 4 Kurva perbedaan fasa diantara arus pasang surut dan elevasi muka air
(Sumber: Van Rijn, 1990)
Efek gesekan dasar ini juga mengakibatkan perbedaan fasa arus dekat dasar dan arus
dekat permukaan. Arus dekat dasar lebih dahulu berubah arah daripada arus dekat permukaan
terutama pada low water slack ketika air dangkal dan efek gesekan paling besar.
8
sudah bergerak ke arah hulu. Arus dekat dasar berubah arah lebih cepat daripada arus dekat
permukaan.
2.3. Hubungan antara Waktu Arus Pasang Surut dan Waktu Pasang Surut
Di banyak tempat dimana arus pasang surut dan pasang surutnya keduanya semidiurnal
terdapat hubungan yang jelas antara waktu pasang surut dan waktu air tinggi dan rendah. Di
lokasi-lokasi dimana terdapat ketidaksamaan yang besar antara pasang surut dengan arus
pasang surutnya atau bila tipe pasang surutnya berbeda dengan tipe pasang surutnya, maka
9
hubungan antara waktu arus pasang surut dan waktu pasang surut tidak konstan. Untuk kasus
seperti ini berbahaya untuk meramalkan waktu arus pasang surut dan waktu pasang surutnya.
Secara umum, slack water terjadi pada high water dan low water dan arus maksimum
terjadi pada saat pasang dan surut, tetapi hal ini tidak terjadi di setiap tempat. Arus pasang surut
yang mencapai maksimum dalam interval waktu antara low water dan high water disebut flood
current. Sedangkan arus pasang surut mencapai maksimum dalam interval waktu high water
dan low water disebut ebb current.
10
Gambar 2. 7 Hubungan Bentuk Delta dengan Fenomena Dominan Pembentuknya
(Sumber: Sassi, 2013)
Bentuk percabangan suatu delta dapat menentukan fenomena alam dominan yang
berperan dalam pembentukan delta, dalam hal ini yaitu fenomena yang mampu
mengurangi/meningkatkan laju aliran sungai. Gambar 2.9 menunjukkan hubungan antara
bentuk delta dengan fenomena dominan yang berperan dalam pembentukannya. Jika melihat
bentuk Delta Berau yang menyerupai bentuk dari Delta Mahakam, maka dapat dikatakan
bahwa Delta Berau merupakan delta yang terbentuk akibat pengaruh aliran sungai dan pasang
surut.
11
menginformasikan bahwa kondisi air tinggi (high water) akan tiba 15 menit lebih awal di
Bekapai dibandingkan di Tunu.
Nurrohim, dkk (2012) melakukan kajian intrusi air laut di kawasan pesisir Kecamatan
Rembang, Kabupaten Rembang untuk mengetahui distribusi spasial daerah yang terkena
dampak intrusi air laut dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya intrusi air laut. Metode
yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi, dan uji laboratorium terhadap 30
sampel air sumur dan penduduk sebanyak 90 orang. Hasil yang didapatkan adalah faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya intrusi air laut di kawasan pesisir Kecamatan Rembang, (1)
kondisi geologi pada wilayah dengan material alluvium; (2) kondisi geohidrologi pada wilayah
produktivitas ekuiver sedang; (3) kepadatan penduduk tinggi dan (4) penggunaan lahan
tambak. Jarak intrusi laut dari garis pantai menuju daratan yang mencapai dataran dari wilayah
penelitian mencapai 4 kilometer. Akan tetapi, faktor jarak tidak berpengaruh besar terhadap
terjadinya intrusi air laut du daerah penelitian, karena beberapa sampel tidak menunjukkan
adanya intrusi padahal dekat dengan pantai.
Buschman, dkk (2012) melakukan penelitian tentang variasi ketinggian muka air di
wilayah subtidal yang dipengaruhi oleh aliran sungai dan pasang surut di Sungai Berau,
Kalimantan Timur. Data yang digunakan adalah data ketinggian air dan debit sungai selama
beberapa bulan. Dengan menggunakan beberapa regresi untuk pengolahan, evaluasi, dan
analisis data. Data observasi di wilayah tidal ketinggian muka air menunjukkan variasi 1 m
saat neap tide dan 2,5 m saat spring tide. Tipe pasang surut di area kajian adalah tipe pasang
surut campuran condong semidurnal. Dalam perjalanannya menuju daratan, khususnya
ketinggian air minimum bertambah, dimana ketinggian air bertambah sedikit. Di wilayah
subtidal variasi ketinggian air yang dipengaruhi pasang surut mulai melemah dan terkadang
tidak ada pengaruh dari pasang surut. Pengaruh pasang surut terbesar terdapat di antara Batu-
Batu dan Gunung Tabur. Debit sungai yang tinggi akan meningkatkan gaya friksi rata-rata
harian. Secara umum, debit sungai saat puncak ebb dan puncak flood nilai kecepatannya sama.
Periode ebb lebih lama dibandingkan periode flood. Korelasi antara ketinggian air di Gunung
Tabur dan debit sungai di wilayah subtidal kecil. Hal ini diduga karena debit sungai di Berau
merespon dengan cepat hujan, debit sungai dianggap tidak terkontrol oleh pengaruh pasang
surut.
12
BAB III
METODOLOGI
13
Selain data pada percabangan, data time-series secara regional Delta Berau juga
diperoleh dengan menggunakan HADCP, OBS, OMS yang ditempatkan pada beberapa titik
yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Titik pengukuran antara lain, Batu-Batu, Semanting, dan
Muara Tumbuk.
Gambar 3.2 Ilustrasi Pengambilan Data di Percabangan Delta (garis biru menunjukkan
alur pengukuran dan titik merah menunjukkan lokasi CTD-OBS)
(Sumber: Maulalmulki, 2019)
Gambar 3.3 Ilustrasi cara deploy ADCP dan CTD-OBS menggunakan perahu
(Sumber: Sassi, 2013)
14
Data yang didapat dari alat ADCP berbentuk binnary kemudian diolah sedemikian rupa
untuk mendapatkan data kecepatan arus menggunakan perangkat lunak MATLAB. Data yang
didapatkan dari OMS yaitu konduktivitas bisa digunakan untuk menentukan nilai salinitas dan
tekanan untuk menjadi data kedalaman menggunakan perangkat lunak MATLAB, dengan
beberapa koreksi yang diberikan. Setelah datayang sudah disaring didapatkan, maka diplot
terhadap waktu.
15
BAB IV
HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu perubahan dinamika arus, salinitas,
tekanan, dan temperatur di beberapa titik lokasi kajian di Delta Berau yang ditunjukkan pada
Gambar 3.1. Ketika sebuah aliran estuari ke arah laut terbagi menjadi beberapa aliran, dapat
diketahui pengaruh pasang surut yang paling besar di aliran mana dan titik mana. Selain itu,
arus yang terbentuk di wilayah delta dapat diketahui paling besar dipengaruhi oleh pasang surut
atau debit Sungai Berau.
16
BAB V
JADWAL PENGERJAAN TUGAS AKHIR
17
DAFTAR PUSTAKA
Buschman, F. A., 2011, Flow and sediment transport in an Indonesian tidal network, Utrecht
University.
Dahuri, R., 1992, Strategi Penelitian Estuari di Indonesia, Pros, Loka. Nas. Peny. Prog. Pen.
Bio, Kelautan dan Proses Dinam.Pesisir, Universitas Diponegoro: Semarang.
Hadi, S. dan I. M. Radjawane, 2009, Arus Laut, Program Studi Oseanografi Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Nurrohim, A., Tjaturahono B. S., dan Wahyu S., 2012. Kajian Intrusi Air Laut di Kawasan
Pesisir Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang.
Rositasari, R., dan Rahayu, S.K. 1994. Sifat-Sifat Estuari dan Pengelolaannya. Oseana. Vol.
29 (3): 21-31.
Sassi, M. G., 2013, Discharge regimes, tides and morphometry in the Mahakam delta channel
network.
Van Rijn, L. (1990) : Princioles of Fluid Flow and Surface Wave in Rivers, Estuaries, Seas,
and Ocean. Aqua Publication.
Widyastuti, M. S., Nining S. N., dan R. Rinaldi, 2012, Karakteristik Pasang Surut di Delta
Mahakam (Studi Kasus di Bekapai dan Tunu), Program Studi Oseanografi Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
18