Anda di halaman 1dari 23

STUDI TRANSFORMASI PASANG SURUT DI DELTA BERAU

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti UAS
mata kuliah Kolokium (OS4091)

oleh:
Muhammad Suharto Rijalul Faiq Yasna
12915037

Pembimbing:
Dr. Ayi Tarya
NIP 19770510 200604 1 002

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

STUDI TRANSFORMASI PASANG SURUT DI DELTA BERAU

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti UAS
mata kuliah Kolokium (OS4091)

oleh:
Muhammad Suharto Rijalul Faiq Yasna
12915037

Bandung, Agustus 2019


Telah diperiksa dan disetujui

Pembimbing

Dr. Ayi Tarya, S.Si., M.Si.


NIP 19770510 200604 1 002

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................................ 2

1.3 Ruang Lingkup Masalah .......................................................................................... 2

1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................................... 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................................. 3


2.1 Arus Pasang Surut .................................................................................................... 3

2.2 Arus Pasang Surut di Estuari .................................................................................. 6

2.2.1. Ketidaksimetrisan dan perbedaan fasa ..................................................... 6

2.2.2. Variasi arus pasang surut di estuari .......................................................... 9

2.3. Hubungan antara Waktu Arus Pasang Surut dan Waktu Pasang Surut ............ 9

2.4. Efek Arus Non-Pasang Surut ................................................................................. 10

2.5. Kondisi Umum Delta Berau ................................................................................... 10

2.5. Studi Terdahulu ...................................................................................................... 11

BAB III METODOLOGI ................................................................................................. 13


3.1 Daerah Kajian ......................................................................................................... 13

3.2 Data yang Digunakan ............................................................................................. 13

3.3 Metode Pengolahan Data ........................................................................................ 14

3.4 Alur Pengerjaan ...................................................................................................... 15

BAB IV HASIL YANG DIHARAPKAN ....................................................................... 16


BAB V JADWAL PENGERJAAN TUGAS AKHIR ..................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Flood dan ebb strength ......................................................................................... 6


Gambar 2. 2 Kurva pasang surut di Estuari Sungai Hudson, New York ................................... 7
Gambar 2. 3 Kurva pasang surut pada saat musim semi di Sungai Hooghly, India .................. 7
Gambar 2. 4 Kurva perbedaan fasa diantara arus pasang surut dan elevasi muka air ............... 8
Gambar 2. 5 Perbedaan fasa diantara arus dekat dasar .............................................................. 8
Gambar 2. 6 Variasi kecepatan arus pasang surut dalam arah melintang .................................. 9
Gambar 2. 7 Hubungan Bentuk Delta dengan Fenomena Dominan Pembentuknya ............... 11
Gambar 3.1 Peta Daerah Kajian............................................................................................... 13
Gambar 3.2 Ilustrasi Pengambilan Data di Percabangan Delta (garis biru menunjukkan alur
pengukuran dan titik merah menunjukkan lokasi CTD-OBS) .............................. 14
Gambar 3.3 Ilustrasi cara deploy ADCP dan CTD-OBS menggunakan perahu...................... 14
Gambar 3.5 Diagram Alur Pengerjaan..................................................................................... 15

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 5. 1 Rencana jadwal pengerjaan Tugas Akhir ............................................................... 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Estuari merupakan salah satu ekosistem di kawasan pesisir yang memiliki produktivitas
tinggi, dimana terdapat banyak kehidupan yang sangat beragam di dalamnya (Rositasari dan
Rahayu, 1994). Salah satunya yaitu estuari menjadi tempat ikan-ikan untuk berpijah dan
mencari makan bahkan juga tinggal di dalamnya. Estuari juga mudah terganggu oleh tekanan
lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun dari proses-proses alam (Dahuri,
1992). Contoh dari pengaruh aktivitas manusia yaitu pengerukan pasir dan juga penebangan
hutan bakau akan kehidupan di wilayah estuari. Sedangkan contoh yang dari alam salah
satunya yaitu pengaruh pasang surut.
Pasang surut sangat mempengaruhi fluktuasi air di dalam ekosistem estuari. Pada
umumnya semakin tinggi amplitudo pasang surut maka semakin besar pula potensi
produktivitas. Gerakan bolak-balik dari air merupakan proses yang sangat berarti dalam
pembuangan limbah dari ekosistem tersebut dan pengangkutan makanan serta nutrien dari
lingkungan sekitarnya (Widyastuti, dkk., 2012).
Pasang surut merupakan salah satu aspek penting dalam mempelajari karakteristik suatu
perairan. Informasi pasang surut ini bisa digunakan untuk kegiatan navigasi dan keperluan
pembangunan serta segala kegiatan yang dilakukan di perairan. Selain itu, keadaan fisik
perairan juga akan berpengaruh terhadap ekosistem di estuari.
Efek yang ditimbulkan pasang surut berbeda di setiap wilayah, meski perairan tersebut
semua terhubung dengan laut. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mencari perbedaan
karakteristik pasang surut perairan dari beberapa lokasi di sekitar Delta Berau dengan
menggunakan beberapa analisis parameter fisik air.
Daerah Delta Berau dipilih sebagai wilayah kajian karena Delta Berau mempunyai
keanekaragaman hayati yang tinggi di daerah tangkapan air dan di laut yang berdekatan.
Selanjutnya, hutan hujan ditebang di daerah resapan air dalam skala besar untuk perkebunan
kelapa sawit. Serta Sungai Berau terbagi menjadi jaringan pasang surut, ini memungkinkan
mempelajari aliran melalui jaringan pasang surut. Selain itu, pemilihan beberapa lokasi kajian
di Delta Berau untuk melihat perbedaan pengaruh pasang surut di suatu delta dengan pasang
surut di muara delta.

1
1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui transformasi pasang surut di beberapa lokasi
di Delta Berau.

1.3 Ruang Lingkup Masalah


Ruang lingkup penelitian ini membahas tentang kondisi arus dan salinitas di beberapa
lokasi di Delta Berau.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam proposal tugas akhir ini terdiri dari 5 bab, yaitu Bab 1
Pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan, rumusan masalah, ruang lingkup masalah,
dan sistematika penulisan. Bab 2 Kajian Pustaka menjelaskan hasil studi pustaka tentang teori
dasar yang mendukung penelitian. Bab 2 juga berisikan tentang studi terdahulu yang berkaitan
dengan studi transformasi pasang surut. Bab 3 Metodologi menjelaskan tentang daerah kajian,
data penelitian, dan cara pengolahannya. Bab selanjutnya adalah Bab 4 Hasil yang Diharapkan,
berisikan tentang hasil yang ingin dicapai dari penelitian ini. Bab terakhir yaitu Bab 5 Jadwal
Pengerjaan Tugas Akhir yang memperlihatkan rencana pengerjaan penelitian dan penyusunan
Tugas Akhir dalam bentuk tabel.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Arus Pasang Surut


Pasang surut adalah suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut
secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik antara
benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pasang surut terutama di
hasilkan oleh adanya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan, gaya-gaya tersebut
adalah gaya sentrifugal (dorongan kearah luar pusat rotasi) bumi dan gaya gravitasi yang
berasal dari bulan dan matahari. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari namun
gaya gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam pembangkitan
pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat dengan bumi dari pada jarak matahari.

Ketika pasang surut air laut terjadi, maka air laut yang berada pada permukaan akan
mengalami pasang dan juga surut dalam waktu yang bergantian, sesuai dengan siklusnya.
Biasanya, air akan mulai pasang ketika hari mulai malam, dimana bulan sudah mulai
menampakkan dirinya di ufuk barat, dan kemudian akan surut pada saat fajar dimana bulan
akan terbenam.

2.2 Gaya Pembangkit Pasang Surut


Menurut hukum gravitasi atau Hukum Newton gaya tarik-menarik (F) antara dua
benda yang masing-masing bermassa m1 dan m2 dan berjarak r (Gambar), dapat
dinyatakan dengan:

Gambar Gaya tarik-menarik antara dua benda


𝑚1 × 𝑚2
𝐹=𝛾
𝑟2
Dengan 𝛾 adalah suatu konstanta yang menyatakan gaya tarik antara dua satuan massa
yang berjarak satu satuan jarak. Misalkan bumi dengan radius 𝑎 dan massa 𝐸, dimana
diasumsikan massanya ini terkonsentrasi pada pusat bola bumi, maka gaya yang
timbul pada suatu partikel di permukaan bumi (titik X pada Gambar 2.3):

3
𝐸×1
𝐹=𝛾
𝑎2
Karena gaya tarik bumi pada suatu partikel per satuan massa di permukaan bumi sama
dengan berat partikel itu sendiri, yang merupakan hasil kali massa dengan perceparan
gravitasi, maka:
𝐹 = 𝑚𝑔
Untuk 𝑚=1
𝐹=𝑔
Sehingga didapatkan harga 𝛾 sebagai berikut:
𝐸×1 𝑎2
𝐹=𝛾 atau, 𝛾 = 𝑔
𝑎2 𝐸

2.3 Komponen pasang surut


Fenomena pasang surut yang diamati di laut, pada hakekatnya merupakan superposisi
dari komponen-komponen pasang surut yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan
matahari, pengaruh batimetri, dan geometri pantai. Komponen-komponen pasang
surut tersebut mempunyai frekuensi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan hal tersebut maka ada tiga komponen pasang surut utama, yaitu:
Komponen pasang surut periode panjang, contohnya Mf dan Mm
Komponen pasang surut diurnal, dimana dalam 1 hari terjadi 1 kali pasang surut dan 1
kali surut, contohnya K1, O1, P1.
Komponen pasang surut semidiurnal, dimana dalam 1 hari terjadi 2 kali pasang dan 2
kali surut, contohnya M2,S2,N2, dan K2.
Selain tiga komponen utama tersebut, terdapat juga komponen pasang surut perairan
dangkal yang timbul akibat interaksi non-linear antara komponen-komponen pasang
surut diurnal dan semi diurnal yang disebabkan oleh pengaruh geometri dan batimetri
pantai. Hasil interaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel, dimana nilai kecepatan sudut
M4 bernilai mendekati dua kali kecepatan sudut M2 serta periode M4 mendekati
setengah dari periode M2.
Tabel Komponen-komponen pasang surut utama dan pasang surut perairan dangkal
(shallow water tides)
(Sumber

4
2.4 Komponen pasang surut perairan dangkal
Pada saat memasuki perairan dangkal, seperti sungai atau estuari, arus pasang surut
dan batimetri saling berinteraksi, sehingga kecepatan gelombangnya akan sangat
bergantung pada kedalaman perairan. Semakin dangkal perairan, maka kecepatan
penjalarannya akan semakin kecil.
2.5 Arus Pasang Surut
Arus pasang surut adalah pergerakan massa air laut secara horizontal yang dihubungkan
dengan naik turunnya permukaan air laut akibat gaya tarik benda-benda angkasa terutama
bulan dan matahari serta berubah arahnya secara periodik. Pada waktu pasang di suatu perairan
estuari misalnya, arus laut akan bergerak memasuki estuari, sebaliknya arus bergerak dalam
arah yang berlawanan (keluar estuari) pada saat surut.
Besarnya kecepatan arus pasang surut bergantung pada pasang surut. Pada saat elevasi
pasang surut mencapai titik tertinggi (maksimum) dan terendah (minimum) maka laju arus
akan sama dengan nol. Laju arus maksimum terjadi pada saat elevasinya sama dengan nol.
Arus pasang surut akan mengalami perubahan arah setelah elevasi pasang surut mencapai
minimum atau maksimum. Karena arus pasang surut bersifat periodik, maka arus pasang surut
dapat diramalkan.
Gerakan arus pasang surut terbagi menjadi tiga pola yang dipengaruhi oleh
topografinya, yaitu gerak rotasi, gerak berubah arah (bolak-balik), dan tipe hidrolik. Umumnya
ampliduto arus pasang surut sesuai dengan range dari pasang surut. Pada saat spring tide
(pasang purnama) dan pada saat bulan paling dekat dengan bumi (moon’s perigee) terjadi arus
yang kuat, sementara pada saat neap tide dan pada saat bulan paling jauh dengan bumi (moon’s
apogee) terjadi arus yang lemah.
a. Tipe Rotasi

5
Arus tipe ini terdapat di perairan lepas pantai. Arus bergerak dengan pola rotasi yang
arahnya bergantung pada lokasi terjadinya akibat gaya coriolis. Arus berotasi dalam arah
clockwise di BBU dan counter clockwise di BBS.
b. Tipe Bolak-Balik
Ketika arus pasut terjadi di daerah yang lebih sempit dan dangkal maka pola rotasinya
akan semakin pipih dan bahkan menjadi bergerak bolak-balik. Arus pasut ini biasanya terjadi
di daerah teluk atau estuari. Saat pasang (flood) arus bergerak masuk ke dalam teluk/estuari
dan saat surut (ebb) arus akan bergerak keluar menuju lepas pantai.
Sewaktu akan terjadi perubahan arah arus terdapat satu periode yang pendek dimana
kecepatan arus adalah kecil atau nol, kondisi ini disebut dengan slack water. Kecepatan arus
maksimum pada saat pasang disebut dengan flood strength dan kecepatan maksimum pada saat
surut disebut dengan ebb strength. Flood strength dan ebb strength ini terjadi diantara dua slack
water.

Gambar 2. 1 Flood dan ebb strength


(Sumber: Hadi dan Radjawane, 2009)
c. Tipe Hidrolik
Arus pasut hidrolik merupakan arus pasut yang terjadi di suatu selat yang
menghubungkan dua badan air yang memiliki karakter pasut berbeda. Umumnya tinggi dan
fasa pasang surut di kedua ujung selat adalah tidak sama. Beda fasa di kedua ujung selat
menyebabkan arus pasang surut di dalam selat.

2.6 Arus Pasang Surut di Estuari


2.2.1. Ketidaksimetrisan dan perbedaan fasa
Pengaruh gesekan dasar dan debit sungai menyebabkan kurva pasang surut tidak
simetri. Kecepatan penjalaran pasang surut ke dalam estuari bergantung pada kedalaman air.

6
Jadi puncak gelombang (air tinggi) akan lebih cepat daripada lembah gelombang (air rendah).
Gelombang pasang surut bergerak lebih cepat saat pasang daripada saat surut.
Akibatnya terjadi ketidaksimetrian kurva pasang surut dimana interval di antara air
tinggi (high water) dan air rendah (low water) berikutnya lebih lama daripada interval antara
air rendah dan air tinggi berikutnya. Surut atau ebb lebih lama daripada pasang atau flood.
Debit sungai berperan dalam memperlambat (memperlama) surut dan mempercepat pasang.
Semakin masuk ke arah hulu kurva pasang surut semakin tidak simetri.

Gambar 2. 2 Kurva pasang surut di Estuari Sungai Hudson, New York


(Sumber: Park, 2005)

Gambar 2. 3 Kurva pasang surut pada saat musim semi di Sungai Hooghly, India
(Sumber: Van Rijn, 1990)
Pengaruh gesekan dan debit sungai mengakibatkan perbedaan fasa antara pasang surut
horizontal (arus pasang surut) dan pasang surut vertikal (naik turunnya muka air). Arus pasang
surut berubah arah lebih cepat (lebih dahulu) daripada perubahan elevasi muka air (pasang
surut).

7
Gambar 2. 4 Kurva perbedaan fasa diantara arus pasang surut dan elevasi muka air
(Sumber: Van Rijn, 1990)
Efek gesekan dasar ini juga mengakibatkan perbedaan fasa arus dekat dasar dan arus
dekat permukaan. Arus dekat dasar lebih dahulu berubah arah daripada arus dekat permukaan
terutama pada low water slack ketika air dangkal dan efek gesekan paling besar.

Gambar 2. 5 Perbedaan fasa diantara arus dekat dasar


(Sumber: Van Rijn, 1990)
Pada saat surut (ebb tide) (pukul 8 s.d. pukul 11) aliran bergerak ke arah laut, kecepatan
dekat dasar lebih kecil daripada kecepatan dekat permukaan. Pada saat pasang (flood tide)
(pukul 11,5), di dekat permukaan aliran masih ke arah muara sementara di dekat dasar aliran

8
sudah bergerak ke arah hulu. Arus dekat dasar berubah arah lebih cepat daripada arus dekat
permukaan.

2.2.2. Variasi arus pasang surut di estuari


Variasi arus pasang surut di estuari dibagi menjadi dua, yaitu variasi dalam arah
melintang dan vertikal.
a. Variasi dalam arah melintang
Arus pasang surut bervariasi dalam arah melintang estuari. Kecepatan arus umumnya
lebih besar di bagian tengah daripada bagian tepi, tetapi untuk estuari yang berkelok-kelok
maka arus kuat terjadi dekat tepi yang cembung dan tepi yang cekung (Gambar 2. 5). Secara
rata-rata arus pasang surut berubah arah lebih cepat di daerah tepi estuari daripada di bagian
tengahnya, dimana kecepatan arus lebih besar. Perbedaan ½ jam s.d. 1 jam umum dijumpai.
Perbedaan waktu ini bisa berubah oleh efek non-pasang surut

Gambar 2. 6 Variasi kecepatan arus pasang surut dalam arah melintang


b. Variasi dalam vertikal
Kecepatan arus dekat dasar lebih kecil daripada kecepatan arus dekat permukaan dan
flood biasanya terjadi lebih awal di dekat dasar dibandingkan di dekat permukaan.
Perbedaannya bisa mencapai 1 s.d. 2 jam atau lebih kecil lagi, hal ini tergantung pada:
 Estuari
 Lokasi di estuari
 Debit sungai

2.3. Hubungan antara Waktu Arus Pasang Surut dan Waktu Pasang Surut
Di banyak tempat dimana arus pasang surut dan pasang surutnya keduanya semidiurnal
terdapat hubungan yang jelas antara waktu pasang surut dan waktu air tinggi dan rendah. Di
lokasi-lokasi dimana terdapat ketidaksamaan yang besar antara pasang surut dengan arus
pasang surutnya atau bila tipe pasang surutnya berbeda dengan tipe pasang surutnya, maka

9
hubungan antara waktu arus pasang surut dan waktu pasang surut tidak konstan. Untuk kasus
seperti ini berbahaya untuk meramalkan waktu arus pasang surut dan waktu pasang surutnya.
Secara umum, slack water terjadi pada high water dan low water dan arus maksimum
terjadi pada saat pasang dan surut, tetapi hal ini tidak terjadi di setiap tempat. Arus pasang surut
yang mencapai maksimum dalam interval waktu antara low water dan high water disebut flood
current. Sedangkan arus pasang surut mencapai maksimum dalam interval waktu high water
dan low water disebut ebb current.

2.4. Efek Arus Non-Pasang Surut


Arus non-pasang surut tidak merubah pola arus pasang surut. Pola arus berbentuk ellips
dan arus bolak-balik masih tetap terlihat walaupun dipengaruhi oleh arus non-pasang surutnya.
Tetapi arus non-pasang surut merubah kecepatan arus pasang surut. Bila arus non-pasang surut
searah dengan arus pasang surutnya maka kecepatan arus akan bertambah sesuai dengan
kekuatan arus non-pasang surutnya. Sebaliknya bila arus non-pasang surutnya berlawanan
dengan arus pasang surutnya maka kecepatan arus pasang surutnya berkurang sesuai dengan
kekuatan arus non-pasang surutnya.
Efek arus non-pasang surut:
1. Tidak merubah pola arus bentuk elips (open ocean) atau arus bolak-balik di estuari atau
selat tidak berubah
2. Merubah kecepatan arus pasang surut. Bila arus non-pasang surut searah dengan arus
pasang surut, arus pasutnya dipercepat. Bila arus non-pasang surut berlawanan arah
dengan arus pasang surut, arus pasang surutnya diperlambat.

2.5. Kondisi Umum Delta Berau


Delta Berau terletak di Provinsi Kalimantan Timur berseberangan dengan Kepulauan
Derawan. Wilayah ini memiliki bidodiversitas yang sangat tinggi di wdaerah tangkapan
maupun di laut lepas. Aliran Sungai Berau merupakan gabungan dari dua sungai yang berasal
dari Desa Gunung Tabur. Sungai Berau kemudian akan mengalir hingga menuju laut melewati
cabang-cabang yang disebut dengan delta. Delta merupakan endapan di muara yang terbentuk
akibat proses sedimentasi sehingga endapan tersebut membentuk daratan dan memecah aliran
sungai menjadi bercabang. Endapan tersebut terjadi akibat berkurangnya aliran air sungai saat
memasuki laut. Proses pembentukan delta terjadi secara perlahan selama beberapa tahun.

10
Gambar 2. 7 Hubungan Bentuk Delta dengan Fenomena Dominan Pembentuknya
(Sumber: Sassi, 2013)
Bentuk percabangan suatu delta dapat menentukan fenomena alam dominan yang
berperan dalam pembentukan delta, dalam hal ini yaitu fenomena yang mampu
mengurangi/meningkatkan laju aliran sungai. Gambar 2.9 menunjukkan hubungan antara
bentuk delta dengan fenomena dominan yang berperan dalam pembentukannya. Jika melihat
bentuk Delta Berau yang menyerupai bentuk dari Delta Mahakam, maka dapat dikatakan
bahwa Delta Berau merupakan delta yang terbentuk akibat pengaruh aliran sungai dan pasang
surut.

2.5. Studi Terdahulu


Widyastuti, dkk. (2012) melakukan penelitian karakteristik pasang surut di Delta
Mahakam, studi kasus di Bekapai dan Tunu dengan metode admiralty. Pemilihan daerah studi
karena merupakan daerah operasi berbagai perusahaan minyak dan gas (Migas) serta
merupakan jalur navigasi banyak kapal. Selain itu, pemilihan Bekapai dan Tunu ditujukan
untuk melihat perbedaan pasang surut di suatu delta dengan pasang surut di lepas pantai. Data
yang digunakan berasal dari Total E&P Indonesie selama 15 hari, yaitu 1 s.d. 12 Januari 2010
untuk Bekapai, 1 s.d. 15 Februari 2008 untuk Tunu dengan interval data adalah 1 jam. Data
kemudian direvifikasi dengan data lapangan selama 29 hari, untuk Bekapai 1 s.d. 29 Januari
2010 dan Tunu 1 s.d. 29 Februari 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bekapai dan
Tunu mempunyai tipe pasang surut yang sama, yaitu campuran condong ke semidiurnal. Tetapi
ampliduto pasang surut di Tunu lebih tinggi daripada Bekapai, yang diduga dikarenakan
batimetri Tunu lebih dangkal dibandingkan Bekapai. Perbedaan fasa yang terjadi

11
menginformasikan bahwa kondisi air tinggi (high water) akan tiba 15 menit lebih awal di
Bekapai dibandingkan di Tunu.
Nurrohim, dkk (2012) melakukan kajian intrusi air laut di kawasan pesisir Kecamatan
Rembang, Kabupaten Rembang untuk mengetahui distribusi spasial daerah yang terkena
dampak intrusi air laut dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya intrusi air laut. Metode
yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi, dan uji laboratorium terhadap 30
sampel air sumur dan penduduk sebanyak 90 orang. Hasil yang didapatkan adalah faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya intrusi air laut di kawasan pesisir Kecamatan Rembang, (1)
kondisi geologi pada wilayah dengan material alluvium; (2) kondisi geohidrologi pada wilayah
produktivitas ekuiver sedang; (3) kepadatan penduduk tinggi dan (4) penggunaan lahan
tambak. Jarak intrusi laut dari garis pantai menuju daratan yang mencapai dataran dari wilayah
penelitian mencapai 4 kilometer. Akan tetapi, faktor jarak tidak berpengaruh besar terhadap
terjadinya intrusi air laut du daerah penelitian, karena beberapa sampel tidak menunjukkan
adanya intrusi padahal dekat dengan pantai.
Buschman, dkk (2012) melakukan penelitian tentang variasi ketinggian muka air di
wilayah subtidal yang dipengaruhi oleh aliran sungai dan pasang surut di Sungai Berau,
Kalimantan Timur. Data yang digunakan adalah data ketinggian air dan debit sungai selama
beberapa bulan. Dengan menggunakan beberapa regresi untuk pengolahan, evaluasi, dan
analisis data. Data observasi di wilayah tidal ketinggian muka air menunjukkan variasi 1 m
saat neap tide dan 2,5 m saat spring tide. Tipe pasang surut di area kajian adalah tipe pasang
surut campuran condong semidurnal. Dalam perjalanannya menuju daratan, khususnya
ketinggian air minimum bertambah, dimana ketinggian air bertambah sedikit. Di wilayah
subtidal variasi ketinggian air yang dipengaruhi pasang surut mulai melemah dan terkadang
tidak ada pengaruh dari pasang surut. Pengaruh pasang surut terbesar terdapat di antara Batu-
Batu dan Gunung Tabur. Debit sungai yang tinggi akan meningkatkan gaya friksi rata-rata
harian. Secara umum, debit sungai saat puncak ebb dan puncak flood nilai kecepatannya sama.
Periode ebb lebih lama dibandingkan periode flood. Korelasi antara ketinggian air di Gunung
Tabur dan debit sungai di wilayah subtidal kecil. Hal ini diduga karena debit sungai di Berau
merespon dengan cepat hujan, debit sungai dianggap tidak terkontrol oleh pengaruh pasang
surut.

12
BAB III
METODOLOGI

3.1 Daerah Kajian


Daerah kajian pada penelitian ini adalah kawasan Delta Berau, Kalimantan Timur yang
secara geografis terletak diantara 117o36,0’ s.d. 118o BT dan 2o s.d. 2o16’ LU Gambar 3.1.
Batu-Batu, Semanting, dan Muara Tumbuk merupakan nama daerah sebagai titik lokasi
pengukuran pasang surut yang berada di hulu dan muara delta.

Gambar 3.1 Peta Daerah Kajian


3.2 Data yang Digunakan
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data hasil dari pengukuran
langsung menggunakan alat ADCP, OMS, dan CTD. ADCP digunakan untuk mengukur
kecepatan arus dan turbiditas dalam arah horizontal, OMS untuk mengukur turbiditas dan
tekanan dalam arah vertikal, dan CTD untuk mengukur temperatur dan salinitas dalam arah
vertikal. Pengukuran dilakukan pada rentang waktu tertentu pada tahun 2006 dan 2007.
Pengambilan data di percabangan delta menggunakan tiga alat, yaitu ADCP, OBS, dan
CTD yang diletakkan pada sebuah perahu. Ilustrasi pengambilan data di percabangan
ditunjukkan pada Gambar 3.2. Perahu akan bergerak mengitari percabangan tersebut selama
12,5 jam dengan satu kali putaran menghabiskan waktu kurang lebih 1,5 jam. Pengukuran
menggunakan CTD-OBS dilakukan setiap berada di titik tengah channel (ditunjukkan oleh titik
merah) sedangkan ADCP terus mengukur bersamaan dengan GPS yang mencatat posisi selama
perahu bergerak. Ilustrasi deploy ADCP dan CTD-OBS menggunakan perahu ditunjukkan oleh
Gambar 3.3.

13
Selain data pada percabangan, data time-series secara regional Delta Berau juga
diperoleh dengan menggunakan HADCP, OBS, OMS yang ditempatkan pada beberapa titik
yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Titik pengukuran antara lain, Batu-Batu, Semanting, dan
Muara Tumbuk.

Gambar 3.2 Ilustrasi Pengambilan Data di Percabangan Delta (garis biru menunjukkan
alur pengukuran dan titik merah menunjukkan lokasi CTD-OBS)
(Sumber: Maulalmulki, 2019)

Gambar 3.3 Ilustrasi cara deploy ADCP dan CTD-OBS menggunakan perahu
(Sumber: Sassi, 2013)

3.3 Metode Pengolahan Data


Pengolahan data pertama dilakukan untuk melihat kondisi pasang surut dan arus dari
pengukuran di beberapa titik lokasi di Delta Berau. Data pasang surut akan diplot secara time
series untuk melihat elevasi muka air. Hasil plot tersebut kemudian akan dibandingkan dengan
hasil plot data arus secara regional Delta Berau untuk melihat pengaruh pasang surut terhadap
dinamika arus yang terjadi di Delta Berau. Dari hasil pengolahan data pasang surut juga dapat
diketahui komponen pasang surut dominan.

14
Data yang didapat dari alat ADCP berbentuk binnary kemudian diolah sedemikian rupa
untuk mendapatkan data kecepatan arus menggunakan perangkat lunak MATLAB. Data yang
didapatkan dari OMS yaitu konduktivitas bisa digunakan untuk menentukan nilai salinitas dan
tekanan untuk menjadi data kedalaman menggunakan perangkat lunak MATLAB, dengan
beberapa koreksi yang diberikan. Setelah datayang sudah disaring didapatkan, maka diplot
terhadap waktu.

3.4 Alur Pengerjaan

Gambar 3.4 Diagram Alur Pengerjaan

15
BAB IV
HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu perubahan dinamika arus, salinitas,
tekanan, dan temperatur di beberapa titik lokasi kajian di Delta Berau yang ditunjukkan pada
Gambar 3.1. Ketika sebuah aliran estuari ke arah laut terbagi menjadi beberapa aliran, dapat
diketahui pengaruh pasang surut yang paling besar di aliran mana dan titik mana. Selain itu,
arus yang terbentuk di wilayah delta dapat diketahui paling besar dipengaruhi oleh pasang surut
atau debit Sungai Berau.

16
BAB V
JADWAL PENGERJAAN TUGAS AKHIR

Dalam menjalankan penelitian dibutuhkan rencana kegiatan pengerjaan penelitian


sebagai titik acuan dan check point. Berikut dilampirkan jadwal pengerjaan penelitian dimulai
dari tahapan penyusunan proposal tugas akhir (TA) pada Bulan September 2019 hingga
rencana Sidang Akhir pada Bulan Desember 2019.

Tabel 5. 1 Rencana jadwal pengerjaan Tugas Akhir

17
DAFTAR PUSTAKA

Buschman, F. A., 2011, Flow and sediment transport in an Indonesian tidal network, Utrecht
University.
Dahuri, R., 1992, Strategi Penelitian Estuari di Indonesia, Pros, Loka. Nas. Peny. Prog. Pen.
Bio, Kelautan dan Proses Dinam.Pesisir, Universitas Diponegoro: Semarang.
Hadi, S. dan I. M. Radjawane, 2009, Arus Laut, Program Studi Oseanografi Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Nurrohim, A., Tjaturahono B. S., dan Wahyu S., 2012. Kajian Intrusi Air Laut di Kawasan
Pesisir Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang.
Rositasari, R., dan Rahayu, S.K. 1994. Sifat-Sifat Estuari dan Pengelolaannya. Oseana. Vol.
29 (3): 21-31.
Sassi, M. G., 2013, Discharge regimes, tides and morphometry in the Mahakam delta channel
network.
Van Rijn, L. (1990) : Princioles of Fluid Flow and Surface Wave in Rivers, Estuaries, Seas,
and Ocean. Aqua Publication.
Widyastuti, M. S., Nining S. N., dan R. Rinaldi, 2012, Karakteristik Pasang Surut di Delta
Mahakam (Studi Kasus di Bekapai dan Tunu), Program Studi Oseanografi Institut
Teknologi Bandung, Bandung.

18

Anda mungkin juga menyukai