Anda di halaman 1dari 31

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia
1. Pengertian
Lansia adalah orang yang karna usianya mengalami perubahan

biologik, fisik dan sosial yang selanjutnya berpengaruh terhadap aspek

kesehatannya termasuk kehidupan (Nugroho, 2008)


Lansia adalah seseorang yang sudah berusia 60 tahun keatas dan

seseorang yang karena usianya mengalami perubhan biologis, fisik,

kejiwaan, sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh

aspek kehidupan, termasuk kesehatannya (Fatimah, 2010)


Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Undang Republik

Indonesia No 13 tahun 1998 tentang lansia sebagai berikut :


a. Lansia adalah sesorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih bisa melakukan

pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa.


c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari

nafkah sehingga hidupnya tergantung pada orang lain.


Menurut BKKBN, lansia adalah kerusakan yang diderita individu

yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memeliki tanda-tanda

terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikilogis, dan sosial

ekonomi (Wahit Iqbal, 2006)


Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang

telah memulai tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, tua.

Memasuki usia tua berarti mengalami


10
kemunduran misalnnya kemunduran

fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi

mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin


11

memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak proposional

(Nugroho, 2008)
2. Batasan lansia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya

berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan

usia dalah sebagai berikut:


a. Menurut Organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59
2) Lanjutan usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun
(Padila, 2013)
b. Departemen Kesehatan RI membagi lansia menjadi :
1) Kelompok menjelang usia lanjut : 45-54 tahun sebagai masa

vibrilitas
2) Kelompok usia lanjut : 55-64 tahun sebagai presenium
3) Kelompok lanjut usia : >65 tahun sebagai senium (Fatimah, 2010)

c. Menurut undang-undang no 4 tahun 1965


Seseorang yang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau

lansia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak

mempunyai atau tidak berdya mencari nafkah sendiri untuk keperluan

hidup sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain (nugroho,

2008).
3. Proses Menua
Menjadi tua adalah salah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup

yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonates,

Toddler, pra sekolah, sekolah, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda

ini di mulai baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013)


12

Memasuki usia banyak mengalami kemunduran misalnya kemunduran

fisik yang ditandai dengan kulit menjadi keriput karena berkurangnya

bantalan lemak, rambut memutih, pendengaran berkurang, penglihatan

memburuk, gigi mulai ompong aktivitas menjadi lambat nafsu makan

berkurang dan kondisi tubuh yang lain juga mengalami kemunduran

(Padila, 2013).
Menurut WHO dan Undang-Undang No 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa

umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit,

akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan

tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang

berakhir dengan kematian (Padila, 2013).


Proses penuaan terdiri atas teori-teori tentang penuaan, aspek biologis

pada proses menua, proses penuaan pada tingkat sel, proses penuaan

menurut sistem tubuh, dan aspek psikologis pada proses penuaan (Padila,

2013)
4. Teori-teori proses menua
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan, namun

tidak semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua

kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori

psikososial (Padila, 2013)


a. Teori Biologis :
Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut :
1) Teori Jam Genetik
Secara genetik sudah terprogram bahwa material di dalam inti sel

dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi


13

mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies

tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula.

Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110

tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50

kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi.

a) teori cross-linkage (rantai silang)


kolagen yang merupakan unsur penyusun tulang diantara

susunan molekular, lama kelamaan akan meningkat

kekakuannya (tidak elastis). Hal ini disebabkan oleh karena sel-

sel yang sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan

yang sangat kuat.


b) teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan

kerusakan dan kemunduran secara fisik.


c) teori genetic
Menurut teori ini, menua telah terprogram secara genetik untuk

spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari

perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-

molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami

mutasi.
d) teori imunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi

suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat

tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi

lemah. System immune menjadi kurang efektif dalam

mempertahankan diri, regulasi dan resposibilitas.


e) teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan

tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan


14

kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress

menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.


f) teori wear and tear (pemakaiaan dan rusak)
kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah

(terpakai).
b. Teori Psikososial
a) Teori Integritas Ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang

harus dicapai dalam tiap tahap perkembangan. Tugas

perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan seseorang dan

pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaiaan konflik antara

integritas ego dan keputusan adalah kebebasan.


b) Teori Stabilitas Personal
Kepribadiaan seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan

tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua

bisa jadi mengidentifikasi penyakit otak.


c. Teori Sosiokultural
a) Teori Pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,

seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan

sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini

mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, sehingga

sering terjadi kehilangan ganda meliputi ; kehilangan peran,

hambatan kontak sosial, dan berkurangnya komitmen.


b) Teori Aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung

dari bagaimana seorang usia lanjut merasakan kepuasan dalam

beraktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama


15

mungkin. Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting

dibandingakan kuantitas aktivitas yang dilakukan.


d. Teori Konsekuensi Fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut:
a) teori ini mengatakan tentang konsekuensi fungsional usia lanjut

yang berhubungan dengan perubahan-perubahan karena usia dan

faktor risiko tambahan.


b) Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan

negative, dengan intervensi menjadi positif.


5. Masalah Kesehatan Lanjut Usia
Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal

yang wajar dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang. Hanya

lambat cepatnya proses itu tergantung pada masing-masing individu yang

bersangkutan.
Seseorang menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang pada

akhirnya terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik seperti :


a. Kulit mulai memgendor dan pada wajah timbul garis-garis menetap

dan keriput-keriput.
b. Rambut mulai beruban
c. Gigi mulai ompong
d. Penglihatan dan Pendengaran menjadi buruk
e. cepat dan mudah letih
f. keterampilan tubuh menghilang, terjadi timbunan lemak biasanya

dibagian perut dan pinggul (Nugroho, 2008).


Di samping kemunduran biologis pada lansia masalah yang sering

ditemui sehari-hari baik fisik maupun mental adalah :


a. Mudah jatuh dan sering berulang-ulang yang biasanya disebabkan oleh

faktor penyakit fisik seperti : gangguan jantung, syaraf, sistem anggota

gerak, gangguan panglihatan, lingkungan yang tidak bisa sehingga

merasa asing atau lantai yang licin.


16

b. Mudah lelah mungkin disebabkan perasaan bosan, keletihan atau

depresi. dapat juga gangguan organic seperti anemia, kurang vitamin,

gangguan pencernaan, gangguan peredaran jantung dan gangguan

metabolism seperti diabetes mellitus.


c. Kekacauan pikiran yang disebabkan penyakit metabolit, dehidrasi atau

kekurangan cairan, gangguan fungsi otak seperti demensia, radang

selaput otak atau karena alkohol.


d. Nyeri dada karena penyakit koroner yang menyebabkan iskemia

jantung, gangguan pada sistem alat pernafasan.


e. Nyeri pinggang atau punggung yang disebabkan oleh gangguan sendi,

gangguan pancreas, batu ginjal, gangguan padaa kandung rahim dan

kelenjar prostat.
f. Berat badan yang menurun yang disebabkan nafsu makan berkurang,

penyakit menahun , gangguan pencernaan.


g. sulit menhan kencing atau ngompol, yang disebabkan oleh radang

kantong kemih, kelainan control pada kantong kemih atau karena otot

diuretika.
h. Sulit menahan air besar yang disebabkan usus besar yang menahan dan

diare
i. Gangguan penglihatan disebabkan oleh presbiopia, katarak dan radang

saraf mata.
j. Gangguan pendengaran disebabkan karena kelainan degeratif

(otosklerosis) yang sering menimbulkan kebingungan pada lanjut usia.


k. Gangguan tidur dapat disebabkan karena lingkungan yang kurang

tenang atau karena penyakit tersebut diatas dan gangguan

cemas/depresi.
l. Perasaan dingin-dingin dan kesemutan anggota badan yang disebabkan

oleh gangguan sirkulasi darah lokal dan pernafasaan.


m. Gatal-gatal yang disebabkan karena kulit kering.
17

(Nugroho, 2008)
Kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli

dari WHO pada tahun 1999 (yang menyatakan bahwa mental yang

sehat/mental health yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) Dapat

menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau

realitas tadi buruk (2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3)

Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima (4) Secara relatif

bebas dari rasa tegang dan cemas (5) Berhubungan dengan orang lain

secara tolong menolong dan saling memuaskan (6) Menerima kekecewaan

untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari kedepan (7) Menjuruskan rasa

permusuhan pada penyeleseian yang kreatif dan konstruktif (8)

Mempunyai daya kasih sayang yang besar (Maryam, 2008).


6. Masalah Psikososial Pada Lansia
a. Aspek Sosial Lansia :
Sikap, nilai, keyakinan terhadap lansia, label/stigma, perubahan sosial.
b. Ketergantungan :
Penurunan fungsi, penyakit fisik.
c. Gangguan konsep diri
Faktor risiko masalah psikososial lansia :
1) Sumber financial yang kurang
2) Tipe kepribadiaan : menajemen stress
3) Kejadian yang tidak terduga
4) Jumlah kejadiaan pada waktu yang berdekatan
5) dukungan sosial kurang
(Kuntjoro dalam Padila, 2013).
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami

penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Dengan adanya penurunan

kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek

psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.

Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe

kepribadian lansia sebagai berikut :


18

a. Tipe kepribadiaan konstruktif (construction personality), biasanya

tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap

sampai sangat tua.


b. Tipe kepribadian mandiri (independent personality), pada tipe ini

ada kecenderungan mengalami post power syndrome, apalagi jika

pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat

memberikan otonomi pada dirinya.


c. Tipe kepribadiaan tergantung (dependent personality), pada tipe ini

biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila

kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak

bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan

yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera

bangkit dari kedukaannya.


d. Tipe kepribadiaan bermusuhan (hostility personality), pada tipe ini

setelah memasuki lansia tetap meras tidak puas dengan

kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak

diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi

ekonominya menjadi morat-marit.


e. tipe kepribadiaan kritik diri (self hate personality), pada lansia tipe

ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit

dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.


(Padila, 2013).
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik

yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutahan fisik

dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau

harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir


19

fisiknya. Seseorang lansia harus mampu mengatur hidupnya dengan

(Padila, 2013).
B. ADL (Activity Daily Living)
1. Pengertian ADL
Ketergantungan adalah meletakan kepercayaan kepada orang lain, atau

benda lain untuk bantuan yang terus-menerus, penentraman hati, dan

pemenuhan kebutuhan (Nugroho, 2008)


ADL (Activity Daily Living) adalah kegiatan kegiatan melakukan

pekerjan rutin sehari-hari. ADL dapat terganggu oleh beberapa hal

misalnya karena terjadi penurunan ADL pada lansia (Hardywinoto dalam

Hidayat , 2010).
Aktivitas Dasar Sehari-hari (ADS) yang dalam literature asing disebut

Activity of Daily Living (ADL) adalah aktivitas perawatan diri yang

normanlnya dilakukan setiap hari oleh individu untuk memenuhi

kebutuhan dan tuntunan hidup sehari-hari. Aktivitas hidup sehari-hari

meliputi transfer (tidur ke duduk), berjalan, penggunaan toilet (ke/dari

WC, melepaskan/mengenakan celana), membersihkan diri (sisir rambut

dan sikat gigi), mengontrol BAB, mengontrol BAK, mandi, berpakaian,

makan, dan naik turun tangga. Keadaan individu membutuhkan bantuan

dalam memenuhi aktivitas tersebut bisa akut, kronik, sementara waktu,

menetap atau rehabilitative. Aktivitas kehidupan sehari-hari merupakan

suatu untuk mengembangkan dan memelihara keadaan fisiologis dan

psikososial yang baik (Noorkasiani, 2009).


2. Teori ADL
Menurut Orem dalam teori keperawatan yang di kenal dengan Model

Self Care atau perawatan diri sendiri merupakan pelaksanaan kegiatan

yang diparkasai dan dilakukan oleh individu sendiri untuk memenuhi


20

kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan

kesejahteraannya sesuai dengan keadaan, baik sehat maupun sakit .

(Orem’s dalam padila, 2013).


Pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai

kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk

mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu (Padila,

2013)
Teori sistem keperawatan Orem mengacu pada bagaimana individu

memenuhi kebutuhan dan menolong keperawatannya sendiri, maka

timbullah 3 teori dari Orem tentang Self Care Deficit Of Nursing yaitu:
a. Self Care
Teori self care ini berisi upaya tuntutan pelayanan diri yang The

nepeutic sesuai dengan kebutuhan perawatan diri sendiri adalah suatu

langkah awal yang dilakukan oleh seorang perawat yang berlangsung

secara continue sesuai dengan keadaan dan keberadaannya, keadaan

kesehatan dan kesempurnaan. Perawatan diri sendiri merupakan

aktifitas yang praktis dari seseorang dalam memelihara kesehatannya

serta mempertahankan kehidupannya. Terjadi hubungan antar pembeli

self care dengan penerima self care dalam hubungan terapi. Orem

mengemukakan tiga kategori / persyaratan self care: Persyaratan

universal, persyaratan pengembangan dan persyaratan kesehatan.

Penekanan teori self care secra umum:


1) Pemeliharan intake udara
2) Pemeliharaan intake air
3) Pemeliharaan intake makanan
4) Mempertahankan hubungan perawatan proses eliminasi dan eksresi
5) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
6) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan social
21

7) Pencegahan risiko-risiko untuk hidup, fungsi usia dan kesehatan

manusia
8) Peningkatan fungsi tubuh dan panimbangan manusia dalam

kelompok sosial sesuai dengan potensinya.


(Padila, 2013)
b. Self Care Deficit
Teori ini merupakan inti dari teori perawatan general Orem, yang

menggambarkan kapan keperawatan di perlukan, oleh karena

perencanaan keperawatan pada saat perawatan yang dibutuhkan. Bila

dewasa (pada kasus ketergantungan, orang tua, pengasuh) tidak

mampu atau keterbatasan dalam melakukan self care yang efektif.

Teori self care deficit diterapkan bila ;


1) Anak belum dewasa
2) Kebutuhan melebihi kemampuan perawatan
Kemampuan sebanding dengan kebutuhan tetapi diprediksi untuk masa

yang akan datang, kemungkinan terjadi penurunan kemampuan dan

peningkatan kebutuhan (Padila, 2013)


c. Nursing system
Teori yang membahas bagaimana kebutuhan “Self Care” pasien

dapat dipenuhi oleh perawat, pasien atau keduanya. Nursing system

ditentukan / direncanakan berdasarkan kebutuhan “Self Care” dan

kemampuan pasien untuk menjalani aktifitas “Self Care Orem”

mengidentifikasikan klasifikasi nursing system :


1) The Wholly compensatory system
2) Bantuan secara keseluruhan, dibutuhkan untuk klien yang tidak

mampu mengontrol dan memantau lingkungannya dan berespon

terhadap rangsangan.
3) The Partly compensantiry system
Bantuan sebagian, dibutuhkan bagi klien yang mengalami

keterbatasa gerak karena sakit atau kecelakaan


4) The supportive – Edukative system
22

Dukungan pendidikan dibutuhkan dibutuhan oleh klien yang

memerlukannya untuk dipelajari, agar mampu melakukan

perawatan.
5) Metode bantuan :
Perawat membantuan klien dengan menggunakan system dan

melalui lima metode bantuan yang meliputi:


a) Melakukan sesuatu untuk klien
b) Mengajarkan klien
c) Mengarahkan klien
d) Mensupport klien
e) menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan

berkembang
(Padila, 2013)
d. Tiga kategori self care
1) Universal self care requisite ; keperluan self care universal dan

pada setiap manusia dan berkaitan dengan fungsi kemanusiaan dan

proses kehidupan, biasanaya mengacu pada kebutuhan dasar

manusia.
2) Developmental self care requisite; terjadi berhubungan dengan

tingkat perkembangan individu dan lingkungan dimana tempat

mereka tinggal yang berkaitan dengan perubahan hidup seseorang

atau tingkat siklus kehidupan.


3) Health deviation self care requisite; timbul karena kesehatan yang

tidak sehat dan merupakan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi

nyata karena sakit atau ketidak mampuan yang mengingikan

perubahan dalam prilaku self care


e. Tujuan keperawatan model Orem”s:
1) Menurunkan tuntutan self care pada tingkat dimana klien dapat

memenuhinya, ini berarti menghilangkan self care deficit


2) Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untk

memenuhi tuntunan self care


23

3) Memungkinkan orang yang berarti bagi klien untuk

memberikan asuhan dependen jika self care tidak

memungkinkan, oleh karenanya self care deficit apapun

dihilangkan (Padila, 2013)


Dengan demikian maka fokus asuhan keperawatan pada model

orem’s yang diterapkan pada praktek keperawatan gerontik di keluarga

atau komunitas adalah


1) Aspek interpersonal : hubungan didalam keluarga
2) Aspek sosial : hubungan keluarga dengan masyarakat disekitarnya
3) Aspek procedural : melatih keterampilan dasar keluarga sehingga

mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi


4) Aspek tehnis : mengajarkan kepada keluarga tentang tehnik dasar

yang dilakukan di rumah.


(Padila, 2013)
3. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Sehari-Hari Pada Lansia
a. Kondisi Kesehatan
Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah

mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup

prima. Prosentase yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai

kesehatan baik. Dengan kesehatan yang baik mereka bisa melakukan

aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari seperti : mengurus

dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat

S. Tamher Noorkasiani (2009) bahwa kemandirian bagi orang lanjut

usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan

Activity Daily Living (ADL). Sedangkan pada lanjut usia dengan

kesehatan sedang cenderung tidak mandiri. Hal ini disebabkan karena

kondisi kesehatan mereka baik fisik maupun psikis yang kadang-

kadang sakit atau mengalami gangguan, sehingga aktivitas sehari-hari

tidak semuanya dapat dilakukan sendiri. Pada beberapa kegiatan


24

mereka memerlukan bantuan orang lain, misalnya mengerjakan

pekerjaan yang berat atau mengambil keputusan. Dengan demikian

orang lanjut usia dengan kondisi kesehatan baik dapat melakukan

aktivitas apa saja sedangkan yang memiliki kondisi kesehatan sedang

cenderung memilih aktivitas yang memerlukan sedikit kegiatan fisik.

Dengan menurunnya kondisi kesehatan seseorang secara bertahap

dalam ketidakmampuan secara fisik mereka hanya tertarik pada

kegiatan yang memerlukansedikit tenaga dan kegiatan fisik (Chuluq,

2012)

b. Kondisi Ekonomi
Pada kondisi ekonomi responden yang mandiri memiliki kondisi

ekonomi sedang. Responden dengan kondisi ekonomi sedang berusaha

tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar tidak

tergantung pada anak atau keluarga lain. Dengan bekerja mereka akan

memperoleh beberapa keuntungan yaitu selain mendapatkan

penghasilan mereka dapat mengisi waktu senggang dengan kegiatan

yang berguna, sehingga aktifitas fisik dan psikis tetap berjalan.

(Chuluq, 2012)
c. Kondisi Sosial (dukungan keluarga)
Hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan anak yang telah

dewasa adalah menyangkut keeratan hubungan mereka dan tanggung

jawab anak terhadap orangtua yang menyebabkan orang lanjut usia

menjadi mandiri. Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik yang

telah berumah tangga maupun yang belum, atau yang tinggal satu

rumah, tidak tinggal satu rumah tetapi berdekatan tempat tinggal atau

yang tinggal berjauhan ( tinggal di luar kota ) masih memiliki


25

kewajiban bertanggung jawab terhadap kebutuhan hidup orang lanjut

usia seperti kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan sosial. Dari

hasil penelitian bahwa interaksi sosial dan peran keluarga yang terlibat

berpengaruh terhadap kemandirian lansia (Chuluq, 2012).


4. Indeks Katz
Indeks Katz adalah suatu instrument pengkajian dengan sistem penilian

yang didasarkan pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional

dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga

memudahkan pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, R. Siti, dkk,

2011).
Pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian Katz untuk aktivitas

kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau

bergantung dari klien dalam hal 1) makan, 2) kontinen (BAB atau BAK),

3) berpindah, 4) ke kamar kecil, 5) mandi dan berpakaian (Maryam, R.

Siti, dkk, 2011).


Tabel 2.1
Penilaian Indeks Katz

Skore Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),
berpindah, ke kamar kecil mandi dan berpakaian.
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam semua hal, kecualimandi dan satu fungsi
tambahan.
D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan
satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar mandi, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut.
Lain-Lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
26

diklasifikasikan sebagai C,D, E atau F


Sumber : Maryam R, Siti, dkk. 2011

Keterangan :
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari

orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak

melakukan fungsi, meskipun sebenarnya mampu.


1. Mandi
Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti punggung atau

ekstremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.


2. Berpakaian
Mandiri : mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan

pakaian, mengancingi atau mengikat pakaian.


3. Ke Kamar Kecil
Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan

genetalia sendiri.
Bergantung : menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan

menggunakan pispot.
4. Berpindah
Mandiri : berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari

kursi sendiri.
Bergantung : bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi,

tidak melakukan satu, atau lebih berpindah.


5. Kontinen
Mandiri : BAK dan BAB seluruh dikontrol sendiri.
Bergantung : inkontinensia parsial atau lokal ; penggunaan kateter, pispot,

enema, dan pembalut (pampres).


6. Makan
Mandiri : mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan

menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT).


C. Keluarga
1. Pengertian
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan


27

mempertahankan budaya yang umum, meningkatan perkembangan fisik,

mental, dan emosional serta sosial individu yang ada di dalamnya, dilihat

dari interaksi yang regular dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan

hubungan untuk mencapai tujuan umum (Duval dalam Harmoko, 2012).


Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat

di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung (Depkes RI dalam

Harmoko, 2012).
2. Pengertian Peran Keluarga
Peran adalah seperangkat perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan

yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan satuan tertentu. setiap

anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Ayah sebagai

pemimpin keluarga, pencari nafkah, pendidik, pelindung / pengayom, dan

pemberi rasa aman kepada anggota keluarga. Selain itu, sebagai anggota

masyarakat/kelompok sosial tertentu. Ibu sebagai pengurus rumah tangga,

pengasuh, pendidik anak-anak, pelindung keluarga, dan juga sebagai

pencari nafkah tambahan keluarga. Selain itu, sebagai anggoata

masyarakat. Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan

perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual (Ali, 2009).


a. Peran formal keluarga
Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga (pencari

nafkah, ibu rumah tangga, tukang perbaiki rumah, sopir, pengasuh

anak, manager keuangan, dan tukang masak). Jika dalam keluarga

hanya terdapat sedikit orang yang memenuhi peran ini, maka akan

lebih banyak tuntutan dan kesempatan bagi anggota keluarga untuk

memerankan beberapa peran pada waktu yang berbeda (Harmoko,

2012)
28

Jika seseorang anggota keluarga meninggalkan rumah, dan

karenanya ia tidak memenuhi suatu peran, maka anggota lain akan

mengambil alih kekosongan ini dengan memerankan perannya agar

tetap berfungsi. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai

suami-ayah dan istri-ibu antara lain sebagai berikut.


1) Peran sebagai provider atau penyedia.
2) sebagai pengatur rumah tangga
3) perawatan anak, baik yang sehat maupun yang sakit
4) Sosialisasi anak
5) Rekreasi
6) persaudaraan (kindship), memelihara hubungan keluaraga paternal

dan maternal
7) Peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan)
8) peran seksual
(Harmoko, 2013)
b. Peran Informal Keluarga
Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak,

dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional

individu dan / tidak untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga.

Peran informal mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalu

didasarkan pada usia, ataupun jenis kelamin, melainkan lebih

didasarkan pada atribut personalitas atau kepribadian anggota keluarga

individu (Harmoko, 2012)


1) Pendorong. Memeliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan

pendorong, memuji, setuju dengan, dan menerima kontribusi dari

orang lain. Akibatnya ia dapat merangkul orang lain dan membuat

mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai

untuk didengarkan
29

2) Pengharmoni. yaitu berperan menengani perbedaan yang terdapat

diantara para anggota, penghibur, dan menyatukan kembali

perbedaan pendapat
3) insiator Kontributor. Mengemukan dan mengemukakan ide-ide

baru atau cara-cara mengikat masalah-masalah atau tujuan-tujuan

kelompok
4) Pendamai. berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik

dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai


5) Pencari nafkah, yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam

memenuhi kebutuhan, baik material maupun non material anggota

keluarganya
6) perawatan keluarga, yaitu peran yang dijalankan terkait merawat

anggota keluarga jika ada yang sakit.


7) Penghubung keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim

dan memonitor komunikasi dalam keluarga


8) Pionir keluarga, yaitu membawa keluarga pindah ke suatu wilayah

asing dan mendapatkan pengalaman baru.


9) Koordinator, keluarga berarti mengorganisasi dan merencanakan

kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat keakraban

dan memerangi kepedihan


10) Pengikut dan saksi. Saksi sama dengan pengikut, kecuali dalam

beberapa hal, saksi lebih pasif, Saksi hanya mengamati dan tidak

melibatkan dirinya.
(Harmoko, 2012)
3. Peran Keluarga Terhadap Lansia
Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam

mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga antara lain: menjaga

atau merawat lansia, mempertahankan & meningkatkan status mental,


30

mengantisipasi perubahan status sos.ek serta memberikan motivasi dan

memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Padila, 2013)


a. Sistem keluarga besar, lansia adalah sesepuh yang patut dihargai,

dihormati., dan diminta nasihat atau doa restunya, usahakanlah

menyediakan fasilitas-fasilitas kebutuhan harian (first and the best)

dan jagalah privasinya.


b. Sikap keluarga dan masyarakat terhadap lansia, adanya kecendrungan

berpersepsi negative dan diharapkan mempunyai persepsi positif pada

lansia karena merupakn peristiwa alamiah di mana tiap-tiap individu

akan mengalaminya
c. Menciptakan kebutuhan untuk dicintai merupakan aktualisasi dari usia

lanjut
d. Menciptakan suasana yang menyenangkan, yaitu hubungan yang

harmonis (saling pengertian antara generasi muda dan generasi lansia)


e. Menggalakan dan melaksanakan program mandem jero mikul duwur
f. Kepada pihak pemerintah, keluarga, atau masyarakat mengharapkan

adanya:
1) bantuan kesejahteraan bagi lansia yang berupa perbaikan

ekonomi, kesehatan, transportasi, dan perumahan bagi lansia

yang tidak mempunyai perubahan


2) bantuan hukum bagi lansia serta perlindungan hukum
3) Melaksanakan penelitian atau kegiatan yang rill untuk

kesejahteraan lansia, mempercepat proses penuaan.


Keluarga lansia saat ini sangat berbeda dengan masa lampau.

Sejalan berubahnya keluarga, berubah pula dinamika yang ada dalam

keluarga. Oleh karena itu, perselisihan, masalah, dan praktik-praktik

keluarga lansia saat ini bersifat unik.


Keluarga inti tidak lagi menjadi keluarga tradisional, begitu pula

halnya dengan keluarga besar. Peningkatan perceraiaan, orang tua tunggal


31

dan persatuaan nontradisioal mengarah kecitra baru keluarga. Orang tua

tunggal mengatur lebih dari sepertiga keluarga yang ada saat ini. Orang

tua tunggal juga yang bertanggung jawab untuk merawat anggota keluarga

lansia karena memanjangnya rentang hidup. Penatalaksanaan keperawatan

tidak terjadi secara terpisah, tetapi harus dilakukan dalam sistem keluarga

agar behasil dilaksanakan (Stanly, 2006)


Cara terbaik untuk memahami fungsi keluarga pada lansia adalah

dengan mendapatkan pengetahuan tentang fungsi keluarga di masa lalu

melalui tinjauan keluarga. Seperti halnya tinjauan hidup yang memberi

petunjuk tentang keterampilan koping dan respons manusia terhadap

krisis, tinjauan keluarga memberi tentang fungsi keluarga. Tinjauan atau

riwayat keluarga memberikan pemahaman tentang cara keluarga

memberikan arti terhadap kejadian-kejadian tertentu.tinjauan tersebut

memberikan perspektif historis tentang interaksi keluarga, pengaruh

budaya, informasi kelas sosial, perasaan kewajiban anak, dan pilihan

agama. Riwayat keluarga juga dapat memberikan informasi yang berkaitan

dengan status kesehatan dan pandangan keluarga tentang kesehatan

(Stanly, 2006)
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang unit keluarga

lansia, seseorang harus mewaspadai adanya konfigurasi yang berbeda dan

dampak dari konfigurasi itu pada unit keluarga tersebut. Konfigurasi

tersebut dapat berupa menikah, bercerai, menjanda, tidak mempunyai

anak, dan orang-orang yang menikah lagi. Setiap konfigurasi tersebut

mempengaruhi status lansia dalam sistem keluarga. Oleh karena itu,


32

pendekatan terhadap asuhan dalam setiap konfigurasi tersebut berbeda-

beda (Stanly, 2006)


a. Struktur peran
Setiap anggota keluarga memainkan peran yang sesuai

dengan posisi dan statusnya dalam sistem keluarga. Peran didasari

oleh harapan orang lain dan diri sendiri. Pada kelurga muda, ibu

memainkan peran sebagai pengasuh, ayah sebagai penyedia. Sering

kali ibu juga berperan sebagai perentara, orang yang menerjamahkan

tindakan dan pikiran untuk anggota keluarga yang lain.


Sejalan dengan bertambahnya usia keluarga, peran berubah.

Ayah yang semula menjadi penyedia sekarang menjadi pengasuh,

hal ini terjadi karena penilaian diri sendiri yang terjdi karena

penuaan. Selama penilaian diri ini , ayah penyedia menemukan

bahwa ia terlalu sibuk bekerja sampai ia melupakan kesempatan

yang ia peroleh untuk menjalin hubungan yang erat dengan anak-

anaknya. Pada usia lansia muda, ia memiliki kesempatan terakhir

untuk melakukan hal tersebut. Ayah dapat menjadi komunikator

keluarga, seseorang yang selalu berhubungan dengan anak. Ayah

pengasuh yang baru ini sering kali memiliki kesempatan untuk

menikmati keberadaan bersama cucu lebih dari yang ia peroleh

bersama anak-anaknya sendiri. Secara aktual terdapat lebih banyak

pembagian peran pada keluarga lansia.


Untuk wanita lansia, sindrom kekosongan rumah dapat

dihadapi dengan kegembiraan, bukan kesedihan karena perubahan

tersebut memberikan kesempatan kepada ibu untuk mengeksplorasi


33

potensinya sendiri. Tentu saja, ada jenis wanita lansia lain yang

sangat terbawa dalam perannya sebagai orang tua dan istri sehingga

kekosongan rumah membawa ketidakbahagiaan. Kemampuan

keluarga untuk berespon terhadap perubahan melalui fleksibilitas

peran merupakan hal yang paling penting dalam keberhasilan fungsi

keluarga. Hal ini sangat benar terutama pada keluarga lansia.


b. Proses dan Fungsi
Berbagai proses dan fungsi keluarga mempengaruhi

psikodinamika interaksi keluarga pada semua usia. Hal tersebut

berupa proses komunikasi, orientasi nilai-nilai keluarga, dan fungsi

afektif dan sosialisasi keluarga.


c. Proses komunikasi
Proses dalam keluarga adalah hasil dari fungsi keluaraga.

Setiap keluarga berkomunikasi dengan caranya sendiri, beberapa

diantaranya lebih efektif dari yang lainnya. Komunikasi yang tidak

jelas merupakan penyebab utama terjadinya fungsi keluarga yang

buruk. Perilaku non verbal sama pentingnya dengan perilaku verbal

dalam proses komunikasi. Semua perilaku adalah bentuk dari

komunikasi, satu orang mengirim pesan untuk orang lain. Perawat

observer dapat mengkaji fungsi keluarga dengan mengobservasi

komunikasi tanpa mendengarkan kata-katanya.


Keluarga fungsional menungkapkan emosi dan perasaannya

satu sama lain secara terbuka. Mereka menunjukan rasa saling

menghormati terhadap perasaan orang lain serta saling

mendengarkan dan saling berespon satu sama lain. Tingkat rasa

percaya tertentu dan harga diri menembus pola komunikasi keluarga


34

fungsional. Karena rasa percaya ini, anggota keluarga dengan bebas

menggunakan keterbukaan diri. Orang yang merasa aman satu sama

lain dapat mengatasi konflik dan ketidaksesuaian. Melalui konflik,

anggota keluarga saling mengetahui dan memahami satu sama lain

dengan lebih baik. Jika terdapat keterbukaan, konflik dapat menjadi

hal positif yang meningkatkan fungsi keluarga.


d. Orientasi nilai
Nilai-nilai keluarga sering kali memiliki fokus budaya yang

dapat mempengaruhi praktik-praktik perawatan kesehatan keluarga.

Sistem nilai dari perawat dan dari keluarga juga dapat berbeda.

Perawat perlu mengetahui adanya perbedaan antara sistem nilainya

sendiri dengan sistem nilai keluarga klien. Perbedaan ini harus

diketahui, diterima, dan diatasi oleh perawat agar dapat berfungsi

secara efektif dengan anggota keluarga tertentu.


e. Fungsi afektif
Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga, pemenuhan

kebutuhan psikologis anggota keluarga oleh anggota keluarga yang

lain. Pada keluarga lansia, orang lain yang dekat sering kali mengisi

fungsi afektif tersebut, terutama jika anggota keluarga lansia tersebut

tinggal seorang diri. Bagian dari dukungan sosial adalah cinta dan

kasih sayang. Cinta dan kasih sayang harus dilihat secara terpisah

sebagai bagian dari asuhan dan perhatian dalam fungsi afektif

keluarga.
Sejalan dengan bertambahnya usia keluarga, mereka

cenderung kehilangan beberapa fungsi afektif yang mengikat

mereka. Ketika pasangan meninggal dunia dan anak-anak pergi,


35

saudara kandung sekali lagi memiliki kepeningan yang lebih besar

dalam hubungan afektif, pada lansia, saudara kandung menjadi

sumber sosial yang unik. Meskipun mereka hanya sedikit saja

berhubungan selama beberapa waktu dalam seumur hidup, mereka

sudah terikat sejak dini dan berbagi masa lalu. Sekalipun frekuensi

kontak menurun, keadekuatan afeksional dapat meningkat. Saudara

kandung mungkin tidak bisa sering saling menolong, tetapi mereka

ada di belakang, melakukan fungsi anjing penjaga dan siap sedia bila

diperlukan. Saudara kandung perempuan lebih memelihara ikatan

persaudaraan ini dari pada saudara kandung laki-laki. Wanita sering

kali tetap menjadi penjaga fungsi afektif keluarga seumur hidup.


f. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah sekelompok pengalaman belajar yang

diberikan di dalam keluarga yang mengajarkan anggota keluarga

tentang bagaimana caranya berfungsi dan melakukan peran di

lingkunga orang dewasa. Jika keluarga menggunakan perawatan diri

ketika sedang sakit, maka anggota keluarga yang disosialisasikan

dengan proses ini mungkin akan menggunakan perawatan diri di

kemudian hari.
Banyak proses sosialisasi keluarga saat ini yang terjadi di

sekolah atau institusi lain. Perilaku yang dipelajari saat ini dapat

mengajarkan pada anak-anak yang sudah dewasa untuk

menempatkan orang tua mereka di panti jompo, seperti halnya orang

tua mereka menempatkan mereka di tempat penitipan anak ketika


36

mereka masih kecil. Dugaan untuk tidak mengganggu karir dengan

perawatan anggota keluarga dapat terus ada sepanjang generasi.


Orang tua yang lansia juga menjadi sumber keluarga.

Anggota keluarga yang sudah tua sering kali memberikan peran

orang tua guna membantu anak-anak yang sudah dewasa

menghadapi stres kehidupan. Perpindahan pasukan cadangan dalam

perang di persian Gulf menyoroti lansia sebagai sumber, yang

banyak diantara mereka menyela tahun keemasan mereka untuk

merawat anak-anak kecil yang ditinggalkan oleh orang tua mereka

yang militer. Oleh karena itu, orang tua lansia dapat menjadi sumber

yang signifikan bagi anak-anak mereka.


Isu-isu baru dari proses sosialisasi dapat berupa sosialisasi

yang kontinu dari anak yang sedang tumbuh yang tidak pernah

meninggalkan rumah. Pada saat ekonomi sulit, anak-anak yang

sedang tumbuh sering kali tinggal di rumah dan mempertahankan

peran anak. Oleh karena itu, masalah baru muncul pada saat orang

tua lansia dan anak-anak yang sudah tumbuh menegosiasikan

kembali peran-peran mereka. Aqualino dan Supple menemukan

koresidensi mungkin saja terjadi ketika orang-orang yang tinggal

bersama terlibat dalam aktivitas yang saling menyenangkan.

Koresidensi dapat meningkatkan solidaritas intergenerasi pada

lansia.
(Stanly, 2006)
D. Hubungan Peran Keluarga dengan kemampuan ADL pada lansia
Keluarga merupakan Support System utama bagi lansia dalam

mempertahankan kesehatannya. Peranan Keluarga antara lain : menjaga dan


37

merawat lansia, mempertahankan dan meningkatakan status mental,

mengantisipasi perubahan status sosial ekonomi serta memberikan motivasi

dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Padila , 2013)


Pada saat ini peran keluarga harus ditingkatkan oleh keluarga itu sendiri

karena tugas keluarga bukan hanya memulihkan keadaan anggota keluarga

yang sakit, tetapi juga mengembangkan dan meningkatkan kemampuan

keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Peran keluarga terhadap

perawatan lansia dapat digolongkan menjadi motivator, educator, dan

fasilitator. Peran sebagai motivator yaitu dengan memberikan dukungan

kepada lansia untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari (ADL) dengan

baik. Peran yang kedua adalah peran keluarga sebagai educator yaitu dapat

memberikan informasi tentang kesehatan kepada lansia khususnya untuk tetap

menjaga kesehatannya sehingga dapat menjalankan aktivitas sehari-hari

(ADL) dengan baik, selain itu tentang pentingnya menjaga kebersihan diri

sendiri demi kelangsungan hidupnya. Dan peran yang terakhir adalah peran

keluarga sebagai fasilitator yaitu keluarga mampu membimbing, membantu

dan mengalokasikan sumber dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

(ADL) pada lansia (Hidayat, 2010).


Peran keluarga sangat berpengaruh terhadap kemampuan ADL (Activity

Daily Living) pada lansia sehingga dapat dikatakan apabila peran keluaga baik

maka kemampuan ADL (Activity Daily Living ) pada lansia akan mengalami

peningkatan atau bisa dikatakan mandiri, dan sebaliknya apabila peran

keluarga kurang maka kemampuan ADL (Activity Daily Living) pada lansia

akan mengalami penurunan atau ketergantungan (Hidayat, 2012).


38

Menurut Padila (2013), peran anggota keluarga terhadap lansia yaitu

melakukan pembicaraan terarah, Mempertahankan kehangatan keluarga,

menyediakan waktu untuk mendengar keluh kesahnya. Membantu melakukan

persiapan makan bagi lansia, Membantu dalam hal transportasi, membantu

memenuhi sumber-sumber keuangan, memberikan kasih sayang dan perhatian,

menghormati dan menghargai, jangan menganggapnya sebagai beban,

bersikap sabar dan bijaksana terhadap prilaku lansia, memberikan kesempatan

untuk tinggal bersamanya, mintalah nasehatnya dalam peristiwa penting,

memeriksakan kesehatan secara teratur, dorong untuk tetap hidup bersih dan

sehat
Dukungan Keluarga memberikan beberapa manfaaat yaitu, Social support

tidak hanya berwujud dalam bentuk dukungan moral, melainkan dukungan

spiritual dan dukungan material, Selain itu dukungan keluarga dapat

meringankan beban bagi seseorang yang sedang mengalami masalahdan dapat

mengobarkan semangat hidupnya, menyadarkan bahwa masih ada orang lain

yang pedulli. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat

terbukti berhubungan dengan mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan

dikalangan lansia fungsi kognitif , fisik dan kesehatan emosi akan meningkat

(Chuluq, 2012)
39

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori
Peran keluarga menggambarkan seperangkat tingkah laku yang diharapkan

oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu sistem

(Barbara dalam Hidayat, 2010). pada saat ini peran keluarga harus

ditingkatkan oleh keluarga itu sendiri karena tugas keluarga bukan hanya

memulihkan keadaan anggota keluarganya yang sakit, tetapi juga

mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi

masalah kesehatan (Hidayat, 2010).


Menurut teori Orem dalam teori keperawatan, Self Care atau perawatan

diri sendiri merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu itu sendiri untuk

memenuhi serta mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan.

Sedangkan Kebutuhan Self Care adalah tindakan yang ditujukan pada

penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan

berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam upatya

mempertahankan fungsi tubuh. Self Care yang bersifat universal itu adalah

aktivitas sehari-hari (ADL) dengan mengelompokan dalam kebutuhan dasar

manusia (Hidayat, 2010).


suatu lembaga seperti panti-panti (Budiyarti, dkk, 2007)
Berdasarkan teori peran keluarga menggambarkan seperangkat tingkah

laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya

39
40

dalam suatu sistem (Barbara dalam Hidayat, 2010). Sedangkan dimaksud

dalam ADL (Activity Daily living) itu sendiri adalah kegiatan melakukan

pekerjaan rutin sehari-hari. Peran keluarga terhadap kemampuan ADL

(Activity Daily Living) sangat penting, karena dengan adanya perhatian

ataupun dukungan yang lebih terhadap lansia maka akan meningkatkan

kemampuan ADL (Activity Daily living) pada lansia. Apabila dukungan

keluarga (peran keluarga) kurang maka kemampuan ADL (Activity Daily

Living) pada lansia bisa mengalami penurunan (Hidayat, 2010).


B. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Peran Keluarga Gambar 3.1 Kemampuan ADL


Kerangka Konsep Lansia

C. Hipotesis
Ha: Ada hubungan peran keluarga dengan kemampuan ADL pada lansia di K
o
Kelurahan Kurao Pagang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang n
d
tahun 2014
Ho: Tidak ada hubungan peran keluarga dengan kemampuan ADL pada lansia i
s
di Kelurahan Kurao Pagang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang i
E
tahun 2014 k
o
n
o
m
i

Anda mungkin juga menyukai