SKABIES
Disusun oleh:
Sofi Alfiani
30101407334
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 30101407334
Universitas : Unissula
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei varian hominis dan produknya.
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua
kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat
dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang
kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung
(pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana
suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-
kadang vesikel.
Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya
berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun
merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat.
A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Ditandai gatal malam hari, mengenai
sekolompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat dan lembab.
Gejala klinis dapat terlihat polimorfi tersebar diseluruh badan.
B. Epidemiologi
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Daerah endemik
skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika
Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau
scabies. Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada
anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi
sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di
daerah yang padat, sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan.
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim dimana kasus
skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies
semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap wabah
di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan, dan panti jompo.
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis,
dan perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S.
(Penyakit akibat Hubungan Seksual).
C. Etiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.
Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan
kecil dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari
dasar kaki.
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan
hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis.
Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan jantan dewasa
lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai
dengan garis melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan
dentikel.
Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang kaki yang
berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di bagian ujungnya. Pada
tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada
tungau jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada
pasangan kaki keempat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari
dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh
setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu terowongan.
Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari
terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali terowongan pendek
(moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi
tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan
menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu
terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu
bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan
pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita
Norwegian scabies.
D. Patogenesis
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang
penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal. S. Scabiei melepaskan
substansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans
ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit.
E. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat
bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan
subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada
infestasi skabies, yaitu :
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti
pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan
ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada
malam hari.Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah.
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga
biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman
yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam
kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun
terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi
pembawa/carier bagi individu lain.
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya
meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat
menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis.
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering
ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral
telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita. Bila ada
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).
Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas,
meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang
dapat berakibat gagalnya pengobatan
(scabies of cultivated)
2. Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20
mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal
dan aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.
Gambar 6. Skabies Nodular
3. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Sehingga penderita dapat
memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. Akan tetapi dengan penggunaan steroid,
keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan
steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena penurunan respon imun seluler.
Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan
regimen imunosupresan
Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang
hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini. Plak
hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi
kuku jari kaki dan tangan. Lesi tersebut menyebar secara generalisata seperti daerah leher
dan kulit kepala. telinga, bokong, siku, dan lutut. Kulit yang lain biasanya terlihat xerotik.
Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk penyakit ini.
Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar
Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik
misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien
yang menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan
retardasi mental.
Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral
badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi
infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan
jari.
Gambar 10. Skabies pada anak
3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita sering
datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada
umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu
dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat
atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup
dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop
Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E
6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah
dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut
akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara
yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni :
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan
pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar
tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan
hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di
superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan
tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang
dengan keluhan gatal yang menetap.
F. Diagnosis banding
2. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas.
Gambar 13. Prurigo nodularis
3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria
papuler.
G. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien,
biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah diberikan
sebelumnya.
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal,
genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan
scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal.
Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang
adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak
diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak
berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. Steroid
topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk
menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi
skabisid yang lengkap.
a. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid, dan bekerja dengan cara mengganggu polarisasi
dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat
repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan
pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat
rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat
kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat
dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan
juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam
dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian
kedua setelah 1 minggu.
Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan,
wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang
tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih
dan gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang
sensitive dan terekskoriasi.
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan
pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat
aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam
konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
c. Benzyl benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru. Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa
muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat
efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek
samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan
skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari
2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil benzoate
digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah insektisida
yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa
paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau
dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan
eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan
melalui urin dan feses.
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah
selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih
dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva
yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian
menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain
1%.
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan
kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas
SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah,
tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan
pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat
mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,
trombositopenia, dan pancytopenia.
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas
yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak
mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.
f. Ivermectin
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.
h. Malathion
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies berkrusta
berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan dengan
skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut
dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di
bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika
dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum
terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.
f. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara
karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang
adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan
aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu,
dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .
Lindane 1% lotion Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak umur
setelah itu dibersihkan, 2 tahun kebawah, wanita selama masa
olesan kedua diberikan 1 kehamilan dan laktasi.
minggu kemudian.
Crotamiton 10% Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi
cream berturut-turut, lalu diulangi efektifitasnya tidak sebaik topikal
dalam 5 hari. lainnya.
Precipitatum Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2 bulan
5-10% dibersihkan. dan wanita dalam masa kehamilan dan
laktasi, tetapi tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data efisiensi obat
in masih kurang.
Benzyl Benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan
10% lotion dibersihkan dermatitis pada wajah
Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan
υg/kg diulangi selama 10-14 hari aman. Dapat digunakan bersama
bahan topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus scabies berkrusta
dan scabies resisten.
Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala
pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat
diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal
tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritic
topikal sering membantu pada kulit yang gatal.
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang berkelanjutan
selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon tubuh dari kekebalan
terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2 minggu, itu mungkin karena
diagnosis awal yang tidak sesuai, aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau skabies
tetap ditemukan pada pasien . Kebanyakan kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.
H. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan
dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet
dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).
I. Komplikasi
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau
karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan
tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai
dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama,
dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat
terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum,
inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau
antibiotic oral, tergantung tingkat pyodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia
dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal
glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogens.
J. Prognosis
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang
immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.
Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika
diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan
sembuh.
K. Kesimpulan
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya.
Penularannya dengan 2 cara, yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung.
Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang
manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau.
Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul, vesikel, erosi,
ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam berbagai variasi. Bila infeksi
sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang ditandai dengan munculnya pustul
maupun timbulnya gejala infeksi sistemik
Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan
di kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 21 Tahun
Alamat : Sayung
Agama : Islam
No.RM : 135xxx
Tanggal Pemeriksaan : 19 Juni 2019
B. Anamnesis
Auto anamnesa dilakukan di Poli Kulit RSISA pada tanggal 10 Januari 2019
Keluhan Utama
Keluhan Objektif : Muncul bruntus-bruntus kemerahan disela-sela jari tangan kanan
dan kiri, perut, dada, dan pinggang
Keluhan Subjektif : Gatal
Lokasi : bruntus merah di sela- sela jari tangan kanan dan kiri, dada, perut dan
pinggang
Onset : sejak 3 bulan yang lalu.
Kronologi : awalnya pasien mengeluh muncul bercak kemerahan kecil di sela-sela jari
tangan kanan lalu sela jari tangan kiri, perut, dada dan pinggang, sebelumnya pasien
tidur bersama adiknya yang pulang dari pondok dengan keluhan yang sama. Riwayat
digigit serangga di sangkal, ganti sabun atau lotion juga disangkal
Kualitas : bruntus-bruntus merah sangat menganggu kenyamanan karena sangat gatal
terutama malam hari
Kuantitas : gatal terus-menerus dan digaruk sehingga menimbulkan luka baru
Faktor memperberat : Pasien mengatakan, paling gatal saat berkeringat atau terutama
saat malam hari
Faktor memperingan : -
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya belum pernah sakit serupa
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku mandi sehari 2x dalam sehari, selalu berganti pakaian, selalu
membersihkan rumah dan sprei serta selalu memakai handuk pribadi dan tidak berganti-
gantian
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah :-
Nadi : 80
Suhu : 36,5 o C
RR : 20 x/ menit
BB : 55 kg
TB : 160 cm
IMT : 21,6 Kg/m2
Status Generalis
Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Extremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Dermatologi
Lokasi I : Sela-sela jari tangan kanan dan kiri
UKK : macula hiperpigmentasi disertai eksoriasi, papul dan pustule multiple dan diskrit.
kanalikulus berwarna keabuan
Lokasi II : Perut
UKK : macula hiperpigmentasi disertai eksoriasi, papul dan pustule multiple dan diskrit.
kanalikulus berwarna keabuan
G. Diagnosa Kerja
Skabies
H. Tatalaksana
R/ Scabicore 20 g
Gentamycin 10 g
Mf salp da in pot
s.u.e
I. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanam : Ad bonam
Ad kosmetika : Ad bonam
J. Edukasi
Aspek Klinis
Konsumsi obat sesuai dengan anjuran yaitu digunakan satu kali dan seminggu, tidak
boleh terkena air 8-12 jam, sebaiknya digunakan saat malam hari setelah shalat Isya’
dan paginya bisa mandi dan dibersihkan.
Aspek Agama
Sabar, ikhlas dan tawakal serta selalu ikhtiar dalam menghadapi penyakit yang diderita
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan teori, Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Skabies dapat
ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung. Penularan melalui
kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini sering menular ke
seluruh anggota keluarga. Penularan secara tidak langsung dapat melalui penggunaan
bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal
sign pada infestasi skabies, yaitu Pruritus nocturna, dimana gatal terasa lebih hebat pada
malam hari. Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lebih lembab dan panas. Sekelompok orang yaitu penyakit ini menyerang manusia secara
kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.
Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular
hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang
hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan
klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain. Adanya terowongan dan lesi
yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering ditemukan di
daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku,
aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita.
Hal ini juga di temukan pada pasien, dimana pasien datang dengan keluhan gatal dan
terdapat bruntus-bruntus pada sela-sela jari tangan kanan dan kiri, di perut, dada serta
pinggang sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengaku tidur dengan adiknya yang
baru pulang dari pondok yang memiliki keluhan yang sama. Gatal paling hebat pada malam
hari sehingga pasien sering terbangun. Dan pasien sering menggaruk saat gatal. Pada
pemeriksaan fisik di sela-sela jari ditemukan macula hiperpigmentasi disertai eksoriasi,
papul dan pustule multiple dan diskrit. kanalikulus berwarna keabuan, di perut dan dada
ditemukan macula hiperpigmentasi disertai eksoriasi, papul dan pustule multiple dan
diskrit. kanalikulus berwarna keabuan di pinggang ditemukan macula hiperpigmentasi
disertai eksoriasi, papul dan pustule multiple dan diskrit dengan dasar eritem serta
kanalikulus berwarna keabuan
1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta:
FKUI; 2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following
Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta:
EGC; 1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human
and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:
Blackwell publishing; 2004. 37-47.
11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.
12. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
14. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A. Schwartz.
Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006. December. 6:
769-777
15. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80
16. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies
prevention and Control Manual.
17. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J. 2005.
Januari. 1(951)/7-11.
18. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.
19. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online).
2007. [cited 2010 October 19th] : [1 screens]. Available from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com
20. Anonim. (online). 2004. [cited 2010 October 14th]:[4 screens] Available from : URL:
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies
21. Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14th]:[1 screens] Available from : URL:
http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html
22. Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from : URL:
http://www.allrefer.com
23. Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct 12]:[1
screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus