Anda di halaman 1dari 33

CASE BASED DISCUSSION

SKABIES

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit

Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Disusun oleh:

Sofi Alfiani

30101407334

Pembimbing:

dr. Hesti Wahyuningsih K, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Sofi Alfiani

NIM : 30101407334

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Unissula

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Periode Kepaniteraan : 20 Mei – 22 Juni 2019

Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Judul Laporan : Skabies

Pembimbing : dr. Hesti Wahyuningsih K, Sp.KK

Diajukan dan disahkan : .....................................

Semarang, Juni 2019

Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSI Sultan Agung Semarang

(dr. Hesti Wahyuningsih K, Sp.KK)


I. PENDAHULUAN

Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei varian hominis dan produknya.

Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua
kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat
dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang
kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung
(pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).

Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana
suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-
kadang vesikel.

Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya
berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun
merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat.

A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Ditandai gatal malam hari, mengenai
sekolompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat dan lembab.
Gejala klinis dapat terlihat polimorfi tersebar diseluruh badan.

B. Epidemiologi
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Daerah endemik
skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika
Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.

Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau
scabies. Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada
anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi
sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di
daerah yang padat, sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan.
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim dimana kasus
skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies
semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap wabah
di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan, dan panti jompo.

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis,
dan perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S.
(Penyakit akibat Hubungan Seksual).

C. Etiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.

Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan
kecil dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari
dasar kaki.

Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan
hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis.

Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan jantan dewasa
lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai
dengan garis melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan
dentikel.

Gambar 1. Sarcoptes scabiei *

Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang kaki yang
berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di bagian ujungnya. Pada
tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada
tungau jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada
pasangan kaki keempat.

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari
dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh
setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu terowongan.

Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari
terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali terowongan pendek
(moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi
tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.

Gambar 2. Siklus Hidup Skabies *

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan
menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu
terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu
bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan
pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita
Norwegian scabies.

D. Patogenesis
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang
penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal. S. Scabiei melepaskan
substansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans
ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit.

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV


dan tipe I. Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin-E pada sel mast
yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi
peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan
gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan akan memproduksi papul-papul dan
nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T banyak
pada infiltrat kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering terjadi lebih
luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika
dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta
hingga terjadinya infeksi sekunder.

Cara penularan skabies:

Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak


langsung.Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini
sering menular ke seluruh anggota keluarga. Penularan secara tidak langsung dapat melalui
penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan
melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit, namun skabies bukan
manifestasi utama dari penyakit menular seksual.

E. Diagnosis

1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat
bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan
subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada
infestasi skabies, yaitu :

1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti
pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan
ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada
malam hari.Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah.

2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga
biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman
yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam
kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun
terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi
pembawa/carier bagi individu lain.

3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya
meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat
menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis.

Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering
ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral
telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita. Bila ada
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).
Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada


antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti
benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada
ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan
tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela
jari, pergelangan tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan
di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.

Gambar 4. Tempat-tempat predileksi skabies

4. Menemukan Sarcoptes scabiei


Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita dapat
menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling
diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir
sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak
spesifik.Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa
lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan,
sehingga kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis
skabies.

2. Bentuk Klinis

Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas,
meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang
dapat berakibat gagalnya pengobatan

Bentuk-bentuk skabies antara lain :

1. Skabies pada orang bersih


Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang sangat
sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Namun bentuk ini seringkali
salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan terowongan tungau.

(scabies of cultivated)

2. Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20
mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal
dan aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.
Gambar 6. Skabies Nodular

3. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Sehingga penderita dapat
memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. Akan tetapi dengan penggunaan steroid,
keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan
steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena penurunan respon imun seluler.

Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan
regimen imunosupresan

4. Skabies yang ditularkan oleh hewan


Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi
tidak pada daerah predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering
berkontak dengan hewan peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi
jenis ini lebih pendek dan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-
bersih oleh karena varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

Gambar 8. Skabies caninum *

5. Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)


Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada dalam jumlah
yang banyak dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau berkembang di kulit, sehingga
dapat menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan.

Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang
hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini. Plak
hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi
kuku jari kaki dan tangan. Lesi tersebut menyebar secara generalisata seperti daerah leher
dan kulit kepala. telinga, bokong, siku, dan lutut. Kulit yang lain biasanya terlihat xerotik.
Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk penyakit ini.
Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar

Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik
misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien
yang menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan
retardasi mental.

6. Skabies pada bayi dan anak


Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit kepala
sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Lesi skabies pada anak dapat mengenai
seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada bayi, lesi terdapat di wajah.

Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral
badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi
infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan
jari.
Gambar 10. Skabies pada anak

3. Pemeriksaan penunjang

Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita sering
datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada
umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :

1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu
dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat
atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup
dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop

2. Mengambil tungau dengan jarum


Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian
dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat
kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.

3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)


Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta
hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah
tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap
dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes
dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk zigzag.
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara mikroskopik.
Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat
irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati
dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek
dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.

5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E

6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah
dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut
akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.

Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara
yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni :

1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan
pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar
tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan
hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di
superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan
tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang
dengan keluhan gatal yang menetap.

F. Diagnosis banding

Diagnosis bandingnya adalah:

1. Urtikaria Akut: erupsi pada papul-papul yang gatal, selalu sistemik.

Gambar 12. Urtikaria Akut

2. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas.
Gambar 13. Prurigo nodularis

3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria
papuler.

Gambar 14. Insect’s bite

4. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem.

Gambar 15. Folikulitis

G. Penatalaksanaan

Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien,
biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah diberikan
sebelumnya.
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal,
genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan
scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal.
Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang
adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak
diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak
berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. Steroid
topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk
menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi
skabisid yang lengkap.

a. Penatalaksanaan secara umum


Edukasi pada pasien skabies :

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.


2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam
hari sebelum tidur.
3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila
perlu direndam dengan air panas
5. Jangan ulangi penggunaan skabisd yang berlebihan dalam seminggu walaupun rasa
gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama
dan ikut menjaga kebersihan
b. Penatalaksanaan secara khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya, mudah
diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan terjangkau biayanya.
Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topikal maupun oral.

a. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid, dan bekerja dengan cara mengganggu polarisasi
dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat
repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan
pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat
rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat
kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat
dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan
juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.

Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam
dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian
kedua setelah 1 minggu.

Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan,
wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang
tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih
dan gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang
sensitive dan terekskoriasi.

b. Presipitat Sulfur 2-10%


Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M. Preparat
sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih
disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke
seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat
ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang
membutuhkan terapi massal.

Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan
pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat
aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam
konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.

c. Benzyl benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru. Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa
muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat
efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek
samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan
skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari
2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil benzoate
digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.

d. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)

Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah insektisida
yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa
paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau
dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan
eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan
melalui urin dan feses.

Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah
selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih
dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva
yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian
menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain
1%.

Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan
kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas
SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah,
tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan
pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat
mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,
trombositopenia, dan pancytopenia.

e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)

Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion.


Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila
diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan
mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah
aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka
panjang.

Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas
yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak
mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.

f. Ivermectin

Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces avermitilis,


anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun tidak mempunyai
aktifitas sebagai antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan
secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia digunakan untuk
pengobatan penyakit filarial terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis
tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada umur lebih
dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif
untuk mengobati scabies. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis dan
toxicepidermal necrolysis.

g. Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.

h. Malathion

Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan dasar air digunakan


selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian. Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang buruk.

c. Penatalaksanaan skabies berkrusta

Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies berkrusta
berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan dengan
skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut
dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di
bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika
dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum
terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.

d. Penatalaksanaan skabies nodular


Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi
hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa
minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid
intralesi atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari.

e. Pengobatan terhadap komplikasi


Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.

f. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara
karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang
adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan
aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu,
dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .

Tabel 1. Pengobatan Skabies

Jenis Obat Dosis Keterangan

Permethrin 5% Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di US dan


cream diulangi selama 7 hari. kehamilan kategori B

Lindane 1% lotion Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak umur
setelah itu dibersihkan, 2 tahun kebawah, wanita selama masa
olesan kedua diberikan 1 kehamilan dan laktasi.
minggu kemudian.

Crotamiton 10% Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi
cream berturut-turut, lalu diulangi efektifitasnya tidak sebaik topikal
dalam 5 hari. lainnya.

Precipitatum Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2 bulan
5-10% dibersihkan. dan wanita dalam masa kehamilan dan
laktasi, tetapi tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data efisiensi obat
in masih kurang.

Benzyl Benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan
10% lotion dibersihkan dermatitis pada wajah
Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan
υg/kg diulangi selama 10-14 hari aman. Dapat digunakan bersama
bahan topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus scabies berkrusta
dan scabies resisten.

Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala
pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat
diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal
tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritic
topikal sering membantu pada kulit yang gatal.

Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang berkelanjutan
selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon tubuh dari kekebalan
terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2 minggu, itu mungkin karena
diagnosis awal yang tidak sesuai, aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau skabies
tetap ditemukan pada pasien . Kebanyakan kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.

H. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.

Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan
dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet
dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).

I. Komplikasi

Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau
karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan
tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai
dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama,
dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat
terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum,
inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau
antibiotic oral, tergantung tingkat pyodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia
dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal
glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogens.

J. Prognosis

Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang
immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.

Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika
diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan
sembuh.

K. Kesimpulan

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya.

Penularannya dengan 2 cara, yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung.

Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang
manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau.

Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul, vesikel, erosi,
ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam berbagai variasi. Bila infeksi
sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang ditandai dengan munculnya pustul
maupun timbulnya gejala infeksi sistemik

Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan
di kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 21 Tahun
Alamat : Sayung
Agama : Islam
No.RM : 135xxx
Tanggal Pemeriksaan : 19 Juni 2019

B. Anamnesis
Auto anamnesa dilakukan di Poli Kulit RSISA pada tanggal 10 Januari 2019
Keluhan Utama
 Keluhan Objektif : Muncul bruntus-bruntus kemerahan disela-sela jari tangan kanan
dan kiri, perut, dada, dan pinggang
 Keluhan Subjektif : Gatal

Riwayat Penyakit Sekarang

 Lokasi : bruntus merah di sela- sela jari tangan kanan dan kiri, dada, perut dan
pinggang
 Onset : sejak 3 bulan yang lalu.
 Kronologi : awalnya pasien mengeluh muncul bercak kemerahan kecil di sela-sela jari
tangan kanan lalu sela jari tangan kiri, perut, dada dan pinggang, sebelumnya pasien
tidur bersama adiknya yang pulang dari pondok dengan keluhan yang sama. Riwayat
digigit serangga di sangkal, ganti sabun atau lotion juga disangkal
 Kualitas : bruntus-bruntus merah sangat menganggu kenyamanan karena sangat gatal
terutama malam hari
 Kuantitas : gatal terus-menerus dan digaruk sehingga menimbulkan luka baru
 Faktor memperberat : Pasien mengatakan, paling gatal saat berkeringat atau terutama
saat malam hari
 Faktor memperingan : -
Riwayat Penyakit Dahulu
 Sebelumnya belum pernah sakit serupa
 Riwayat asma (-)
 Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

 Ada keluarga yang mengeluh keluhan serupa


 Riwayat asma (-)
 Riwayat alergi (-)

Riwayat Kebiasaan
 Pasien mengaku mandi sehari 2x dalam sehari, selalu berganti pakaian, selalu
membersihkan rumah dan sprei serta selalu memakai handuk pribadi dan tidak berganti-
gantian

 Riwayat Alergi obat / makanan


 Alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


 Tempat Tinggal di Sayung, lingkungan cukup bersih
 Kesan ekonomi cukup
 Biaya kesehatan mengunakan biaya mandiri.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah :-
Nadi : 80
Suhu : 36,5 o C
RR : 20 x/ menit
BB : 55 kg
TB : 160 cm
IMT : 21,6 Kg/m2
Status Generalis
Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Extremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Dermatologi
Lokasi I : Sela-sela jari tangan kanan dan kiri
UKK : macula hiperpigmentasi disertai eksoriasi, papul dan pustule multiple dan diskrit.
kanalikulus berwarna keabuan
Lokasi II : Perut
UKK : macula hiperpigmentasi disertai eksoriasi, papul dan pustule multiple dan diskrit.
kanalikulus berwarna keabuan

Lokasi III : Pinggang


UKK : macula hiperpigmentasi disertai
eksoriasi, papul dan pustule multiple
dan diskrit dengan dasar eritem.
Ditemukan kanalikulus berwarna
keabuan
D. Resume
Nama : Ny.A
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Keluhan Objektif : Muncul bruntus-bruntus di sela-sela jari tangan kanan kiri,
perut dada, dan pinggang
Keluhan Subjektif : Gatal
pasien perempuan 21 tahun dating ke poli kuli dan kelamin Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang mengeluh gatal dan terdapat bruntus-bruntus pada sela-sela jari tangan
kanan dan kiri, di perut, dada serta pinggang sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien
mengaku tidur dengan adiknya yang baru pulang dari pondok yang memiliki keluhan yang
sama. Gatal paling hebat pada malam hari sehingga pasien sering terbangun. Dan pasien
sering menggaruk saat gatal. Pada pemeriksaan fisik di sela-sela jari ditemukan macula
hiperpigmentasi dengan batas tegas, disertai papul dan pustule yang multiple dan diskrit,
di perut dan dada ditemukan macula hiperpigmentasi berbatas tegas disertai papul dan
pustu multiple dan diskrit dan di pinggang ditemukan macula hiperpigmentasi disertai ada
papul dan pustule yang multiple dengan dasar eritem. Pasien sebelumnya belum pernah
sakit seperti ini, tidak ada riwayat alergi maupun asma. Dikeluarga ada yang sama seperti
ini yaitu adiknya yang pulang dari pondok. Pekerjaan pasien adalah seorang ibu rumah
tangga. Tempat tinggal di Sayung, keadaan ekonomi cukup.
E. Diagnosa Banding
 Skabies
 Pedikulosis korporis
 Pioderma

F. Usulan Pemeriksaan Penuunjang


Mengambil tungau dengan jarum
Pemeriksaan KOH
Pemeriksaan gram

G. Diagnosa Kerja
Skabies
H. Tatalaksana
R/ Scabicore 20 g
Gentamycin 10 g
Mf salp da in pot
s.u.e

R/ Inclarin tab 10mg No. VII


S. 1. dd tab 1

I. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanam : Ad bonam
Ad kosmetika : Ad bonam

J. Edukasi
Aspek Klinis
Konsumsi obat sesuai dengan anjuran yaitu digunakan satu kali dan seminggu, tidak
boleh terkena air 8-12 jam, sebaiknya digunakan saat malam hari setelah shalat Isya’
dan paginya bisa mandi dan dibersihkan.

Aspek Agama

Sabar, ikhlas dan tawakal serta selalu ikhtiar dalam menghadapi penyakit yang diderita
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan teori, Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Skabies dapat
ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung. Penularan melalui
kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini sering menular ke
seluruh anggota keluarga. Penularan secara tidak langsung dapat melalui penggunaan
bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal
sign pada infestasi skabies, yaitu Pruritus nocturna, dimana gatal terasa lebih hebat pada
malam hari. Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lebih lembab dan panas. Sekelompok orang yaitu penyakit ini menyerang manusia secara
kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.
Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular
hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang
hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan
klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain. Adanya terowongan dan lesi
yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering ditemukan di
daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku,
aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita.

Hal ini juga di temukan pada pasien, dimana pasien datang dengan keluhan gatal dan
terdapat bruntus-bruntus pada sela-sela jari tangan kanan dan kiri, di perut, dada serta
pinggang sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengaku tidur dengan adiknya yang
baru pulang dari pondok yang memiliki keluhan yang sama. Gatal paling hebat pada malam
hari sehingga pasien sering terbangun. Dan pasien sering menggaruk saat gatal. Pada
pemeriksaan fisik di sela-sela jari ditemukan macula hiperpigmentasi disertai eksoriasi,
papul dan pustule multiple dan diskrit. kanalikulus berwarna keabuan, di perut dan dada
ditemukan macula hiperpigmentasi disertai eksoriasi, papul dan pustule multiple dan
diskrit. kanalikulus berwarna keabuan di pinggang ditemukan macula hiperpigmentasi
disertai eksoriasi, papul dan pustule multiple dan diskrit dengan dasar eritem serta
kanalikulus berwarna keabuan

Penatalaksanaannya adalah diberikan Scabicore 20 g dan gentamycin 10 g (mf salp da in


pot), serta Incalrin 10 g (1x1). Scabicore adalah obat topical yang mengandung Permetrin
5% yang digunakan untuk mengobati infeksi kulit scabies. Gentamycin adalah obat
antibiotic topical untuk mengobati infeksi sekunder akibat garukan. Dan Inclarin adalah
obat yang mengandung loratadine sebagai antihistamin. Jadi, pada diagnosis dan terapi
yang sudah diberikan sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta:
FKUI; 2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following
Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta:
EGC; 1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.

7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human
and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:
Blackwell publishing; 2004. 37-47.

10. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions.


J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.

11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.
12. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
14. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A. Schwartz.
Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006. December. 6:
769-777
15. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80
16. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies
prevention and Control Manual.
17. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J. 2005.
Januari. 1(951)/7-11.

18. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.

19. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online).
2007. [cited 2010 October 19th] : [1 screens]. Available from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com

20. Anonim. (online). 2004. [cited 2010 October 14th]:[4 screens] Available from : URL:
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies

21. Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14th]:[1 screens] Available from : URL:
http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html

22. Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from : URL:
http://www.allrefer.com

23. Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct 12]:[1
screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus

Anda mungkin juga menyukai