Anda di halaman 1dari 3

Diringkas oleh Suskarjanti

Wali Kelas 1C

7 PILAR
PENGASUHAN
ANAK
7 Pilar Pengasuhan
Di zaman yang serba canggih ini tak hanya memberikan kemudahan akses informasi,
namun bisa memunculkan berbagai masalah pengasuhan anak dan penyimpangan perilaku
anak. Kebanyakaan orang tua baru sadar setelah anak masuk sekolah atau mulai bermain
dengan teman. Sadar bahwa anaknya nakal, usil, berkata tidak baik, suka memukul, berbicara
keras, tidak percaya diri, dan berbagai masalah lainnya.
Memasukkan anak pada sekolah full day menjadi solusi popular di kebanyakan orang tua
saat ini. Bukan hal yang salah, namun bisa jadi kualitas pengasuhan orang tua terhadap anak
menjadi sangat kurang karena tidak bertemunya mereka dalam suasana keluarga yang
utuh.Untuk mengatasi hal tersebut, pakar psikolog Ibu Elly Risman dalam seminarnya
menyampaikan 7 pilar pengasuhan anak.
Ini bermaksut agar anak siap hidup di zaman mereka nanti mampu hidup serta dapat
menghadapi ujian di masa itu. Pertama adalah kesiapan orang tua. Banyak terjadi salah
pengertian saat mengasuh anak. Ibu akan selalu menjadi pihak yang kebanyakan disalahkan.
Nyatanya, di dalam Al Qur’an peran ayah dalam mendidik anak adalah tugas ayah. Peran ayah
sangatlah penting di setiap tahapan tumbuh kembang anak. Ayah ada namun tiada karena alasan
sibuk mencari uang dan ibu yang mengasuh anak sendirian di rumah. Ini akan menimbulkan
banyak dampak negative terhadap perkembangan anak. Dengan segala desain yang Allah SWT
buat untuk para ayah, mereka mampu mendidik anak agar memiliki ketahanan yang kuat untuk
menghadapi tantangan zaman.
Peran ayah tidak hanya mencari nafkah. Ayah adalah suri tauladan, pendidik dan pembuat
pembiasaan di dalam keluarga. Ayah memberikan contoh yang baik dengan mengaitkan segala
kegiatannya yang bernilai ibadah kepada Allah SWT, misalnya sholat berjamaah bagi anak laki-
lakinya.
Mereka adalah pemberi cinta bagi ibu. Agar ibu selalu merasa damai, bahagia dan dicintai.
Sehingga kondisi emosinya selalu stabil dan mendukung dalam peran pengasuhan. Ibu adalah
wanita dengan segala kemampuan berfikirnya. Keruwetan kata – katanya. Banyak kegiatan
yang harus ibu lakukan dalam pengasuhan. Tak jarang stress melanda. Komunikasi suami istri
yang baik dan pendekatan kasih saying sangat penting bagi ibu dengan sejuta kesibukan dalam
perannya.
Ayah adalah pelatih anak – anaknya. Mendidik anak perempuan akan berbeda dengan laki-
laki tentunya. Pendidikan seks dan persiapan baligh perlu ayah persiapkan bagi anak -anaknya
bersama ibu. Bersama – sama dalam mengasuh anak agar ketika tumbuh dewasa mereka dapat
memahami fungsi mereka sebagai laki – laki dan perempuan. Ayah juga sebagai tempat diskusi.
Dengan begitu anak akan mendapatkan rasa aman, ketenangan dan berbagai pengalaman yang
bermanfaat bagi mereka.
Ketiga adalah tetapkan tujuan pengasuhan dan sepakati. Orang tua yang tidak punya tujuan
dalam mengasuh anak akan menyebabkan tujuan perkembangan anak tidak terumus. Anak
akan tumbuh begitu saja. Anak ingin ini diberi ini, anak lain memiliki hape maka ia juga harus
punya hape. Ini membahayakan. Seharusnya orang tua menyadari proses pengasuhan anak
bertujuan pada memfungsikan anak seperti fitrahnya yakni sebagai hamba Allah SWT dan
menjadi khilafah di muka bumi.
Keempat, konunikasi yang baik, benar dan menyenangkan. Karena kesibukkan kerja dan
berbagai alasan, anak menjadi tempat luapan kekesalan orang tua. Sehingga orang tua
mengasuh dengan penuh amarah, kebencian, makian pulang ke rumah tidak menyenangkan
untuk anak. Hal ini membawa anak – anak mencari sosok lain yang lebih menyenangkan namun
tidak baik untuk mereka. Seperti pergaulan bebas dan pornografi.
Kelima adalah tanggung jawab dalam mengajarkan agama. Sekolah full day islam
bukannlah pengajar agama bagi anak. Namun adalah kewajiban orang tua sepenuhnya. Karena
Allah telah memilih orang tua sebagai pemilik sel telur dan sperma. Merekalah pemilik dan
pengasuh anak tersebut. Orang tualah yang memegang amanah. Mengapa harus digantikan oleh
pembantu dan nenek dalam setiap hari tumbuh kembang anak?? Tentulah orang tua harus bijak
dalam mengatur waktunya dalam pengasuhan anak. Orang tua harus menyediakan tenaga dan
waktu untuk membentuk kebiasaan dalam beibadah.
Keenam adalah mempersiapkan masa baligh. Sesuai kuesioner saat pelatihan, 88% orang
tua memberikan hape kepada anak sejak usia 2 – 6 tahun. Usia baligh mereka akan terancam
dengan dampak buruk teknologi yang mereka gunakan di saat yang tidak tepat. Orang tua harus
siap dengan segala fakta dan pendidikan masa baligh anak – anak. Mereka mengetahui kapan
anak laki-laki mereka mimpi basah dan anak perempuannya menstruasi. Mereka hadir dalam
memberikan pendampingan dalam penguatan iman dan taqwa agar anak – anak tetap pada jalan
yang lurus pada masa awal balighnya.
Terakhir, ketujuh, bijak dalam menggunakan teknologi. Orang tua harusnya sadar kapan
anak-anak harus dikenalkan teknologi. Ketika anak masih dalam usia balita tentulah teknologi
semacam hape belum perlu bagi mereka. Waktu bermain , berdiskusi dan belajar bersama orang
tua jauh lebih baik daripada memberikan hape agar anak sekedar diam.
Berikut sedikit ringkasan hasil semimar yang saya ikuti kemarin Sabtu. Sebagai seorang ibu
untuk anak – anak saya di sekolah, rencana tindak lanjut saya adalah dapat mengenali diri saya
lebih baik dengan perlahan menyelesaikan innerchild saya. Agar saya bisa lebih baik dalam
mengasuh anak – anak di sekolah. Juga untuk diri saya, keluarga dan sekitar. Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai