Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Hukum
Dagang mengenai “ Perlindungan Konsumen ”.

Tujuan Penulis menyusun makalah Hukum Dagang mengenai “Perlindungan


Konsumen” ini, adalah untuk menjelaskan lebih detail mengenai Perlindungan
Konsumen, serta sebagai tugas dalam mata kuliah Hukum Dagang.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Hukum Dagang yaitu,
Ibu Dwi Desi Yayi Tarina SH, MH. yang telah memberikan tugas mata kuliah Hukum
Dagang, serta membimbing penulis dalam proses pembuatan makalah kelompok
Mengenai Perlindungan Konsumen.

Saran untuk lebih melengkapi kekurangan dalam pembuatan makalah ini


penulis harapkan, sehingga dapat menyempurnakan dan dapat melengkapi makalah
ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 24 September 2014

Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………….………………. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………….………… ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………...... 4

1.2 Rumusan Makalah ……………………………………………………. 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, Azas Dan Tujuan Perlindungan konsumen …………….. 6


2.2 Hak dan kewajiban konsumen …………………………………………... 8
2.3 Prinsip – Prinsip Perlindungan Konsumen ……………………………. 9
2.4 Kasus Hukum Perlindungan Konsumen ………………………………. 12
2.5 Peran lembaga perlindungan konsumen dan lembaga pengawsan .. 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Terhadap Perlindungan Konsumen …………………….. 16

3.2 Saran ……………………………………………………………………….. 16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun makhluk hidup
lain, dan tidak untukdiperdagangkan. Konsumen juga mempunyai perlindungan yang
sering disebut perlindungan konsumen, pengertian perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hokum untuk member perlindungan
kepada konsumen.

Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh


para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli. Namun dalam
kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen.
Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang
merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan
kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. Beberapa contohnya adalah : Makanan
kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa
pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan
bakteriyang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.

Masih ditemukan ikan yang mengandung formalin dan boraks, seperti kita
ketahui bahwakedua jenis cairan kimia ini sangat berbahaya jika dikontaminasikan
dengan bahan makanan, ditambah lagi jika bahan makanan yang sudah
terkontaminasi dengan formalin dan boraks tersebut dikonsumsi secara terus-
menerus akibat ketidaktahuan konsumen maka kemungkinan besar yang terjadi
adalah timbulnya sel-sel kanker yang pada akhirnya dapat memperpendek usia
hidup atau menyebabkan kematian.

Daging sisa atau bekas dari hotel dan restoran yang diolah kembali, beberapa
waktu lalu public digemparkan dengan isu mengenai daging bekas hotel dan
restoran yang diolah kembali atau dikenal dengan sebutan daging limbah atau
daging sampah. Mendengar namanya saja kita akan merasa jijik dan seakan-akan
tidak percaya pada hal tersebut, namun fakta menyebutkan bahwa dikawasan
cengkareng, Jakarta Barat telah ditemukan serta ditangkap seorang pelaku
pengolahan daging sampah. Dalam pengakuannya pelakumenjelaskan tahapan-
tahapan yang ia lakukan, yaitu ; Limbah daging dibersihkan lalu dicucidengan cairan
formalin, selanjutnya diberi pewarna tekstil dan daging digoreng kembali sebelum
dijual dalam berbagai bentuk seperti sup, daging empal dan bakso sapi. Dan
halyang lebih mengejutkan lagi adalah pelaku mengaku bahwa praktik tersebut
sudah ia jalani selama 5 (lima) tahun lebih.
Produk susu China yang mengandung melamin. Berita yang sempat
menghebohkan publik China dan juga Indonesia adalah ditemukannya kandungan
melamin di dalam produk- produk susu buatan China. Zat melamin itu sendiri
merupakan zat yang biasa digunakan dalam pembuatan perabotan rumah tangga
atau plastik. Namun jika zat melamin ini dicampurkan dengan susu maka secara
otomatis akan meningkatkan kandungan protein pada susu. Walaupun demikian, hal
ini bukan menguntungkan para konsumen justru sebaliknya hal ini sangat merugikan
konsumen. Kandungan melamin yang ada pada susu ini menimbulkan efek samping
yang sangat berbahaya. Faktanya banyak bayi yang mengalami penyakit-penyaktit
tidak lazim seperti, gagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meninggal
dunia.

Dari keempat contoh diatas dapat kita ketahui bahwa konsumen menjadi
pihak yang paling dirugikan. Selain konsumen harus membayar dalam jumlah atau
harga yang boleh dikatakan semakin lama semakin mahal, konsumen juga harus
menanggung resiko besar yang membahayakan kesehatan dan jiwanya hal yang
memprihatinkan adalah peningkatan harga yangterus menerus terjadi tidak dilandasi
dengan peningkatan kualitas atau mutu produk. Hal-hal tersebut mungkin
disebabkan karena kurangnya pengawasan dari Pemerintah serta badan-badan
hukum seperti Dinas kesehatan, satuan Polisi Pamong Praja, serta dinas
Perdagangan dan Perindustrian setempat. Eksistensi konsumen tidak sepenuhnya
dihargai karenatujuan utama dari penjual adalah memperoleh keuntungan
sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek bukan untuk jangka panjang. Oleh
karena itu, kami menyusun makalah ini yang berisi tentang Perlindungankonsumen.
Dalam makalah ini kami akan menjelaskan lebih lanjut serta membuat solusi yang
mungkin akan berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa/I dimasa yang akan
datang.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis akan membahas sebagai berikut:

1. Apa Pengertian, Azas Dan Tujuan Perlindungan konsumen ?


2. Apa Saja Hak dan kewajiban konsumen ?
3. Bagaimana Prinsip – Prinsip Perlindungan Konsumen ?
4. Kasus Hukum Perlindungan Konsumen Di Bidang Pangan
5. Bagaimana Peran lembaga perlindungan konsumen dan lembaga
pengawasan ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Azas Perlindungan Konsumen

Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi


landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia yakni Pertama, Undang-
Undang Dasar 1945,sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,
mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui
sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan
dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang
layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif


apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan
adanya kepastian hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau
jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen, meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat
dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen
dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
Kemudian di dalam UU Perlindungan Konsumen pun, diatur tentang pelarangan bagi
pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.Semakin terbukanya
pasar sebagai akibat dari proses mekanisme pasar yang berkembang adalah hal
yang tak dapat dielakkan.

Berdasarkan pasal 2 UU No 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa azas Perlindungan


Konsumen adalah:

 Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan


perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

 Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal


dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

 Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan


konsumen, pelakuusaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
 Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas
keamanan dankeselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan

 Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati


hukum danmemperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Sementara itu, tujuan perlindungan konsumen meliputi:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan
dari ekses negatif pemakaian barang dan/ atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat
informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran


konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya
pendidikan konsumen.Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen
dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
pemberdayaan konsumen melalui pendidikan dan pembinaan konsumen. Upaya
pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku
usahayang pada prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang
semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial
merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.2 Hak Dan Kewajiban Konsumen Dan Pelaku Usaha

Hak-hak konsumen telah diatur secara jelas dalam UU Nomor 8 Tahun 1999,
Namun, memang pada realitanya, terkadang konsumen seringkali berada pada
posisi yang kurang menguntungkan dan daya tawarnya lemah. Ini karena mereka
belum memahami hak-hak merekadan terkadang sudah menganggap itu persoalan
biasa saja. Untuk itu mesti di bangun gerakansecara massif antar elemen
masyarakat yang care terhadap advokasi kepentingan konsumen sehingga hak-hak
konsumen dapat diperjuangkan.

J.F Kennedy menentukan ada empat Hak Dasar konsumen, adalah sebagai
berikut:
a. Hak memperoleh keamanan (the tight to safety);
b. Hak memilih (the right to choose);
c. Hak mendapat informasi (the right to be informed);
d. Hak untuk didengar (the right to be heard).

Adapun sesuai Hak komsumen sebagaimana tertuang dengan Pasal 4 Undang-


undang Nomor 8 Tahun 1999 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak
Konsumen adalah :

 Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi


barang dan/atau jasa.
 Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebutsesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
 Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang
dan/atau jasayang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Untuk itu, konsumen pun perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
kepedulian,kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya.
Sosialisasi perlindungan konsumen mesti di lakukan terutama untuk strata sosial
menengah ke bawah, dengan asumsi bahwa untuk konsumen dari strata menengah
ke bawah inilah yang lebih rentan terhadap masalah-masalah yang memerlukan
perlindungan konsumen akibat ketidak pahaman mereka. Keberpihakan kepada
konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap
konsumen (wise consumerism).

Untuk peningkatan kesadaran dan kewaspadaan konsumen, konsumen juga


memiliki kewajiban yang di atur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Pasal 5:

 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau


pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
 Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
 Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
 Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.

2.3 Prinsip-Prinsip perlindungan konsumen

1. Prinsip Bertanggung Jawab Berdasarkan Kelalaian

Tanggung jawab berdasrkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang
bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawabysng ditentuksn oleh perilaku produsen.
Sifat subjektifitas muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati
mencegah timbulnya kerugian pada konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian
produsen yang berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor
penentu adanya hak konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada
produsen. Di samping faktor kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan ganti
kerugian berdasarkan kelalaian produsen diajukan dengan bukti-bukti, yaitu :

 Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai kewajiban


untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya kerugian
konsumen.
 Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas produknya
sesuai dengan standar yang aman untuk di konsumsi atau digunakan.
 Konsumen penderita kerugian.

Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya kerugian pada


konsumen (hubungan sebab akibat antara kelalaian dan kerugian konsumen).
Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian juga mengalami
perkembangan dengan tingkat responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan
konsumen, yaitu:

a. Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan Persyaratan Hubungan Kontrak

Teori murni prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu


tanggung jawab yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan hubungan
kontrak. Teori ini sangat merugikan konsumen karena gugatan baru dapat
diajukan jika telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya unsur kesalahan atu
kelalaian dan hubungan kontrak antara produsen dan konsumen. Teori tanggung
jawab produk brdasrkan kelalaian tidak memberikan perlindungan yang maksimal
kepada konsumen, karena konsumen dihadapkan pada dua kesulitan dalam
mengajukan gugatan kepada produsen, yaitu, pertama, tuntutan adanya
hubungan kontrak antara konsumen sebagai penggugat dengan produsen
sebagai tergugat. Kedua, argumentasi produsen bahwa kerugian konsumen
diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak diketahui.

b. Kelalaian Dengan Beberapa Pengecualian Terhadap Persyaratan Hubungan


Kontrak.

Perkembangan tahap kedua teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah


prinsip tanggung jawab yang tetap berdasarkan kelalaian namun untuk beberapa
kasus terdapat pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa persyaratan hubungan kontrak
merupakan salah satu hambatan konsumen untuk mengajukan ganti kerugian
kepada produsen. Prinsip ini tidak memeihak kepada kepentingan konsumen,
karena pada kenyataanya konsumen yang sering mengalami kerugian atas
pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki kepentingan
hukum dengan produsen.

c. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak.

Setelah prisip tanggung jawab atas dasar kelalaian dengan beberapa


pengecualian terhadap hubungan kontrak sebagai tahap kedua dalam
perkembangan substansi hukum tanggung jawab produk, maka tahap berikutnya
adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab yang tetep berdasarkan
kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya hubungan kontrak.
d. Prinsip Paduga Lalai dan Prinsip Bertanggung Jawab dengan Pembuktian
Terbaik.

Tahap pekembangan trakhir dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan


kelalaian adalah dalam bentuk modifikasi terhadap prisip tanggung jawab
berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini bermakna, adanya keringanan-keringanan
bagi konsumen dalam penerapan tanggung jawab berdasarkan kelalaian, namun
prinsip tanggung jawab ini masih berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini
merupakan masa transisi menuju pembentukan tanggung jawab mutlak.

2. Prinsip Tanggung jawab Berdasarkan Wanprestasi.

Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen, ajaran hukum juga


memperkenalkan konsumen untuk mengajukan gugatan atas wanprestasi.
Tanggung jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah tanggung jawab
berdasarkan kontrak. Ketika suatu produk rusak dan mengakibatkan kerugian,
konsumen biasanya melihat isi kontrak atau perjanjian atau jaminan yang
merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis maupun lisan. Keuntungab bagi
konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini adalah penerapan kewajiban yang
sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang telah
dilakukan penjual untuk memenuhi janjinya. Itu berati apabila produsen telah
berupaya memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap menderita kerugian, maka
produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Akan tetapi,
dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi terdapat beberapa
kelemahan yang dapat mengurangi bentuk perlindungan hukum terdapat
kepentingan konsumen, yaitu :

 Pembatasan waktu gugatan.


 Persyaratan pemberitahuan.
 Kemungkinan adanya bantahan.
 Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara horizontal
maupun vertikal.

3. Prisip Tanggung Jawab Mutlak.

Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Menurut prinsip
ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas
penggunaan produk yang beredar dipasaran. Tanggung jawab mutlak strict liability,
yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar
ganti kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang
melanggar hukum pada umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu
membuktikan adanya hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian
yang dideritanya. Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka setiap
konsumen yang merasa dirugikan akibat produk barang yang cacat atau tidak aman
dapat menuntut konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidanya
unsur kesalahan di pihak produsen.

Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan dalam hukum


tentang product liability adalah :

 Diantara korban / konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak, beban
kerugian seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi.
 Dengan menempatkan / mengedarkan barang-barang dipasaran, berarti
produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk
digunakan, bilamana terbukti tidak demikian dia harus bertanggung jawab.

2.4 ANALISIS KASUS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perlindungan Konsumen di Bidang Pangan


Contoh kasus pelanggaran UU Perlindungan konsumen di bidang pangan.
Kasus di bidang pangan ini adalah kasus yang paling mengkhawatirkan masyarakat.
Kasus tersebut adalah kasus – kasus tentang masalah penyalahgunaan zat-zat
berbahaya pada produk pangan ataupun bahan yang diperbolehkan untuk
digunakan tetapi penggunaannya oleh sang pelaku usaha dalam produk pangan
melebihi batas yang telah ditentukan. Zat-zat yang berbahaya diantaranya formalin,
boraks, rhodamin – B, Metanil Yellow dan lain sebagainya. Jika zat-zat ini masuk ke
dalam tubuh konsumen, maka akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh
dalam jangka panjang karena zat-zat tersebut telah terakumulasi dalam tubuh.
Demi menekan ongkos produksi, para pelaku usaha tega mencampurkan
zat-zat berbahaya ke dalam produk yang mereka jual agar produknya bisa tahan
lama. Misalnya saja produsen yang menggunakan boraks atau formalin ke dalam
produk makanan yang dijualnya agar produk tersebut lebih tahan lama. Kalau
produk mereka tahan lama, bisa dijual lagi keesokan harinya, sehingga ongkos
produksi juga bisa ditekan.
Konsumen yang telah membayar sejumlah uang untuk mendapatkan produk
yang dijual oleh pelaku usaha tersebut malah dicurangi. Konsumen tidak
mendapatkan kualitas produk yang sesuai dengan yang diinginkannya. Tetapi justru
membahayakan kesehatan mereka di kemudian hari. Kasus seperti ini jelas telah
melanggar UU Perlindungan konsumen. Di dalam UU Perlindungan Konsumen
Pasal 4 point ke 3 disebutkan salah satu hak konsumen yaitu “hak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
Kasus tersebut jelas sudah bertentangan dengan bunyi pasal tersebut
tentang hak konsumen. Hak konsumen telah diabaikan. Konsumen tidak
mendapatkan informasi yang jujur dari pelaku usaha mengenai produk yang mereka
jual. Para pelaku usaha seolah tidak jera dan tetap melakukan hal itu lagi. Bahkan
seperti tidak ada tindakan yang tegas dari pemerintah untuk menghadapi para
pelaku usaha yang demikian.
Dalam kasus ini tidak hanya para pelaku usaha yang salah. Namun
konsumen juga harus lebih teliti lagi dalam membeli suatu barang. Konsumen harus
lebih mengamati produk yang dibelinya. Jangan sampai tertipu. Dalam membeli
suatu barang, konsumen juga harus memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk
tersebut. Jangan sampai membeli produk yang telah kadaluarsa. Namun, sang
pelaku usaha juga harus selalu mengontrol produk yang mereka jual, jangan sampai
ada produk yang telah kadaluarsa tetapi masih saja dijual. Jadi, dalam hal ini
dibutuhkan peran dari kedua belah pihak.
Untuk mengatasi kasus pelanggaran UU Perlindungan Konsumen dalam
bidang pangan tersebut sebaiknya pemerintah sebagai badan yang melakukan
pengawasan terhadap penyebaran dan pemasaran barang – barang yang telah
beredar di masyarakat luas, selalu melakukan pengawasan – pengawasan terhadap
para pelaku usaha maupun para distributor yang menyediakan barang. Selain itu,
diperlukan juga sosialisasi kepada masyarakat secara terus-menerus. Salah satu
media yang diperlukan adalah iklan layanan masyarakat yang mengajak atau
mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam menentukan pilihan, artinya
konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang barang dan
ketentuannya.

A. Analisis Hukum

Berdasarkan kasus dan teori diatas masih banyak pelaku usaha yang tidak
menjalankan kewajibannya dan masih banyak konsumen yang merasa dirugikan
akibat oknum-oknum pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Jika dilihat menurut Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, kasus pelaku usaha dibidang pangan tersebut menyalahi ketentuan.
Berikut adalah beberapa pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
yang dilangar oleh pelaku usaha dalam bidang pangan:

1. Pasal 4, hak konsumen adalah :


 Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa – jasa.

Disini pelaku usaha bidang pangan melanggar hak konsumen tersebut. Ini
terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak
jelas asalnya, 11 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sample. Pada
tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95
kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus. Hasil kajian dan
analisa BPKN juga masih menemukan adanya penggunaan bahan terlarang
dalam produk makanan Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti
bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan
(seperti rhodamin B dan methanil yellow).

 Ayat 3 : “Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.”

Para pelaku usaha bidang pangan terutama pada makanan cepat saji seperti
bakso, mie ayam dan lainnya para pelaku usaha tidak jarang mencantumkan
komposisi makanannya bahkan mencampur adukan boraks pada sajiannya, hal
ini mempersulit konsumen dalam mengetahui informasi komposisi bahan
makanannya.

2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :


 Ayat 2 : “Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan.”

Pelaku usaha bidang pangan tidak pernah memberitahu kondisi serta penjelasan
komposisi makanan apa yang terkandung didalamnya. Terkadang juga pelaku
usaha tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa pada makanan kemasan dan
kaleng.

3. Pasal 19
 Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”
 Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau
setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”
 Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari setelah tanggal transaksi.”

Hukuman Bagi Para Oknum Penyalahgunaan Zat Berbahaya dalam Produk


Pangan diIndonesia Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu ringan, misalnya
yang terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya hanya
Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan jaksa hanya KUHP atau
peraturan daerah. Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999
pelanggaran terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5
tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar.
2.5 Peran Lembaga Perlindungan Konsumen dan Lembaga Pengawasan

Dalam hal ini, peran lembaga yang bergerak di bidang perlindungan konsumen
menjadi penting, peran-peran ini diakui oleh pemerintah. Lembaga perlindungan
konsumen yang secara swadaya didirikan masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen. Lembaga perlindungan
konsumen berperan untuk menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan
kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam
mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasihat kepada konsumen yang
memerlukannya, serta bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya
mewujudkan perlindungan konsumen, membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen,
melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.

Sedangkan Lembaga Pengawasan dalam peranannya dapat dinilai sebagai


yang bertanggungjawab terhadap pengawasan peredaran barang-barang dan jasa
yang dikonsumsi masyarakat yaitu yang ada pada badan BPOM dan departemen
terkait yang mengeluarkan izin produksi, perdagangan dan peredaran suatu produk.
Mestinya pihak-pihak ini teliti sebelum mengeluarkan izin terhadap suatu produk,
jangan sampai di ‘kibuli’ pengusaha, yang akhirnya rakyat dirugikan oleh hadirnya
produk yang membahayakan. Padahal seperti kasus formalin, HIT dan juga
minuman isotonik misalnya, ini kan kasus yang sebenarnya sudah lama diketahui,
namun ketika media ramai-ramai mengangkatnya, barulah mereka bergerak. Untuk
konteks daerah, BPOM dan dinas-dinas terkait juga selalu reaktif dalam menanggapi
persoalan. Seharusnya mereka lebih proaktif dan antisipatif, bukan menunggu telah
muncul kasus ke permukaan akibat keluhan konsumen baru mereka bertindak.
Kemudian, problem pembinaan terhadap pelaku usaha juga mesti diperhatikan agar
tumbuh kesadaran mereka untuk tidak memproduksi produk-produk yang tidak
berkualitas dan menjualnya kepada konsumen. Lebihlanjut, penindakan secara
hukum mesti tegas agar tidak menjadi preseden buruk dan kejadiannya berulang.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif


apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan
adanya kepastian hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau
jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen, meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat
dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen
dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Factor
utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen
akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan
konsumen.

3.2 Saran

Pemenuhan hak-hak konsumen sebagai salah satu pelaku usaha sehingga


tercipta kenyamanan dalam transaksi perdagangan. Mempertegas tanggungjawab
pelaku usaha sebagaimana diatur dalam undang-undang sehingga tidak merugikan
konsumen.Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumenyang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku
usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta


penerapan ketentuan peraturan perundang undangannya diselenggarakan oleh
pemerintah, masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

 Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung’’
 http://www.scribd.com/doc/18545014/makalah-perlindungan-konsumen
 Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen
Hukumnya, PT. CitraAditya Bakti, Bandung.
 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2012,hlm
192
 Junaidi Abdullah, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Nora Media Enterprise, Kudus,
2010 hlm.129
 http://arikathemousleemah.blogspot.com/2014/04/makalah-perlindungan-
konsumen.html
 http://handayani.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29660/PERLINDUNG
AN+KONSUMEN.(MAHASISWA).doc

Anda mungkin juga menyukai