Anda di halaman 1dari 7

“LINGKAR DONOR DARAH MAKASSAR”,

MELIHAT KEMANUSIAAN BEKERJA

“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri
aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”- Soekarno.
Bersepakat atau tidak, pemuda telah menjadi salah satu kelas dalam
masyarakat yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar pada
bangsa. Spirit yang berapi-api, rasa penasaran dan nyali petualangan yang tinggi
serta gagasan yang segar semakin mengokohkan pemuda sebagai kekuatan besar
dalam sejarah kehidupan umat manusia. Pada pemuda-lah harapan disandarkan.
Dari tangan pemuda-lah, perubahan dicipta.
Banyak cara menjadi berarti sebelum akhirnya benar-benar mati.
Kemudahan untuk mengakses berbagai wadah gerakan saat memasuki usia
produktif, membuat pemuda semakin dekat dengan pintu-pintu kebaikan. Sebut
saja dengan adanya sederet kegiatan ekstrakulikuler, berbagai organisasi
kemahasiswaan serta sejumlah komunitas yang mampu menjadi corong untuk
menyalurkan power pemuda. Ruang-ruang yang terbuka lebar membuat pemuda
bebas memilah dan memilih dimana ia hendak mengabdi. Ada yang memilih
fokus pada sektor ekonomi, sosial, budaya, sastra dan tak jarang pula, kesehatan.
Sebagian dari mereka yang memilih kesehatan masyarakat sebagai fokus dalam
bergerak merupakan mereka yang menyadari bahwa kesehatan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang menjadi prasyarat terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan primer lainnya. Kesehatan merupakan hak bagi setiap anak manusia.
Tanpa kesehatan, manusia tidak akan mampu melakukan apa-apa.
Adalah Lingkar Donor Darah Makassar (LDDM), sebuah komunitas yang
menghimpun segenap relawan yang membantu memenuhi kebutuhan darah dan
turut mengawal pasien yang butuh bantuan di rumah sakit. Berdiri sejak tahun
2012, Lingkar Donor Darah Makassar beranggotakan sejumlah mahasiswa lintas
jurusan dari berbagai kampus di Kota Makassar. Di tengah krisis ekonomi global,
Lingkar Donor Darah Makassar menjadi bukti persembahan paling tulus pada
kemanusiaan.
Komunitas ini tidak memiliki Sekretariat seperti komunitas atau organisasi-
organisasi lainnya. Selama ini, dalam menjalankan kerja-kerja kemanusiaannya,
para relawan Lingkar Donor Darah Makassar selalu stand by di teras gedung Unit
Transfusi Darah Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini dikarenakan
dalam membantu memenuhi kebutuhan darah, para relawan LDDM mesti
mengorganisir pendonor yang sebagian merupakan teman-teman mereka di
kampus atau bahkan warga Kota Makassar yang sama sekali tidak pernah mereka
kenal. Begitu pula pasien yang mereka bantu, bukan dari sanak famili melainkan
mereka yang berasal dari daerah di luar Kota Makassar yang sedang menjalani
pengobatan di Kota Makassar, serta kebingungan harus meminta tolong pada
siapa jika sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah sementara tak ada satupun
keluarga mereka di Makassar.
Mereka menghubungi setiap pendonor menggunakan sebuah HP yang telah
dihibahkan pada LDDM yang pulsanya merupakan hasil sumbangan sukarela pula
dari para relawan LDDM. Mereka bekerja tanpa dibayar, tak ada yang mereka
bawa pulang selain rasa lelah dan juga kebahagiaan karena telah membantu
sesama. Sesekali keluarga dari pasien yang dibantu oleh para relawan LDDM
membawakan makanan sebagai bentuk tanda terima kasih atau bahkan
mengirimkan pulsa ke HP LDDM. Namun sesuai kesepakatan yang dibuat, hadiah
tersebut harus tetap mereka tolak. Bagi mereka, bekerja untuk kemanusiaan
adalah kewajiban setiap yang mendaku manusia.
Relawan LDDM juga seringkali turut membantu dalam teknis pengawalan
bagi pasien dari luar Kota Makassar yang sedang menjalani pengobatan namun
tidak memahami seputar administrasi perumahsakitan. Bukan uang, namun tenaga
dan waktu yang mereka berikan untuk membantu sesama. Sesekali mereka juga
mengadakan ibadah donor darah di sejumlah rumah ibadah seperti Masjid dan
Gereja. Hal ini mereka maksudkan untuk menggerus sekat dan sentimen agama
dan meleburkannya dalam satu ego yang lebih besar yaitu ego kemanusiaan.
Sebab saat mengorganisir pendonor, seringkali yang mereka dapati adalah seperti
yang tersurat dalam percakapan berdialek Bugis-Makassar di bawah ini.
“Assalamualaikum, permisi kak, saya dari Lingkar Donor Darah Makassar, ini
Kak Hikmah (nama samaran)?”
“Waalaikumsalam, iya dek, ada apa?”
“Ini ada pasien leukimia yang butuh darah B kak, bisa ki mendonor?
“Oiya dek, kalau boleh tau apa agamanya?
“Kayaknya dia orang Kristen kak, dari Toraja”
“Maaf dek, ndak bisa ka”
“Teettttttttttttt…………….” telpon terputus.

Narasi kemanusiaan yang hadir dalam ajaran suci agama, harusnya menjadi
perekat, bukan menjadi sekat. Sebab tidak ada ajaran agama yang berseberangan
dengan nilai kemanusiaan. Namun, dalam praktiknya, masih ada saja orang-orang
yang seringkali memisahkan kedua hal itu.
Hingga saat ini, sudah ratusan pasien yang terbantu. Sebuah pencapaian
yang sangat layak diapresiasi untuk sebuah komunitas non profit di tengah kota
yang padat dan serba sibuk. Cinta yang tulus dari para relawan LDDM membuat
mereka dengan mudah membangun hubungan baik dengan para keluarga pasien.
Tak heran, mereka selalu dihubungi oleh keluarga pasien yang telah mereka bantu
bukan hanya pada saat pasien yang dirawat telah sembuh, namun juga pada saat
kemungkinan terburuk dialami oleh pasien, kematian. Menyambangi kamar
jenazah bukan lagi hal yang tabu bagi para relawan LDDM, sekalipun yang
mereka lawati bukan orang yang memiliki hubungan darah dengan mereka.
Para relawan bekerja tiap hari tanpa libur, sesekali bahkan lembur jika
kebutuhan darah pasien melonjak. Maklum saja, Palang Merah Indonesia (PMI)
dan Unit Transfusi Darah (UTD) tidak selalu memiliki stok darah sementara
kebutuhan akan darah pun tidak pernah sepi. Disaat para mahasiswa lain sibuk
kongkow di kafe dan mall, atau bahkan sibuk mengikuti lomba-lomba yang
menjanjikan popularitas, materi dan kesenangan, para relawan LDDM tetap
bertahan dengan kesederhanaan dan ketulusan, hal yang barangkali sangat mahal
dijumpai hari ini. Mengusung semboyan “jangan biarkan bumi ini basah karena
air matanya, kesedihannya adalah kesedihan kita”, LDDM tumbuh menjadi
sebuah wadah gerakan pemuda yang ampuh dalam mengasah kepekaan sosial,
keikhlasan dan militansi.
Di umurnya yang belum cukup 10 tahun, LDDM juga telah memperoleh
apresiasi dari berbagai kalangan. Dan yang terakhir, pada November 2018
memperoleh penghargaan dari Gubernur Sulawesi Selatan sebagai motivator
donor darah sukarela di Hari Kesehatan Dunia. Kedepannya, semoga saja pemuda
selalu bisa menjadi tumpuan harapan bangsa. Dan semoga juga, di sudut-sudut
sempit dunia yang hingar bingar ini, kita akan tetap melihat kemanusiaan bekerja.
LAMPIRAN DOKUMENTASI AKTIVITAS
LINGKAR DONOR DARAH MAKASSAR

Anda mungkin juga menyukai