Anda di halaman 1dari 18

CATHETER RELATED ASSOCIATED 

BLOODSTREAM INFECTION (CRABS) 
Achsanuddin Hanafie

PENDAHULUAN

D alam perawatan pasien rawat inap rumah sakit khususnya di ICU,


kanulasi vena sentral (CVC) yang digunakan untuk terapi cairan intra-
vena kontinu, obat-obatan dan produk darah, nutrisi parenteral berkepanjangan,
kemoterapi, pemantauan hemodinamik tekanan darah arteri invasif, tekanan
vena sentral dan tekanan arteri pulmonalis, pengukuran curah jantung, dan
haemodialysis. Teknik pemasangan CVC dan perawatan CVC yang kurang
tepat dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi.
Pendataan dan penanganan infeksi akibat penggunaan kateter vena
(infeksi terkait penggunaan kateter) telah banyak dilakukan. Infeksi ini secara
tidak langsung meningkatkan biaya rumah sakit dan lama rawatan, namun
umumnya tidak langsung dihubungkan dengan peningkatan mortalitas.
Di Amerika Serikat 80.000 kasus infeksi terkait penggunaan kateter
terjadi di ICU dari total 250.000 kasus telah diperkirakan terjadi setiap tahun,
dan dihubungkan dengan tingkat mortalitas berkisar 12-25% dari pasien sakit
kritis 1 dan menghabiskan dana berkisar dari US$ 3.000 - 56.167.
Pada studi analisis tentang biaya penanganan dan pencegahan infeksi,
baik dari segi peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya dan peralatan
telah dilakukan.2 Perencanaan dan aplikasi tindakan pencegahan sistematis
sangat penting untuk mengurangi tingkat infeksi terkait penggunaan kateter
(CRABS) dan meningkatkan kualitas kesehatan. Pengetahuan tentang intervensi
pencegahan dapat berkontribusi terhadap pengurangan risiko infeksi, dan
penelitian tentang epidemiologi dan patogenesis CRABS merupakan aspek
yang fundamental untuk meningkatkan kualitas pasien.
Untuk meningkatkan luaran pasien dan mengurangi biaya kesehatan,
harus multidisiplin, yang melibatkan para profesional kesehatan yang me-
lakukan pemasangan dan pelepasan kateter vena sentral, perawat medis yang

122 
merawat kateter intravaskular, perawat medis yang bertugas dalam pengendalian
infeksi, kepala instalasi yang mengalokasikan sumber daya, dan akhirnya
mungkin dapat diberdayakan yakni pasien mampu membantu dalam perawatan
kateter mereka sendiri.

PATOGENESIS CRABS

Terdapat 4 jalur (port d’entry) sumber kontaminasi infeksi terkait penggunaan


kateter:3
(1) Migrasi mikroorganisme kulit di lokasi insersi menuju jalur kateter dan
disepanjang permukaan kateter dengan kolonisasi dari ujung kateter
(merupakan jalur infeksi yang paling sering ditemukan pada kateter
jangka pendek. 4
(2) Kontaminasi langsung dari kateter atau pangkal kateter dengan tangan
atau kontaminasi cairan atau peralatan
(3) Yang paling jarang, pada kateter dapat dijumpai pertumbuhan kuman dengan
sumber pada lokasi yang berbeda dan beredar melalui pembuluh darah
(4) Cairan infus yang sudah terkontaminasi terlebih dahulu 5.

Gambar 1. Rute kontaminasi mikroorganisme pada kateter vena sentral6


Sumber infeksi yang potensial dari kanulasi intravaskular perkutaneus, flora normal
pada kulit, kolonisasi pada pangkal kateter dan lumen, kontaminasi pada cairan
infuse, kolonisasi pada kanulasi vena perifer dan menyebar secara hematogen.
Sumber :Crnich CJ, Maki DG. The promise of novel technology for the prevention of
intravaskular device-related bloodstream infection. Pathogenesis and short-term devices. Clin
Infect Dis. 2002 May 1;34(9):1232–1242.

123 
Faktor penentu penting predisposisi infeksi terkait penggunaan kateter3
1) Bahan pembuatan kateter
2) Faktor dari tubuh pasien itu sendiri, yang dapat terdiri dari adhesi protein,
seperti fibrin dan fibronektin, yang membentuk selubung disekitar kateter.7
3) Faktor virulensi dari mikroorganisme, termasuk substansi polimerik
ekstraselular (EPS) diproduksi oleh kuman yang melekat.8 Beberapa bahan
pembuatan kateter ada yang memiliki permukaan yang tidak teratur yang
dapat memudahkan terjadinya perlekatan oleh beberapa mikroorganisme
(S. epidermidis and C. albicans ). Kateter yang dibuat dari bahan ini sangat
rentan terhadap kolonisasi mikroba dan infeksi berikutnya.

Oleh karena adanya formasi selubung fibrin, kateter silastik dihubungkan


dengan semakin besarnya resiko infeksi dibandingkan kateter polyurethane7.
Dilain hal, formasi biofilm oleh candida albicans ditemukan lebih sering pada
kateter elastis silikon dibandingkan pada kateter polyurethane. Modifikasi dari
bahan biomaterial pada permukaan kateter telah menunjukkan pengaruh
kemampuan C. albicans untuk membentuk biofilm. Beberapa hal penting
lainnya, pada jenis material dasar kateter yang mudah untuk mencetuskan proses
trombosis, membuat kateter tersebut mudah untuk terjadinya kolonisasi dan
infeksi 9. Hal ini dihubungkan dengan suatu asumsi bahwa dengan mencegah
terbentuknya trombus pada kateter merupakan hal yang sama dalam
menurunkan resiko infeksi terkait penggunaan kateter.
Bahan pelekat yang dikandung oleh mikroorganisme yang melekat
pada faktor tubuh pasien merupakan faktor penyebab yang penting untuk
terjadinya infeksi terkait penggunaan kateter. Sebagai contoh, S. aureus
dapat melekat pada protein tubuh (fibrinogen, fibronektin) umumnya dengan
mengekspresikan faktor clumping (ClfA & ClfB) yang terikat pada protein
adhesin7. Lebih lagi, perlekatan dipermudah melalui produksi mikroorganisme
(seperti staphylococcus koagulase negatif, S. aureus, Pseudomonas aeruginosa,
dan Candida dengan pelepasan substansi polimerik ekstraseluler yang terdiri
dari eksopolisakarida yang membentuk lapisan biofilm mikrobial 8. Matriks
biofilm ini diperkaya dengan kation metalik divalen, seperti kalsium,
magnesium dan besi, dimana dapat menciptakan suatu wadah solid yang berupa
tempat kolonisasi mikroba didalamnya. Biofilm itu sendiri menjadi suatu
tembok pertahanan terhadap sel imun tubuh, seperti proses penghancuran

124 
mikroorganisme oleh sel PMN) atau dengan membuat mikroba menjadi
resisten terhadap antibiotika (membentuk matriks yang dapat memngikat
antibiotik sebelum antibiotik kontak dengan dinding sel mikroorganisme
atau dengan membentuk sel baru yang dikenal dengan “antimicrobial tolerant
"persister" cells).10 Beberapa spesies Candida, dalam cairan dekstrosa, ber-
kembang lebih baik, didukung oleh studi tentang peningkatan infeksi
patogen oleh jamur pada pasien yang mendapat nutrisi parenteral.3

MIKROORGANISME PENYEBAB

Mikroorganisme bakteri gram positif sering menjadi penyebab infeksi terkait


penggunaan kateter, dimana data yang didapatkan melalui nationwide
surveillance study di Amerika Serikat menemukan prevalensi :11
1. Staphylococcus koagulase-negatif 31%
2. Staphylococcus aureus 20%,
3. Enterococcus 9%
4. Candida species 9%
5. Lebih kurang seperempatnya adalah kuman gram negatif, Escherichia
coli (6%) dan Klebsiella pneumoniae, dan Pseudomonas aeruginosa.

RESISTENSI ANTIMIKROBA

Resistensi antimikroba menjadi permasalahan utama yang makin sering


ditemukan diantaranya :3,12
 Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) ditemukan pada 50%
dari isolasi kuman S. aureus di ICU
Resistensi pada golongan Cephalosporin generasi ketiga terutama pada
kuman E. coli dan K.pneumoniae
 Resistensi pada Ceftazidime and imipenem meningkat terutama pada
isolasi kuman P. aeruginosa.
 Resistensi pada Fluconazole meningkat terutama pada spesies Candida

125 
FAKTOR RESIKO

Faktor resiko dapat meliputi faktor intrinsik (karakteristik dari pasien


itu sendiri) ataupun faktor ekstrinsik (Faktor yang dihubungkan dengan
teknik asepsis pemasangan, dan perawatan serta lingkungan disekitar
ruangan perawatan pasien)12

Faktor resiko terjadinya CRABS

Intrinsik Ekstrinsik
Perawatan yang lama di rumah sakit
Usia pasien
sebelum pemasangan kateter vena sentral
Kondisi klinis dan penyakit penyerta Penggunaan kateter vena sentral yang
pada pasien berulang
Jenis kelamin pasien Nutrisi parenteral
Lokasi insersi didaerah femoral dan
jugular)
Kolonisasi mikroorganisme di lokasi
insersi
Kateter vena sentral multilumen
Kurangnya alat pelindung khusus dan
teknik asepsis saat tindakan insersi
Pemasangan dilakukan di ICU atau di
ruang emergensi

DIAGNOSIS 13,14

 Adanya jalur intravena.


 Kondisi klinis infeksi (demam,menggigil, hipotensi, takikardi) dan tidak
tampak sumber infeksi yang jelas (kecuali sumber dari kateter).
 Kultur darah positif (vena perifer) dan dari salah satu dibawah ini :
- Hasil kultur positif dari kateter semikuantitatif (> 15 cfu per segmen
kateter) atau
- Kuantitatif (102 cfu) dari organisme yang sama

126 
- Hasil kultur darah positif dari kateter vena sentral dengan metode
kuantitatif dengan rasio 5:1 (Kateter vena sentral dan perifer) atau waktu
yang berbeda (hasil kultur dari kateter vena sentral didapat setidaknya 2
jam lebih awal dari hasil kultur dari vena perifer. (sensitivitas 94%,
spesifisitas 91%)
 Bila pada keadaan tidak adanya konfirmasi laboratorium, penurunan suhu
tubuh pasien setelah pelepasan kateter vena pada pasien dengan tanda klinis
infeksi, dapat dipertimbangkan bukti klinis infeksi secara tidak langsung.
 Kondisi klinis saja tidak dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosa
CRABS

Bila dilakukan pelepasan kateter


A. Kultur semikuantitatif dari segmen kateter
- Kateter segmen dilumuri dalam wadah media agar dan diinkubasi dalam
waktu satu malam
- >15 cfu dinyatakan signifikan
B. Kultur kuantitatif dari segmen kateter (> 102cfu dinyatakan signifikan )

Bila kateter tetap dipertahankan


A. Kultur kuantitatif dari kateter vena sentral dan vena perifer
Teknik sikat endoluminal (Endoluminal brush technique)
- Kawat sikat digunakan untuk mengambil sampel dari dalam lumen kateter
- Kemudian ambil sampel darah dari kateter vena sentral untuk dilakukan
pewarnaan gram dan kultur.
- Sensitifitas >90% dan spesifitas 84%
- Resiko bakteremia transien, aritmia dan emboli.
B. Hasil kultur positif dari dua sumber berbeda, diambil dari waktu yang
berbeda (2 jam lebih awal pada pengambilan dari kateter vena sentral)

127 
Tabel 1. Microbiological diagnostic methods of catheter-related bloodstream
infections

Kriteria diagnostik CRABS menurut hasil kultur mikrobiologi

PENANGANAN CRABS

Manajemen CRABS melibatkan beberapa keputusan:13


1. Apakah CVC harus dilepas atau dipertahankan dengan terapi antibiotik
kunci (antibiotik catheter lock therapy);
2. Tipe antimikroba yang sesuai dengan pola kuman dan resistensi kuman.
3. Durasi dari terapi antimikroba

128 
Keputusan setelah dilakukan suatu diagnosa infeksi terkait kateter, pelepasan
CVC atau tetap mempertahankan CVC dengan terapi antibiotik kunci,
tergantung dari tipe kuman yang menyebabkan infeksi tersebut.

Gambar 2. Diagnosis of acute febrile episode in a patient with central venous


catheter
CVC=central venous catheter, DTP=differential time to positivity. *A blood culture is
considered positive if the ratio of colony forming units growing from simultaneously drawn
central and peripheral blood is > 5.1 or the DTP is > 2 h (central blood culture turns positive
before simultaneously drawn blood culture).

Terapi antibiotik kunci (Antimicrobial catheter lock)3,12,14


Heparin catheter lock telah digunakan luas sebagai antitrombosis pada
penggunaan kateter, dan normal salin juga sama efektifnya dengan heparin
dalam mencegah thrombosis dan phlebitis pada kanulasi vena perifer. Shanks
dkk. menemukan bahwa heparin dan normal salin meningkatkan terbentuknya
biofilm staphylococcal. Beberapa studi acak prospektif menunjukkan bahwa
terapi antimikroba kunci (antimicrobial catheter lock) lebih baik dibandingkan
heparin sendiri sebagai terapi pencegahan infeksi.

129 
Terapi antibiotik kunci terdiri dari 2 ml antimikroba yang dicampur
dengan antikoagulan, yang kemudian digunakan untuk mengisi lumen
kateter.Beberapa studi menunjukkan penurunan yang signifikan infeksi
setelah penggunaan vancomycin dan heparin, walaupun pada studi lainnya
gagal menunjukkan penurunan yang bermakna.
Studi metaanalisis pada tujuh studi acak menunjukkan bahwa penggunaan
vancomycin lock solution” pada pasien kanker dengan CVC jangka panjang
dapat menurunkan CRABS (risk ratio[RR] 0,49, 95% CI 0,26–0,95; p=0,03),
namun sampelnya masih heterogen. Chelator seperti EDTA atau Citrate
dilaporkan meningkatkan aktivitas antimikroba melawan mikroorganisme
yang membentuk biofilm.

Staphylococcus aureus
a. Tiga studi prospektif observasional menunjukkan bahwa pelepasan CVC
pada pasien dengan infeksi S aureus (termasuk pada kasus yang tidak
berkomplikasi) dihubungkan dengan respon terapi antibiotik yang cepat
dan rendahnya tingkat relaps.
b. Pada kasus dimana kateter diimplantasikan dengan tanpa adanya akses
vaskular atau dengan kondisi trombositopenia berat, pertimbangan untuk
mempertahankan CVC dan pemberian terapi antibiotik kunci dilakukan
(Vancomycin dan heparin atau minocycline dan EDTA merupakan dua
kombinasi yang baik ).
c. Durasi terapi antibiotik sesuai dengan tipe komplikasi yang terjadi
- Tanpa komplikasi, durasi 10–14 hari diperlukan bila CVC dilepas.
Prediktor terbaik untuk mengetahui adanya komplikasi bakteremia
akibat S aureus adalah demam dan tanda sepsis tetap dijumpai setelah
lebih dari 72 jam setelah kateter dilepas atau awal terapi antibiotik.
- Bila dijumpai keadaan diatas, Pertimbangkan untuk dilakukan TEE
untuk menyingkirkan endokarditis dan durasi antibiotik sebaiknya
diperpanjang paling tidak 4 minggu.

130 
Rekomendasi Pencegahan 3,14
A. Pendidikan, Pelatihan dan Manajemen Staf
1. Lakukan edukasi paramedis kesehatan mengenai indikasi penggunaan
kateter intravena, dan dengan prosedur yang benar dalam pemasangan
dan perawatan kateter intravena. Kategori IA
2. Diperlukan penilaian mengenai pengetahuan dan pemahaman dokter
dalam pemasangan dan perawatan kateter intravaskular.
3. Penyusunan personil yang sudah dilatih dan memiliki kompetensi dalam
pemasangan dan perawatan kateter Intravena. Kategori IA

131 
4. Pastikan penempatan perawat dengan benar pada masing-masing level di
ICU.
5. Studi observasi menyatakan bahwa peningkatan rasio pasien dengan
perawat dihubungkan dengan CRABS di ICU dimana terdapat peranan
perawat dalam perawatan kanulasi vena sentral. Kategori IB

B. Pemilihan lokasi insersi kateter


Kateter perifer dan kateter vena sentral yang dipasang melalui vena median.
1. Pada orang dewasa, lokasi insersi pada ekstremitas atas merupakan lokasi
terbaik dalam pemasangan kanulasi perifer. Ganti kateter dari ekstremitas
bawah ke ekstremitas atas sesegera mungkin. kategori II
2. Pada pasien anak-anak, ekstremitas atas atau bawah atau kulit kepala (pada
neonatus atau bayi muda) dapat digunakan sebagai tempat pemasangan
kateter kategori II
3. Pilih kateter atas dasar tujuan yang dimaksudkan dan durasi penggunaan,
dikenal komplikasi infeksi dan non-infeksi (misalnya, flebitis dan infiltrasi),
dan pengalaman dari operator kateter individu. kategori IB
4. Hindari penggunaan jarum besi untuk pemberian cairan dan obat-obatan
yang dapat menyebabkan nekrosis jaringan jika terjadi ekstravasasi. kategori
IA
5. Gunakan kateter garis tengah atau perifer dimasukkan kateter sentral (PICC),
bukan kateter perifer singkat, ketika durasi terapi IV kemungkinan akan
melebihi enam hari. kategori II
6. Lakukan evaluasi lokasi insersi kateter setiap hari dengan palpasi melalui
penggantian untuk melihat ketegangan dan dengan pemeriksaan jika
penutup transparan yang digunakan. Kasa dan penutup yang gelap tidak
harus dilepas jika pasien tidak memiliki tanda-tanda klinis infeksi. Jika
terdapat tanda-tanda ketegangan lokal atau tanda-tanda lain dari infeksi
terkait penggunaan kateter, ganti penutup yang gelap dan lokasi tersebut
diperiksa secara visual. (kategori II)
7. Lepas kanulasi vena perifer jika tampak tanda-tanda flebitis (hangat,
tegang, eritema), infeksi, atau kateter rusak. kategori IB

132 
C. Kateter vena sentral
1. Mempertimbangkan risiko dan manfaat dari menempatkan perangkat vena
sentral pada lokasi yang dianjurkan untuk mengurangi komplikasi infeksi
terhadap risiko komplikasi mekanik (misalnya, pneumothorax, tusukan
arteri subklavia, laserasi vena subklavia, stenosis vena subklavia, hemo-
thorax, trombosis, emboli udara, dan salah penempatan kateter). kategori IA
2. Hindari menggunakan vena femoralis untuk akses vena sentral pada
pasien dewasa. kategori 1A
3. Gunakan lokasi subklavia, bukan jugularis atau lokasi femoralis, pada
pasien dewasa untuk meminimalkan risiko infeksi untuk pemasangan
kateter vena sentral. kategori IB.
4. Tidak ada rekomendasi dapat dibuat untuk lokasi disukai pemasangan
untuk meminimalkan risiko infeksi untuk kateter vena sentral.
5. Hindari lokasi subklavia pada pasien hemodialisis dan pasien dengan
penyakit ginjal lanjut, untuk menghindari stenosis vena subklavia.
kategori Ia
6. Gunakan panduan ultrasound untuk menempatkan kateter vena sentral
(jika teknologi ini tersedia) untuk mengurangi jumlah upaya kanulasi
dan komplikasi mekanik. Bimbingan USG hanya boleh digunakan oleh
orang-orang terlatih dalam teknik ini. Kategori 1b
8. Gunakan kateter vena sentral dengan jumlah lumen yang minimal.
Kategori Ib
9. Tidak ada rekomendasi dapat dibuat mengenai penggunaan lumen
ditujukan untuk nutrisi parenteral.
10. Ketika kepatuhan terhadap teknik aseptik tidak dapat dipastikan (yaitu
kateter dimasukkan selama situasi darurat medis), lakukan penggantian
kateter sesegera mungkin, yaitu, dalam waktu 48 jam. kategori IB

D. Tipe material dasar pembuatan kateter


Polytetrafluoroethylene (Teflon ®) atau kateter polyurethane dihubungkan
dengan komplikasi infeksi dibandingkan dengan kateter yang dibuat dari polyvinyl
chloride atau polyethylene. Jarum yang terbuat dari baja memiliki komplikasi
infeksi yang sama dengan kateter yang terbuat dari Teflon®. Namun, peng-
gunaan jarum yang terbuat dari baja sering dihubungkan dengan komplikasi
infiltrasi cairan intravena kedalam jaringan subkutan.

133 
E. Kebersihan Tangan dan Teknik aseptik
1. Lakukan prosedur kebersihan tangan, baik dengan mencuci tangan dengan
sabun dan air atau konvensional dengan alcohol based hand rub (ABHR).
Kebersihan tangan harus dilakukan sebelum dan setelah meraba lokasi
kateter pemasangan serta sebelum dan setelah memasukkan, mengganti,
mengakses, memperbaiki, atau membalut kateter intravaskular. Palpasi
lokasi pemasangan tidak boleh dilakukan setelah penerapan antiseptik,
kecuali teknik aseptik dipertahankan. kategori IB
2. Menjaga teknik aseptik untuk pemasangan dan perawatan kateter intra-
vaskular. kategori IB
3. Kenakan sarung tangan bersih, bukan sarung tangan steril, untuk pemasangan
kateter intravaskular perifer, jika lokasi akses tidak tersentuh setelah
penerapan antiseptik kulit. kategori IC
4. Sarung tangan steril harus dipakai untuk pemasangan arteri, dan kateter
vena sentral. kategori IA

F. Penggunaan alat pelindung yang steril


Gunakan tindakan pencegahan pelindung steril yang maksimal, termasuk
penggunaan topi, masker, gaun steril, sarung tangan steril, dan tirai tubuh
steril penuh, untuk pemasangan kateter vena sentral. Kategori IB

G. Persiapan sebelum pemasangan kanulasi


1. Bersihkan kulit dengan antiseptik (alkohol 70%, tingtur yodium, atau
larutan klorheksidin glukonat alkohol) sebelum pemasangan kateter vena
perifer. Kategori IB
2. Bersihkan kulit dengan klorheksidin> 0,5% dengan alkohol sebelum
kateter vena sentral dan pemasangan kateter arteri perifer dan selama
pergantian penutup. Jika ada kontraindikasi untuk chlorhexidine, tingtur
yodium, iodophor, atau alkohol 70% dapat digunakan sebagai alternatif.
Kategori IA
3. Tidak ada perbandingan telah dibuat antara menggunakan persiapan
klorheksidin dengan alkohol dan povidone-iodine dalam alkohol untuk
mensterilisasi kulit yang bersih.

134 
4. Tidak ada rekomendasi untuk keamanan penggunaan klorheksidin pada
bayi usia <2 bulan.
5. Antiseptik harus dibiarkan kering sebelum memasang kateter. Kategori IB

H. Penutup lokasi pemasangan kanulasi


1. Gunakan baik kasa steril atau steril, transparan, berpakaian semi-
permeabel untuk menutupi lokasi kateter. Kategori IA
2. Jika pasien yg mengeluarkan keringat atau jika pada daerah tersebut
pendarahan atau mengalir, gunakan kasa sampai hal ini dihilangkan.
Kategori II
3. Ganti lokasi insersi kateter jika ganti menjadi lembab, kendur, atau
terlihat kotor. Kategori IB
4. Jangan gunakan salep antibiotik topikal atau krim di lokasi pemasangan,
kecuali untuk kateter dialisis, karena potensi mereka untuk mem-
promosikan infeksi jamur dan resistensi antimikroba. Kategori IB
5. Jangan membasahi kateter atau lokasi kateter dengan air. Mandi harus
diijinkan jika tindakan pencegahan yang diambil untuk mengurangi
kemungkinan organisme masuk ke dalam kateter (misalnya, jika kateter
dan perangkat yang terhubung dilindungi dengan penutup yang kedap
air saat mandi). Kategori IB
6. Ganti penutup yang digunakan pada lokasi kateter vena sentral jangka
pendek setiap 2 hari untuk pembalut kasa. Kategori II
7. Ganti penutup yang digunakan pada lokasi kateter vena sentral jangka
pendek setidaknya setiap 7 hari untuk dressing transparan, kecuali pada
pasien anak-anak di mana risiko untuk mencabut kateter dapat lebih
besar dari manfaat dari mengubah penutup. Kategori IB
8. Ganti dressing transparan digunakan pada lokasi kateter vena sentral
tunneled atau yang ditanamkan tidak lebih dari sekali per minggu
(kecuali kotor atau longgar), hingga lokasi pemasangan telah sembuh.
Kategori II
9. Pastikan bahwa perawatan kateter kompatibel dengan bahan kateter.
Kategori IB
10. Gunakan teknik steril untuk semua perawatan kateter arteri pulmonal.
Kategori IB

135 
11. Gunakan spons–diresapi chlorhexidine untuk sementara pada kateter
jangka pendek pada pasien yang lebih tua dari usia 2 bulan jika tingkat
CRABS tidak menurun meskipun kepatuhan terhadap tindakan
pencegahan dasar, termasuk pendidikan dan pelatihan, penggunaan
yang tepat klorheksidin untuk antisepsis kulit, dan. Kategori 1B
12. Tidak ada rekomendasi yang dibuat untuk jenis lain selain klorheksidin.
13. Memantau lokasi insersi kateter secara visual ketika mengubah penutup,
tergantung pada situasi klinis masing-masing pasien. Jika pasien
memiliki ketegangan di lokasi pemasangan, demam tanpa sumber yang
jelas, atau manifestasi lain yang menunjukkan infeksi lokal atau infeksi
sistemik. Kategori IB
14. Mengedukasi pasien untuk melaporkan setiap perubahan pada lokasi
kateter atau adanya ketidaknyamanan. Kategori II

I. Perawatan pembersihan pasien


Gunakan klorheksidin 2% untuk mencuci atau pembersihan kulit setiap hari
untuk mengurangi resiko infeksi terkait penggunaan kateter. Kategori II

J. Antimicrobial / Antiseptic coated Catheter


Gunakan klorheksidin/silver sulfadiazine atau minocycline/rifampisin melalui
kateter pada pasien yang diperkirakan akan tetap di tempat> 5 hari jika, setelah
keberhasilan pelaksanaan strategi yang komprehensif untuk mengurangi tingkat
CRABS, tingkat CRABS tidak menurun. Strategi yang komprehensif harus
mencakup setidaknya tiga komponen berikut: mendidik tenaga medis yang
memasang dan merawat kateter, pencegahan dengan alat pelindung steril,
dan persiapan chlorhexidine > 0,5% dengan alkohol untuk antisepsis kulit
selama pemasangan kateter vena sentral. Kategori IA

K. Profilaksis antibiotik sistemik


Jangan memberikan antimikroba profilaksis sistemik secara rutin sebelum
pemasangan atau selama penggunaan kateter intravaskular untuk mencegah
kolonisasi pada kateter atau infeksi terkait penggunaan kateter. Kategori IB
L. Salep Antiseptik / Antibiotik
Gunakan salep antiseptik, povidone iodine atau bacitracin/gramicidin/polimiksin
salep B di lokasi pemasangan kateter hemodialisis setelah insersi kateter dan

136 
pada akhir setiap sesi dialisis hanya jika salep ini tidak berinteraksi dengan
bahan kateter hemodialisis menurut rekomendasi produsen. Kategori IB

M. Antibiotik Kunci Profilaksis.


Gunakan larutan profilaksis antimikroba pada pasien dengan kateter jangka
panjang yang memiliki riwayat infeksi terkait penggunaan kateter beberapa
meskipun teknik aseptik maksimal telah optimal dilakukan. Kategori II

N. Antikoagulan
Jangan rutin menggunakan terapi antikoagulan untuk mengurangi resiko
infeksi terkait penggunaan kateter. Kategori II

O. Penggantian Kateter vena perifer dan vena sentral


1. Tidak perlu untuk mengganti kateter perifer lebih sering daripada setiap
72-96 jam untuk mengurangi risiko infeksi dan flebitis pada orang
dewasa. Kategori 1B
2. Tidak ada rekomendasi yang dibuat mengenai penggantian kateter perifer
pada orang dewasa hanya ketika klinis yang ditunjukkan.
3. Ganti kateter perifer pada anak-anak hanya ketika klinis yang
ditunjukkan. Kategori 1B
4. Ganti kateter vena sentral hanya bila ada indikasi tertentu. Kategori II

P. Penggantian kateter vena sentral


1. Jangan rutin mengganti kateter vena sentral untuk mencegah infeksi
terkait penggunaan kateter. Kategori IB
2. Jangan lepaskan kateter vena sentral atas dasar demam saja. Gunakan
penilaian klinis mengenai kelayakan melepas kateter jika infeksi
dibuktikan tempat lain. Kategori II

Q. Kateter Arteri Perifer dan Alat Pemantauan Tekanan Darah Arteri


untuk Pasien Dewasa dan Anak
1. Pada orang dewasa, penggunaan lokasi daerah radial, brakialis atau dorsalis
lebih disukai daripada lokasi femur atau aksila untuk mengurangi risiko
infeksi. Kategori IB

137 
2. Pada anak-anak, lokasi brakialis sebaiknya tidak digunakan. radial dorsalis
pedis, dan lokasi tibialis posterior lebih disukai daripada lokasi femur
atau aksiler pemasangan. Kategori II
3. Memakai topi, masker, sarung tangan steril dan kain penutup kecil steril
harus digunakan selama pemasangan kateter arteri. Kategori IB
4. Selama pemasangan kateter aksilaris atau femoral, tindakan pencegahan
steril maksimal harus digunakan. Kategori II
5. Ganti kateter arteri hanya bila ada indikasi klinis. Kategori II
6. Lepaskan kateter arteri secepat mungkin bila tidak lagi diperlukan.
Kategori II
7. Transduser bila memungkinkan, gunakan sekali pakai, daripada digunakan
kembali. Kategori IB
8. Jangan rutin mengganti kateter arteri untuk mencegah infeksi terkait
penggunaan kateter . Kategori II
9. Ganti transduser atau dapat digunakan kembali pada 96 jam interval.
Ganti komponen lain dari sistem (termasuk tabung, perangkat flush, dan
cairan flush) pada saat transduser diganti . Kategori IB
10. Minimalisasi jumlah manipulasi dan entri ke dalam sistem pemantauan
tekanan. Gunakan sistem flush tertutup (yaitu, flush kontinu), daripada
sistem terbuka (misalnya, yang membutuhkan jarum suntik dan stopcock),
untuk mempertahankan patensi dari kateter pemantauan tekanan. Kategori II
11. Jangan memberikan infus atau larutan yang mengandung dextrose atau
cairan nutrisi parenteral melalui rangkaian pemantauan tekanan darah.
Kategori IA
12. Mensterilkan transduser dapat digunakan kembali sesuai dengan instruksi
produsen 'jika penggunaan transduser tidak layak pakai. Kategori IA

R. Penggantian Set Jalur Infus


1. Pada pasien yang tidak menerima darah, produk darah atau emulsi lemak,
ganti set administrasi yang terus-menerus digunakan tidak lebih sering
daripada interval 96 jam, tapi setidaknya setiap 7 hari. Kategori IA
2. Ganti set yang digunakan untuk pemberian darah, produk darah, atau
emulsi lemak (yang dikombinasikan dengan asam amino dan glukosa
dalam campuran 3-in-1 atau infus secara terpisah) dalam waktu 24 jam
dari memulai infus. Kategori IB
3. Ganti set digunakan untuk mengelola infus propofol setiap 6 atau 12 jam.
Kategori IA

138 
DAFTAR PUSTAKA
1. O’Grady NP, Alexander M, Dellinger EP, et al. Guidelines for the prevention of
intravaskular catheter-related infections. MMWR Recomm Rep 2002; 51: 1–29.
2. Maki DG, Kluger DM, Crnich CJ. The risk of bloodstream infection in adults
with different intravaskular devices: a systematic review of 200 published
prospective studies. Mayo Clin Proc 2006; 81:1159–71.
3. O’Grady NP, Alexander M, Burns LA, Dellinger EP, Garland J, Heard SO,
Lipsett PA, Masur H, Mermel LA, Pearson ML, Raad II, Randolph AG, Rupp
ME, Saint S; Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee
(HICPAC). Guidelines for the prevention of intravaskular catheter–related
infections. Clin Infect Dis. 2011 May;52(9):e162–193.
4. Safdar N, Maki DG. The pathogenesis of catheter-related bloodstream infection
with noncuffed short-term central venous catheters. Intensive Care Med 2004;
30:62–7.
5. Raad I, Hanna HA, Awad A, et al. Optimal frequency of changing intravenous
administration sets: is it safe to prolong use beyond 72 hours? Infect Control
Hosp Epidemiol 2001; 22:136–9
6. Crnich CJ, Maki DG. The promise of novel technology for the prevention of
intravaskular device-related bloodstream infection. I.Pathogenesis and short-
term devices. Clin Infect Dis. 2002 May 1;34(9):1232–12423. 3..
7. Mehall JR, Saltzman DA, Jackson RJ, Smith SD. Fibrin sheath enhances central
venous catheter infection. Crit Care Med 2002; 30:908–12.
8. Donlan RM, Costerton JW. Biofilms: survival mechanisms of clinically relevant
microorganisms. Clin Microbiol Rev 2002; 15:167–93.
9. Raad II, Luna M, Khalil SA, Costerton JW, Lam C, Bodey GP. The relationship
between the thrombotic and infectious complications of central venous
catheters. JAMA 1994; 271:1014–6.
10. Donlan RM. Role of biofilms in antimicrobial resistance. ASAIO J 2000;
46:S47–52.
11. Wisplinghoff H, Bischoff T, Tallent SM, Seifert H, Wenzel RP,Edmond MB.
Nosocomial bloodstream infections in US hospitals:Analysis of 24,179 cases
from a prospective nationwide surveillancestudy. Clin Infect Dis. 2004 Aug
1;39(3):309–317.
12. Preventing Central Line–Associated Bloodstream Infections: A Global
Challenge, a Global Perspective. Oak Brook, IL: Joint Commission Resources,
May 2012. diunduh dari :http://www.PreventingCLABSIs.pdf.
13. RaadI, Hanna H, Maki D. Intravaskular catheter-related infections: advances in
diagnosis, prevention, and management. Lancet Infect Dis 2007; 7:645–57.
14. Mermel LA, Allon M, Bouza E, Craven DE,3 Flynn P, O’Grady NP, Raad II,
Rijnders BJA, Sherertz RJ, Warren DK.Clinical Practice Guidelines for the
Diagnosis and Management of Intravaskular Catheter-Related Infection. Update
by the Infectious Diseases Society of America 2009; 49:1–45

139 

Anda mungkin juga menyukai