Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PEMBUKAAN

1. LATAR BELAKANG
Indonesia termasuk negara yang agraris, hal ini dibuktikan dengan paling
banyak mata pencaharian masyarakat Indonesia yaitu di sektor pertanian. Salah
satu komoditas prioritas holtikultura di Indonesia yaitu cabai. Menurut Yusuf
(2018) cabai merupakan komoditas sayuran yang cukup strategis untuk
dibudidayakan sehingga memiliki harga jual yang tinggi pada musim tertentu.
Selain itu cabai memiliki beberapa manfaat kesehatan seperti mengurangi
kolestrol dan stroke serta dapat meningkatkan nafsu makan.
Dari fenomena diatas, banyak petani yang memulai budidaya tanaman cabai
karena selain mudah dalam pembudidayaan juga dapat membantu perekonomian
masyarakat terutama petani. Namun, saat ini peningkatan produksi cabai tidak
terlepas dari penggunaan pestisida untuk menghindari terjadinya gagal panen
akibat hama dan penyakit atau organisme pengganggu tanaman (OPT).
(Masukkan berita dan embun tepung).Menurut Destisari, Rizka (2019) sampai
saat ini penggunaan pestisida terus mengalami peningkatan, karena petani
beranggapan bahwa pengendalian hama secara kimiawi dapat mengendalikan
hama secara efektif daripada pengendalian secara biologis. Sementara itu, dari
penggunaan pestisida presentase yang dapat mengendalikan sasaran hama pada
tanamana hanya 20% sedangkan 80% jatuh ke tanah dan terakumulasi di dalam
tanah.
Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menimbulkan dampak buruk
karena pestisida tersebut akan terurai dalam tanah dan diserap oleh tumbuhan
tersebut. Hal ini, jika dikonsumsi, maka akan berdampak buruk bagi masyarakat
akibat zat yang diserap oleh tumbuhan tersebut berbahaya jika dikonsumsi.
Menurut Destisari, Rizka (2019) dampak negatif yang dihasilkan dari residu
pestisida dapat mempengaruhi kualitas tanah, seperti berkurangnya kesuburan
tanah, hilangnya keanekaragaman hayati tanah dan pencemaran lingkungan. Hal
ini dibuktikan pada Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 39
(2015) waktu urai yang diperlukan untuk terjadinya 50% dekomposisi berupa
disipasi dan degradasi suatu bahan aktif pestisida kimia pada tanah diperlukan
waktu < 90 hari untuk penggunaan pada ekosistem pertanian (tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan). Oleh karena itu, saat ini sangat dibutuhkan pestisida
alami yang ampuh dalam proses pengendalian hama agar petani tidak risau akibat
gagal panen.
Dari penelitian sebelumnya Riski,dkk membahas mengenai efektivitas ekstrak
daun pepaya dalam pengendalian kutu daun pada fase vegetative tanaman terung.
Ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 30% dapat dikategorikan efektif karena
mampu mengakibatkan kematian terhadap A.gossypii sebesar 80,7% dan
efektifitasnya meningkat ketika konsentrasi ekstrak daun pepaya ditingkatkan.
Perubahan pergerakan A.gossypii yang terjadi setelah hama disemprot dengan
ekstrak daun pepaya mengakibatkan tungkai A.gossypii bergerak lemah atau pasif
dan kaku yang pada awalnya bergerak aktif. Selain itu perubahan A.gossypii
terlihat juga adanya perubahan fisik yaitu pada warna tubuh dan kondisi tubuh.
Warna tubuh kehitaman atau yang hamper hitam mengkilat menjadi pucat
sehingga warnanya menjadi cenderung coklat abu-abu dan gejala lanjutan kondisi
tubuh A.gossypii terlihat mengisut dan kaku serta kutikula yang mengelupas.

Berpijak dari problema diatas, penulis ingin memberikan solusi dengan


pembuatan Pestisida Daun Pepaya (PDP) yaitu pestisida alami dengan
memanfaatkan zat papain didalam ekstrak daun pepaya yang berpotensi
mengurangi hama embun tepung pada tanaman cabai. Solusi ini bertujuan untuk
membantu petani cabai agar komoditas cabai di Indonesia tetap menjadi priorotas
yang berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai