Anda di halaman 1dari 40

TEXTBOOK READING

RESPON TRAKTUS KORTIKOSPINALIS (PIRAMIDAL),


REFLEK AUTOMATISASI SPINAL, REFLEK POSTURAL
DAN RIGHTING REFLEX

(DeJONG’S THE NEUROLOGIC EXAMINATION)

Oleh :
Luh Nyoman Ari Trisnasanti

Pembimbing :
dr. Kumara Tini, Sp.S, FINS

BAGIAN/SMF NEUROLOGI
PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS – 1 NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2016
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmatNYA
textbook reading yang berjudul “Respon Traktus Kortikospinalis (Piramidal),
Reflek Automatisasi Spinal, Reflek Postural dan Righting Reflex” ini dapat kami
selesaikan. Adapun textbook reading ini disusun sebagai salah satu tugas yang
harus diselesaikan dalam mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis-I Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. A.A.Bgs. Ngurah Nuartha, Sp.S(K) sebagai Kepala Bagian/SMF
Neurologi RSUP Sanglah Denpasar.
2. Dr. dr. AAA Putri Laksmidewi, Sp.S(K) sebagai Kepala Program Studi
Neurologi FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar.
3. dr. Kumara Tini, Sp.S, FINS sebagai pembimbing dalam penyusunan
textbook reading ini.
4. Teman-teman residen Bagian Neurologi FK UNUD/ RSUP Sanglah
Denpasar.
5. Berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan textbook reading
ini.
Akhir kata kami menyadari bahwa textbook reading yang kami susun ini kurang
sempurna sehingga memerlukan bimbingan, kritik dan atau saran dari para senior.
Atas perhatian dan masukannya kami mengucapkan terima kasih.

Denpasar,

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iv
BAB 35 RESPON TRAKTUS KORTIKOSPINALIS (PIRAMIDAL) ..... 1
Respon Traktus Kortikospinalis Ekstremitas Atas ....................... 3

Respon Traktus Kortikospinal Pada Ekstremitas Bawah.............. 11

BAB 36 REFLEK AUTOMATISASI SPINAL ......................................... 23

Reflek Defensif Fleksi Dan Ekstensi Pada Ekstremitas Bawah ... 23

Reflek Defensif Fleksi Dan Ekstensi Pada Ekstremitas Atas ....... 26

Syok Spinal ................................................................................... 26

Paraplegi Fleksi............................................................................. 27

Paraplegi Ekstensi......................................................................... 29

BAB 37 REFLEK POSTURAL DAN RIGHTING REFLEX ..................... 30

Reflek Postural dan Righting Reflex Pada Bayi dan Anak ........... 31

Kaku Deserebrasi dan Dekortikasi................................................ 35

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 35.1 Metode untuk menimbulkan klonus...................................... 2


Gambar 35.2 Metode untuk menimbulkan tanda Hoffmann ...................... 6
Gambar 35.3 Metode untuk menimbulkan tanda Tromner......................... 6
Gambar 35.4 Metode untuk menimbulkan tanda Babinski......................... 12
Gambar 35.5 Metode untuk menimbulkan tanda Rossolimo...................... 20
Gambar 35.6 Reflek otot plantar................................................................. 22
Gambar 37.1 Reflek tonik leher .................................................................. 33

4
BAB 35

RESPON TRAKTUS KORTIKOSPINALIS (PIRAMIDAL)

Pada penyakit sistem piramidal atau kortikospinalis, didapatkan abnormalitas


pada bentuk reflek. Hal ini benar walaupun proses penyakit pada korteks motorik
sendiri, serat proyeksi, atau dimanapun sepanjang traktus desenden. Reflek
superfisial dapat menurun atau hilang, dan reflek regang otot meningkat. (Tabel
33.2). Bila hiperaktifitas selanjutnya cukup besar atau bila tonus otot meningkat,
terdapat juga respon patologik dalam bentuk klonus, kontraksi otot involunter
ritmis yang diinduksi oleh peregangan otot atau tendon pasif yang tiba-tiba. Suatu
generator pusat otonom bertanggungjawab memproduksi klonus, tetapi self-
reeksitasi dari reflek regang juga dapat terjadi. Kadang klonus juga dapat terjadi
spontan dan muncul akibat stimulasi ringan, hanya sekedar memberi beban pada
jari-jari kaki atau dorsofleksi aktif kaki. Pada kondisi lain, dapat muncul pada
manuver khusus. Klonus sering timbul pada pergelangan kaki, lutut, dan
pergelangan tangan, tetapi dapat muncul dibagian tubuh lain.

Klonus pergelangan kaki terdiri dari seri fleksi dan ekstensi bergantian
dari kaki pada pergelangan kaki, mengikuti peregangan triceps surae dan
menghasilkan kontraksi berulang. Kadang muncul saat mencoba menimbulkan
reflek Achilles, tetapi lebih mudah diperoleh bila pemeriksa memegang tungkai,
dengan satu tangan di bawah lutut atau paha, memegang kaki dari bawah dengan
tangan lainnya, dan melakukan dorsofleksi cepat sambil mempertahankan tekanan
pada telapak kaki di akhir gerakan (gambar 35-1). Tungkai dan kaki harus dalam
keadaan rileks, lutut dan pergelangan kaki setengah fleksi dan kaki sedikit
terbalik.

Klonus lutut terdiri dari seri gerak ritmik lutut keatas dan ke bawah.
Muncul setelah meregangnya otot kuadrisep dan adanya kontraksi berulang dari
otot tersebut. Klonus ini muncul pada proses memunculkan reflek patela atau
suprapatela (gambar 33-9). Klonus ini mudah dibangkitkan, namun bila pemeriksa

5
memegang lutut diantara ibu jari dan telunjuk dan menggerakkan lutut ke bawah
secara mendadak dan tajam. Tungkai bawah harus dalam keadaan ekstensi dan
serileks mungkin.

Gambar 35.1 Metode untuk menimbulkan klonus

Klonus pada pergelangan tangan atau pada jari-jari bisa di peroleh dengan
ekstensi pasif pergelangan tangan atau jari-jari tangan secara mendadak. Klonus
pada rahang kadang bisa didapatkan.

Derajat klonus yang bervariasi bisa didapatkan. Klonus transien (sesaat,


melelahkan, abortif) cukup sering ditemukan, meskipun klonus yang
berkelanjutan biasanya mengindikasikan disfungsi berat traktus kortikospinalis.
Klonus transien tidak selalu mengindikasikan kelainan organik pada sistem saraf
pusat dan dapat ditemukan pada beberapa kondisi lain, baik organik atau
psikogenik, dimana terdapat hiperaktifitas reflek secara umum.

Klonus palsu, atau disebut pseudoklonus, tidak hanya berkelanjutan, tetapi


juga ireguler pada jumlah, ritme, dan penyimpangan. Pada pergelangan kaki,
klonus selalu terhenti dengan plantarfleksi pasif tajam pada kaki atau ibu jari kaki,
sedangkan pseudoklonus tidak berubah dengan manuver tersebut.

Selain perubahan tersebut, lesi pada sistem kortikospinalis juga ditandai


adanya respon patologik yang tidak dijumpai pada orang normal. Beberapa

6
diantaranya berupa manifestasi reflek superfisial dan regang otot yang abnormal,
berlebihan, menyimpang dari keadaan normal. Responnya dapat berupa
penurunan dari batas bawah, peningkatan stimulus, atau perluasan zona provokasi.
Yang lain dapat berupa perpaduan reflek postural dan gerakan asosiasi atau
berhubungan dengan reflek primitif yang normalnya ditekan oleh fungsi inhibisi
serebral tetapi tampak saat lower motor neuron diluar pengaruh pusat yang lebih
tinggi. Pada kebanyakan kasus, respon patologik tersebut muncul akibat
terlibatnya jalur desendens ekstrapiramidal dari korteks premotor sama seperti
serat desenden kortikospinalis korteks motorik. Untuk tujuan klasifikasi, respon
traktus kortikospinalis ekstremitas atas dan bawah dipisahkan.

RESPON TRAKTUS KORTIKOSPINALIS EKSTREMITAS ATAS

Respon traktus kortikospinalis pada ekstremitas atas kurang konstan, agak susah
dibangkitkan, dan kurang signifikan untuk diagnostik dibandingkan respon pada
ekstremitas bawah. Ada kebingungan pada penamaan reflek oleh karena
banyaknya variasi dan modifikasi respon yang sama. Respon yang sering ditemui
dan signifikan secara klinik. Respon ini hanya terjadi pada lesi diatas segmen C5
atau C6 medula spinalis.

Reflek memegang

Berupa respon fleksi jari-jari dan tangan terhadap stimulasi pada kulit permukaan
jari dan tangan. Ada 4 variasi dan modifikasi :

1) bila jari pemeriksa disentuhkan pada tangan pasien, terutama antara ibu
jari dan telunjuk, atau bila kulit telapak tangan distimulasi, akan
menimbulkan fleksi jari-jari. Jari-jari pasien akan memegang jari
pemeriksa dengan kuat tapi akan dapat rileks sesuai perintah. Ini
merupakan reflek memegang simpel, suatu perluasan dari reflek palmar
normal.

2) Bila jari-jari pasien yang fleksi diekstensikan oleh jari pemeriksa, jari-jari
tersebut akan fleksi kembali melawan jari tangan pemeriksa. Karena

7
regangan otot fleksor menstimulasi efek ini, maka dianggap sebagai
variasi patologis dari reflek fleksor jari-jari seperti reflek palmar.

3) Bila respon memegang simpel didapatkan, pemeriksa akan menandai bila


akan mencoba untuk mengembalikan jarinya maka kekuatan memegang
pasien meningkat dan hilangnya kemampuan rileks secara sadar atau
sesuai perintah. Pegangan mungkin sangat kuat sehingga pasien dapat
terangkat dari tempat tidur oleh pemeriksa. Hal ini dikenal sebagai
preserverasi tonik atau reflek memegang kuat, dan bagian dari
counterholding, gegenhalten phenomenon, dimana kontraksi otot
merupakan respon kontak dan usaha mempertahankan posisi dan postur.
Kekuatan memegang menjadi bertambah dengan adanya usaha untuk
melawan oleh tangan pemeriksa atau ekstensi tangan pasien secara pasif.

4) Kelihatannya tangan pemeriksa sangat dekat dengan tangan pasien tetapi


tidak menyentuh, atau bahkan sentuhan ringan diantara ibu jari dan
telunjuk pada mata tertutup, mengarahkan gerakan tangan pasien untuk
memegang tangan pemeriksa, kadang dalam bentuk gerakan meraih yang
ritmis. Hal ini disebut groping response.

Respon tersebut diatas mungkin bagian dari reflek postural normal dan righting
reflex. Yang normal pada bayi sejak dilahirkan hingga akhir bulan 2-4. Hal ini
sebagai tanda bahwa anak dapat diandalkan untuk memegang sendiri. Pada
individu yang lebih tua, reflek ini diinhibisi oleh aksi piramidal dan kortek
premotor dan hanya terjadi pada fenomena release. Reflek ini dapat menetap pada
anak dengan trauma lahir, gangguan tumbuh kembang, gangguan motorik dan
defisiensi mental. Pada orang dewasa, biasanya tampak pada pasien dengan
hemiplegi spastik akibat kerusakan serebral., tetapi lebih sering pada pasien
dengan neoplasma ekstensif atau lesi vaskular di lobus frontal atau proses
degeneratif serebral. Respon ini biasanya kontralateral tetapi kadang juga
ipsilateral, dan dipercaya mengindikasikan korteks premotorik predominan,
meskipun area motorik juga mengalami hal yang sama. Dapat juga ditemukan
pada pasien koma, dan dilaporkan berhubungan dengan lesi di fossa posterior,
8
yang mungkin terjadi sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial. Pada
eksperimen neurofisiologi primata, dimana respon memegang kuat diperiksa,
respon ini muncul segera setelah area premotorik dihilangkan, tetapi tidak
menetap. Akan menjadi permanen bila area 4 dan 6 dihilangkan. Sedangkan
respon memegang berlebihan dari respon normal terjadi akibat release
phenomena, groping response merupakan hasil dari reaksi komplek yang
dimodifikasi oleh integrasi visual dan taktil di level kortikal. Banyak neurologis
mengklasifikasikan reflek ini dengan sebutan tanda rilis frontal atau reflek primitif
dibandingkan respon kortikospinalis.

Tanda Hoffmann dan Tromner dan reflek fleksor jari dan tangan

Untuk membangkitkan tanda Hoffmann pemeriksa memegang tangan pasien,


dorsofleksi pada pergelangan tangan, sehingga pada kondisi sangat rileks dan jari-
jari tangan setengah fleksi. Jari tengah setengah ekstensi dan baik falang distal
atau medial dipegang dengan ibu jari dan telunjuk pemeriksa. Pemeriksa
menjentikkan jari tengah pasien dengan ibu jari lainnya secara cepat dan kuat dan
menimbulkan peningkatan fleksi dari jari tersebut secara tiba-tiba. (Gambar 35-2).
Saat tanda Hoffmann muncul, diikuti dengan fleksi dan adduksi ibu jari serta
fleksi jari telunjuk, kadang disertai disertai fleksi jari-jari lainnya. Tanda disebut
tidak komplit apabila hanya ibu jari atau telunjuk yang berespon. Metode
sebaliknya tampak pada tes yang sama dijelaskan oleh Tromner dimana pemeriksa
memegang tangan pasien secara rileks pada falang proksimal atau tengah dengan
ibu jari dan telunjuk. Dengan jari tengah tangan lainnya pemeriksa mengetuk
permukaan volar falang distal jari tengah (gambar 35-3). Respon yang timbul
sama dengan tanda Hoffmann dan kedua tes digunakan. Kadang-kadang keduanya
tampak seperti tes Hoffmann tetapi harus dibedakan.

9
Gambar 35.2 Metode untuk menimbulkan tanda Hoffmann

Gambar 35.3 Metode untuk menimbulkan tanda Tromner

Variasi teknik ini adalah pada teknik menimbulkan reflek fleksor ibu jari
(gambar 33-5) dan mengindikasikan hiperaktifitas reflek regang otot. Kedua
respon tersebut biasa disebut tanda traktus kortikospinalis, dan bila positif
mengindikasikan adanya lesi sistem kortikospinal diatas segmen servikal 5 atau 6.
Keduanya tidak selalu patologis, akan tetapi, dapat muncul pada peningkatan
tonus otot dan hiperaktifitas reflek umum yang berhubungan dengan tetanus,
tetani, kecemasan, dan kondisi tegang. Tanda Hoffmann inkomplit dapat
ditemukan pada orang sehat. Namun dinyatakan bahwa tanda Hoffmann atau
Tromner komplit, yang sangat aktif, terutama bila unilateral atau bila
berhubungan dengan abnormalitas reflek atau dengan riwayat penyakit sistem
saraf, tidak mengindikasikan diagnosis keterlibatan traktus kortikospinalis.

10
Beberapa reflek fleksor jari dan tangan lainnya telah dijelaskan dan
menunjukkan respon traktus kortikospinal. Sebagian besar merupakan variasi atau
perluasan dari reflek fleksor jari, yang jarang tampak pada orang normal, atau
berespon bersama-sama dengan reflek fleksi pergelangan tangan. Beberapa
berhubungan dengan genggaman yang kuat. Kemungkinan, seperti tanda
Hoffmann, tampak sebagai hiperaktifitas reflek, tetapi bila unilateral atau
berhubungan dengan perubahan reflek lain menunjukkan keterlibatan traktus
kortikospinal. Biasanya tidak digunakan pada pemeriksaaan neurologi rutin
karena sulit dimunculkan dan hanya pada kasus-kasus tertentu.

Pada tangan Rossolimo, fleksi jari-jari dan supinasi lengan bawah terjadi
setelah perkusi pada area permukaan palmar dari sendi metakarpofalangeal atau
menjentikkan bagian volar ujung jari pasien. Fleksi jari-jari dan tangan dapat
mengikuti tidak hanya stimulasi pada tendon fleksor pada bagian volar lengan
bawah, tetapi juga perkusi pada aspek dorsal area karpal dan metakarpal (reflek
Mendel-Bechterew atau reflek karpometakarpal atau karpofalangeal dari
Bechterew), atau menjentikkan area dorsum jari atau tangan. Fleksi pergelangan
tangan dan jari-jari tampak pada reflek brachioradialis yang berlebihan, dan
dengan inversi reflek ini, terjadi fleksi berupa fleksi dan supinasi lengan bawah.
Reflek adduksi ibu jari dari Marie-Foix berupa adduksi dan fleksi ibu jari,
kadang disertai fleksi jari yang berdekatan, dan lebih jarang disertai ekstensi jari
kelingking, sebagai respon terhadap sentuhan pada area palmar hipotenar atau sisi
ulnar dari telapak tangan.

Respon yang sama juga ditemukan pada manuver berikut. Pada reflek
Foxe dengan mencubit region hipotenar, tanda Oppenheim dengan menggosok
permukaan luar lengan bawah, tanda Schaefer dengan mencubit tendon fleksor
di pergelangan tangan, tanda fleksi Gordon dengan memijat otot lengan bawah.
Reflek adduksi ulnar oleh Pool berupa adduksi ibu jari dengan menstimulasi
bagian telapak tangan yang diinervasi oleh nervus ulnaris.

11
Reflek ekstensor jari-jari dan tangan

Fleksi tangan dapat dilanjutkan dengan ekstensi jari dan tangan, atau respon
ekstensi dapat terjadi menggantikan fleksi. Sebagai tambahan pada menggenggam
erat, reaksi ekstensi jari dan tangan mengikuti stimulasi dorsal seperti ditemukan
pada neonatus. Pada tanda Caddock pergelangan tangan, baik tekanan atau
goresan pada depresi sisi ulnar tendon fleksor carpi radialis dan otot palmaris
longus di perbatasan lengan bawah dengan pergelangan tangan, atau tekanan pada
tendon palmaris longus, diikuti oleh fleksi pergelangan tangan serta ekstensi dan
pemekaran jari-jari secara simultan. Kadang-kadang respon dapat timbul pada
iritasi sebagian besar kulit di area ulnar dari aspek volar lengan bawah setinggi
siku.

Pada tanda ekstensi Gordon ekstensi dan pemekaran jari-jari yang fleksi
terjadi pada penekanan sisi radial dari tulang pisiformis. Pada reflek ekstensi-
adduksi dari Dagnini perkusi pada aspek radial dari dorsum tangan diikuti
ekstensi dan adduksi ringan pergelangan tangan. Pada tanda Bachtirow goresan ke
bawah sepanjang radius dengan ibu jari dan telunjuk diikuti ekstensi dan adduksi
ringan dari ibu jari. Pada reflek ekstensor tonik ruas jari di jelaskan Vernea dan
Botez stimulasi superfisial pada dorsum jari pasien dengan reflek menggenggam
diikuti dengan ekstensi tonik jari;tanda ini dapat menyertai respon menggenggam.
Reflek ini juga disebut mengindikasikan lesi pada sistem kortikospinal, tetapi
seperti reflek fleksor ditemukan hiperaktifitas reflek dan keterlibatan kortikospinal
hanya jika unilateral dan berhubungan dengan perubahan reflek lainnya. Reflek
ini, meskipun unik dan menarik, tetapi secara klinis kurang signifikan.

Respon kortikospinal lain pada ekstremitas atas.

Reflek palmomental dari Marinesco-Radovici

Manifestasi reflek ini berupa kontraksi ipsilateral dari otot mentalis dan
orbikularis oris sebagai respon terhadap stimulasi area tenar tangan. Terdapat
kerutan di dagu dan retraksi ringan dan kadang elevasi pada sudut mulut. Reflek
dapat ditimbulkan dengan menggores dengan ujung tumpul dari pergelangan

12
tangan sampai falang proksimal atau ke arah berlawanan, atau dengan mengetuk
area tersebut. Tanda ini kadang tampak pada penyakit traktus kortikospinal, tetapi
dapat juga ditemukan pada lesi lobus frontal dan keterlibatan kortikal yang difus
(Bab 39 tanda frontal). Reflek ini kadang juga ditemui pada orang normal,
terutama orang yang cemas dan gelisah ; reflek ini hilang pada kelemahan fasial
perifer dan dapat meluas pada paresis fasial sentral. Bila respon ditemukan,
mungkin terdapat zona yang luas untuk stimulasi efektif, termasuk area hipotenar
tangan. Kontraksi otot mentalis merespon pada sentuhan permukaan palmar ibu
jari disebut sebagai reflek policomental. Nilai lokalisasi dan signifikansi kliniknya
terbatas.

Tanda Klipel-Fell

Tanda ini terdiri dari fleksi involunter, oposisi, adduksi ibu jari pada jari-jari yang
diekstensikan secara pasif, dimana terdapat berbagai derajat kontraktur saat fleksi.

Tanda Leri

Untuk menilai tanda ini pemeriksa memegang lengan bawah pasien pada posisi
supinasi dan setengah fleksi dengan satu tangan, kemudian dengan tangan lainnya
fleksikan jari dan pergelangan tangan pasien dengan paksa. Pada orang normal
manuver ini diikuti kontraksi otot bisep dan fleksi lengan bawah serta adduksi
lengan atas. Respon ini tidak ada pada pasien dengan lesi sistem kortikospinal;
keadaan ini disebut dengan tanda Leri. Fleksi siku dapat meningkat pada lesi
lobus frontal.

Tanda Mayer

Tangan pasien dipegang oleh pemeriksa, dengan posisi telapak tangan menghadap
ke atas, jari-jari setengah fleksi serta ibu jari setengah fleksi dan abduksi.
Pemeriksa menekan secara pelan tapi tegas pada falang proksimal jari, terutama
pada jari ketiga dan keempat, fleksikan pada sendi metakarpofalangeal dan
menekannya melawan telapak tangan. Pada orang normal direspon dengan
adduksi dan oposisi ibu jari dengan fleksi sendi metakarpofalangeal dan ekstensi
sendi interkarpofalangeal. Respon ini hilang pada lesi traktus kortikosinalis dan
13
dikenal sebagai tanda Mayer. Kadang dapat hilang pada orang normal, tetapi
harus bilateral. Tanda ini juga hilang pada hipotonia dan lesi saraf tepi. Tanda ini
meningkat pada meningitis dan tumor otak, terutama bila lokasinya pada lobus
frontal.

Respon normal baik pada Leri dan Mayer sulit atau tidak mungkin
didapatkan pada individu tanpa penyakit sistem saraf. Sehingga tanda ini secara
klinis kurang signifikan.

Reflek Bending

Fenomena Mayer dan Leri mungkin berhubungan dengan reflek postural dan
gerakan asosiasi. Seyffart menjelaskan persamaan fenomena yang disebut reflek
Bending; fleksi palmar pasif dan kuat pada pergelangan tangan akan disertai
fleksi siku pada orang normal. Ekstensi siku pasif selama fase fleksi memperkuat
reflek bending serta mengakibatkan perluasan ke otot bahu. Pada lesi lobus frontal
akan meningkatkan kontraksi otot proksimal dan dapat ditemukan pada fleksi
radial pasif pergelangan tangan.

Tanda lengan bawah.

Pukulan pada aspek radial lengan bawah yang sedang dalam posisi semifleksi dan
semipronasi, pada orang normal, direspon dengan fleksi lengan bawah dan elevasi
radial tangan. Pada lesi sistem kortikospinal terdapat fleksi lengan bawah tanpa
elevasi tangan, dimana respon hiperaktifitas psikogenik elevasi tangan lebih
sering ditemukan daripada fleksi lengan bawah.

Reflek nosisetif dari Riddoch dan Buzzard

Pada lesi traktus kortikospinal ditandai dengan hemiplegi, nyeri yang distimulasi
dengan menggores, menusuk atau mencubit aspek ulnar telapak tangan atau jari,
bagian dalam lengan bawah atau lengan, aksila, atau bagian atas dada akan
menimbulkan gerakan fleksi pada ekstremitas atas, berupa abduksi dan eksternal
rotasi bahu, fleksi siku, fleksi pergelangan tangan dan jari. Pada kuadriplegia,
terutama pada lesi servikal tinggi, tipe stimulus yang sama dapat membangkitan

14
respon ekstensor berupa elevasi, retraksi, adduksi dan rotasi internal bahu
ipsilateral, ekstensi siku, pronasi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan,
hiperekstensi dan adduksi jari-jari, dengan overlaping ekstensi jari dan adduksi
ibu jari. Respon fleksor lebih mudah dibangkitkan dengan stimulasi tangan atau
lengan bawah, sedangkan respon ekstensor lebih mudah dibangkitkan dengan
stimulasi pada lengan atas dan aksila. Hal ini dipertimbangkan berhubungan
dengan reaksi postural yang berkaitan dengan reflek automatisasi spinal.

Beberapa respon traktus kortikosipinalis yang dijelaskan disini, seperti


misalnya reflek menggenggam, ditemukan hanya pada proses penyakit yang luas.
Beberapa diantaranya saling berhubungan dan dibangkitkan dengan metode
berbeda tetapi memberikan respon yang sama. Beberapa dapat ditemukan pada
kondisi non organik sama seperti organik. Respon yang dihasilkan harus
dievaluasi sebagai reflek secara keseluruhan.

RESPON TRAKTUS KORTIKOSPINAL PADA EKSTREMITAS BAWAH

Respon traktus kortikospinalis pada ekstremitas bawah lebih konstan dan lebih
jelas dibandingkan ekstremitas atas serta lebih mudah dibangkitkan. Sama seperti
pada reflek pada ekstremitas atas, ada banyak kebingungan nama dan reflek, serta
banyak yang disebut sebagai reflek tetapi hanya merupakan variasi pada metode
untuk membangkitkan reflek yang sama, atau modifikasi reflek yang sama.
Respon yang paling penting dapat diklasifikasikan sebagai:

1. Reflek yang ditandai dengan dorsofleksi jari kaki


2. Reflek yang ditandai dengan plantarfleksi jari kaki

Dan dalam reflek ini juga terdapat berbagai macam reflek.

Respon kortikospinal yang ditandai dengan ekstensi (dorsofleksi) jari kaki

Reflek Babinski

Pada individu normal, stimulasi pada telapak kaki diikuti respon berupa fleksi jari
kaki (gambar 34-2). Responnya selalu cepat, jari-jari kecil lebih fleksi dibanding
ibu jari dan reaksinya lebih jelas pada stimulasi aspek posterior dan lateral dari

15
telapak kaki. Reflek plantar yang normal merupakan suatu reflek superfisial yang
dipersarafi oleh segmen lumbal 4 sampai segmen sakral 1 atau 2 melalui nervus
tibial. Pada penyakit sistem kortikospinal terjadi kebalikan dari reflek ini, reflek
Babinski atau respon ekstensor plantar. Pada kondisi ini stimulasi telapak kaki
akan menimbulkan respon dorsofleksi jari-jari, terutama ibu jari, disertai
pemekaran jari-jari lainnya (gambar 35-4). Dua manifestasi dasar dapat dijelaskan
terpisah oleh Babinski sebagai fenomena des orteils (dorsofleksi jari-jari) dan
signe de l’eventail (pemekaran jari-jari). Sebagai tambahan, bila respon
dibangkitkan, terdapat dorsofleksi pergelangan kaki, fleksi lutut dan panggul, dan
abduksi ringan paha. Gerakan tersebut disebabkan adanya kontraksi pada tibia
anterior, hamstring, tensor fasciae latae dan otot lain yang berhubungan. Respon
tersebut merupakan bagian mekanisme reflek spinal. Kontraksi tensor fasciae
latae dikenal sebagai reflek Brissaud. Dorsofleksi jari dapat merupakan satu
satunya efek yang terlihat, tetapi kontraksi paha dan otot tungkai selalu ada dan
dapat diketahui dengan palpasi.

Gambar 35.4 Metode untuk menimbulkan tanda Babinski

Tanda Babinski dibangkitkan dengan menstimulasi telapak kaki dengan


ujung tumpul, bisa dengan batang korek api, tusuk gigi, batang kayu, patahan
tongue blade, atau dengan ujung kunci. Beberapa pemeriksa mengggunakan ujung
jari atau kuku ibu jari. Stimulasi sebaiknya seringan mungkin, tetapi bila tidak ada
respon yang timbul, benda yang lebih tajam dapat digunakan dan dengan lebih

16
kuat. Baik menggelitik (yang menimbulkan gerakan volunter) maupun nyeri, yang
dapat menimbulkan fleksi berulang sebagai respon nosiseptif, sebaiknya dihindari.
Stimulasi langsung dari tumit ke depan, sampai metatarsofalangeal, baik bagian
dalam serta luar kaki sebaiknya diperiksa. Bila respon sulit dibangkitkan, dapat
dibangkitkan dengan stimulasi aspek lateral kaki, yang berlanjut hingga dasar
metatarsal dari jari kelima hingga ibu jari kaki. Pasien harus dalam keadaan rileks
dan akan lebih baik bila dalam posisi terlentang dengan panggul dan lutut ekstensi
serta tumitnya terletak pada tempat tidur. Bila dalam posisi duduk, maka lutut
harus dalam keadaan ekstensi, dengan kaki dipegang pemeriksa pada lutut
pemeriksa. Respon dapat diperkuat dengan memutar kepala pasien ke arah
berlawanan. Sedangkan respon dapat dihambat bila kaki dingin dan meningkat
bila kaki hangat walaupun stimulasi dingin diberikan untuk membangkitkan
respon. Respon dapat dihilangkan oleh fleksi lutut, dan pada 50% kasus,
dihilangkan dengan membalut Esmarch pada tungkai.

Karakteristik respon yaitu lambat, tonik, kadang klonik, dorsofleksi ibu


jari kaki dan pemekaran jari lainnya serta pemisahan jari-jari. Kadang-kadang,
terdapat respon cepat tapi singkat diawalnya, yang kemudian diikuti fleksi, atau
predominan fleksi diikuti ekstensi. Bisa juga hanya terdapat ekstensi pada ibu jari,
atau ekstensi ibu jari dan fleksi jari lainnya. Dorsofleksi atau pemekaran jari dapat
terjadi tidak bersamaan. Kadang fleksi ibu jari yang singkat mendahului ekstensi.
Bisa terdapat fleksi panggul dan lutut tanpa pergerakan jari-jari. Respon
tergantung pada bagian dan intensitas stimulus. Dengan stimulasi berulang
gerakan ekstensi dapat berkurang dan menjadi hilang. Fenomena ini dapat timbul
sendiri dikenal sebagai formes frustes, yang tidak signifikan. Pada kasus tertentu,
respon dapat tidak timbul dengan stimulasi plantar apapun. Hal ini sebagai
konsekuensi bila tidak terdapat lesi LMN yang menyebabkan paralisis baik
ekstensi maupun fleksi, dan tanpa lesi saraf perifer. Bila terdapat paralisis pada
dorsofleksor, tidak akan ada respon Babinski. Variasi respon dan inkomplit respon
kadang disebut sebagai Babinski equivokal. Semua respon ini signifikan, dan
pemeriksa harus menjelaskan respon tersebut daripada menyatakan apakah respon
Babinski ada apa tidak.
17
Respon terhadap stimulasi plantar sulit dievaluasi, terutama bila
permukaan plantar kaki terlalu sensitif. Dapat terjadi gerakan menarik secara
sadar, yang terdiri dari fleksi cepat pergelangan kaki, lutut dan panggul. Dengan
hiperestesia plantar, sering tampak pada neuritis perifer, dapat juga terjadi reflek
menarik yang mempengaruhi evaluasi respon. Dalam keadaan demikian mungkin
perlu untuk memegang kaki pada pergelangan kaki. Pada telapak kaki yang tebal
perlu pemberian stimulus yang lebih intensif. Pada individu yang kakinya dengan
klavus dan lengkung kaki dengan sudut yang tingi seperti pada ataksia Friedreich,
respon akan sulit dievaluasi karena adanya dorsofleksi beberapa jari. Pada kasus
dimana reflek terlihat jelas bisa terjadi respon kontralateral atau bilateral, dengan
perluasan zona refleksogenous (perluasan daerah reseptif), sehingga fenomena
dapat dibangkitkan dengan stimulasi di daerah lain. Daerah stimulasi alternatif
dengan respon dorsofleksi akan dijelaskan pada bab ini dan pada reflek defensif
spinal di bab 36. Kadang terjadi Babinski spontan yang terjadi setelah manipulasi
pada kaki, pada bayi dan anak saat pelepasan kaos kaki atau sepatu dengan cepat.
Pada pasien dengan penyakit traktus kortikospinal yang luas dorsofleksi ibu jari
dan bahkan jari lainnya, dapat mengikuti baik ekstensi pasif lutut atau fleksi pasif
panggul dan lutut, dan kadang jari-jari tetap pada posisi dorsofleksi dan
pemekaran.

Respon palsu atau pseudo Babinski dapat terjadi pada penyakit tanpa lesi
di traktus kortikospinalis. Gerakan menarik secara volunter ada individu yang
sangat sensitif, respon pada hiperestesia plantar, dan reaksi dari stimulus yang
terlalu kuat juga dapat menimbulkan reflek Babinski. Pada atetosis dan korea
dapat timbul respon palsu terkait dengan hiperkinesia. Bila fleksor jari paralisis
dapat terjadi kebalikan reflek plantar. Semuanya harus diingat saat menjelaskan
respon. Pada kebanyakan kasus, kadang tidak ada kontraksi pada otot hamstring
yang berhubungan dengan Babinski palsu. Selain itu, tekanan yang berlebihan di
dasar ibu jari akan menghambat respon ekstensor tetapi tidak menghilangkan
ekstensi yang berhubungan dengan penyakit traktus kortikospinal.

18
Reflek Babinski disebut sebagai tanda yang paling penting di neurologi
klinis. Babinski dianggap sebagai salah satu tanda yang paling signifikan, yang
mengindikasikan penyakit sistem kortikospinal di berbagai level dari kortek
motorik hingga ke jalur desenden. Reflek ini tidak ditemukan pada destruksi
sistem piramidal pada primata tingkat rendah dan variasi respon plantar pada
primata tingkat menengah, respon ekstensor tampak pada lesi kortikospinal di
tingkat yang lebih tinggi. Beberapa percobaan menyarankan lesi pada kortek
motorik atau kortek piramidal (area 4 Brodmann) dan jalur desenden yang disertai
respon ekstensi bersama dengan Chaddock, lesi pada kortek premotor (area 6
Brodmann) dan jalur desendennya diikuti respon pemekaran jari bersama dengan
tanda Hoffmann, menggenggam kuat dan tanda Rossolimo. Pada lesi di sistem
motorik dan premotorik, terdapat respon ekstensor kuat, bersama dengan
pemekaran. Hasil dari penelitian, tidak dapat disimpulkan, walaupun berguna
pada analisis klinis. Seperti disebutkan pada diskusi sistem kortikospinalis, untuk
diagnosis klinis tepat mempertimbangkan sistem piramid atau kortikospinalis
dalam arti diterima secara klinis, dengan asumsi bahwa dalam kebanyakan kasus
penyakit sistem saraf, keterlibatan korteks premotor dan koneksinya juga ada.

Tanda Babinski dapat merupakan indikasi kerusakan jalur kortikospinal,


tetapi belum tentu merupakan suatu interupsi. Bisa saja ditimbulkan oleh adanya
penekanan seperti destruksi aktivitas saraf somatik. Babinski dapat dibangkitkan
pada orang tanpa penyakit traktus kortikospinalis dan pada presentase kecil
individu dengan keterlibatan sistem saraf lainnya. Dapat merupakan tanda sisa
dari penyakit sebelumnya.

Bila terjadi kerusakan basal ganglia dan traktus kortikospinalis, tidak


ditemukan adanya respon ekstensor. Diperlukan basal ganglia yang intak untuk
menghasilkan respon ini. Tidak pernah terlihat jelas pada lesi yang hanya di
ganglia basalis saja, dan timbulnya pada sindrom ekstrapiramidal, seperti pada
Parkinson, menunjukkan keterlibatan traktus kortikospinalis. Kadang-kadang,
adalah tidak mungkin membangkitkan reflek Babinski pada pasien paraplegia atau
penyakit lain yang mengenai traktus kortikospinalis, walaupun terdapat tanda-

19
tanda lesi UMN lainnya (spastisitas, hiperaktif reflek regang otot, dan klonus). Di
lain pihak, bisa terdapat respon ekstensor kontralateral atau Babinski bilateral
mengikuti stimulasi unilateral pada beberapa pasien dengan penyakit serebral atau
medula spinalis bilateral.

Penting untuk diingat, respon ektensor dapat dijumpai pada kondisi lain
yang bukan merupakan gejala patologis dari sistem kortikospinalis. Respon
ekstensor dikatakan normal pada neonatus, sebagai respon terhadap stimulasi
plantar yang menghilang pada umur 6-18 bulan atau tahun kedua. Pada penelitian
terbaru, menyebutkan bahwa 93% bahkan lebih bayi normal yang memiliki
respon plantarfleksi dan adanya tanda Babinski adalah abnormal.

Pada individu dengan keterlambatan maturasi akibat trauma lahir atau


dengan gangguan tumbuh kembang, gangguan motorik serebral, defisiensi mental,
diasumsikan respon plantar normal terlambat, dan tanda Babinskinya menetap.
Yakovlev menemukan bahwa kelelahan fisik yang berkepanjangan atau berjalan
14 mil menimbulkan tanda Babinski pada 7% individu normal. Penelitian
menunjukkan pada mereka dengan tanda Babinski positif seperti keadaan diatas,
biasanya terlambat mulai bicara dan berjalan atau mengalami defisit intelektual;
banyak dengan riwayat kelahiran prematur atau konvulsi infantil. Pada perubahan
sistem saraf saat prenatal, natal atau neonatus, terutama pada pusat dan jalur
kortikospinalis, sebagai akibat abnormalitas tumbuh kembang, kelahiran
prematur, trauma lahir, penyakit akut sistem saraf saat bayi, dengan defisiensi
mielin, yang bertanggung jawab adanya perkembangan tanda Babinski.
Kemudahan timbulnya respon merupakan indeks derajat abnormalitas. Beberapa
contoh tanda Babinski yang ditemukan pada pasien yang dihipnosis kembali ke
masa kecil.

Tanda Babinski juga dapat ditimbulkan pada keadaan penurunan


kesadaran atau pada tidur dalam. Dapat juga ditimbulkan pada anestesia dalam
dan narkosis, pada intoksikasi obat dan alkohol, setelah elektrokonvulsif terapi,
koma sekunder akibat metabolik, kondisi pasca trauma, dan kondisi lain yang
disetai penurunan kesadaran. Ditemukan juga pada kondisi pasca konvulsi
20
epilepsi, dan digunakan sebagai kriteria dalam diagnosa kejang organik, meskipun
jarang, kecuali pada periode penurunan kesadaran, dan mungkin manifestasi pada
koma, terutama bila unilateral, tanda fokal pada proses penyakit yang menyertai.
Pada pernapasan Cheyne-Stokes respon ekstensor dapat terjadi selama periode
apneu, sedangkan pada fase respirasi aktif reflek normal yang tampak. Pemulihan
setelah anestesia dalam atau dari koma akibat intoksikasi obat, seperti keracunan
barbiturat, disertai hilangnya respon Babinski, munculnya reflek superfisial, dan
kembalinya reflek regang otot kembali ke normal. Tanda Babinski ditemukan
pada individu normal setelah injeksi scopolamine atau barbiturat dalam dosis
tinggi, dan fenomena laten Babinski timbul setelah injeksi dosis rendah. Injeksi
pisostigmin pada dosis fisiologis dapat menghilangkan reflek Babinski.

Respon dorsofleksi lainnya

Terdapat beberapa respon traktus kortikospinal lain pada ekstremitas bawah yang
ditandai dorsofleksi pada jari-jari. Kenyataannya, banyak modifikasi yang tidak
disebutkan. Beberapa diantaranya hanya ditemukan adanya perluasan zona reflek
dan menghasilkan respon dari bagian area reseptif lainnya. Namun, perlu
diketahui bahwa dapat ditimbulkan pada beberapa kasus, karena beberapa alasan,
telapak kaki tidak dapat distimulasi. Berikut beberapa modifikasi tersebut.

Tanda Chaddock ditimbulkan dengan menstimulasi aspek lateral kaki


dengan ujung tumpul seperti saat menimbulkan Babinski. Stimulus diberikan pada
bawah dan sekitar maleolus eksternal dengan arah melingkar, tetapi juga ke aspek
lateral kaki, dibawah maleolus, dari arah tumit ke kelingking kaki. Tanda
Openheim ditimbulkan dengan memberikan tekanan kuat dengan ibu jari dan
telunjuk pada tibia anterior, terutama pada aspek medial, dan ke arah bawah mulai
dari dibawah patela ke pergelangan kaki. Respon timbulnya lambat dan biasanya
menjelang akhir stimulasi. Tanda Gordon ditimbulkan dengan memijat atau
memberi tekanan dalam pada otot betis. Tanda Schaefer ditimbulkan dengan
tekanan dalam pada tendon Achilles. Tanda Bing muncul dengan menusuk
punggung kaki dengan pin. Tanda Moniz muncul setelah plantarfleksi pasif yang
kuat pada pergelangan kaki. Tanda Throckmorton ditimbulkan dengan perkusi
21
aspek dorsal dari sendi metatarsofalangeal ibu jari di sebelah medial tendon
ekstensor hallucis longus. Fenomena Strumpell muncul pada tekanan kuat di
daerah tibia anterior. Respon Cornell timbul dengan menggores punggung kaki
sepanjang bagian dalam tendon ekstensor ibu jari. Gonda dan Allen dijelaskan
terpisah sebagai respon terhadap peregangan atau ketukan kuat di falang distal
dari jari kedua atau keempat, Allen dan Cleckley ditimbulkan pada saat
menjentikkan keatas jari kedua atau menekan dasar jari. Gonda bila responnya
sulit dibangkitkan pemeriksa dapat fleksikan jari pelan-pelan, menekan pada kuku
serta pelintir dan tahan beberapa detik.

Szapiro menjelaskan metode meningkatkan respon esktensor dengan


menambahkan stimulasi proprioseptif pada stimulasi eksteroseptif. Szapiro
menekan dorsum falang medial jari kelima, menyebabkan plantar fleksi pasif, saat
menstimulasi telapak kaki. Peningkatan yang sama dapat disebabkan dua prosedur
stimulasi yang bersamaan (seperti memeriksa tanda Oppenheim dengan menekan
telapak kaki). Pada semua pemeriksaan yang disebutkan, pemberian stimulus
proprioseptif lebih jelas memberi respon lambat, tonik, sedangkan eksteroseptif
menghasilkan respon singkat dan cepat.

Variasi tanda, beberapa yang ditimbulkan dengan stimulus kutaneus,


dengan tekanan dalam dan dengan gerakan aktif atau pasif, merespon dengan
respon fleksi withdrawal inkomplit homolateral, berhubungan dengan reflek
automatisasi spinal. Modifikasi tanda Marie-Foix, bagian dari mekanisme defensif
spinal terdiri dari dorsofleksi pergelangan kaki dan fleksi panggul serta lutut
sebagai respon terhadap menjentikkan jari atau plantarfleksi kuat jari atau kaki.
Respon patologis ekstensi jari-jari, terutama pada ibu jari. Pemekaran ibu jari, bila
timbul, terjadi karena fleksi pada panggul dan lutut. Tanda Babinski mungkin
merupakan yang tersulit, yang pertama ditemukan pada penyakit, dan merupakan
reflek yang paling sering ada, tetapi sulit untuk menimbulkan reflek lain bila
Babinski tidak dapat dibangkitkan.

Tanda Chaddock selanjutnya yang sering ada. Diperlukan lesi yang lebih
luas untuk menimbulkan reflek Oppenheim dan Gordon dibandingkan Babinski
22
dan Chaddock. Seperti disebutkan sebelumnya, adalah penting untuk mencoba
melakukan dua manuver secara simultan seperti Babinski dan Oppenheim atau
Babinski dan Gordon, untuk memperoleh respon ekstensor laten yang meningkat.

Respon traktus kortikospinalis dengan karakteristik plantar fleksi jari-jari

Pada bayi baru lahir terdapat reflek menggenggam pada kaki sama seperti pada
tangan, fleksi tonik dan adduksi jari dapat terjadi sebagai respon terhadap tekanan
ringan pada telapak kaki terutama pada bagian distal. Reflek ini hilang pada akhir
tahun pertama tetapi dapat menetap pada bayi yang mengalami trauma saat lahir
dan retardasi tumbuh kembang. Dapat juga ditemukan pada orang dewasa,
bersama dengan reflek menggenggam pada tangan, pada penyakit di lobus frontal
kontralateral.

Sebagai tambahan reflek plantar superfisial, terdapat reflek otot plantar


yang terdiri dari kontraksi otot fleksor jari kaki dengan fleksi jari kaki diikuti
peregangan tiba-tiba. Respon ini jarang terjadi, pada orang normal, tapi timbul
pada hiperaktifitas reflek dan pada lesi kortikospinal. Terdapat juga suatu grup
reflek yang dikenal sebagai tanda traktus piramidal pada ekstremitas bawah, yang
respon patologisnya berupa plantarfleksi jari, kebalikan dari tanda Babinski. Hal
ini mungkin merupakan manifestasi atau perluasan reflek otot plantar, dan
beberapa diantaranya sebanding dengan variasi reflek fleksor jari pada ekstremitas
atas. Ditemukan pada lesi traktus kortikospinal, tetapi di lain pihak keberadaannya
bisa jadi hanya mengindikasikan suatu hiperaktifitas reflek fungsional. Dua reflek
yang akan dijelaskan pertama merupakan yang paling penting dari grup reflek ini.

Tanda Rossolimo ditimbulkan dengan menekan tonjolan kaki, mengetuk


permukaan plantar dari ibu jari kaki, menekan atau menggores tonjolan jari kaki,
mengangkat ujung jari kaki dalam sekejap. (gambar 35-5). Pemeriksaan sebaiknya
dilakukan pada posisi pasien tidur telentang dengan kedua kaki lurus. Tanda
Mendel-Bechterew, atau dorsokuboidal, tanda yang ditimbulkan dengan cara
menekan atau menggores aspek luar dari punggung kaki pada daerah tulang
kuboid, atau melewati metatarsal keempat dan kelima. Dikenal juga sebagai reflek

23
tarsofalangeal. Kedua manuver tersebut akan diikuti oleh dorsofleksi ringan jari
kaki atau tidak ada gerakan sama sekali pada individu normal. Terjadi plantar
fleksi jari yang cepat, terutama jari kelingking, pada lesi traktus kortikospinalis.
Tanda ini dapat terjadi pada awal proses penyakit, dan memiliki nilai diagnostik
yang signifikan. Kedua respon ini bernilai bila respon Babinski tidak dapat dilihat
pada paralisis dorsofleksor jari kaki. Respon ini mungkin dapat dibangkitkan pada
hiperaktifitas reflek, yang dapat menimbulkan keraguan bila ditemukan sendiri.
Sering tidak ditemukan pada penyakit traktus kortikospinalis definitif, yang
membatasi nilai keduanya secara klinis. Mendel-Bechterew lebih jarang
ditemukan dibanding Rossolimo dengan nilai yang lebih rendah.

Gambar 35.5 Metode untuk menimbulkan tanda Rossolimo

Terdapat beberapa perbedaan opini mengenai nilai diagnostik relatif


dibandingkan dengan Babinski. Beberapa observer percaya bahwa yang terjadi
lebih awal, adalah lebih pasti dan terpercaya, dan konsekuensinya merupakan
kriteria diagnostik yang lebih baik, sedangkan yang lain merasa bahwa Babinski
jauh lebih penting dan terpercaya. Nilai diagnostik relatifnya mungkin tergantung
pada pengalaman pemeriksa dan interpretasinya. Landau menyebutkan bahwa
tidak benar-benar ada perbedaan pada signifikansi dan patofisiologi dari reflek
ekstensor dan fleksor, dan bahwa yang pertama benar merupakan respon
hiperaktifitas fleksor.

24
Plantarfleksi jari kaki juga dapat dibangkitkan dengan pemberian stimulus
ke bagian lain dari kaki dan pergelangan kaki. Bechterew dapat dilihat pada
perkusi di bagian tengah telapak kaki atau di tumit diikuti dengan respon plantar
fleksi. Pada reflek medioplantar dari Guillain dan Barre serta reflek tumit
Weingrow terdapat plantar fleksi dengan pemekaran jari-jari pada penekanan
daerah miplantar pada kaki atau di pangkal tumit. Reflek antagonis tibia
anterior dari Piotrowski ditandai dengan plantar fleksi pergelangan kaki dan
kadang pada jari kaki, bila bagian tengah dari otot tibia anterior ditekan. Reflek
paradox pergelangan kaki dari Bing terdiri dari plantar fleksi kaki pada
penekanan anterior dari sendi pergelangan kaki. Kadang memberi respon pada
metode tambahan dalam menimbulkan reflek Achilles dan mengindikasikan
adanya perluasan zona reflek. Terutama, manifestasi atau perluasan reflek otot
plantarfleksi (gambar 35-6). Dapat terlihat pada lesi traktus kortikospinal, tetapi
dapat mengindikasikan hiperaktifitas reflek. Reflek-reflek terakhir tersebut
memiliki nilai diagnostik yang lebih rendah daripada Rossolimo dan Mendel-
Bechterew.

Gambar 35.6 Reflek otot plantar

25
Respon lain traktus kortikospinal pada ekstremitas bawah

Respon berikut yang kadang dapat dibangkitkan; reflek adduktor kaki, menggores
batas dalam kaki, bukan pada telapak kaki, dari ibu jari ke tumit, diikuti respon
kontraksi otot tibia posterior yang menyebabkan adduksi, inversi, dan plantar
fleksi ringan kaki. Reflek ini dikenal sebagai reflek Hirschberg. Reflek ini
dipersarafi oleh nervus tibial (segmen L4-S1). Bila responnya kontralateral atau
bilateral, dikenal sebagai reflek Balduzzi. Pada reflek Von Monakow,
menggores batas lateral kaki diikuti eversi dan abduksi kaki.

26
BAB 36

REFLEK AUTOMATISASI SPINAL

Reflek automatisasi spinal disebut juga sebagai reflek defensif. Seperti tanda
kortikospinal yang dijelaskan di bagian sebelumnya, reflek ini akan timbul bila
fungsi inhibisi di pusat yang lebih tinggi dihilangkan, dan menandakan,
setidaknya ada bagian yang lepas dari inhibisi. Reflek ini, hanya timbul pada
kondisi patologis pada manusia dan binatang tingkat tinggi, yang secara
filogenetik dan ontogenetik berhubungan dengan respon yang tampak pada
tungkai bawah.

REFLEK DEFENSIF FLEKSI DAN EKSTENSI PADA EKSTREMITAS


BAWAH

Reflek Defensif Spinal Fleksi

Reflek ini disebut juga sebagai reflek spinal automatisasi (Marie), dan sebagai
reflek memendek patologik, reflek fleksor sinergi, reflek withdrawal dan reflek
atau fenomena des raccourisseurs, pada sikap berbicara, respon Babinski yang
berlebihan. Sesuai pada bab sebelumnya, respon Babinski terdiri dari dorsofleksi
dan pemekaran jari-jari kaki, dorsofleksi pergelangan kaki, fleksi pada lutut dan
panggul serta abduksi pada sendi panggul. Pergerakan tersebut muncul akibat
kontraksi otot tibia anterior, hamstring, tensor fasciae latae, otot iliopsoas dan
otot terkait lainnya. Kontraksi tensor fasciae latae terkadang tampak sebagai
reflek Brissaud. Jika respon Babinski timbul, maka terjadi perluasan zona reflek
sehingga respon tidak hanya diperoleh melalui stimulasi plantar pedis tetapi juga
dengan menstimulasi dorsum pedis dan anterior tibia, atau dengan stimulus nyeri
pada bagian kaki, jari atau tungkai. Dan juga, bila respon timbul akibat lesi spinal
transversal parsial atau komplit, tidak hanya pada sisi yang distimulasi saja, tetapi
juga pada sisi kontralateral.

27
Pada individu normal nyeri atau nosiseptif, stimulasi pada bagian bawah
tubuh dapat disertai menarik tungkai, sebagai gerakan yang cepat, durasi singkat,
dan ditandai dengan fleksi panggul dan lutut, dorsofleksi pergelangan kaki (agak
jarang) dan selalu platar fleksi jari-jari. Pada lesi spinal, terutama lesi transversal
dan hampir komplit, stimulasi di bawah level lesi menimbulkan reflek defensif
spinal fleksi yang keempat atau reflek spinal automatisasi, ditandai dengan fleksi
panggul dan lutut, dorsofleksi pergelangan kaki, dorsofleksi ibu jari kaki serta
dorsofleksi dan pemekaran jari lainnya. Respon tersebut dapat bilateral dan
disebut reflek fleksi kontralateral (crossed flexor reflex). Hal ini dapat muncul
sebagai gerakan volunter spontan dan lebih tonik dibanding respon volunter.

Reflek ini dapat ditimbulkan oleh beberapa stimulus, tetapi yang paling
sering oleh stimulus nosiseptif. Tusukan, garukan atau cubitan pada kulit di dorsal
kaki atau angkle, panas, dingin, atau tekanan, dapat menginisiasi respon, seperti
memencet jari-jari atau plantar fleksi pasif yang ekstrem jari-jari atau kaki (Marie-
Foix sign). Terkadang dapat diinisiasi dengan menggerakkan kaki, testing reflek,
meraba halus, atau kadang dengan menggunakan selimut. Reflek ini dapat
ditimbulkan baik oleh stimulasi reseptor kutaneus atau proprioseptif, atau dengan
stimulus dari visera (seperti distensi kandung kemih), di lokasi di bawah lesi.
Batas atas dari zona reflek selalu berhubungan dengan batas bawah lesi medula
spinalis sehingga lokalisasi bisa menjadi penting. Stimulus yang lebih kuat
biasanya diperlukan untuk menimbulkan respon di daerah dekat lesi dibandingkan
dibawah lesi. Suatu stimulus nyeri di atas level lesi, akan tetapi, dapat
menimbulkan gerakan volunter pada bagian atas tubuh diikuti respon reflek di
bagian bawah tubuh, yang disebut reflek withdrawal palsu (false withdrawal
reflex).

Reflek defensif fleksi spinal tampak pada pasien dengan isolasi parsial
atau komplit medula spinalis bagian bawah dari sistem saraf pusat. Biasanya
berhubungan dengan trauma, kompresi, atau lesi vaskular medula spinalis. Hal ini
mungkin berhubungan dengan mekanisme proteksi dari stimulus noksius pada
bagian bawah tubuh. Gerakan reflek pada tubuh bagian bawah merupakan respon

28
terhadap stimulus minimal sebagai usaha mengembalikan dan memperbaiki
fungsi.

Ada beberapa modifikasi dari reflek defensif fleksi spinal yang ditemukan.
Berikut daftar beberapa modifikasi yang penting diketahui.

Reaksi Unifasik

Pada lesi komplit transversal medula spinalis satu-satunya respon yang muncul
adalah fleksi tungkai, yaitu fleksi pada panggul dan lutut serta dorsofleksi
pergelangan kaki dan jari-jari. Tidak pernah ada respon ekstensi. Respon ini
disebut reaksi motorik unifasik. Fleksi yang terus menerus mungkin tampak pada
fleksi paraplegi.

Reaksi Bifasik

Pada lesi spinal transversal non komplit, respon fleksi hanya sementara, diikuti
ekstensi. Respon ini disebut reaksi motorik bifasik. Bila lesi non komplit,
mungkin juga terdapat paraplegi pada ekstensi, dengan fleksi sementara tetapi
posisi ekstensi pada ekstemitas yang paresis.

Reflek Massa

Reflek defensif fleksi spinal dapat disertai beberapa hal seperti, kontraksi otot
dinding perut, evakuasi kandung kemih dan usus, berkeringat, reflek eritema,
respon pilomotor dibawah level lesi. Reaksi ini disebut reflek massa dari Riddoch.
Reaksi ini muncul pada lesi transversal komplit setelah periode syok spinal
terlewati, dan menandakan lesi berat pada medula spinalis. Zona reflek dapat
meluas ke kandung kemih, sehingga distensi kandung kemih dapat menimbulkan
seluruh kompleks reflek. Priapismus dan ejakulasi dini dapat merupakan bagian
dari respon ini. Reflek massa dapat digunakan pada terapi dengan melatih fungsi
kandung kemih.

29
Reflek Ekstensi Kontralateral

Stimulus pada satu kaki atau tungkai bawah dapat menimbulkan fleksi pada
ekstremitas tersbut dan ekstensi pada tungkai bawah satunya. Respon ini disebut
reflek ekstensi kontralateral atau phenomene d’allongement croise, atau kadang
disebut juga Philippson’s reflex. Di klinik, respon ini sering muncul pada pasien
dengan lesi medula spinalis parsial atau inkomplit, tetapi kadang tampak juga
pada lesi yang diduga komplit. Kadang pada bayi prematur atau neonatus, tekanan
yang kuat pada region inguinal dapat menimbulkan reflek ini, dengan fleksi pada
ipsilateral serta ekstensi panggul dan lutut kontralateral.

Extensor Thrust

Bila tekanan diberikan pada kaki tungkai yang sedang dalam posisi fleksi pasif,
maka akan terjadi ekstensi. Hal ini dikenal sebagai extensor thrust. Ekstensi yang
sama dapat terjadi pada tungkai yang paralisis akibat lesi spinal diposisikan fleksi,
dan kulit pada area lumbar atau perineal atau area adduksi paha dicubit (reflexe
des allongeurs). Ekstensi dapat disertai fleksi. Saat penggantian ekstensi ke fleksi
terjadi, menimbulkan gerakan melangkah atau berbaris pada kedua tungkai.
Manifestasi ini selalu timbul pada pasien dengan lesi inkomplit, dan selalu
ditimbulkan pada kasus paraplegi dengan rigiditas ekstensor.

REFLEK DEFENSIF FLEKSI DAN EKSTENSI PADA EKSTREMITAS


ATAS

Bila lesi spinal terjadi diatas segmen cervical 6, dapat menimbulkan reflek
defensif spinal baik fleksi dan ekstensi pada ekstremitas atas sama seperti pada
ekstremitas bawah. Hal ini telah dijelaskan di bab sebelumnya dalam respon
traktus kortikospinal pada ekstremitas atas sebagai reflek nosiseptif dari Riddoch
dan Buzzard.

SYOK SPINAL

Lesi spinal komplit atau relatif komplit, dengan onset yang tiba-tiba, segera
diikuti tidak hanya oleh paralisis komplit dan anestesia di bawah lesi, tetapi juga

30
hilangnya tonus komplit dan hilangnya semua reflek, baik reflek dalam atau
superfisial. Hal ini dikenal sebagai syok spinal, yang durasinya bersifat sementara.
Hilangnya tonus dan depresi reflek mungkin disebabkan kerusakan pada sistem
fusiformis (γ eferen), yang fungsinya meregulasi sensitivitas reseptor regang otot.
Kerusakan pada sistem fusiformis ini menimbulkan aktivitas normal medula
spinalis, yang sebagian tergantung pada keluaran tonik kontinu dari pusat yang
lebih tinggi, meliputi traktus vestibulospinal dan retikulospinal. Setelah beberapa
waktu reflek regang otot muncul, tetapi dalam bentuk berlebihan dan munculnya
respon patologik setelah syok spinal mereda. Biasanya dalam interval waktu 3
minggu sampai 1 bulan. Bila terjadi infeksi, sebagai contoh adanya suatu infeksi
traktus urinarius berat atau ulkus dekubitus terinfeksi, syok spinal dapat
memanjang. Perkembangan proses infeksi selanjutnya, terutama yang sangat berat
dan berhubungan dengan septikemia, dapat disertai dengan sindrom klinik rekuren
yang tidak fisiologis identik dengan syok spinal. Syok spinal sering ditemukan
pada kondisi lesi spinal dengan onset mendadak, seperti pada trauma, infeksi, dan
mielopati transversum dengan variasi vaskular, dan jarang terjadi pada lesi yang
progresif lambat seperti tumor pada medula spinalis, multiple sklerosis dan
posterolateral sklerosis. Syok spinal berakhir lebih cepat pada lesi transversal
parsial daripada komplit dengan munculnya respon traktus kortikospinal dan
reaksi defensif spinal yang lebih cepat.

PARAPLEGI FLEKSI

Pada pasien dengan lesi medula spinalis transversal reflek defensif fleksi mudah
ditimbulkan dan sering berulang akibat spasme fleksor involunter yang terjadi
peningkatan frekuensi. Hal ini dikenal sebagai fixed flexion reflex, dengan fleksi
permanen pada panggul dan lutut serta dorsofleksi pada pergelangan kaki dan jari-
jari. Reflek fleksi berlebihan membuat tungkai pada posisi fleksi dalam interval
waktu yang lebih lama sampai tungkai tidak dapat di ekstensikan baik aktif
maupun pasif. Tungkai dan paha fleksi komplit, dan dalam keadaan yang sangat
berat lutut dapat menekan dinding perut. Hal ini disebut sebagai paraplegi fleksi.
Stimulus ringan, bahkan hanya hilangnya pakaian atau selimut yang menutupi

31
tungkai secara tiba-tiba dapat menimbulkan respon fleksi ini, sampai akhirnya
fleksi permanen terjadi. Bahkan setelah pembentukan fixed flexion reflex, suatu
stimulus tambahan dapat memperburuk derajat fleksi. Kontraktur sekunder dapat
terjadi pada sendi.

Paraplegi pada fleksi sering ditemukan pada trauma dan mielopati


infeksius dan multiple sklerosis, tetapi dapat terjadi juga pada neoplasma medula
spinalis baik ekstramedulari maupun intramedulari, posterolateral sklerosis,
gangguan vaskular, atau lesi medula spinalis lainnya. Timbulnya respon ini
menandakan adanya interupsi relatif komplit pada impuls desending dan
pemisahan komplit dari level medula spinalis di bawah lesi dengan level yang
lebih tinggi. Posisi fleksi ektremitas ini kontradiksi dengan posisi ekstensi yang
selalu terjadi pada lesi supraspinal. Akan tetapi, paraplegi fleksi pernah dilaporkan
terjadi pada lesi serebral difus.

Walaupun telah disebutkan paraplegi fleksi terjadi akibat hilangnya aksi


inhibisi dari koteks piramidal, tetapi paraplegi fleksi tidak pernah terjadi pada lesi
yang terbatas pada traktur kortikospinalis. Reflek patela dan Achilles dapat hilang
dan bukan tidak mungkin didapatkan klonus. Dilain pihak, akan terdapat reflek
hamstring dan berlebihan. Hal ini mungkin dapat dijelaskan bahwa peningkatan
tonus hanya terjadi pada otot fleksor, atau lebih banyak pada otot fleksor daripada
ekstensor, kontras dengan yang selalu terjadi pada penyakit di traktus
kortikospinalis. Hal ini dimungkinkan, karena traktus vestibulospinalis dan traktus
ekstrapiramidal eferen lainnya diinterupsi. Hilangnya tonus ekstensor yang datang
dari pusat vestibular di formasio retikularis dan tonus fleksor menjadi
predominan.

Paraplegi fleksi melumpuhkan dan sangat nyeri. Timbulnya kondisi ini


membuat perawatan menjadi sulit dan dapat menimbulkan pembentukan
dekubitus. Percobaan mengubah paraplegi dari spastik menjadi flaksid
menghasilkan derajat keberhasilan yang bervariasi. Pengobatan, menggunakan
agen untuk blok neuromuskular dan internusial, menunjukkan sedikit hasil,
walaupun agen farmakologi yang lebih baru telah dikembangkan. Pengalaman
32
beberapa investigasi, injeksi alkohol, fenol, atau substansi lain ke subaraknoid
dapat membantu. Pendekatan pembedahan meliputi pembebasan radiks medula
spinalis dari jaringan sikatrik, baik anterior atau posterior rhizotomi, dan
mielotomi midline. Bervariasi derajat pembebasan diusahakan dari prosedur ini.
Perkembangan paraplegi fleksi dapat dipengaruhi oleh perawatan yang baik,
pencegahan dekubitus, perhatian pada disfungsi kandung kemih, dan mencegah
stimulasi berlebihan pada ekstremitas.

PARAPLEGI EKSTENSI

Paraplegi dengan rigiditas ekstensi selalu terjadi pada lesi kortikospinal di


serebrum atau traktus kortikospinalis di atas dekusasio di medula oblongata, tetapi
juga dapat ditemui pada lesi spinal. Adanya peningkatan tonus otot baik ekstensor
maupun fleksor tetapi predominan spastik ekstensor. Akibatnya, terdapat
hiperaktivitas reflek esktensor (patela dan Achilles), dan klonus. Terdapat tonik
spasme ekstensor pada tungkai bawah, dengan tungkai adduksi dan sedikit rotasi
internal. Sindrom ini dapat disebut sebagai akibat transeksi inkomplit pada
medula spinalis, dengan keterlibatan predominan traktus kortikospinalis. Akan
tetapi, juga pernah ditemukan pada myelitis transversus komplit. Hal ini mungkin
karena baik reflek atau posisi ekstremitas tidak menunjukkan tingkat keparahan
lesi. Semua kombinasi yang mungkin dari reflek fleksi dan ekstensi dapat terjadi
pada pasien yang sama, dan respon mungkin sedikit tergantung pada tonus fleksor
dan ekstensor daripada intensitas, durasi dan lokasi stimulus. Stimulus kuat,
singkat dan distal lebih tepat menimbulkan fleksi, sedangkan stimulus yang
ringan, lama dan proksimal menimbulkan ekstensi. Paraplegi fleksi lebih sering
pada lesi yang berat dan lokasi lebih diatas, tetapi predominan fleksor dapat
berganti menjadi predominan ekstensor.

33
BAB 37

REFLEK POSTURAL DAN RIGHTING REFLEX

Reflek postural dan righting reflex merupakan kompleks reaksi yang


relevan pada neurologi pediatrik. Reflek postural kebanyakan merupakan reflek
dasar, dengan kontraksi otot involunter menghasilkan tonus yang diperlukan,
terutama otot otot antigravitasi, untuk mempertahankan postur tegak dan posisi
normal. Nukleus vestibular, terutama yang lateral, adalah yang terutama penting
dalam mempertahankan kontraksi otot otot antigravitasi. Berdiri bisa dianggap
sebagai reflek postural, dan beberapa gangguan dengan mekanisme dalam reflek
postural dapat mempengaruhi cara berdiri normal. Reflek postural dan righting
reflex termasuk sulit dipelajari. Kebanyakan pengetahuan yang ada berdasarkan
berbagai eksperimen neurologi, tetapi aplikasi klinisnya terbatas karena adanya
perbedaan neurofisiologi antara yang berdiri memakai dua kaki dengan binatang
eksperimental yang berkaki empat.

Mempertahankan orientasi kepala terhadap tubuh serta kepala dan tubuh


terhadap lingkungan adalah fungsi dasar. Binatang yang mengalami deserebrasi
tidak dapat memperbaiki posisinya kembali ke posisi normal setelah di letakkan
pada posisi abnormal. Suatu mekanisme reflek berdiri dan righting yang
kompleks, melibatkan sistem vestibular, terutama utrikulus, impuls proprioseptif
dari otot, tendon dan sendi, impuls eksteroseptif dari permukaan tubuh, dan
stimulus visual. Righting reaksi melibatkan setidaknya 5 tipe reflek berbeda yaitu,

1. Righting reflex dari labirin pada otot leher


2. Righting reflex dari leher pada tubuh
3. Righting reflex dari tubuh pada kepala
4. Righting reflex dari tubuh terhadap badan
5. Righting reflex visual pada kepala dan tubuh.

Input vestibular berasal dari otolit di utrikulus, dan sedikit dari sakulus, dimana
kedua organ ini merespon terhadap perubahan posisi kepala dan tonus yang
34
kemudian mempengaruhi tonus tubuh. Stimulus proprioseptif yang melibatkan
righting reflex leher berasal dari otot, tendon, dan struktur lain di dalam leher, dan
di fasilitasi oleh 2 atau 3 nervus servikalis teratas dan mungkin juga oleh nervus
assesorius spinalis. Reflek ini terutama bekerja pada kepala, tapi berefek terhadap
kepala dan tubuh sebagai satu kesatuan. Impuls aferen pada righting reflex tubuh
juga hampir sama dan berasal dari jaringan pada badan dan ekstremitas. Righting
reflex visual mungkin diintegrasikan di korteks serebri, tetapi impulsnya di
fasilitasi oleh midbrain dan vestibulum. Saat mata bergerak mendekati objek,
kepala dan badan mengikuti. Walaupun visual berperan dalam reflek postural,
kehilangan penglihatan tidak mengganggu reflek postural dan righting reflex bila
mekanisme yang lain normal. Sebaliknya, kehilangan fungsi proprioseptif, seperti
pada penyakit kolum posterior, dapat dikompensasi sebagian dengan mekanisme
visual.

Abnormalitas pada reflek postural dan righting reflex secara klinis relevan
pada pasien pediatri. Pada beberapa pasien dewasa, terutama pada mereka yang
dengan gangguan ekstrapiramidal, gangguan gaya jalan dan keseimbangan,
gangguan vestibular, serta karena usia. Kehilangan reflek postural merupakan
gejala penting pada penyakit Parkinson dan pada lanjut usia berpeluang
menyebabkan insiden jatuh.

REFLEK POSTURAL DAN RIGHTING REFLEX PADA BAYI DAN ANAK

Proses mielinasi sistem saraf dimulai pada trimester kedua dan berlanjut
terus dalam periode panjang, baik setelah lahir bahkan hingga remaja. Fase
mielinasi tercepat adalah selama 6 bulan pertama setelah kelahiran. Sistem
mielinasi berbeda untuk periode waktu berbeda, proses mielinasi berhubungan
dengan muncul atau tidaknya reflek postural dan righting reflex pada pasien
pediatri. Pemeriksaan reflek ini dapat membantu mengetahui usia kehamilan dan
menilai fungsi sistem saraf imatur.

Reflek-reflek yang normal terdapat pada neonatus diantaranya reflek


Moro, reflek leher tonik, reflek menghisap (sucking), reflek mencari (rooting),

35
reflek menggenggam (grasp), reflek melangkah (stepping), placing reflex, trunk
incurvation.

Reflek Moro

Merupakan suatu reflek kejut. Stimulus yang tiba tiba, seperti suara yang keras,
gerakan cepat langsung pada tubuh, menepuk kasur dekat dengan tubuh bayi,
mengetuk perut, atau cahaya tiba tiba terang, diikuti dengan abduksi dan ekstensi
keempat ekstremitas, ekstensi tulang belakang, serta ekstensi dan pemekaran jari
kecuali fleksi falang distal digiti 2 dan ibu jari, diikuti adduksi dan fleksi
ekstremitas. Reflek ini muncul dalam 3 bulan pertama kehidupan, selama 2 bulan
setelahnya mungkin hanya akan muncul ekstensi dan abduksi dari lengan dan
sentakan lutut, kemudian perlahan akan menghilang, seiring dengan
perkembangan mielinasi. Anak dengan defisit motorik oleh karena gangguan
serebral dapat menunjukkan reflek ini secara utuh bertahun tahun, responnya juga
dapat unilateral bila hanya gangguan serebral hanya pada satu hemisfer.

Reflek Landau

Reflek ini tampak pada bayi selama 1 atau 2 tahun pertamanya. Jika bayi di
telungkupkan pada tangan pemeriksa dengan tubuh sejajar lantai, maka kepala dan
tulang belakang bayi akan ekstensi sehingga tubuh bayi akan membentuk sudut
dengan bagian cembung di bagian bawah. Pada posisi tubuh seperti ini, fleksi
pasif kepala akan menimbulkan fleksi tulang belakang, lengan dan tungkai, dan
tubuh akan membentuk sudut dengan bagian cembung di atas. Jika bayi
diletakkan berbaring terlentang, akan timbul fleksi leher, tulang belakang, lengan
dan tungkai. Postur ini mungkin merupakan kombinasi otolit dan reflek tonik
leher.

Reflek Tonik Leher

Menggerakkan kepala mendekati salah satu bahu menimbulkan peningkatan tonus


ekstensor pada satu sisi dan tonus fleksi pada sisi kontralateral. Lengan dan
tungkai pada sisi didekati kepala akan menjadi ekstensi. Pada kontralateral, lengan
dan tungkainya fleksi. Postur akan tampak seperti bermain anggar. Ekstensi selalu
36
disertai supinasi, fleksi disertai pronasi. Bila kepala dan leher difleksikan, maka
lengan dan tungkai akan ekstensi. Bila kepala dan leher ekstensi, maka lengan dan
tungkai fleksi. Penekanan pada vertebra prominen menimbulkan relaksasi pada
keempat ekstremitas. Reflek ini sering ditemukan parsial pada bayi normal, tapi
akan menghilang pada umur 4-6 bulan. Kemudian, reflek ini akan muncul pada
pasien dengan deserebrasi dan dekortikasi, pada penyakit di level batang otak atau
thalamodiensefalik. Pasien berbaring dengan lengan semifleksi di dada dan
tungkai ekstensi, lalu menggerakan fleksi atau ekstensi kepala akan menimbulkan
respon seperti penjelasan diatas. Reflek ini juga berperan pada gerakan yang
dijumpai pada pasien dengan hemiplegi spastik dan diplegia serebral.

Gambar 37.1 Reflek tonik leher

Righting Response Leher

Merupakan variasi dari reflek tonik leher. Pada bayi yang terlentang, kepala
didekatkan ke satu sisi. Respon positif bila terjadi rotasi bahu, badan dan pelvis ke

37
arah yg sama, diikuti seluruh tubuh. Respon yang sama juga muncul pada
sebaliknya. Reflek ini muncul pada saat reflek tonik leher menghilang hingga bayi
berusia 10 bulan dan menghilang saat bayi dapat mengangkat tubuhnya langsung
tanpa bertumpu pada perutnya.

Respon Parasut

Respon parasut tampak pada usia 8-9 bulan dan menetap. Reflek ini dapat
dimunculkan dengan menelungkupkan bayi di udara lalu tiba tiba dorong dengan
kepala ke bawah mendekati meja atau lantai. Respon positif bila lengan segera
ekstensi dan sedikit adduksi, jari jari memekar seperti akan mencoba menahan
jatuh. Respon asimetri menunjukan kelemahan atau spastisitas unilateral
ekstremitas atas. Tidak adanya respon menunjukkan gangguan motor berat dan
demensia. Respon tidak tergantung pada visual dan tampak pada anak dengan
gangguan penglihatan.

Reflek Tangan –Mulut Babkin

Menekan telapak tangan bayi premature atau neonatus diikuti mulut terbuka,
fleksi leher, dan kadang mata menutup serta fleksi lengan bawah. Respon mudah
dibangkitkan dan lebih jelas pada pemberian stimulus bilateral. Kecuali pada bayi
dengan retardasi perkembangan, reflek ini menghilang pada umur 3-4 bulan.

Placing Reaction

Pegang bayi pada posisi vertikal kemudian sentuhkan dorsum pedis pada sisi meja
periksa maka bayi akan merespon dengan meletakkan kaki di atas meja periksa.
Respon akan menghilang di akhir tahun pertamanya, saat gerakan volunternya
menyulitkan interpretasi. Reflek ini menetap pada anak dengan defisit motorik,
dan hal ini berhubungan dengan reflek otomatisasi spinal.

Supporting And Stepping Reaction

Memegang bayi posisi vertikal dan menyentuhkan kakinya di bagian atas meja
akan menimbulkan kontraksi ekstremitas bawah untung menopang berat
badannya. Kemudian secara otomatis akan diikuti gerakan melangkah atau

38
berjalan. Respon ini biasanya tampak sejak kelahiran kemudian lama kelamaan
menghilang.

KAKU DESEREBRASI DAN DEKORTIKASI

Lesi berat pada batang otak sering menimbulkan peningkatan tonus


ekstensor, atau antigravitasi, otot ektremitas dan punggung. Fenomena ini dikenal
sebagai kaku deserebrasi. Pada pasien dengan ekstrem kaku deserebrasi, disertai
opistotonus, dengan keempat ekstremitas ekstensi yang sangat kaku. Kepala
ekstensi, rahang kaku. Kedua lengan endorotasi, ekstensi siku, dan hiperpronasi,
jari-jari ekstensi pada sendi metakarpofalangeal dan fleksi pada sendi
interfalangeal. Tungkai ekstensi pada sendi panggul, lutut dan pergelangan kaki,
plantar fleksi ibu jari kaki. Posisi ini seperti bentuk karikatur dari posisi berdiri
normal. Hipereflek tendon dalam, disertai reflek tonik leher dan labirin sedangkan
righting reflex tidak ada.

Kaku deserebrasi terjadi pada kerusakan batang otak berat pada berbagai
level antara kolikulus superior atau traktus rubrospinalis dan bagian rostral nuklei
vestibular. Nukleus vestibular berfungsi meningkatkan tonus ekstensor, dan peran
nukleus vestibular penting pada terjadinya kaku deserebrasi. Nukleus tersebut
intak tapi terisolasi dari midbrain terutama dari red nuclei dan traktus
rubrospinalis. Aktivitas formasio retikularis juga penting, terutama nuklei
retikular pontin dan medial traktus retikulospinalis, yang juga berperan dalam
memfasilitasi tonus otot ektensor. Secara eksperimental, kaku deserebrasi hilang
dengan menghilangkan traktus vestibulospinal. Pada pasien, bila proses meluas ke
medula, maka deserebrasi menghilang. Penyebab tersering kaku deserebrasi pada
manusia adalah trauma dan timbulnya ekstensor posturing menjadi indikator
prognosis yang buruk.

Kaku dekortikasi ditandai dengan fleksi siku dan pergelangan tangan


dengan ekstensi tungkai dan kaki. Lesi penyebab lebih tinggi dibanding penyebab
kaku deserebrasi, mempertahankan fungsi traktus rubrospinalis, yang
meningkatkan tonus fleksi dari ekstremitas atas. Fungsi signifikan dari traktus

39
rubrospinalis dan vestibulospinalis dapat dilihat dengan mengobservasi progresi
pasien dari kaku dekortikasi menjadi kaku deserebrasi kemudian flaksid mati
batang otak. Setelah deteorisasi rostrokaudal level tertentu, pasien berbaring
dengan fleksi lengan dan ekstensi tungkai (kaku dekortikasi). Hal ini terjadi
karena traktus rubrospinalis masih intak dan meningkatkan tonus fleksi ektremitas
atas, sehingga timbul fleksi lengan dengan ekstensi tungkai. Proses lebih lanjut,
terjadi deteorisasi rostrokaudal, fungsi traktus rubrospinalis hilang, tetapi traktus
vestibulospinalis masih intak dan memfasilitasi tonus ekstensor semua ekstremitas
dan menghasilkan postur ekstensi lengan dan tungkai. Pada deteorisasi
rostrokaudal lebih lanjut, traktus vestibulospinalis kehilangan fungsinya dan
pasien menjadi flaksid pada keempat ekstremitas.

40

Anda mungkin juga menyukai