LP Nifas Fisiologis
LP Nifas Fisiologis
Oleh:
Merita Sari
190070300111014
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi
berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di
vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan
mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lochia
sekitar 240 hingga 270 ml (Yanti, 2011).
6. Vulva, vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali
dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen
tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah
menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran
vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum
persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan
ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskupun
demikian, jahitan pada perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan
dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat
dilakukan pada akhir peurperium dengan latihan harian (Yanti, 2011).
Sistem pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolesterol darah, dan melambatkan
kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai
menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali
normal (Yanti, 2011)
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan,
antara lain:
1.) Nafsu makan
Pasca melahirkan, ibu biasanya merasa lapar sehingga diperbolehkan
untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan 3-4
hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron
menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami
penurunan selama satu atau dua hari (Yanti, 2011).
2.) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesa dan
anastesa bisa memperlambat penegembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal (Yanti, 2011)
3.) Pengosongan usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan
tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pasca
partum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang
makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem
pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal
(Yanti, 2011).
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain :
Pemberian diet atau makanan yang mengandung serat.
Pemberian cairan yang cukup.
Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah
atau obat yang lain (Yanti, 2011).
Sistem perkemihan
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar
steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal
kembali normal dalam waktu satu bulan setelah setelah wanita melahirkan. Urin
dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah
melahirkan. Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain :
1.) Hemostatis internal
Tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70%
dari cairan tubuh tereletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan
intraselular. Cairan ekstraselular terbagi dalam plasma darah, dan
langsung diberikan untuk sel sel yang disebut cairan interstisial. Beberapa
hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi.
Edema adalah tertimbunnnya cairan dalam jaringan akibat gangguan
keseimbanagan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan
atau volume yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan
tidak diganti (Yanti, 2011).
2.) Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh
adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,40 disebut alkalosis dan jika PH< 7,35
disebut asidosis (Yanti, 2011).
3.) Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal.
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang
mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun
demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil (Yanti, 2011).
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum,
antara lain :
Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga
terjadi retensi urin.
Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang
teretansi dalam tubuh, terjadi selama dua hari setelah melahirkan.
Depresi dari sfringter uretra oleh karena penekanan kepala janin
dan spasme oleh iritasi muskulus sfringter ani selama persalinan,
sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya
peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme
tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis
pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6
minggu. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca
partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-
kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa kehamilan (reversal of
the water metabolisme of pragnancy) (Yanti, 2011).
Sistem muskoloskeletal
Perubahan muskoloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin
bertambah. Adaptasi muskoloskeletal ini mencakup : peningkatan berat badan,
bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun
demikian, pada saat post partum sistem muskoloskeletal akan berangsur-
angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan untuk
membantu mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri (Yanti, 2011).
Adaptasi sitem muskoloskeletal pada masa nifas, meliputi :
1.) Dinding perut dan poriteneum
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih
kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi dari diastis dari
otot-otot rectus abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut dan garis
tengah hanya terdiri dari perotoneum, fasia tipis dan kulit.
2.) Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kuliat abdomen akan melebar, melonggar dan
menegendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat
kembali normal dalam nenerapa minggu pasca melahirkan dengan latihan
post natal.
3.) Striae
Streae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding
abdomen. Streae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna
melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastis muskulus
rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum,
aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu
menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.
4.) Perubahan ligamen
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur angsur menciut kembali
seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotumdum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.
5.) Simfisis pubis
Pemisahan simfisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, ini dapat
menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simfisis pubis,
antara lain : nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri pada saat
bergerak ditempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat
dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau bulan
pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.
Beberapa gejala sistem muskoloskeletal yang timbul pada masa pasca
partum antara lain :
Nyeri punggung bawah.
Sakit kepala dan nyeri leher.
Nyeri pelvis posterior.
Disfungsi simfisis pubis.
Diastatis rekti.
Osteoporosis akibat kehamilan.
Disfungsi rongga panggul.
Sistem hematologi
Pada awal post partum, jumlah haemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat
bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta, dan dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi status gizi dan
hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua
lebih rendah dari titik 2% atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan
awal, maka pasien dianggap telah banyak kehilangan darah. Penurunan
volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan haemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan
akan normal dalam 4-5 minggu post partum (Yanti, 2011).
Sistem kardiovaskular
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterus
meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon
estrogen, yang dengan cepat mengurangi plasma menjadi normal kembali.
Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap
tinggi daripada normal. Plasma darah tidak banyak mengandung cairan
sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa itu
ibu banyak sekali mengeluarkan jumlah urine. Hilangnya progesteron
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya
vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan
trauma pasca persalinan (Yanti, 2011).
Sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin. Hormon-hormon yang berperan ada proses tersebut, antara lain:
1.) Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi
oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan.
Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan
kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin
(HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam
hingga hari ke-7 post pasrtum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada
hari ke-3 post partum (Yanti, 2011).
2.) Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon
prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu, FSH dan LH.
Meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi (Yanti, 2011).
3.) Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada
wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan
berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan
pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar
40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu (Yanti,
2011).
4.) Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri
(Yanti,2011).
5.) Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen
yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan
volume darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus
yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum dan vulva serta vagina (Yanti, 2011).
b. Ambulasi Dini
a. Mobilisasi dini pada ibu post partum normal
Persalinan merupakan proses yang sangat melelahkan oleh karena itu
ibu tidak dianjurkan langsung turun dari ranjang karena dapat
menyebabkan pingsan akibat sirkulasi yang belum berjalan baik. Karena
sehabis melahirkan ibu merasa lelah, dan harus beristirahat. Pergerakan
dilakukan dengan miring kanan atau kiri untuk mencegah terjadinya
trombosis dan tromboemboli.Biasanya pada 2 jam post partum ibu
sudah bisa turun dari tempat tidur dan melakukan aktifitas seperti biasa.
Mobilisasi dilakukan secara bertahap mulai dari gerakan miring kekanan
dan kekiri, lalu menggerakakan kaki. dan Cobalah untuk duduk di tepi
tempat tidur, setelah itu ibu bisa turun dari ranjang dan berdiri atau bisa
pergi kekamar mandi, sehingga sirkulasi dalam tubuh akan berjalan
dengan baik.Keuntungan dari mobilisasi dini adalah melancarkan
pengeluaran lochia, mengurangi infeksi purperium, mempercepat
involusi alat kandungan, melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan
alat perkemihan, meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga
mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolism (NK,
Hutapea, 2013).
b. Mobilisasi dini pada ibu postpartum seksio sesarea
Mobilisasi dini dilakukannya secara bertahap berikut ini menurut
Hutapea, (2013) akan dijelaskan tahap mobilisasi dini pada ibu pasca
seksio sesarea :
Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca seksio sesarea harus
tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bias dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan
memutar pergelanggan kaki, mengangkat tumit, menenangkan otot
betis serta menekuk dan menggeser kaki.
Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan
kekanan mencegah thrombosis dan trombo emboli. Setelah 24 jam
ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. Setelah ibu
dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan (Kasdu, 2003).
Hal- hal yang perlu diperlu diperhatikan dalam mobilisasi dini :
Janganlah terlalu cepat untuk melakukan mobilisasi dini sebab bisa
menyebabkan ibu terjatuh terutama bila kondisi ibu masih lemah atau
memiliki penyakit jantung. Apabila mobilisasinya terlambat juga dapat
menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh, aliran darah, serta
terganggunya fungsi otot.
Ibu post partum harus melakukan mobilisasi secara bertahap.
Kondisi ibu post partum akan segera pulih dengan cepat bila
melakukan mobilisasi dengan benar dan tepat, dimana sistem
sirkulasi dalam tubuh bisa berfungsi normal.
Jangan melakukan mobilisasi secara berlebihan karena akan
membebani jantung.
c. Eliminasi : Buang Air Kecil dan Besar
Biasanya dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah dapat buang air
kecil. Semakin lama urine ditahan, maka dapat mengakibatkan infeksi.
Maka dari itu bidan harus dapat meyakinkan ibu supaya segera buang air
kecil, karena biasany ibu malas buang air kecing karena takut akan merasa
sakit. Segera buang air kecil setelah melahirkan dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya komplikasi post partum. Dalam 24 jam pertama ,
pasien juga sudah harus dapat buang air besar. Buang air besar tidak akan
memperparah luka jalan lahir, maka dari itu buang air besar tidak boleh
ditahan-tahan. Untuk memperlancar buang air besar, anjurkan ibu untuk
mengkonsumsi makanan tinggi serat dan minum air putih.
d. Kebersihan Diri
Bidan/perawat harusbijaksana dalam memberikan motivasi ibu untuk
melakukan personal hygiene secara mandiri dan bantuan dari keluarga.
Ada beberapa langkah dalam perawatan diri ibu post partum, antara lain :
a) Jaga kebersihan seluruh tubuh ibu untuk mencegah infeksi dan alergi
kulit pada bayi.
b) Membersihakan daerah kelamin dengan sabun dan air, yaitu dari
daerah depan ke belakang, baru setelah itu anus.
c) Mengganti pembalut minimal 2 kali dalam sehari.
d) Mencuci tangan denag sabun dan air setiap kali selesai membersihkan
daerah kemaluan
e) Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk menyentuh daerah luka
agar terhindar dari infeksi sekunder.
e. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang cukup untuk
memulihkan kembali kekeadaan fisik. Kurang istirahat pada ibu post
partum akan mengakibatkan beberapa kerugian, misalnya :
a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
b) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
c) Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan
diri sendiri.
Bidan/perawat harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga agar
ibu kembali melakukan kegiatan-kegiatan rumah tangga secara
perlahan dan bertahap. Namun harus tetap melakukan istirahat minimal
8 jam sehari siang dan malam.
f. Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya ke dalam vagina
tanpa rasa nyeri. Tetapi banyak budaya dan agama yang melarang sampai
masa waktu tertentu misalnya 40 hari atau 6 mingggu setelah melahirkan.
Namun kepiutusan itu etrgantung pada pasangan yang bersangkutan.
g. Latihan / Senam Nifas
Agar pemulihan organ-organ ibu cepat dan maksimal, hendaknya ibu
melakukan senam nifas sejak awal (ibu yang menjalani persalinan normal).
Berikut ini ada beberapa contoh gerakan yang dapat dilakukan saat senam
nifas :
a) Tidur telentang, tangan disamping badan. Tekuk salah satu kaki,
kemudian gerakkan ke atas mendekati perut. Lakukan gerakan ini
sebanyak 15 kali secara bergantian untuk kaki kanan dan kkiri. Setelah
itu, rileks selama 10 hitungan.
b) Berbaring telentang, tangan di atas perut, kedua kaki ditekuk. Kerutkan
otot bokong dan perut bersamaan dengan mengangkat kepala, mata
memandang ke perut selama 5 kali hitungan. Lakukan gerakan ini
senbanyak 15 kali. Roleks selama 10 hitungan.
c) Tidur telentang, tangan di samping badan, angkat bokong sambil
mengerutkan otot anus selama 5 hitungan. Lakukan gerakan ini
sebanyak 15 kali. Rileks selama 10 hitungan.
d) Tidur telentang, tangan di samping badan. Angkat kaki kiir lurus keatas
sambil menahan otot perut. Lakukan gerakan sebanyak 15 kali
hitungan, bergantian dengan kaki kanan. Rileks selama 10 hitungan.
e) Tidur telentang, letakan kedua tangan dibawah kepala, kemudian
bangun tanpa mengubah posisi kedua kaki (kaki tetap lurus).
Lakukan gerakan sebanyak 15 kali hitungan, kemudian rileks selama
10 hitungan sambil menarik nafas panjang lwat hidung, keluarkan lewat
mulut.
f) Posisi badan nungging, perut dan paha membentuk sudu 90 derejat.
Gerakan perut keatas sambil otot perut dan anus dikerutkan sekuat
mungkin, tahan selama 5 hitungan. Lakukan gerakan in sebanyak 15
kali, kemudian rileks selama 10 hitugan.
h. Pemeriksaan Umum
Pada ibu nifas pemeriksaan umum yang perlu dilakukan antara lain adalah
kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.
i. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus pada ibu nifas meliputi:
Fisik : tekanan darah, nadi dan suhu
Fundus uteri : tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
Payudara : puting susu, pembengkakan, pengeluaran ASI
Patrun lochia : Locia rubra, lochia sanginolenta, lochia serosa, lochia
alba
Luka jahitan episiotomi : Apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-
tanda infeksi. (Saifuddin, 2002)
j. Nasehat Yang Perlu diberikan saat pulang adalah:
a. Diit
Masalah diit perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada
pemulihan kesehatan ibu dan pengeluaran ASI. Makanan harus
mengandung gizi seimbang yaitu cukup kalori, protein, cairan, sayuran
dan buah-buahan.
b. Pakaian
Pakaian agak longgar terutama didaerah dada sehingga payudara tidak
tertekan. Daerah perut tidak perlu diikat terlalu kencang karena tidak
akan mempengaruhi involusi. Pakaian dalam sebaiknya yang menyerap,
sehingga lochia tidak menimbulkan iritasi pada daerah sekitarnya. Kasa
pembalut sebaiknya dibuang setiap saat terasa penuh dengan
lochia,saat buang air kecil ataupun setiap buang air besar.
c. Perawatan vulva
Pada tiap klien masa nifas dilakukan perawatan vulva dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya inveksi di daerah vulva, perineum maupun
didalam uterus. Perawatan vulva dilakukan pada pagi dan sore hari
sebelum mandi, sesudah buang air kemih atau buang air besar dan bila
klien merasa tidak nyaman karena lochia berbau atau ada keluhan rasa
nyeri. Cara perawatan vulva adalah cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan perawatan luka, setelah BAK cebok ke arah depan dan
setelah BAB cebok kearah belakang, ganti pembalut stiap kali basah
atau setelah BAB atau BAK , setiap kali cebok memakai sabun dan luka
bisa diberi betadin.
d. Miksi
Kencing secara spontan sudah harus dapat dilakukan dalam 8 jam post
partum. Kadang kadang wanita sulit kencing, karena spincter uretra
mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus
spincter ani selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita
sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi (Heardman T, 2012)
e. Defekasi
Buang air besar harus terjadi pada 2-3 hari post partum. Bila belum
terjadi dapat mengakibatkan obstipasi maka dapat diberikan obat
laksans per oral atau perektal atau bila belum berhasil lakukan klisma
(Heardman T, 2012)
f. Perawatan Payudara
Perawatan payudara telah mulai sejak wanita hamil supaya puting susu
lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya. Dianjurkan sekali supaya ibu mau menyusui bayinya karena
sangat berguna untuk kesehatan bayi.Dan segera setelah lahir ibu
sebaiknya menyusui bayinya karena dapat membantu proses involusi
serta colostrum mengandung zat antibody yang berguna untuk
kekebalan tubuh bayi.
g. Kembalinya Datang Bulan atau Menstruasi
Dengan memberi ASI kembalinya menstruasi sulit diperhitungkan dan
bersifat indifidu. Sebagian besar kembalinya menstruasi setelah 4-6
bulan.
h. Cuti Hamil dan Bersalin
Bagi wanita pekerja menurut undang-undang berhak mengambil cuti
hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum bersalin dan 2
bulan setelah melahirkan.
i. Mempersiapkan untuk Metode KB
Pemeriksaan post partum merupakan waktu yang tepat untuk
membicarakan metode KB untuk menjarangkan atau menghentikan
kehamilan. Oleh karena itu penggunaan metode KB dibutuhkan sebelum
haid pertama kembali untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya
metode KB dapat dimulai 2 minggu setelah melahirkan (Bari
Abdul,2000).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis , edema / pembesaran
jaringan atau distensi efek – efk hormonal
2) Ketdakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan ,
pengalaman sebelumnya , tingkat dukungan , karakteristik payudara
3) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia efek
anastesi , profil darah abnormal
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ,
penurunan Hb , prosedur invasive , pecah ketuban , malnutrisi
5) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek hormonal , trauma
mekanis , edema jaringan , efek anastesi ditandai dengan distensi
kandung kemih , perubahan – perubahan jumlah / frekuensi berkemih
6) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan / penggantian tidak adekuat , kehilangan cairan
berlebih ( muntah , hemoragi , peningkatan keluaran urine )
7) Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot , efek
progesteron , dehidrasi , nyeri perineal ditandai dengan perubahan
bising usus , feses kurang dari biasanya
8) Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan ketidakefektifan model peran stressor
9) Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) mengenai perawatan diri dan
bayi berhubungan dengan kurang pemahaman , salah interpretasi tidak
tahu sumber – sumber
10) Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan nyeri luka
jahitan perineum
1. Nyeri akut
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: Pain Level, Pain Management
Agen injuri (biologi, kimia, pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
fisik, psikologis), comfort level secara komprehensif
kerusakan jaringan Setelah dilakukan termasuk lokasi,
tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
DS: selama 1x24 jam klien frekuensi, kualitas dan
- Laporan secara verbal tidak mengalami nyeri, faktor presipitasi
DO: dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi
- Posisi untuk menahan Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan
- Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik keluarga untuk mencari
sayu, tampak capek, nonfarmakologi untuk dan menemukan
sulit atau gerakan kacau, mengurangi nyeri, dukungan
menyeringai) mencari bantuan) 4. Kontrol lingkungan yang
- Terfokus pada diri Melaporkan bahwa nyeri dapat mempengaruhi
sendiri berkurang dengan nyeri seperti suhu
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
- Fokus menyempit menggunakan ruangan, pencahayaan
(penurunan persepsi manajemen nyeri dan kebisingan
waktu, kerusakan proses Mampu mengenali nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi
berpikir, penurunan (skala, intensitas, nyeri
interaksi dengan orang frekuensi dan tanda 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
dan lingkungan) nyeri) untuk menentukan
- Tingkah laku distraksi, Menyatakan rasa intervensi
contoh : jalan-jalan, nyaman setelah nyeri 7. Ajarkan tentang teknik
menemui orang lain berkurang non farmakologi: napas
dan/atau aktivitas, Tanda vital dalam dalam, relaksasi, distraksi,
aktivitas berulang-ulang) rentang normal kompres hangat/ dingin
- Respon autonom Tidak mengalami 8. Tingkatkan istirahat
(seperti diaphoresis, gangguan tidur 9. Berikan informasi tentang
perubahan tekanan nyeri seperti penyebab
darah, perubahan nafas, nyeri, berapa lama nyeri
nadi dan dilatasi pupil) akan berkurang dan
- Perubahan autonomic antisipasi
dalam tonus otot ketidaknyamanan dari
(mungkin dalam rentang prosedur
dari lemah ke kaku) 10. Kolabrasi dalam
- Tingkah laku ekspresif pemberian analgetik untuk
(contoh : gelisah, mengurangi nyeri
merintih, menangis, 11. Monitor vital sign sebelum
waspada, iritabel, nafas dan sesudah pemberian
panjang/berkeluh kesah) analgesik pertama kali
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
PELAKSANAAN / IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan masalah yang ada berdasarkan perencanaan yang
telah dibuat (Doenges M.E, 2010)
EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan 2 cara yaitu evaluasi formatif dan sumatif.
a. Evaluasi formatif:evaluasi yang dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap
tindakan yang dilakukan.
b. Evaluasi sumatif:evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui secara keseluruhan
apakah tujuan tercapai atau tidak.
Daftar pustaka
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan nifas normal. Jakarta. EGC
Dochterman, dkk. 2008. Nursing Intervension Classification sixth edition. Philadelphia :
Elseiver
Fraser Diane.1596.Myles Textbook for Midwives.Alih bahasa: Rahayu sri dkk.Buku
Ajar Bidan Myles,Ed,14.Jakarta:Buku Kedokteran EGC.2011.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Edisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC
Manuaba. 2000. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: Pengurus Ikatan Bidan Indonesia.
Masruroh.Buku panduan : Praktik Keterampilan Asuhan Kebidanan
Nifas.Yogyakarta:Parama Publishing.2013.
Prawirohardjo, Sarwono.2002.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta :
YBP – SP.
Prawirohardjo,S.Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo.Jakarta:Bina Pustaka. 2013.
Prawirohardjo,S.Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo.Jakarta:Bina Pustaka. 2010.
Purwoastuti E, Walyani S Elisabeth.Ilmu OBSTETRI DAN GINEKOLOGI SOSIAL
Untuk Kebidanan.Yogyakarta:PUSTAKABARUPRESS.
Saifuddin, A.B dkk. 2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal. Edisi
I, Catatan I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sasworo Prawirohardjo.
Saifudin, Abdul Bari Dkk. 2000.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga.Jakarta : YBP-SP
Yanti Damai,Dian.Asuhan kebidanan nifas : belajar menjadi bidan
profesional.Bandung:Refika Aditama. 2011.