Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Zaman yang sudah modern seperti saat ini, banyak sekali fasilitas yang sudah memadai.
Dengan adanya kebutuhan yang serba instant, membuat orang semakin malas untuk melakukan
sesuatu secara konvensional.
Kebutuhan papan yang sekarang menjadi kebutuhan capital bagi setiap orang membuat bidang
properti menjadi meningkat. Hal ini dapat mempengaruhi percepatan arus urbanisasi dan dampak
social yang terjadi. Mereka yang belum memiliki tempat tinggal secara permanen, telah membentuk
lingkungan yang kumuh. Selain itu, pemanfaataan sumber daya alam yang sudah tidak
diperhitungkan lagi seberapa besar dampak yang akan terjadi, menambah kerusakan pada alam ini.
Banyak sekali dampak yang terjadi dari pemanfaatan alam yang tidak dimanfaatkan secara sebaik-
baiknya. Akhir-akhir ini telah kita rasakan dampak yang terjadi akibat pengaruh dari kerusakan alam
ini. Sekarang, ruang hijau menjadi semakin berkurang, dan resapan air juga semakin berkurang
sehingga menyebabkan terjadinya banjir.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana cara menangani semua yang terjadi di permukaan bumi ini dengan cara
arsitektural.Karena arsitektur adalah salah satu pemeran utama sebagai penyebab dan penanggung
jawab atas segala perubahan dimuka bumi Salah satu cara yang paling tepat untuk menangani
damak pergantiaan iklim ini dalam bidang arsitektur ialah ndengan cara menerapkan konsep”Green
Architecture”.Karena dengan cara ini segala dampak perusakkan alam, penghematan energy dan lain
– lainya dapat ditekan.

1.3 Pemecahan Masalah


Dengan adanya bencana yang terjadi, kini ramai dengan istilah “Green Architecture”. Green
Architecture merupakan sebuah konsep merancang dengan memadukan antara bangunan dengan
kondisi lingkungan yang sudah ada, sehingga keberadaan bangunan tersebut tidak merugikan
lingkungannya. Konsep ini semakin banyak dikembangkan seiring dengan isu internasional yaitu
global warming.
Green Architecture pendekatan pada bangunan yang dapat meminimalisasi berbagai pengaruh
membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Arsitektur hijau meliputi lebih dari sebuah
bangunan. Keselarasan hidup manusia dan alam terangkum dalam konsep green architecture.
Konsep yang kini tengah digalakkan dalam kehidupan manusia modern.
Dalam perencanaannya, harus meliputi lingkungan utama yang berkelanjutan. Untuk pemahaman
dasar arsitektur hijau (green architecture) yang berkelanjutan, di antaranya lanskap, interior, dan
segi arsitekturnya menjadi satu kesatuan.
BAB II
PEMBAHASAN

1.PENGERTIAN.
Konsep ‘green architecture’ atau arsitektur hijau menjadi topik yang menarik saat ini, salah
satunya karena kebutuhan untuk memberdayakan potensi site dan menghemat sumber daya alam
akibat menipisnya sumber energi tak terbarukan. Berbagai pemikiran dan interpretasi arsitek
bermunculuan secara berbeda-beda, yang masing-masing diakibatkan oleh persinggungan dengan
kondisi profesi yang mereka hadapi. Green arsitektur ialah”sebuah konsep arsitektur yang berusaha
meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan
tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber
energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal. Konsep arsitektur ini lebih bertanggung
jawab terhadap lingkungan, memiliki tingkat keselarasan yang tinggi antara strukturnya dengan
lingkungan, dan penggunaan sistem utilitas yang sangat baik. Green architecture dipercaya sebagai
desain yang baik dan bertanggung jawab, dan diharapkan digunakan di masa kini dan masa yang
akan datang.
Dalam jangka panjang, biaya lingkungan sama dengan biaya sosial, manfaat lingkungan sama juga
dengan manfaat sosial. Persoalan energi dan lingkungan merupakan kepentingan profesional bagi
arsitek yang sasarannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup.

2. PRINSIP-PRINSIP GREEN ARCHITECTURE :


1. Hemat energi / Conserving energy : Pengoperasian bangunan harus meminimalkan
penggunaan bahan bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin memaksimalkan energi alam
sekitar lokasi bangunan ).
2. Memperhatikan kondisi iklim / Working with climate : Mendisain bagunan harus
berdasarkan iklim yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi yang ada.
3. Minimizing new resources : mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan sumberdaya
alam yang baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat digunakan di masa
mendatang / Penggunaan material bangunan yang tidak berbahaya bagi ekosistem dan
sumber daya alam.
4. Tidak berdampak negative bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan
tersebut / Respect for site : Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai merusak
kondisi tapak aslinya, sehingga jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai, tapak aslinya
masih ada dan tidak berubah.( tidak merusak lingkungan yang ada ).
5. Merespon keadaan tapak dari bangunan / Respect for user : Dalam merancang
bangunan harus memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua
kebutuhannya.
6. Menetapkan seluruh prinsip – prinsip green architecture secara keseluruhan / Holism :
Ketentuan diatas tidak baku, artinya dapat kita pergunakan sesuai kebutuhan bangunan kita.

3.SIFAT – SIFAT PADA BANGUNAN BERKONSEP GREEN ARCHITECTURE.


Green architecture (arsitekture hijau) mulai tumbuh sejalan dengan kesadaran dari para
arsitek akan keterbatasan alam dalam menyuplai material yang mulai menipis.Alasan lain
digunakannya arsitektur hijau adalah untuk memaksimalkan potensi site. Penggunaan material-
material yang bisa didaur-ulang juga mendukung konsep arsitektur hijau, sehingga penggunaan
material dapat dihemat. Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan),
earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa
sangat baik).

A.Sustainable ( Berkelanjutan ).
Yang berarti bangunan green architecture tetap bertahan dan berfungsi seiring zaman,
konsisten terhadap konsepnya yang menyatu dengan alam tanpa adanya perubahan – perubuhan
yang signifikan tanpa merusak alam sekitar.

B. Earthfriendly ( Ramah lingkungan ).


Suatu bangunan belum bisa dianggap sebagai bangunan berkonsep green architecture
apabila bangunan tersebut tidak bersifat ramah lingkungan. Maksud tidak bersifat ramah terhadap
lingkungan disini tidak hanya dalam perusakkan terhadap lingkungan. Tetapi juga menyangkut
masalah pemakaian energi.Oleh karena itu bangunan berkonsep green architecture mempunyai sifat
ramah terhadap lingkungan sekitar, energi dan aspek – aspek pendukung lainnya.

C. High performance building.


Bangunan berkonsep green architecture mempunyai satu sifat yang tidak kalah pentingnya
dengan sifat – sifat lainnya. Sifat ini adalah “High performance building”. Mengapa pada bangunan
green architecture harus mempunyai sifat ini?. Salah satu fungsinya ialah untuk meminimaliskan
penggunaan energi dengan memenfaatkan energi yang berasal dari alam ( Enrgy of nature ) dan
dengan dipadukan dengan teknologi tinggi ( High technology performance ). Contohnya :
1). Penggunaan panel surya ( Solar cell ) untuk memanfaatkan energi panas matahari
sebagai sumber pembangkit tenaga listrik rumahan.
2.) Penggunaan material – material yang dapat di daur ulang, penggunaan konstruksi –
konstruksi maupun bentuk fisik dan fasad bangunan tersebut yang dapat mendukung
konsep green architecture.

bangunan perkantoran yang menggunakan bentuk bangunan untuk menyatakan symbol


green architecture. Hotel yang menggunakan konsep green architecture. Secara sederhana konsep
green architecture ini bisa kita terapkan di dalam rancangan rumah sederhana sekalipun, hanya
apakah ada goodwill atau tidak untuk penerapannya.konsep-konsep sedrehana seperti rumah hemat
listrik, hemat air, dan sebagainya dapat mulai diterapkan untuk mengantisipasi berkurangnya
sumber listrik dan air di kehidupan sehari-hari.

4. BEBERAPA CONTOH BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN KONSEP “GREEN ARCHITECTURE”.


1.) Healthy House ( Indonesia ).
Salah satu prinsip Green Architecture adalah working with Climate (bekerjasama dengan
iklim). Wilayah Indonesia yang beriklim tropis dengan ciri-ciri udara panas-lembab, curah hujan rata-
rata cukup tinggi dan sinar matahari yang bersinar sepanjang tahun, diperlukan penanganan khusus
dalam merancang bangunan Healthy House pada daerah tropis. Perencanaan dengan
mempertimbangkan kondisi lingkungan ini akan memperoleh hasil yang maksimal. Tidak jarang kita
temui bangunan dibuat tanpa memperhitungkan aspek iklim, misalnya dengan menggunakan
dinding kaca keseluruhan, padahal pantulan sinar dan panas matahari menambah panas dalam
ruangan.
2.) Architecture Design Kindergarten School ( Croatia ) .
Berdiri diatas sebidang tanah dengan luas 2300 m2s. Sekolah ini didirikan dengan sebuah
konsep green architecture. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan pengaturan sirkulasinya. Sekolah ini
banyak mengambil ruang terbuka untuk mengambil sirkulasi udara alami dan memanfaatkan kaca –
kaca sebagai pencahayaan alami melaui sinar matahari. Bentuk geometri ada setelah sang
perancang telah melakukan tahapan ” perancangan”namun satu hal yang perlu diketahui, kita
adalah arsitek-bukan seniman.proses meracangan seorang arsitek tidak sesederhana seorang
seniman patung. Tulisan ini tidak akan membahas beberapa luas geometri (yang sudah saya
simpulkan secara luas dan bebas), namun tulisan ini akan membahas bagai mana proses
perancangan arsitektur sehingga membentuk sebuah bentuk geometri.

Setujunya saya akan berpendapat bahwa ‘geometri mengikat perancangan’ terkait dengan
perjalanan saya setelah melewti serangkaian proses perancangan arsitektur. Ada sebuah
kecenderungan untuk pendekatan perancangan yang mem-bypass sebuah tahapan pra-perancangan
seperti analisis site, konsep fungsi dan studi tipologi.seringkali tahapan tersebut di tempatkan
dibelakang atau sekedar dilampirkan dalam lembar peyanjian akhir sebagai formalitas belaka,
sebuah proses perancangan yang terbaik. Ironisnya, metode tersebut banyak ‘bertengger’ dalam
banyak proses perancangan, dan harus saya akui banyak metode tersebut seringkali menghasilkan
masa yang sangat kaya secara geometri, namun gagal secara makna bila dikaitkan dengan
lingkungan sekitar atau konteks tampat. D’Archy Thompson mengemukakan bahwa terbentuknya
sebuah bentuk (form) merupakan resultan dari kehadiran dari banyak force yang berada didalam
atau di sekitarnya. Bentuk akan terus ber-evolve serta beradaptasi dengan force yang ada
(Thompson, 1961:11). Bentuk geometri yang dihasilkan merupakan terjemahan dari proses evolusi
tersebut. Force sendiri di akui oleh D’Archy sebagai sesuatu yang abstrak yang sangat luas, namun
pemakaian kata force merupakan simbol dari konsep’sebab’ (Thompson, 1961:12) form yang
dijelaskan D’Archy merupakan penggambaran dari proses evolusi, bentuk dari bentuk organik
mahluk hidup. Kata form dan force akan diangkat sebagai kata kunci dalam penulisan ini.
Sekarang bagaimana dengan arsitektur?. Apakah bentuk arsitektural juga ikut dipengaruhi dari
beragam foce yang ada?. Untuk itu saya mencontohkan konsep mengenai terbentuknya bentuk
vernakular[1]. Amos Rapoport dalam buku house form and culture menyatakan bahwa terjadinya
bentuk-bentuk atau model vernacular disebabkan oleh enam faktor yang dikenal sebagai modifying
faktor (Rapoport, 1969:78) diantaranya adalah:

Amos Rapopor juga mengakui bahwa factor diatas tidak bersifat statis namun bersifat
dunamis sehingga model vernacular akan terus berevolusi seiring dengan berubahnya factor diatas.
Keenam factor diatas membuktikan bahwa bentuk geometri dari model vernacular merupakan hasil
trial dan error setelah melalui evaluasi dari beragam force yang ada. Evolusi dari model vernacular
terus berkembang menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai arsitektur modern. Diawali dari
arsitektur klasik (baroque, ecclictism, art nouveau, Victorian dll.) dan diakhiri dengan gaya arsitektur
post-modern. Keseluruhan gaya arsitektur modern diatas tidak hanya berdiri sendiri namun juga
mengalami proses trial and error menghadapi beragamnya factor atau force yang ada. Yang
membedakan arsitektur modern dengan arsitektur vernacular adalah evolusi atau berkembangnya
motivasi pembentuknya – force-nya.
 TAMAN DIATAS ATAP
Taman diatas atap adalah jenis atap yang baru-baru ini berkembang dengan pesat,
digunakan baik untuk rumah tinggal maupun bangunan komersial. Tujuannya adalah agar
bisa memiliki taman meskipun berada diatas bangunan. Dalam merencanakan konstruksi
taman diatas atap, kita harus memperhatikan dahulu faktor keamanan berupa beban yang
harus dipikul oleh keseluruhan struktur yaitu dak beton itu sendiri, beban tanah dan lapisan
taman, tanaman dan juga manusia. Dalam artikel ini saya pilihkan buku yang ditulis Heinz
Frick berjudul ’Atap bertanaman ekologis dan fungsional’.

sumber gambar: http://www.thaigardendesign.com


Kutipan: Beban tambahan yang perlu diperhitungkan dalam tahap desain meliputi:
• beban mati yang meliputi berat dari kotak tanaman atau dinding pembatas taman
lainnya. Untuk bahan beton bertulang, berat lazimnya mencapai 24 kN/m2. Berat ini
tentunya dapat bervariasi tergantung apakah struktur beton ini dalam keadaan basah atau
kering.
• Beban hidup dapat terdiri atas berat kering dan bash dari media tanam (tanah),
pepohonan, air, dan juga orang yang menggunakan atap bertanaman ini.
• Beban hidup yang diperhitungkan untuk penggunaan (untuk atap datar yang dapat
dipergunakan tidak hanya untuk pemeliharan taman) adalah sekitar 1.5 kN/m2 denah.
• Berat dari tanah yang basah mencapai sekitar 22 kN/m3. Tanah pada atap bertanaman
ini beratnya tentu bervariasi tergantung pada ketebalan lapisan tanah yang dipakai. Sebagai
gambaran umum, kedalaman lapisan tanah ini berkisar antara 0.3-0.5 m untuk jenis taman
yang ditanami oleh rumput dan perdu dan berkisar antara 1-1.5m untuk pohon pelindung
yang berukuran kecil dan sedang.
• Beban angin harus dipertimbangkan dengan matang dalam desain atap bertanaman
dengan jalan memasukkan angka yang sesuai untuk beban tekanan yang disebabkan oleh
angin. Beban tekanan (tiupan) angin ini tergantung pada ketinggian tempat, bentuk pohon
(rimbun tidaknya) dan tipe struktur bangunan yang menopang atap bertaman tersebut.
• Posisi dari beban terpusat di suatu lokasi atap bangunan yang ditimbulkan oleh pohon
dan beban tambahan struktural lainnya sangat penting untuk dipikirkan sejak awal sehingga
pekerjaan kedap air (waterproofing) telah dipersiapkan sebelumnya dan pelat atap
mempunyai kekuatan yang memadai untuk diberi beban tekanan akibat dari tambahan
berat ini.
• Sangat penting bagi para pemilik, pengguna, dan pihak manajemen gedung untuk
memperhatikan kterbatasan beban atap yang diizinkan dengan cara tidak membuat taman
di sembarang lokasi pada atap. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari hal-hal yang
dapat membahayakan keamanan struktur bangunan akibat diletakkannya taman dan
pepohonan yang berat pada atap yang seharusnya tidak boleh dibebani.
• Secara alamiah, setiap pohon dan tanaman akan tumbuh dan bertambah berat sejalan
dengan perkembangannya. Hal ini juga harus diperhatikan dalam perhitungan struktur
sebagai beban tambahan yang akan terkumpul seiring dengan bertambahnya usia
bangunan.
Aspek Konstruksi dan Susunannya
• Atap bertanaman pada dasarnya disusun sebagai berikut:
• Atap pelat beton bertulang dengan plesteran finishing semen; atau
• atap konstruksi kayu dengan lapisan papan atau multipleks;
• lapisan kedap air yang tahan terhadap akar tanaman;
• lapisan pelindung lapisan kedap air terhadap kerusakan mekanis;
• lapisan drainase (pengaliran air);
• lapisan penyaring;
• lapisan media tanam (tanah dan sebagainya); serta
• vegetasi (tanaman/pepohonan)
Ketebalan dari konstruksi taman diatas atap akan bervariasi tergantung pada tanaman yang
akan ditanam, rancangan sistem, dan fungsi tambahan lainnya disekitar taman.

 BANGUNAN ARSITEKTUR RAMAH LINGKUNGAN

Arsitektur Ramah Lingkungan


Dasar Pemikiran
Konsep bangunan ramah lingkungan atau green building didorong menjadi tren dunia,
terutama bagi pengembangan properti saat ini. Bangunan ramah lingkungan ini mempunyai
kontribusi menahan laju pemanasan global dengan membenahi iklim mikro. Dalam
pemanasan global, hal yang perlu diperhatikan adalah dengan penghematan air dan energi
serta penggunaan energi terbarukan. Arsitektur ramah lingkungan, yang juga merupakan
arsitektur hijau, mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. Arsitektur
hijau mengandung juga dimensi lain seperti waktu, lingkungan alam, sosio-kultural, ruang,
serta teknik bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur hijau bersifat kompleks, padat
dan vital dibanding dengan arsitektur pada umumnya.
Green architecture didefinisikan sebagai sebuah istilah yang menggambarkan
tentang ekonomi, hemat energi, ramah lingkungan, dan dapat dikembangkan menjadi
pembangunan berkesinambungan. Green architecture (dikenal sebagai konstruksi hijau atau
bangunan yang berkelanjutan) adalah praktek membuat struktur dan menggunakan proses
yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus
hidup bangunan: dari tapak untuk desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, dan
dekonstruksi. Praktek ini memperluas dan melengkapi desain bangunan klasik keprihatinan
ekonomi, utilitas, daya tahan, dan kenyamanan. Tujuan umumnya adalah bahwa bangunan
hijau dirancang untuk mengurangi dampak keseluruhan dari lingkungan yang dibangun pada
kesehatan manusia dan lingkungan alam oleh:
* Efisien menggunakan energi, air, dan sumber daya lain
* Kesehatan penghuni Melindungi dan meningkatkan produktivitas karyawan
* Mengurangi limbah, polusi dan degradasi lingkungan
Fakta akibat pemanasan global mendorong lahirnya berbagai inovasi produk industri terus
berkembang dalam dunia arsitektur dan bahan bangunan. Konsep pembangunan arsitektur
hijau menekankan peningkatan efisiensi dalam penggunaan air, energi, dan material
bangunan, mulai dari desain building interior, pembangunan, hingga pemeliharaan
bangunan itu ke depan.
Desain rancang bangunan memerhatikan banyak bukaan untuk memaksimalkan sirkulasi
udara dan cahaya alami. Sedikit mungkin menggunakan penerangan lampu dan pengondisi
udara pada siang hari. Bentuk arsitek design bangunan yang baik dan ramah lingkungan
adalah bangunan yang memperhatikan lingkungan sekitarnya seperti membuat taman di
lingkungan rumah dan gedung selain itu kurangi jumlah penggunaan kaca pada rumah atau
bangunan gedung kantor. Untuk desain interior, menggunakan interior yang ramah
lingkungan dan mengurangi pengunaan listrik yang sangat berlebihan, selain itu gunakan
bahan bahan seperti kayu, dan kurangin penggunaan kaca dan lampu atau interior lainnya
yang menggandung bahan kaca. Sedangkan pada desain eksteriornya, dengan menghindari
penggunaan bahan bangunan yang berbahaya dan diganti dengan yang ramah lingkungan,
dengan memperbanyak taman hijau dan taman yang memang di butuhkan untuk mengatur
keseimbang lingkungan sekitar.
Desain bangunan hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang
mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan. Atap-
atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden, green roof) yang memiliki
nilai ekologis tinggi (suhu udara turun, pencemaran berkurang, ruang hijau bertambah).
Pemilihan material yang ramah lingkungan dapat dijabarkan menjadi dua hal yakni dari sisi
teknologi dan penggunaan. Dari sisi teknologi, pemilihan bahan sebaiknya menghindari
adanya toksin atau racun dan diproduksi tidak bertentangan dengan alam. Sebagai contoh,
minimalkan penggunaan material kayu, batu alam ataupun bahan bangunan yang
mengandung racun seperti asbeston. Sedangkan dari sisi penggunaan, pemilihan material
yang ramah lingkungan misalnya menggunakan lampu hemat energi seperti lampu LED yang
rendah konsumsi listrik, semen instan yang praktis dan efisien, atau pun memilih keran yang
memakai tap yang hanya mengeluarkan air dalam volume tertentu.
Penggunaan material bahan bangunan yang tepat berperan besar dalam menghasilkan
bangunan berkualitas yang ramah lingkungan. Beberapa jenis bahan bangunan ada yang
memiliki tingkat kualitas yang memengaruhi harga. Penetapan anggaran biaya sebaiknya
sesuai dengan anggaran biaya yang tersedia dan dilakukan sejak awal perencanaan sebelum
konstruksi untuk mengatur pengeluaran sehingga baik building interior maupun eksteriornya
tetap berkualitas.Bahan baku building interior design maupun eksteriornya yang ramah
lingkungan berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan bumi. Beragam inovasi
teknologi proses produksi terus dikembangkan agar industri bahan baku tetap mampu
bersahabat dengan alam. Industri bahan bangunan sangat berperan penting untuk
menghasilkan bahan bangunan yang berkualitas sekaligus ramah lingkungan.
Konstruksi design bangunan yang berkelanjutan dilakukan dengan penggunaan bahan-bahan
alternatif dan bahan bakar alternatif yang dapat mengurangi emisi CO2 sehingga lebih
rendah daripada kadar normal bahan baku yang diproduksi sebelumnya. Bahan baku
alternatif yang digunakan pun beragam. Bahan bangunan juga memengaruhi konsumsi
energi di setiap bangunan. Pada saat bangunan didirikan konsumsi energi antara 5-13
persen dan 87-95 persen adalah energi yang dikonsumsi selama masa hidup bangunan.
Fenomena Arsitektur Hijau, Arsitektur Ramah Lingkungan dan Arsitektur Berkelanjutan
Antariksa.

Dalam arsitektur hijau, filosofi desain struktur dan bangunan mempunyai tujuan untuk
menggunakan seminimal mungkin bahan-bahan non-renewable dan/atau bahan-bahan yang dapat
mencemari yang digunakan dalam konstruksi. Berarti arsitek yang melakukan pekerjaan mendesain
bangunan, seharusnya sudah memahami dan mengerti bahwa tahapan dari proses perencanaan dan
desain bangunannya mengikuti pemikiran tersebut. Kalau saat ini banyak digembar-gemborkan
mengenai apa itu ‘arsitektur hijau’, ‘arsitektur berkelanjutan’, dan juga ‘arsitektur ramah
lingkungan’, sudah seharusnya menjadi bagian yang perlu dipikiran oleh para arsitek saat ini. Dewas
ini, arsitektur hijau/berkelanjutan adalah interpretasi dari berbagai macam ragam. Definisi yang
paling umum adalah bahwa itu melibatkan adanya reduksi dari keseluruhan pengaruh dan proses
dari desain melalui konstruksi serta operasional bangunan pada penggunakan kembali dari struktur
dan elemen-elemennya. Hal itu mengambil beberapa dasar di antaranya: - efisiensi penggunaan site,
ruang, bahan-bahan dan energi; - mereduksi pencemaran baik internal maupun eksternal,
pemborosan, dan kesehatan lingkungan; dan – memperbaiki produktifitas pekerja, dan perlindungan
kesehatan seluruh penghuni.
Oleh karena itu, ‘arsitektur berkelanjutan’ adalah arsitektur yang didesain dengan keramahan
lingkungan. Kemudian tujuan dari ‘berkelanjutan’ atau ‘arsitektur hijau’ adalah untuk menciptakan
struktur yang indah dan fungsional, akan tetapi juga memberikan kontribusi untuk keberlanjutan
budaya dan kehidupan. Perhatian di dalam arsitektur keberlanjutan tumbuh secara radikal di awal
abad ke-21, hal ini terjadi akibat dari respon perkembangan lingkungan, tetapi pada kenyataannya
masyarakat telah membangun keberlanjutan selama ribuan tahun. Di sini ‘hijau’ atau ‘berkelanjutan’
berhubungan dengan efisiensi penggunaan bahan-bahan seperti air, energi, bahan-bahan, habitat
alam serta menyumbangkan pada lingkungan dan kesehatan manusia yang ‘well being’. Banyak
praktik kita yang sekarang adalah buta karena tidak dibimbing oleh teori atau bersandar pada teori
yang tidak mampu bertahan (viable). Penggabungan teori dengan praktik secara khusus mencolok di
dalam arsitektur (Skolimowski 2004:122). Perkembangan desain inilah yang membuat kesalahan
dalam memahami lingkungan dan alam serta kehidupan masyarakat urban dan tradisional. Tempat
menjadi sangat penting dalam mengungkapkan proses desainnya, sehingga pengalaman teori dari
pendidikan formal yang didapat para arsitek harus dapat diterjemahkan ke dalam pemikiran praksis
lingkungan alamnya. Ditambahkan oleh Skolimowski (2004:122) bahwa arsitektur membangun suatu
jembatan di antara logos dengan praksis; ia adalah suatu titik di mana kedua hal itu bertemu. Karena
alas an ini arsitektur memperlihatkan secara nyata kebesaran visi-visi kita dan juga kegagalan
konsepsi-konsepsi kita yang lebih besar. Singkatnya, di dalam arsitektur banyak ide yang didiskusikan
di dalam bab-bab sebelumnya menemukan suatu perwujudan yang dapat dilihat.
Pendapat Wines (2008) menjadi sangat jelas bahwa bangunan-bangunan telah mengkonsumsi
seperenam sumber air bersih dunia, seperempat produksi kayu dunia, dan duaperlima bahan bakar
dari fosil. Oleh karena itu arsitektur merupakan salah satu target utama dari reformasi ekologi.
Meskipun beberapa arsitek telah melakukan rancangan bangunannya yang katanya ‘environmental
friendly’, namun kenyataanya masih banyak yang belum sadar akan hal itu. Mereka tetap melakukan
rancangannya baik dengan spirit teknologi maupun mengkopi masa lalu yang dikombinasikan
dengan industrialisasi. Sebenarnya pemikiran ke depan adalah bagaimana arsitek sebagai manusia
tidak akan membiarkan sebuah bangunan yang secara estetika buruk meskipun bangunan itu dibalut
dengan nama arsitektur ‘hemat energi’ atau arsitektur ‘ramah lingkungan’. Radikalisme arsitektur
mulai berkembang dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian alam dijadikan tempat
sebagai pelampiasan inspirasi untuk merepresentasikan model karya arsitekturnya, yang dikatakan
arsitektur yang tanggap terhadap kondisi alam dan bumi saat ini. Apakah arsitektur yang
berkelanjutan itu merupakan spirit atau style dapat terintegrasi dalam sutuasi dan kondisi
lingkungan sekitarnya. Apakah arsitektur ‘hijau’ itu bagian dari perilaku manusia untuk melawan dan
mengurangi kerusakan lingkungan. “Hijau merupakan istilah yang menjadi konsep sustainable
development atau pembangunan berkelanjutan sebagaimana yang diterapkan pada bangunan
industri. Arsitektur ‘hijau’ ialah arsitektur yang memepertimbangkan konsep pembangunan
berkelanjutan (Saraswati 2011:4). Jawaban itu harus dimulai sejak awal rancangan bangunan itu,
kemudian proses pembangunannya dan terakhir sesudah bangunan itu berdiri. Sebenarnya
pengertian bangunan ‘hijau’ dalam konteks arsitektur bangunan gedung tidak terlepas denga
pengertian arsitektur bioklimatik, arsitektur ramah lingkungan maupun arsitektur hemat energi
(Saraswati 2011:11). Arsitektur hijau atau desain hijau adalah sebuah pendekatan pada bangunan
yang meminimalkan efek kerusakan terkait dengan kesehatan manusia dan lingkungannya. Arsitek
hijau atau perancang berusaha untuk melindungi udara, air dan tanah dengan memilih material
bangunan ramah lingkungan dan praktek konstruksi. Bangunan hijau menggunakan konstruksi nyata
dan material yang bertanggung-jawab pada lingkungan, dan efisiensi bahan dan fase desain melalui
perawatan dan idealnya untuk merenovasi maupun dekonstruksi.
Kecenderungan saat ini banyak yang menoleh pada arsitektur vernakular dan tradisional dalam
melihat sebagai latar belakang keilmuan, dan dijadikan dasar rancangan bangunan-bangunan di
Indonesia. Bentuk-bentuk arsitekturnya menyatu dengan alam lingkungan sekitarnya, dengan
elemen-elemen ekologisnya menjadikan salah satu inspirasi yang dapat diterapkan untuk bangunan
arsitektur di Indonesia. Mereka kaya dengan tawaran tradisi bahan dan teknologi serta menawarkan
berbagai macam solusi permasalahan iklim tropis, dan yang paling utama adalah iklim panas
lembabnya. Namun sebagian besar teknologi yang berkembang saat ini dalam industri arsitektur
belum tentu cocok untuk kondisi geografis-budaya di tempat kita. Iklim tentu saja sangat
berpengaruh terhadap bahan bangunan, kemudian perilaku dan tatanan budaya juga akan
memberikan dampak besar terhadap hasil karya arstektur tersebut. Untuk itu pendidikan arsitektur
sangat berperan besar untuk mengontrol pemahaman teknik bahan dan bangunan berdasar
lingkungan tradisi budaya kita yang bersahabat dengan alam lingkungannya. Sebagai kenyataan
bangunan modern yang dirancang berdasar prinsip arsitektur berkelanjutan atau arsitektur hijau
tentunya dilakukan dengan memasukkan unsur-unsur elemen yang berkaitan dengan penghawaan.
Bangunan ‘hijau’ (green building) ialah bangunan yang berkinerja tinggi (high-performance building)
yang dirancang agar responsive terhadap lingkungan, secara ekonomi cukup profit, dan sebagai
tempat yang sehat untuk ditempati dan untuk bekerja (envoronmentaly responsible, economically
profitable, and healthy places to live and work). Konsep ‘hijau’ tidak sekedar sebagai trend masa kini,
namun harus diperlakukan sebagai prinsip dasar ketika kita mulai merancang bangunan (Saraswati
2011:5-6).
Bagaimana Bangunan Menjadi Hijau
Lebih dari lima tahun terakhir beberapa penekanan telah diletakkan untuk menuju hijau. Di dalam
mendorong individu untuk mengubah kebiasaan agar mereka lebih ramah lingkungan. Disana juga
telah dilakukan tekanan besar agar mereka dapat membuat bangunan lebih hijau. Dikatakan pula
bahwa arsitektur hijau adalah tidak lebih dari percampuran cat warna kuning dan biru untuk
merapikan ruang luar dari rumah mereka. Arsitektur hijau adalah integrasi dari teknologi, dalam
teknik konstruksi dengan berpikir sehat ketika memulai merancang sebuah bangunan. Hal ini untuk
memperkecil dampak lingkungan dari struktur serta untuk mereka yang tinggal atau bekerja di
dalamnya. Bangunan hijau juga dikenal sebagai ‘konstruksi hijau’ atau ‘bangunan berkelanjutan’
berhubungan dengan sebuah struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan. Efisiensi bahan melalui siklus usia bangunan dimulai dari awal ke desain, konstruksi,
operasional, perawatan, renovasi, dan demolisi. Praktik ini diperluas dan komplemen desain
bangunan klasik terdiri dari ekonomi, utiliti, daya tahan, dan kenyamanan.
Arsitektur ramah lingkungan adalah menjadi lebih popular hampir disemua Negara. Bentuk dari
bangunan yang keberlanjutan mengambil ke dalam sebuah pandangan luas dari dunia dan akibat
dari hal-hal yang telah ada di dalamnya. Arsitektur ramah lingkungan bertujuan untuk
mengendalikan keseimbangan lingkungan pada bangunan dan area yang mengelilinginya. Arsitektur
ramah lingkungan adalah kerapkali menyerah pada sebagian bangunan berkelanjutan atau desain
hijau. Struktur hijau dengan struktur paling tidak-kecil, ruang keluarga yang movabel yang
menggunakan bahan yang dapat diperbaharui. Dengan demikian arsitektur ramah lingkungan dapat
dikembangkan untuk membantu lingkungan melalui desain mereka dan memproduksi mereka
menggunakannya di dalam rumah dan pada ruang publik.
Dalam pengertian umum, arsitektur berkelanjutan dapat menjelaskan ke lingkungan mengenai
kesadaran teknik desain dalam bidang arsitektur. Keberlanjutan adalah kerangka dengan diskusi
yang luas dari ‘keberlanjutan’ dan menekankan issue ekonomi dan politik dari dunia kita. Dalam
konteks yang luas, arsitektur berkelanjutan meminta untuk mengurangi akibat negatif bangunan
terhadap lingkungan dengan menaikkan efisiensi dan tidak berlebihan dalam penggunaan material,
energi, dan pengembangan ruang. Sangatlah mudah bahwa ide dari keberlanjutan, atau desain
ekologi adalah untuk memastikan bahwa aktifitas kita dan keputusan hari ini tidak menghalangi
kesempatan generasi masa depan. Pengertian ini dapat digunakan untuk menjelaskan energi dan
sadar secara ekologis pendekatan pada desain dan lingkungan binaan. Dewas ini melalui kata-kata di
dalam arsitektur telah muncul, keberlanjutan, ramah lingkungan, hi-tech, daur-ulang, dan modern.
Semua fenomena aktual itu merupakan representasi melalui kata-kata adalah bentuk arsitektur
rumah tinggal. Keberlanjutan adalah sebuah kata yang telah menggantikan daya tahan dalam
millennium baru. Di abad ke-20 penekanan telah dilakukan pada struktur bangunan dan melakukan
segala-galanya. Arsitektur berkelanjutan termasuk inovasi desain atau usia dari desain yang telah
ribuan tahun diketemukan kembali dan akan diadaptasi ke dalam kehidupan modern untuk dan
untuk kebutuhan personal anda sementara berharap kehidupan yang berkelanjutan. Konsep
pemikiran efisiensi energi, adalah penting selama mereka dapat mengurangi kebutuhan energi dari
rumah anda menjadi nol, sesuatu yang sangat berat untuk meningkatkan kemampuan perabot yang
terdapat pada bangunan itu.
Sebagai pengguna kita sering berhadapan keputusan gaya hidup yang dapat memebrikan akibat
pada lingkungan kita. Ada beberapa pilihan dalam hidup yang akan membuat perbedaan yang mana
kualitas hidup yang akan diikuti oleh mereka. Berjalan dengan aliran dari budaya kita adalah sangat
berat untuk menghindari, dan tidak menguntungkan aliran itu tidak pada arah yang benar untuk
mengembangkan ke masa depan. Ada beberapa prinsip dari ‘arsitektur berkelanjutan’ yang
diungkapkan oleh Kelly Hart. Daftar dari tiga belas prinsip dari arsitektur berkelanjutan yang dapat
menunjukkan anda di dalam memilih rumah. Prinsip dari arsitektur berkelanjutan tersebut adalah:
small is beautiful, heat with the sun, keep your cool, let nature cool your food, be energy efficient,
conserve water, use local material, use natural material, save the forests, recycle material, build to
cast, grow your food, dan share facilities.
Belajar dari Lokalitas Arsitektur Tradisional
Pelajaran dari arsitektur tradisional dan vernakular yang terdapat di nusantara ini sebenarnya telah
banyak memberikan jawaban yang dapat digunakan dan diterapkan dalam mendesain bangunan
saat ini. Kedewasaan lokalitas arsitektur tersebut dengan segala macam bentuk fisiknya telah banyak
memberikan contoh, dan tentu saja hal itu merupakan salah satu yang dapat dikontribusikan sebagai
bagian dari perjalanan berarsitektur di Indonesia. Salah satu bentuk penerapan nilai lokalitas adalah
adaptasi tempat tinggal terhadap iklim. Menurut Skolimowski (2004:123-124) arsitektur
mengikhtisarkan kebudayaan di mana ia merupakan bagian. Di dalam suatu kebudayaan yang maju,
arsitektur ikut serta di dalam kemegahan. Kemudian ia mengungkapkan bukan hanya kekokohan dan
komoditi tetapi juga kegembiraan. Ketika sebuah kebudayaan sedang runtuh dan tak mampu
mempertahankan corak khasnya, arsitektur mendapat bagian yang banyak dipersalahkan karena
kekurangan-kekurangannya terlihat sangat mencolok dan dialami semua orang. Kita lihat konstruksi
rumah tradisional Suku Tengger Desa Wonokitri mempunyai kemampuan dalam beradaptasi
terhadap iklim setempat. Karena adanya faktor adaptasi terhadap iklim tersebut mengakibatkan
adanya beberapa perubahan dan perkembangan dalam penggunaan bahan dan material bangunan
pada rumah tradisional masyarakat Suku Tengger di Desa Wonokitri dari waktu ke waktu
(Ayuninggar et al. 2011). Rumah-rumah yang terdapat di Desa Kemiren Banyuwangi sebagian besar
merupakan rumah yang usianya sudah tua, prosentase paling besar menunjukkan bahwa rumah
yang ditinggali memiliki usia lebih dari 50 tahun. Dilihat dari konstruksi rumah asli di Desa Kemiren,
hanya tersusun dari tembok berupa kayu dan gedeg, namun mempunyai kekuatan yang melebihi
rumah dari dinding bata. Meskipun konstruksinya hanya terbuat dari kayu, rumah asli bisa tahan dari
serangan binatang pengerat karena dinding kayu atau gedeg tidak menempel dengan tanah. Antara
tanah dan dinding terdapat jarak antara 5-10 cm. Hal ini merupakan salah satu faktor ketahanan
rumah Using hingga berpuluh-puluh tahun (Muktining Nur et al. 2009). Di Propinsi nanggroe Aceh
Darussalam, jejak-jejak kearifan para arsitek jaman dahulu masih dapat ditemukan. Seperti rumah-
rumah tradisional lain di Asia Tenggara, rumoh (rumah) Aceh berupa rumah panggung, yang
dirancang sesuai dengan kondisi iklim, arah angin dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Tidak sekedar sebagai hunian, rumoh Aceh juga menyiratkan budaya dan tata cara hidup orang Aceh
yang kaya makna (Burhan 2008).
Kerifan lokal telah menjadi bagian yang akan mengisi arsitektur masa depan, lokalitas memberikan
sumbangan yang sangat besar melalui budaya dan tradisi dari masyarakat. Teknologi dan struktur
budaya masyarakat tradisional yang kita punyai ini mempunyai nilai sejarah dan makna arsitektural
yang besar bagi perkembangan arsitektur di masa mendatang. Kearifan lokal atau sering disebut
local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi)
untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang
tertentu (Ernawi 2009:7). Masih banyak lagi tradisi budaya masyarakat tradisional nusantara
Indonesia ini yang masih terpendam dan perlu untuk diungkapkan kearsitekturannya. Menjadi
tinggalan abadi yang perlu dilestarikan menjadi bagain dari apa yang sekarang banyak dibicarakan
dan menjadi bagian dalam pembelajaran berarsitektur, yaitu arsitektur keberlanjutan. Alam tropis
nusantara memberikan karunia besar bagi masyarakat dan arsitektur huniannya. Keragaman dengan
kecirian tradisi budaya yang tinggi telah membentuk fisik alam lingkungannya berdasar letak
geografisnya. Hal ini dapat terlihat dari bentuk dan teknologi masing-masing bangunannya. Alam
nusantara telah memberikan keindahan dalam berkehidupan, tradisi dan budaya menciptakan
teknoligi dan struktur ruang yang menakjubkan, sehingga dengan mempelajari hasil budaya
masyarakat masa lalu, kemudian mengambil nilai keilmuannya akan menjadi kebangkitan baru
dalam berarsitektur di nusantara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai