Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MIKROGNATIA DENGAN TRISOMY 13 (PATAU SYNDROME)

Disusun Oleh:
Zahra Afifah Hanum
G99172162

Pembimbing:
Sandy Trimelda, drg., SpOrt

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Referensi artikel dengan judul:

MIKROGNATIA DENGAN TRISOMY 13 (PATAU SYNDROME)

Hari, tanggal : Kamis, 12 September 2019

Oleh:

Zahra Afifah Hanum G99172162

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Makalah

Sandy Trimelda, drg., SpOrt


NIP. 19730311 201412 2 001

2
A. DEFINISI

Mikrognatia digambarkan sebagai hipoplasia mandibular yang

disebabkan penyusutan dagu.1 Mikrognatia adalah kecilnya ukuran salah satu

atau semua bagian mandibula. Mikrognatia harus dibedakan dari retrognatia.

Retrognatia memiliki ukuran mandibula normal, namun posisinya yang

mengalami kemunduran ke belakang yang berhubungan dengan dasar tulang

tengkorak.2

3
B. EPIDEMIOLOGI

Insidensi dari janin dengan mikrognatia yakni sebanyak 1 : 1000

kelahiran. Kelainan ini selalu diikuti dengan retrognatia, meskipun janin

dengan retrognatia dapat berdiri sendiri tanpa mikrognatia.3

C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Etiologi hipoplasia mandibular masih belum jelas. Hal ini mungkin

terjadi akibat hasil dari malformasi posisi, abnormalitas pertumbuhan intrinsik,

atau oleh sebuah kelainan jaringan ikat. Beberapa usaha telah dilakukan untuk

menjelaskan mengapa janin dengan micrognatia disertai dengan sindrom yang

berbeda-beda.3 Mikrognatia biasanya disertai dengan sindrom genetik (seperti

Treacher Collins, Robin and Robert syndrome); abnormalitas kromosomal

(terutama trisomi 18 dan triploidi); dan obat-obat teratogenik (seperti

methotrexate). 4

Perkembangan yang harmonis dari struktur-struktur anatomik yang

berbeda pada mandibula dan pertumbuhan keseluruhan dari mandibula diatur

oleh beberapa faktor, seperti aktifitas otot-otot mastikasi prenatal,

pertumbuhan lidah, nervus alveolar inferior dan percabangannya, serta

perkembangan dan migrasi gigi. Karena perkembangan mandibula pada janin

normalnya melibatkan proses multifaktorial, maka kelainan perkembangan

otot-otot mastikasi atau nervus-nervusnya dapat menyebabkan hipoplastik

mandibula. Kegagalan pembentukan mandibula membuat posisi lidah lebih ke

4
atas, mencegah palatina lateral menyatu di garis tengah dan menjelaskan bahwa

micrognathia disertai dengan adanya bibir sumbing.3

Perkembangan normal mandibula dapat terganggu oleh faktor genetik

atau lingkungan (kromosom dan sindrom non kromosom) atau hanya oleh

faktor lingkungan saja. Pada beberapa kondisi neuromuskular terjadi

kontraktur sendi temporomandibular yang mencegah mulut terbuka. Hal ini

berhubungan dengan mikrognatia sekunder di mana terjadi kegagalan

perkembangan mandibula. 3

Mikrognatia telah dikaitkan dengan paparan teratogen yang berbeda,

seperti pada sindrom alkohol janin dan penggunaan tamoxifen dan isotretinoin

selama kehamilan. Spektrum anomali terkait dengan embriopati asam retinoat

meliputi asimetri wajah, mikrotia, mikrognatia, dan palatoskisis sekunder.

Malformasi serupa telah diamati pada beberapa bayi yang terpapar tamoxifen.

Kemungkinan kedua agen tersebut dapat menghasilkan efek embriotoksik

sebanding jika keduanya berfungsi dengan cara yang sama selama

embriogenesis. 3

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari mikrognatia yakni:5

1. Mikrognatia sering mengakibatkan rusaknya keselarasan gigi, sempitnya

cavum oris dan maloklusi (kontak abnormal antara gigi-gigi rahang atas

dan rahang bawah yang diakibatkan oleh perbedaan ukuran rahang dan

gigi yaitu rahang terlalu kecil atau gigi terlalu besar)

5
2. Dagu yang mengalami penyusutan dengan wajah yang kecil

3. Kesulitan pemberian makanan pada anak-anak

4. Kesulitan dalam menyebutkan artikulasi yang tepat dan berbicara

Tanda klinis ini disebabkan oleh rahang kecil yang belum tumbuh. Saat

membuka bibir, biasanya pada neonatus ada ketidak-selarasan dari tepi

alveolar, sementara pada pasien yang lebih tua ada ketidak-selarasan gigi.

Dagu kecil atau, pada pasien dewasa, sering tumbuh tetapi mungkin memiliki

tampakan dagu yang mengalami penyusutan.6

E. DIAGNOSIS

Modalitas yang dapat digunakan untuk mendiagnosis mikrognatia, yaitu

sebagai berikut: 3

1. Two-dimensional ultrasound

2. Three-dimensional ultrasound

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Gambar 2. USG Trisomi 13

6
F. PENATALAKSANAAN

1. Prenatal

Pada kasus mikrognatia yang berat di mana terdapat polihidramnion,

amnioreduksi dapat dipertimbangkan untuk mengurangi tekanan

intrauterin dan memperpanjang masa kehamilan. 3

2. Postnatal

Pengobatan pada kasus-kasus mikrognatia yang berat harus

direncanakan secara hati-hati. Untuk mencegah obstruksi jalan napas dan

sulitnya melakukan intubasi neonatus pada saat kelahiran, maka ex utero

intrapartum treatment (EXIT) harus dipertimbangkan sebelum kelahiran.

EXIT dirancang untuk mempertahankan sirkulasi uteroplasenta dan

menstabilkan bayi saat jalan napas sedang diselamatkan. 3

Tidak ada kriteria standar untuk memilih kasus micrognathia yang

mungkin cukup berat untuk menjamin potensi risiko ibu dan janin dari

EXIT. Morris et al merekomendasikan menggunakan kriteria seleksi

micrognathia dengan indeks rahang bawah di persentil 5 dan dengan tanda

obstruksi saluran aerodigestif. Pada kasus yang berat, beberapa penulis

lebih suka melakukan trakeostomi sementara untuk dukungan

uteroplasenta, untuk memastikan transisi yang aman dari oksigenasi ibu ke

pertukaran gas postnatal. 3

Neonatus dengan hipoplasia mandibular berat mungkin memiliki

obstruksi jalan napas berat, yang secara sederhana dapat ditangani dengan

7
trakeostomi. Distraction Osteogenesis (DO) dianggap sebagai pengobatan

alternatif. Teknik ini digunakan dengan menginduksi pembentukan tulang

baru antara permukaan tulang, dengan pembedahan osteotomy. Pilihan

terapi ini sebagai alternatif untuk trakeostomi dianggap sangat penting

karena tingkat kematian dari trakeostomi sendiri berdasarkan diagnosis

yang mendasari adalah sebanyak 5%.3

G. PROGNOSIS

Prognosis kelainan mikrognatia ini bergantung pada ada tidaknya

kelainan anomali. Beratnya mikrognatia bisa jadi merupakan kegawat-

daruratan neonatal yang disebabkan karena adanya obstruksi jalan napas oleh

lidah pada cavitas oral yang kecil. Bila sebelumnya telah dibuat diagnosis

prenatal terhadap kecurigaan micrognatia ini, maka seorang spesialis anak

harus hadir saat proses kelahiran bayi yang menderita kelainan ini dan

mempersiapkan intubasi pada bayi.4

Dalam sebuah studi retrospektif di Harvard Medical School didapatkan

data bahwa dari 20 fetus yang didiagnosis prenatal sebagai mikrognatia, hanya

4 dari 20 fetus (20%) tersebut yang dapat bertahan hidup. Sementara itu, ada

25% fetus yang memiliki kariotipe yang abnormal. Hanya ada 3 fetus (15%)

dengan mikrognatia yang dapat ditentukan dengan temuan sonografi, dua di

antaranya dapat hidup, yakni satu fetus dengan keterbatasan pertumbuhan

intrauterin dan satu lagi dengan sindrom Pierre-Robin. Berdasarkan hasil studi

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa fetus yang didiagnosis in utero

8
sebagai mikrognatia memiliki prognosis yang buruk dan memiliki resiko tinggi

mengalami defek kongenital serius.7

H. HUBUNGAN MIKROGNATIA DENGAN PATAU SYNDROME

Patau syndrome atau dikenal juga trisomi 13 adalah salah satu

penyakit yang melibatkan kromosom, yaitu struktur yang membawa

informasi genetik seseorang dalam gen.

Kejadian Sindrom Patau adalah sekitar 1 kasus per 8,000-12,000

kelahiran. Rata-rata umur bagi anak yang mengalami Sindrom Patau adalah

sekitar 2.5 hari, dengan hanya satu dari 20 anak yang dapat hidup lebih dari

6 bulan. Sejauh ini laporan menunjukkan tidak ada yang hidup sampai

dewasa.

Trisomy 13 adalah salah satu penyakit yang melibatkan kromosom,

yaitu stuktur yang membawa informasi genetik seseorang dalam gene.

Sindrom ini terjadi jika pasien memiliki lebih satu kromosom pada

pasangan kromosom ke-13 karena tidak terjadinya persilangan antara

kromosom saat proses meiosis. Beberapa pula disebabkan oleh translokasi

Robertsonian. Lebih satu kromosom pada kromosom yang ke-13

mengganggu pertumbuhan normal bayi serta menyebabkan munculnya

tanda-tanda Sindrom Patau. Seperti sindrom-sindrom lain akibat tidak

9
terjadinya persilangan kromosom, misalnya Sindrom Down dan Sindrom

Edward, risiko untuk mendapat bayi yang memiliki Sindrom Patau adalah

tinggi pada ibu yang mengandung pada usia yang sudah meningkat.

 Ciri-ciri / Gejala klinis :

 Bibir sumbing / bercelah

 Malformasi sistem saraf pusat (retardasi mental berat)

 Retardasi pertumbuhan

 Low set ears

 Memiliki garis simian

 Kelainan jantung bawaan

 Bibir sumbing atau langit-langitnya menjadi satu

 Otot menurun

 Ekstra jari tangan atau kaki (polydactyly)

 Hernia: hernia umbilikalis, hernia inguinalis

 Lubang, split, atau celah dalam iris (Koloboma)

 Scalp defects (absent skin) Cacat kulit kepala (absen kulit)

 Kejang

 Lipatan palmar tunggal

 Kelainan Tulang (anggota badan)

 Mata kecil

 Kepala kecil (microcephaly)

 Rahang bawah kecil (micrognathia)

10
 Kriptorkismus ( 1 atau 2 buah testis tidak berada di

skrotumnya )

 Holoprosensefali

 Hipertelorisme (kedua mata terpisah jauh)

 Aplasia kulit

 Mikrosefali (kepala kecil)

 Mikrognatia (dagu kecil)

11
KESIMPULAN

1. Mikrognatia adalah istilah yang menggambarkan sebuah rahang bawah normal

yang kecil. Kondisi yang terkait dengan mikrognatia meliputi berbagai kelainan,

2. Mikrognatia seringkali tidak berdiri sendiri, misalnya terdapat pada Pierre robin

syndrome, Sindrom hallerman-streiff, Trisomi 13, Trisomi 18, Turner syndrome,

Progeria, Treacher collins syndrome, Smith lemli opitz syndrome, Russell silver

syndrome.

3. Pemeriksaan penunjang mungkin diperlukan seperti skull ray dan foto gigi.

4. Prognosis kelainan mikrognatia ini bergantung pada ada tidaknya kelainan

anomali. Mikrognatia yang berat bisa jadi merupakan kegawat-daruratan neonatal

yang disebabkan karena adanya obstruksi jalan napas pada cavitas oral yang kecil.

SARAN

12
1. Sebagai dokter umum diharapkan dapat melakukan diagnosis untuk

mikrognatia yang seringkali berhubungan dengan sindrom kongenital.

2. Sebagai dokter muda, diharapkan mengetahui berbagai faktor risiko

terjadinya mikrognatia sehingga dapat dilakukan skrining.

3. Perlu dilakukan edukasi agar ibu hamil dapat melakukan deteksi dini

kelainan kongenital pada saat janin masih berada di intrauterin. Sehingga,

dapat dilakukan persiapan untuk kelahiran apabila terjadi obstruksi jalan

nafas pada bayi.

DAFTAR PUSTAKA

13
1. Diagnosis of fetal (Pilu, G., Nicolaides, K.H., Diagnosis of Fetal

Abnormalities: The 18-23-Week Scan. Parthenon Publishing Group. New

York. 1999)

2. Human malformations (Stevenson, R.E., Hall, J.G., Human Malfromations and

Related Anomalies. Second edition. Oxford University Press. New York. 2006)

3. obstetric imaging (Copel, J.A., Obstetric Imaging. Elsevier Saunders Inc.

Philadelphia. 2012)

4. Oxford desk reference (Arulkumaran, S., Regan, L., Papageorghiou, A.,

Monga, A., Farquharson, D., Oxford Desk Reference: Obstetrics and

Gynaecology. Oxford University Press. New York. 2011)

5. oral pathology (Paul, R.R., Ray, J.G., Pal, T.K., Essential of Oral Pathology.

Thrid edition. Jaypee. USA. 2012)

6. dysmorphologist (Reardon, W., The Bedside Dysmorphologist. Oxford

University Press. New York. 2008)

7. diagnostic imaging (Nyberg, D.A., McGaham, J.P., Pretorius, D.H., Pilu, G.,

Diagnostic Imaging of Fetal Anomalies. Lippincott Williams & Walkins. USA.

2003)

8. Bromley B, Benacerraf BR: Fetal micrognathia: associated anomalies and

outcome. J Ultrasound Med 1994, 13(7):529-33.

14

Anda mungkin juga menyukai