Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Diare adalah perubahan buang air besar (defekasi) lebih dari 3 kali per hari
dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air
tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200g atau 200 ml/24 jam. Buang air
besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus),
yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang
air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air
besar dengan tinja bercampur lendir (mukus) dan nyeri saat buang air
besar (tenesmus).5 Disentri/ diare yang berdarah adalah masalah umum pada anak-
anak. Sangat penting untuk membedakan diare berdarah dari penyebab lain
pendarahan usus. Infeksi bakteri (disentri basiler) dan infestasi parasit (disentri
amuba) yang bertanggung jawab untuk sebagian besar kasus diare berdarah. 3,4

Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang


alveolar. Pneumonia pada anak berdasarkan letak lesinya dibedakan menjadi
pneumonia lobaris, pneumonia interstisial (bronkiolitis), bronkopneumonia.
Bronkopneumonia merupakan infeksi bakteri pada bronkiolus terminal dan
intraalveolar yang ditandai dengan adanya eksudat purulen sebagai bentuk respon
inflamasi yang membentuk bercak infiltrat.6,7
Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Bakteri seperti
Diplococcus pneumonia, Pneumococcus sp, streptococcus sp, Hemoliticus aureus,
Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsiella pneumonia), dan
Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, virus
influenza dan virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum,
Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis,
Aspergillus sp, Candida albicans, dan mycoplasma pneumonia.8
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.

1
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak
adalah Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza. Insiden
bronkopneumonia pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi. Di Indonesia,
bronkopneumonia merupakan penyebab kematian urutan ke-3 setelah
kardiovaskuler dan Tuberculosis.6,8

2
BAB II
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. K
 Jenis kelamin : Perempuan
 Lahir pada tanggal/umur : 10-02-2018
 Berat waktu lahir : 2.800 gram
 Partus secara normal dibantu oleh Bidan
 Agama : Islam
 Kebangsaan : Indonesia
 Nama ibu : Ny. Z Umur : 24 tahun
 Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
 Pendidikan ibu : D3
 Nama ayah : Tn. G Umur : 23 tahun
 Pekerjaan ayah : Wiraswasta
 Pendidikan ayah : SMA
 Alamat : BTN Palupi blok H1
 No. Telp : 082290378084
 Masuk dengan diagnosis : Diare akut + Bronkopneumoni
 Tanggal masuk rumah sakit : 07 Juli 2018
 Tanggal keluar rumah sakit : 11 Juli 2018
 Masuk ke ruangan : AMC

Anamnesis (diberikan oleh ibu pasien)


Anak ke 1 dari 1 bersaudara
Tanggal (umur) sebab masih hidup

3
FAMILY TREE

Ayah Ibu

Anak Sakit

Anamnesis
 Keluhan utama : Demam

Anamnesis Terpimpin:
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam tinggi sejak 5 jam yang lalu
disertai BAB encer dan berlendir sejak 1 hari yang lalu dengan frekuesi 10 kali
sehari, saat masuk rumah sakit BAB 5 kali, pasien juga mengeluh sesak saat
masuk RS. Gejala ini baru pertama kali dialami oleh bayi tersebut. Pasien juga
mengeluh batuk berlendir yang telah dialami kurang lebih 1 bulan yang lalu.
Riwayat pasien mengalami gejala yang sama (-), riwayat pengoban sebelumnya (-
), riwayat keluarga (-).

 Anamnesis antenatal dan riwayat persalinan:


Riwayat Ante Natal Care (ANC) rutin dikontrol posyandu saat hamil, ibu tidak
pernah sakit saat hamil. Pasien merupakan anak tunggal. Bayi lahir normal
ditolong oleh bidan, bayi lahir langsung menangis, cukup bulan dengan berat
badan lahir 2.800 gram dan Panjang badan lahir tidak diketahui, usia ibu saat
melahirkan 24 tahun. G1P1A0

 Penyakit yang sudah pernah dialami (Tanggal & Riwayat)


- Morbili : -
- Varicella : -
- Pertussis : -
- Diare : -

4
- Cacing : -
- Batuk/pilek :-
- Lain – lain : -

 Riwayat Kepandaian/Kemajuan Bayi:


- Membalik : Belum bisa sampai usia saat ini
- Tengkurap : Belum bisa sampai usia saat ini
- Duduk : Belum bisa sampai usia saat ini
- Merangkak : Belum bisa sampai usia saat ini
- Berdiri : Belum bisa sampai usia saat ini
- Berjalan : Belum bisa sampai usia saat ini
- Tertawa : Pada usia 2 bulan
- Berceloteh : Belum bisa sampai usia saat ini
- Memanggil papa mama : Belum bisa sampai usia saat ini
 Anamnesis makanan terperinci sampai sekarang :
Usia Riwayat makanan
0-4 bulan Susu formula

Anak masih meminum SUFOR (susu formula) sejak lahir umur 0 sampai 4
bulan.

 Riwayat Imunisasi Dasar :


DASAR ULANGAN
I II III I II III
BCG +
POLIO +
DTP +
CAMPAK
HEPATITIS + +

5
 Anamnesis Keluarga
1. Ikhtisar Keturunan: Anak ke 1 dari 1 bersaudara

2. Riwayat keluarga: (tentang penyakit, masih hidup/meninggal, sebab


meninggal,dsb)
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.

 Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan


Pasien memiliki keadaan sosial dengan berhubungan terutama ibu dan selalu
diberi perhatian dan dirawat dengan baik. Keadaan ekonomi pasien termasuk
kategori menengah. Sampai saat ini pasien hanya mengkonsumsi susu formula.
Kondisi lingkungan, pasien tinggal di BTN Palupi, tinggal bersama kedua orang
tua, ayah pasien kadang merokok di dalam rumah dan lingkungan rumah
merupakan lingkungan perumahan padat penduduk.

 Perjalanan Penyakit:
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan BAB encer sejak 1 hari yang lalu
dengan frekuesi 10 kali sehari, saat masuk rumah sakit BAB 5 kali. Gejala ini
baru pertama kali dialami oleh bayi tersebut. Pasien juga mengeluh demam sejak
5 jam yang lalu pasien juga mengeluh sesak saat masuk RS, dan juga mengeluh
batuk berlendir yang telah dialami kurang lebih 1 bulan yang lalu. Pasien
mengalami sesak (+), mual (-) dan muntah (-), nyeri perut (-), buang air kecil (+)
lancar. Setelah 1 hari perawatan di RS anak mengalami BAB bercampur darah
selama 2 hari.

II. PEMERIKSAAN FISIK


 Umur : 4 bulan
 Berat Badan : 5 kg
 Panjang Badan : 60 cm
 Keadaan umum : Sakit Sedang
 Status Gizi : z-score

6
BB/U = persentil (<-2 SD) normoweight

TB/U = persentil (< 0 SD) - (>-2 SD) normoheight

7
BB/TB = persentil (<-1 SD) – (>-2 SD) Gizi baik

 Sianosis : tidak ada


 Anemia : -/-
 Keadaan mental : Somnolen
 Ikterus : tidak ada
 Tanda Vital
- Denyut nadi : 112 kali/menit, kuat angkat
- Suhu : 38.2 0C
- Respirasi : 52 kali/menit
 Kejang
- Tipe : Tidak ada
- Lamanya: -
 Kulit
- Warna: Sawo matang Turgor : kembali < 2 detik
- Efloresensi: - Tonus : ada
- Pigmentasi: - Oedema: tidak ada edema
- Jaringan parut: -

8
- Lapisan lemak: -
- Lain- lain: -
 Kepala
- Bentuk : Normocephal (LK 40 cm)
- Rambut : Rambut sedikit, berwarna hitam, sulit dicabut
 Mata
- Exophtalmus/Enophtalmus : Tidak ada
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Tidak ikterus
- Pupil : Isokor, RCL +/+, RCTL+/+
- Lensa jernih : Jernih +/+
- Fundus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Gerakan : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Telinga : Otorrhea (-/-)
 Hidung : Rinorrhea (-/-), pernafasan cuping hidung (+/+)
 Mulut
- Bibir: tidak kering, tidak sianosis
- Lidah: tidak kotor, tidak tremor
- Gigi: dalam masa pertumbuhan
- Selaput mulut: tidak ada stomatitis angularis
- Gusi: tidak ada perdarahan
- Bau pernapasan: normal
 Tenggorokan
- Tenggorokan: tidak ada kelainan
- Tonsil: Sulit di nilai
- Pharynx: Sulit di nilai
 Leher
- Trachea: letak ditengah
- Kelenjar: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

9
- Kaku kuduk (-)
- Lain-lain: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
 Thorax
- Bentuk : normal Xiphosternum : Tidak ada
- Rachitic Rosary : Tidak ada Harrison’s groove : Tidak ada
- Ruang Intercostal : Tidak ada Pernapasan paradoxal : Tidak ada
- Precordial Bulging : Tidak ada Retraksi : Ada
- Lain-lain: : Tidak ada
 Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi :Vokal fremitus (+) kanan sama dengan kiri, massa (-),
nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Vesikular (-/-), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
 Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V linea
parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan datar, massa (-), distensi (-),sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)
 Genitalia : Dalam batas normal
 Kelenjar : Tidak ada pembesaran
 Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat.
 Tulang-tulang : Tidak ada deformitas

10
 Otot-otot : Eutrofi
 Refleks : Refleks fisiologis (+) Refleks patologis (-)

11
PEMERIKSAAN DENVER

12
 Usia 4 bulan
o Personal Sosial : Anak berhasil mengamati tangannya yang
sebenarnya 80-90% anak diusia yang sama sudah mampu
melakukan
o Adaptif motoric halus : Anak berhasil melakukan uji coba yaitu
mengamati manik-manik, mengikuti 180⁰ yang sebenarnya 80-
90% anak diusia yang sama sudah mampu melakukan
o Bahasa : Anak berhasil melakukan uji coba yaitu
dengan menoleh ke bunyi icik-icik, menoleh kearah suara yang
sebenarnya 80-90% anak diusia yang sama sudah mampu
melakukan
o Motorik Kasar : Anak gagal uji coba bangkit kepala tegak
dan membalik yang sebenarnya 90% anak diusia yang sama sudah
melakukan hal yang sama

Pemeriksaan Penunjang
- DARAH RUTIN (07/07/18)
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
WBC 7,9 4,5-10,0 103/ µl
RBC 4,6 4,0-5,5 106/µl
HGB 12,2 12,0-16,0 g/dl
HCT 36,2 42-52 %
PLT 363 150-450 103/µl
MCV 78,4 80-99 Fl
MCH 26,4 27-31 pg
MCHC 33,7 33-37 g/dl
 Diagnosis sementara: Diare akut + susp Bronkopneumonia
 Diagnosis : Disentri + Bronkopneumonia
 Anjuran pemeriksaan : Feses Lengkap

13
 Terapi :
Medikamentosa
IVFD Kaen 3b 8 tetes/menit
Dumin rectal 125 mg setengah tube
Sanmol drop 3 x 0,5

RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan Demam sejak 5 jam yang lalu
disertai BAB encer sejak 1 hari yang lalu dengan frekuesi 10 kali sehari, saat
masuk rumah sakit BAB 5 kali. Pasien mengatakan bahwa kotoran BAK pasien
bercampur dengan darah, gejala ini baru pertama kali dialami oleh bayi tersebut.
Pasien mengeluh batuk berlendir yang telah dialami kurang lebih 1 bulan yang
lalu dan pasien juga mengeluh sesak saat masuk RS. Riwayat pasien mengalami
gejala yang sama (-), riwayat pengoban sebelumnya (-), riwayat keluarga (-).

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 38,2 0C, nadi 112 x/menit dan
respirasi 52 x/menit. Pada status gizi didapatkan status gizi baik dengan berat
badan 5 kg dan tinggi badan 60 cm didapatkan hasil dipersentil (<-1 SD) – (>-2
SD), Pada ekstremitas ditemukan Ekstremitas atas dan bawah akral hangat. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC sebesar 7,9 103/ul, RBC sebesar 4,6
106/ul, HGB sebesar 12,2 g/dl, HCT sebesar 36,2 %, PLT sebesar 363 103/u,
MCV 78,4 Fi, MCH 26,4 pg, MCHC 33,7 g/dl. Pada pemeriksaan Denver
didapatkan kesimpulan bahwa anak memiliki keterlambatan dari satu aspek
motorik kasar.

14
BAB III
FOLLOW UP

 Follow Up Hari ke 1
Tanggal : 09 Juli 2018
Subjek (S) : Demam (+), batuk (+), BAB cair (+) disertai darah 4 kali,
lendir (+) sesak (+) kejang (-), mual (-), muntah (-)
Objek (O) :
Kesadaran : Somnolen
a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 120 kali/menit
- Respirasi : 50 kali/menit
- Suhu : 37,9 0C
b. Kepala :Bentuk normocephal (40 cm)
c. Rambut : Rambut sedikit, berwarna hitam, sulit dicabut
d. Mata : Sklera: ikterik (-/-), conjungtiva: anemis (-/-),
cekung (-/-), pupil: Isokor (+/+), Lensa: Jernih
(+/+)
e. Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
f. Telinga : Otorrhea (-/-)
g. Mulut : Bibir: sianosis (-), bibir: kering (-), Lidah: Kotor (-),
stomatitis (-), Selaput mulut: normal, Gusi: Perdarahan
(-)
h. Tonsil : Sulit dinilai
i. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-), struma (-)
Kaku kuduk (-)
Massa lain (-)

15
j. Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (+), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kanan sama dengan kiri, massa (-),
nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Vesikular (-/-), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas kiri atas jantung SIC II di linea parasternalis sinistra
dan batas kiri bawah SIC V linea midclavicularis sinistra, batas kanan
atas di SIC II linea parasternalis dextra dan batas kanan di SIC III-IV di
linea parasternalis dextra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop(-)

k. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-),sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)

l. Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)

Assesment (A) :
Disentri basiller + Bronkopneumonia

16
Planning (P)
Medikamentosa
IVFD Asering 15 tetes/menit
Zink 20 mg 1 dd ½ tab
Metronidazole 40 mg 3 dd 1 tab (puyer)
Oralit 1 sachet/ BAB cair
Puyer batuk 3 dd 1 (Ambroxol 2,5 mg + salbutamol 0,2 mg + histapan 5 mg)

 Follow Up Hari ke 2
Tanggal : 10 Juli 2018
Subjek (S) : Demam (-), batuk berlendir (+) menurun, BAB cair (+)
disertai darah dan lendir 1 kali, lendir (+) sesak (-) kejang
(-), mual (-), muntah (-)
Objek (O) :
Kesadaran : Somnolen
a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 118 kali/menit
- Respirasi : 30 kali/menit
- Suhu : 36 0C
b. Kepala : Bentuk normocephal (40 cm)
c. Rambut : Rambut sedikit, berwarna hitam, sulit dicabut
d. Mata :Sklera: ikterik (-/-), conjungtiva: anemis (-/-),
cekung (-/-), pupil: Isokor (+/+), Lensa: Jernih
(+/+)
e. Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
f. Telinga : Otorrhea (-/-)
g. Mulut : Bibir: sianosis (-), bibir: kering (-), Lidah Kotor (-),
stomatitis (-), Selaput mulut: normal, Gusi:
Perdarahan (-)
h. Tonsil : sulit dinilai

17
i. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-), struma (-)
Kaku kuduk (-)
massa lain (-)

Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kanan sama dengan kiri, massa (-),
nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Vesikular (-/-), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas kiri atas jantung SIC II di linea parasternalis sinistra
dan batas kiri bawah SIC V linea midclavicularis sinistra, batas kanan
atas di SIC II linea parasternalis dextra dan batas kanan di SIC III-IV di
linea parasternalis dextra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-), sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)
Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)

18
Assesment (A) :
Disentri basiller + Bronkopneumonia

Planning (P)
Medikamentosa
IVFD Asering 15 tetes/menit
Zink 20 mg 1 dd ½ tab
Metronidazole 40 mg 3 dd 1
Oralit 1 scc/ BAB cair
Puyer batuk 3 dd 1 (Metilprednisolon 0,2 + salbutamol 0,2 mg + histapan 5
mg)
Santagesik injeksi 50 mg/8 jam
Cefotaxim 150 mg/12 jam

 Follow Up Hari ke 3
Tanggal : 11 Juli 2018
Subjek (S) : Demam (-), batuk (+) jarang, BAB cair (-), sesak (-)
kejang (-), mual (-), muntah (-), sesak (-)
Objek (O) :
Kesadaran : Compos mentis
a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 120 kali/menit
- Respirasi : 37 kali/menit
- Suhu : 36,5 0C
b. Kepala : Bentuk normocephal (40 cm)
c. Rambut : Rambut sedikit, berwarna hitam, sulit dicabut
d. Mata : Sklera: ikterik (-/-), conjungtiva: anemis (-/-),
cekung (-/-), pupil: Isokor (+/+), Lensa: Jernih
(+/+)
e. Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
f. Telinga : Otorrhea (-/-)

19
g. Mulut : Bibir: sianosis (-), bibir: kering (-), Lidah Kotor (-),
stomatitis (-), Selaput mulut: normal, Gusi:
Perdarahan (-)
h. Tonsil : sulit dinilai
i. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-), struma (-)
Kaku kuduk (-)
massa lain (-)
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kanan samadengan kiri, massa (-),
nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas kiri atas jantung SIC II di linea parasternalis sinistra
dan batas kiri bawah SIC V linea midclavicularis sinistra, batas kanan
atas di SIC II linea parasternalis dextra dan batas kanan di SIC III-IV di
linea parasternalis dextra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan datar, massa (-), distensi (-),sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpany (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)
Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)

20
Assesment (A) :
Disentri + Bronkopneumonia

Planning (P)
Medikamentosa
IVFD Asering 10 tetes/menit
Zink 20 mg 1 dd ½ tab
Metronidazole 40 mg 3 dd 1
Oralit 2 scc/ BAB cair
Puyer batuk 3 dd 1 (Ambroxol 2,5 mg + salbutamol 0,2 mg +
Metilprednisolon 0,2 mg)
Santagesik injeksi 50 mg/8 jam
Cefotaxim 150 mg/12 jam
Pasien dipulangkan dan berobat jalan

21
BAB IV
DISKUSI KASUS

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis pasien masuk rumah
sakit dengan keluhan BAB encer sejak 1 hari yang lalu dengan frekuesi 10 kali
sehari, saat masuk rumah sakit BAB 5 kali. Gejala ini baru pertama kali dialami
oleh bayi tersebut. Pasien juga mengeluh demam sejak 5 jam yang lalu, dan juga
mengeluh batuk berlendir yang telah dialami kurang lebih 1 bulan yang lalu.
Riwayat pasien mengalami gejala yang sama (-), riwayat pengoban sebelumnya
(-) , riwayat keluarga (-)

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 38,2 0C, nadi 112 x/menit dan
respirasi 52 x/menit. Pada status gizi didapatkan status gizi baik dengan berat
badan 5 kg dan tinggi badan 60 cm didapatkan hasil dipersentil (<-1 SD) – (>-2
SD), Pada ekstremitas ditemukan Ekstremitas atas dan bawah akral hangat. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC sebesar 7,9 103/ul, RBC sebesar 4,6
106/ul, HGB sebesar 12,2 g/dl, HCT sebesar 36,2 %, PLT sebesar 363 103/u,
MCV 78,4 Fi, MCH 26,4 pg, MCHC 33,7 g/dl. Pada pemeriksaan Denver
didapatkan kesimpulan bahwa anak memiliki keterlambatan dari satu aspek
motorik kasar.

Diagnosis pada kasus ini ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didapatkan pasien
mengalami buang air besar warna kuning disertai lendir dan darah sebanyak lebih
dari 10 kali, bau tinja tidak spesifik, disertai demam dan batuk sejak 1 bulan yang
lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan status gizi : gizi baik, turgor kulit kembali
lambat, pernafasan cuping hidung (+), mata cekung (+), sesak (+) peristaltik usus
meningkat dan terdapat stridor inspirasi. Berdasarkan hal tersebut diagnosis pada
kasus ini yaitu disentri + Bronkopneumoni.

22
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
diasertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanda lendir dan
darah. Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan
gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit,
buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mukus) dan nyeri saat buang air
besar (tenesmus).3,4

Infeksi bakteri dan infestasi parasit bertanggung jawab untuk sebagian besar
kasus diare berdarah. Penyakit infeksi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh
virus, bakteri dan protozoa. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dikenal sebagai
disentri basiler yang disebabkan oleh bakteri shigella, sedangkan infeksi yang
disebabkan oleh protozoa dikenal sebagai disentri amuba.3,4
Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan timbulnya diare pada anak adalah : 4
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolik ke dalam rongga usus.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin dari virus atau bakteri) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan
selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitis usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan.
Penyebab disentri dibagi atas 2 bagian besar berdasarkan penyebabnya yaitu
bakteri dan amoeba.1.3

23
1) Disentri basiler
Disentri basiler dapat disebabkan oleh kuman Shigella sp, ECEI (Escherichia
coli enteroinvasive) Salmonella dan Campylobacter. Namun agent yang paling
sering menyebabkan mordibitas adalah Shigella sp. 1,3
a) Shigella sp
Shigella spesies aalah kuman pathogen usus yang telah lama dikenal sebagai
agen penyebab penyakit disentri basiler. Sampai saat ini terdapat empat spesies
shigella yaitu Shigella Dysenteriae, Shigella Flexneri, Shigella Boydii Dan
Shigella Sonnei. 1,3
Morfologi dari kuman ini adalah berbentuk basil, ukuran 0,5-0,7um x 2-3um,
pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, tidak berflagel. Sifat pertmbuhan dari
kuman ini adalah aerob dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhan 6,4 – 7,8 dengan
suhu pertumbuhan optimum 370C kecuali S.sonnei dapat tumbuh pada suhu 450C.
1,3

Gambar 1. Shigella s.p

Spesies Shigella kurang tahan terhadap agen fisik dan kimia dibandingkan
salmonella. Tahan dalam es selama 2 bulan. Toleran terhadap suhu rendah dan
kelembapan cukup. Kuman akan mati pada suhu 550C. 1,3

b) Escherichia coli
Eschericia coli adalah kuman oportunistik yang banyak ditemukan didalam
usus besar manusia sebagai flora normal. Genus Escherichia terdiri dari spesies
yaitu Escherichia coli dan Escherchia hermanii. 1,3

24
Kuman ini berbentuk kokobasil, gram negative, ukuran 0,4-0,7 um x 1,4 um,
sebagian besar gerakan positif dan beberapa strain memiliki kapsul. E. coli
tumbuh baik pada hampir semua media. Kuman ini menghasilkan toksin pada
usus yang dikenal dengan enterotoksin. Ada dua macam enterotoksin yang telah
berhasi diisolasi yaitu toksin termolabil dan toksin termostabil. 1,3
Produksi kedua macam toksin diatur oleh plasmid yang mampu pindah dari
satu sel ke sel kuman lainnya. Toksin termolabil bekerj merangsang enzim adenil
siklase yang terdapat di dalam sel epitel mukosa usus halus, menyebabkan
peningkatan permeabilitas sel epitel usus. Sehingga terjadi akumulasi cairan
didalam usus dan berakhir dengan diare. Sedangkan toksin termostabil bekerja
dengan cara mengaktivasi enzim guanilat siklase menghasilkan siklik guanosin
monofosfat, menyebabkan gangguan absorpsi klorida dan natrium, selain itu
toksin termostabil menurunkan motilitas usus halus. 1,3

c) Salmonella
Salmonella diklasifikasikan dalam 3 spesies yaitu Salmonella Choleraesuis,
Salmonella Paratyphi, Salmonella Enteriditis. Kuman ini berbentuk basil, tidak
berspora dan bersifat gram negatif, ukurnnya 1- 3,5 um x 0,5 – 0,8 um. 1,3
Kuman ni tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-410 C
(suhu pertumbuhan optimum 37,50C) dn pH perumbuhan 6-8. Kuman ini mati
pada suhu 560C juga pada keadaan kering. Dalam air tahan 4 minggu. Hidup
subur pada medium yang mengandung garam empedu. 1,3

Kekebalan tubuh yang terbentuk untuk kuman- kuman ini bersifat serotype
spesifik, dimana seseorang dapat terinfeksi lebih dri 1 kali dengan tipe yang
berbeda-beda. Genus ini dapat menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan
infeksi yang dapat menimbulkan gejala ringan hingga berat. 1,3

2) Disentri amoeba
Disentri dapat juga disebabkan oleh amoeba atau yang sering disebut
amoebiasis. Pada umumnya disebabkan oleh Entamoeba hystolitica yang
merupakan protozoa usus yang sering hidup menjadi mikroorganisme apatogen di

25
usus besar manusia. Pada kondisi seperti sistem imun yang rendah, protozoa ini
dapat menjadi pathogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan
menembus dinding usus sehingga menyebabkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ini
ada 2 bentuk trofozoit dan bentuk kista. 1,3

Gambar 2. Entamoeba hystolitica

Siklus hidup dari Entamoeba hystolitica adalah kista matur yang masuk secara
oral akan melalui proses excystation yang menjadi stadium trofozoid dimana lebih
aktif dan bermultiplikasi di usus besar dan menyebabkan ulserasi. Beberapa
tropozoid dapat menyebar ke ekstraintestinal dan menyebabkan abses ditempat
lain seperti hepar dan otak. Beberapa akan berkembang menjadi kista kembali dan
keluar melalui feses dan dapat menginfeksi orang lain yang terpapar. 1,3

Patofisiologi

Disentri Amoeba

Amoebiasis didapat dari rute fecal-oral melalui makanan atau air yang sudah
terkontaminasi amoeba. Setelah masuk ke saluan cerna E hystolitica, dalam
bentuk kistanya akan melalui proses ekskistasi di usus halus dan menginvasi usus
besar dalam bentuk tropozoid. Masa inkubasinya dapat bermacam-macam dari 2
hari hingga 4 bulan. Proses invasi timbul saat penempelan, tropozoid akan
menginvasi epitel usus besar dan membentuk lesi ulkus didaerah tersebut.
Trofozoit akan melisiskan sel target dengan menggunakan lectin untuk menempel
dan protein parasitic untuk menmbulkan kebocoran ion dari sitoplasma sel. 1.2.3.4

26
Gambar 3. Siklus hidup Entamoeba hystolitica

Penyebaran amoebiasis ke hepar terjadi melalui darah. Tropozoid masuk


kedalam pembuluh darah dan naik kedaerah hepar melalui vena porta dan dapat
memproduksi abses hepar yang dipenuhi oleh debris aselular. Tropozoid ini juga
melisiskan hepatosit serta netrofil sehingga dapat timbul nekrosis dan dapat
timbul nekrosis dan dapat timbul daerah iskemik yang disebabkan oleh obserasi
vena porta. 1.2.3.4
- Disentri basiler
Basil ini membentuk endotoksin dan eksotoksin menyebabkan infeksi lokal
pada dinding usus terutama daerah kolon dan sebagian ileum. Setelah

27
mengadakan kerusakan pada mukosa usus tersebut terbentuklah toksik dengan
tanda-tanda peradangan disekitarnya. Berbeda dengan tukak akibat amoebiasis
yang tidak disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening sekitarnya.
Tukak tersebut kadang-kadang dapat mencapai daerah submukosa tetapi jarang
sampai terjadi perforasi. 1.2.3.4

Gejala Klinis dari disentri dibagi atas kuman penyebabnya, yaitu :

Disentri amoebiasis

Disentri amoeba ringan gejalanya akan timbul secara perlahan. Penderita


biasanya mengeluhkan perut kembung, terkadang juga mengeluhkan nyeri perut
ringan yang hilang timbul, diare yang timbul dapat 4-5 kali sehari dengan tinja
berbau busuk dan terkadang dapat ditemukan lendir serta darah dan nyeri tekan.
Keadaan umum pasien pada umumnya baik dengan tanpa demam atau subfebris.
2,5

Disentri basiler

Masa inkubasi sangat bervariasi antara beberapa jam sampai 8 hari. Mula –
mula gejalanya seperti gejala infeksi umumnya yaitu demam, kemudian diare
yang mengandung lendir dan darah, tenesmus. Bila penyakit menjadi berat dapat
disertai dengan tanda septisemia yaitu panas tinggi disertai kesadaran menurun.
2,5

Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang
berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit
diikuti pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk
yang berat (fulminating cases) biasanya disebuang air besar kan oleh S.
dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-
berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal,
cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat
ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit

28
berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin
dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi). 2,5
Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau
keracunan makanan. Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer,
anuria dan koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan
tindakan pengobatan. Angka ini beratmbah pada keadaan malnutrisi.
Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan
tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama. 2,5
Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih
berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan pada
kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan
kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara menahun.
Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik.2
Untuk membedakan antara infeksi antara disentri amoeba dan disentri basiler
dapat digunakan sebagai berikut :2,5
Disentri Amoeba Disentri Basiler
Gejala klinik
EIEC Shigella Salmonella
Masa tunas 6-72 jam 24-48 jam 6-72 jam
Panas + + +
Mual muntah Jarang Sering -
Tenesmus dan Tenesmus dan Tenesmus dan
Nyeri perut
kramp kolik kramp
Nyeri kepala _ + +
Lamanya sakit Variasi >7 hari 3-7 hari
Volume Sedikit Sedikit Sedikit
Frekuensi Sering >10x/hari Sering
Konsistensi Lembek Lembek Lembek
Darah + Kadang +
Bau seperti telur
Bau Tidak berbau ±
busuk

29
Warna Merah-hijau Merah-hijau Kehijauan
Leukosit _ + +
Lain-lain Infeksi sistemik Kejang ± Sepsis ±

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada disentri adalah


pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium
yang sangat penting. Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang
segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu
dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan. Pemeriksaan
mikrobiologis feses berarti mencari mikroba pada feses. Yang dimaksud mikroba
adalah bakteri, virus, jamur, dan parasit. 2,5
Selain spesimen feses yang diperoleh secara langsung (stool specimen) dapat
pula dipergunakan spesimen yang diperoleh melalui usapan dubur/rektal (rectal
swab). Usapan dubur sangat cocok diterapkan pada bayi dan manusia lanjut usia.
Usapan dubur lebih efektif daripada feses untuk perburuan Shigella spp,
Clostridium difficile, dan Neisseria gonorhoea.2,5

Pada kasus ini, berdasarkan kriteria diatas diare yang dialami oleh pasien
kemungkinan besar adalah disentri amoeba. Kondisi yang ada pada pasien sesuai
dengan kriteria disentri amoeba yaitu terdapat demam, tinja berlendir dan disertai
darah dengan frekuensi >10 kali/hari, tidak berbau, dan tidak ada mual muntah, .
Untuk memastikan penyebab diare harus dilakukan pemeriksaan feses. Namun,
pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan feses.

Terdapat kebijakan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengenai


penetapan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita
anak balita, baik dirawat dirumah maupun sedang dirawat dirumah sakit, yaitu: 2,4
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit,
2. Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut,
3. ASI dan makanan tetap diteruskan,
4. Antibiotik selektif, dan

30
5. Nasihat kepada orang tua.
Pasien pada kasus ini pasien tidak mengalami dehidrasi sehingga pada
penatalaksanaan dilakukan berdasarkan terapi A, antara lain:4
1) Pemberian cairan tambahan
Pemberian ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian
Pemberian oralit setiap kali buang air besar
- Sampai umur 1 tahun : 50-100 ml setiap buang air besar
- Umur 1 - 5 tahun : 100-200 mL setiap buang air besar

2) Berikan tablet zink selama 10 hari


- < 6 bulan : 10 mg/hari (1/2 tablet)
- > 6 bulan : 20 mg/hari (1 tablet) selama 10 hari.
-
Di tingkat pelayanan primer semua diare berdarah diare berrdarah selama ini
dianjurkan untuk diobati sebagai shigellosis dan diberikan antibiotik
Cotrimoksazol tablet. Jika dalam 2 hari tidak ada perbaikan, dianjurkan untuk
kunjungan ulang untuk kemungkinan mengganti antibiotiknya.5

- Penanganan dehidrasi dan pemberian makan sama dengan diare akut


- Yang paling baik adalah penangana berdasarkan pemeriksaan tinja rutin,
apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif berikan metronidazol dengan
dosis 50 mg/kg/bb dibagi 3 dosis selama 5 hari. Jika tidak ada amuba,
maka dapat diberikan pengobatan untuk shigella yaitu diberikan antibiotik
Cotrimoksazol tablet (trimetropin 6-10 mg/kgBB/hari + sulfametoksazol
30-50 mg/kgBB/hari ) dengan dosis 2 x 20 mg.
- Beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang sensitif terhadap
sebagian strain shigella. Contoh antibiotik yang sensitif terhadap strain
shigella di Indonesia adalah Ciprofloxasin, cefixime dan asam nalidiksilat.
- Beri tablet zinc sebagaiamana pada anak diare cair tanpa dehidrasi
- Pada bayi muda (umur < 2 bulan), jika ada penyebab lain seperti
invaginasi, rujuk anak ke spesialis bedah.

31
Prognosis diare dapat ditentukan oleh derajat dehidrasi dan banyaknya
frekuensi dan volume diare yang dialami sehingga penatalaksanaannya sesuai
dengan ketepatan cara pemberian rehidrasi. Apabila penanganan yang diberikan
tepat dan sesegera mungkin, maka dapat mencegah komplikasi dari diare
tersebut.3,4 Prognosis pasien pada kasus ini baik dikarenakan diare yang dialami
tidak disertai dengan dehidrasi dan frekuensi diare menurun setiap harinya setelah
pengobatan.

Bronkopneumonia merupakan peradangan parenkim paru dimana penyebaran


daerah infeksi berupa infiltrat yang mengelilingi dan melibatkan bronkus.
Bronkopneumonia merupakan bagian dari pneumonia. Pneumonia adalah
inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia dapat dikalsifikasikan
berdasarkan anatomi, yaitu: pneumonia lobaris, pneumonia interstisial, dan
pneumonia lobularis (bronkopneumonia).6

Berikut ini adalah daftar etiologi pneumonia pada anak berdasarkan kelompok
umur.6

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang


jarang
Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E.Coli Bakteri Anaerob
Streptoccous Hemolitikus Grup B Streptoccous
Streptoccous Pneumoniae Group D
Haemophillus
Influenzae
Virus
Cytomegalovirus
Herpes Simpleks

3 minggu - 3 Bakteri Bakteri


bulan Chlamydia Trachomatis Bordetella
Streptoccous Pneumoniae Pertussis
Virus H.Influenza Tipe B
Adenovirus S. Aureus
Virus Influenza
Virus Paraiinfluenza

32
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia Pneumonia H. Influenza
Mycoplasma Pneumoniae Moraxella
Streptococcus Pneumoniae Chataralis
S. Aureus
Virus Virus
Adenovirus Varicella- Zooster
Virus Influenza
Virus Parainflueza
Rhinovirus
5 Tahun ke atas Bakteri Virus
Chlamydia Pneumoniae Adenovirus
Mycoplasma Pneumoniae Epstein-Barr
Streptococus Pneumoniae Rhinovirus
Parainfluenza
Virus
Influenza Virus

Secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia


virus.Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan laboratorium. Biasanya
tidak dapat menentukan etiologi.6

Kuman penyebab pneumonia umumnya mencapai alveolus lewat percikan


mucus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena karena efek
gravitasi. Setelah mencapai alveolus, maka kuman akan menimbulkan respon
khas yang terdiri dari empat tahap berurutan.6

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan awal yang berlangsung


pada daerah yang baru terinfeksi.Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini

33
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.6

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah.
Pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 6

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang terinfeksi dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai direabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.6

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)


Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.6

Selain itu WHO mengklasifikasikan pneumonia, pneumonia berat dan


pneumonia sangat berat berdasarkan manifestasi pada sistem pernapasan.7,8

34
Table 1. Pneumonia pada bayi kurang dari 2 bulan

Manifestasi klinis

Pneumonia berat Retraksi dinding dada atau tachypnea

Pneumonia sangat berat  Retraksi dinding dada atau


tachypnea
 Tidak dapat menyusu/makan
 Kejang, letargi, tidak sadar
 Demam/suhu tubuh yang rendah
 Pernapasan tidak teratur

Table 2. Pneumonia pada bayi usia 2 bulan sampai 5 tahun

Pneumonia ringan  Tachypnea

Pneumonia berat  Retraksi dinding dada

Pneumonia sangat berat  Tachypnea


 Retraksi dinding dada
 Tidak dapat menyusu/makan
 Kejang, letargi, tidak sadar
 Malnutrisi

Tabel 3. Kriteria napas cepat sesuai golongan umur

Jika umur anak Anak dikatakan bernapas cepat


jika

<2 bulan Frekuensi napas: 60 kali per menit


atau lebih

2 sampai 12 bulam Frekuensi napas: 50 kali per menit


atau lebih

12 bulan sampai 5 tahun Frekuensi napas: 40 kali per menit


atau lebih

Pada kasus ini ditemukan trias pneumonia/bronkopneumonia pada pasien umur


4 bulan dengan keluhan sesak napas, batuk, dan demam. Keluhan batuk sudah

35
dialami sejak 1 bulan sebelum masuk RS dan selanjutnya demam selama 5 jam
sebelum masuk RS. Batuk disertai dengan lendir, pilek (-), serta sesak napas (+).

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan nafas cepat yaitu 52x/menit dan suhu
38,2oC. Terlihat adanya pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan pula suara napas tambahan yaitu ronkhi basah halus pada kedua lapang
paru. Maka berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, pasien ini termasuk
bronkopneumonia ringan.

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi


saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Selain itu keluhan
meliputi menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-kadang keluhan
gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala
respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping
hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan
konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Ronki hanya ditemukan bila
ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia
yang bermakna. Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia
lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat
menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis.6

Gambaran foto rontgen thoraks pneumonia pada anak dapat meliputi gambaran
difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial. Gambaran foto thoraks dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat intersisial
merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar
berupa konsolidasi segmen atau lobar.6

Menurut Bredley et al, (2011) diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5


gejala: 8

36
1. Sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Panas badan
3. Ronki basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrar difus
5. Leukositos ( pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri


dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus.
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik dan ekspektoran
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat
dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan
adalah antibiotik beta-laktam dengan/atau tanoa klavulanat; pada kasus yang lebih
berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru
intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau
keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.
Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi.6

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam


rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran

37
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.6

Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik bila


didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi–protein dan datang terlambat
untuk pengobatan.7

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases
2013;32:331-51.
2. Hasan R. dkk., 2014. Buku Kuliah 1, Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Juffrie, M. Dkk.,2012. Buku Ajar Gastroenterologi- Hepatologi. jilid I.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
4. Depkes RI. 2015. Manajemen terpadu balita sakit (MTBS).Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
5. WHO, 2013. Pedoman Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat
Pertama di Kabupaten/Kota.
6. Rahajoe, N. N., Supriyatno, B., Setyanto, D. B. 2013. Buku Ajar Respirologi
Anak Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
7. USU. Bronkopneumonia. Jurnal Universitas Sumatra Utara. 2014
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Bagan Manajemen
Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

39

Anda mungkin juga menyukai