Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS METODOLOGI DAKWAH BIL-HIKMAH NABI

MUHAMMAD SAW

A. SIKAP BIJAK NABI SEBELUM HIJRAH


1. Berdakwah secara sembunyi-sembunyi

Seperti diketahui dalam sejarah, kota mekah sebelum datangnya islam


merupakan pusat kegiatan agama bangsa arab. Disanalah terdapat ka’bah
dan benda-benda lain, seperti patung yang dijadikan sebagai sarana objek
peribadatan mereka. Upacara-upacara ritual dalam bentuk pemusyrikan
sudah menjadi tradisi yang sangat kuat dalam masyarakat.

Untuk mengubah semua itu bukanlah hal yang mudah, hal ini
memerlukan orang yang mempunyai kepribadian tangguh dan bijak atau
dengan kata lain orang yang telah benar-benar mendapatkan hikmah dari
Allah swt. sebagaimana firman-Nya:

“Allah menganugrahkan al-Hikmah kepada siapa saja yang Dia


kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, ia telah
benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak”.

Satu-satunya manusia yang dipilih (Allah swt.) yang mampu


mengubah kondisi masyarakat arab pada saat itu adalah Muhammad saw.
Dialah yang mendapatkan hikmah Allah untuk memberi peringatan kepada
kaumnya tentang syirik, kufur, dan bentuk-bentuk kerusakan lainnya.

Berangkat dari tugas berat namun mulia itulah Rasulullah saw.


menapaki jalan hikmah dalam upaya memperbaiki kondisi masyarakat
Quraisy. Dalam melakukan pendekatan kepada mereka, beliau menempuh
dengan sikap agung yang membuat kagum para tokoh, pemimpin, dan
umat manusia pada saat itu.

Rasulullah saw. memulai dakwahnya dengan sembunyi-sembunyi


yakni mulai dari orang-orang terdekat. Dari keluarga, sahabat, dan
kemudian orang-orang baik yang dikenalnya, mereka mengetahui bahwa
Nabi adalah seorang yang jujur dan baik. Karena itu, ajakan beliau
mendapat sambutan positif dari mereka. Mereka inilah yang dalam sejarah
dikenal sebagai as saabiqun Al-awwaluun (generasi pertama yang masuk
islam).

Adapun orang yang pertama masuk islam adalah istri nabi, khadijah
binti khualid, utsman bin affan, al Zubair bin awwam, Abdurrachman bin
‘Auf, Saad bin Abu waqqash dan lain-lain. Apabila diantara mereka ada
yang hendak beribadah di Masjidil Haram, mereka pun pergi dengan
sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh orang-orang Musyrikin
Quraisy.

Menurut Hasan bin Ibrahim Hasan, bahwa mereka tersebut diatas


diikuti pula oleh para pemuka Quraisy lainnya, Abu Ubaidillah bin Jarrah,
Arqam bin Abi Arqam yang kemudian menyediakan rumahnya menjadi
markas dakwah dalam rahasia, rumah yang terletak dibukit safa.

Periode dimana rasul menjalankan dakwah dalam rumah ini,


dipandang sebagai periode yang sangat penting dalam sejarah dakwah,
sehingga kebanyakan kaum muslimin yang masuknya mereka kedalam
islam dihari-hari itu, dimana Rasul mengembangkan dakwahnya dari Sarul
Arqam, dan periode ini juga dinamakan periode personal, karena Rasul
berdakwah mereka itu, seorang demi seorang.

Pada masa-masa awal perjalanan dakwah Nabi saw beliau tidak


melaksanakan dakwah secara terbuka, sebab kondisi masyarakat Quraisy
di makkah belum memungkinkan untuk didakwahi secara terbuka.

Namun ada sebuah pertanyaan, apakah Nabi saw merasa takut


seandainya beliau dakwah dengan cara terbuka? Misalnya beliau akan
diteror oleh warga Quraisy, dan sebagainya, jawaban tentu tidak demikian.

Nabi saw berdakwah dengan pendekatan personal dan secara


sembunyi-sembunyi bukan lantaran beliau takut melakukan dakwah secara
terbuka. Sebagai Nabi dan Rasul beliau tentu sudah yakin bahwa dalam
menjalankan tugas beliau akan dilindungi Allah swt. namun Allah
mengilhaminya agar beliau berdakwah dengan pendekatan personal, dari
mulut ke mulut dan secara sembunyi-sembunyi itu adalah sebagai suatu
pelajaran bagi umatnya, khususnya para da’i yang akan mewarisi tugas
dakwah beliau, agar mereka waspada dan hati-hati dalam menempuh
upaya-upaya lahiriyah.

Disisi lain pendekatan dakwah secara sembunyi-sembunyi dan bersifat


personal ini akan lebih efektif, khususnya pada saat ini dimana umat islam
masih sedikit jumlahnya.

Hal ini karena pendekatan personal dilakukan secara langsung dan


tatap muka antara da’i (pelaku dakwah) dengan mad’u (objek dakwah),
sehingga hal itu akan memberikan pengaruh tersendiri dibanding misalnya
dakwah secara umum dan terbuka.

Masalah-masalah keagamaan dianggap belum jelas bagi mad’u juga


ajakan mudah dipecahkan, karena dapat langsung menanyakannya kepada
da’i, maka keislaman mereka juga akan lebih mantap.

Dengan dakwah secara sembunyi-sembunyi dan pendekatan secara


personal ini Nabi Muhammad saw telah menggabungkan antara upaya dan
kepasrahan kepada Allah, antara ikhtiar dan tawakal.

Dari sisi lain juga dapat dipetik suatu pelajaran bahwa pelaksanaan
dakwah haruslah selalu mempertimbangkan situasi setempat. Apabila
situasi belum memungkinkan dilakukannya dakwah secara terbuka, maka
pendekatan personal dari mulut ke mulut perlu ditempuh.

Manakala keadaan sudah berubah, mungkin dapat dipakai pendekatan-


pendekatan yang lain. Dan disinilah sebenarnya letak elastisitas
pendekatan dakwah.
Bahkan al-Buti telah menuturkan, bahwa para ulama telah bersepakat,
apabila jumlah umat islam masih sedikit atau mereka masih dalam
keadaan lemah dimana mereka akan dihancurkan oleh pihak lain apabila
mereka berdakwah secara terbuka, maka mereka perlu menjaga
keselamatan jiwa mereka terlebih dahulu daripada berdakwah dengan
cara-cara terbuka namun kemudian dihancurkan oleh pihak-pihak lain.

Anda mungkin juga menyukai